4.3. Persentase Kolonisasi
Infeksi akar pada tanaman dapat diidentifikasi dengan adanya pembentukan hifa, vesikula dan arbuskula yang terdapat secara bersamaan atau salah satu dari ketiganya.
Adanya infeksi pada akar tanaman inang yang diamati dapat dilihat pada Gambar 4.
Tanaman yang terinfeksi Ket. : B = Vesikula
B
Akar yang tidak terinfeksi
A Tanaman yang terinfeksi
Ket. : A = Hifa
Gambar 4. Infeksi FMA pada Akar Tanaman yang Diamati Menurut Bagyaraj 1984, terdapat 3 komponen dalam sistem asosiasi akar dengan
FMA, yaitu akar tanaman inangnya sendiri, hifa eksternal bagian hifa yang menjulur keluar akar dan menyebar dalam tanah dan hifa internal bagian hifa yang masuk ke
dalam akar dan menyebar dalam akar. Dari akar tanaman yang diamati, diketahui bahwa infeksi akar yang terjadi hanya ditandai dengan adanya hifa dan vesikula, sedangkan
arbuskula tidak dapat ditemui pada penelitian ini. Tidak dijumpainya arbuskula pada pengamatan infeksi akar karena sifat dari organ FMA itu sendiri yang memiliki umur
cukup pendek. Fungsi arbuskula sebagai alat pertukaran simbiosis antara spora dan tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Persentase kolonisasi meningkat dengan menurunnya tingkat salinitas tanah. Persentase terendah 13.5 berada pada tingkat salinitas 15,5 mScm dan tertinggi pada
tingkat salinitas 2,5 mScm 53,7. Dengan demikian persentase kolonisasi FMA pada tanaman Pantai Sonang secara umum termasuk ke dalam tingkat yang rendah sampai
dengan sedang. Nilai persentase kolonisasi FMA dengan tanaman berdasarkan tingkat salinitas tanah dapat dilihat pada Gambar 5.
13.5 19.3
19.7 23.4
26.2 28.4
33.5 29.2
39.1 53.7
15.5 13.5
10.0 8.5
8.0 7.5
4.0 3.5
3.0 2.5
10 20
30 40
50 60
Ra ta
-r at
a K o
lo n
is as
ii
2 4
6 8
10 12
14 16
18
T ingka
t S al
in it
as m
S c
m
Tanaman Terinfeksi Salinitas Tanah
Gambar 5 : Persentase Kolonisasi FMA Berdasarkan Tingkat Salinitas Tanah
Tingginya salinitas tanah ini berpengaruh negatif terhadap persentase kolonisasi.Terjadinya penurunan salinitas tanah menghasilkan peningkatan persentase
kolonisasi akar tanaman sepanjang jalur pengamatan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ragupathy dan Mahadevan 1991 di Kodikkarai Reserve Forest,
Tamil Nadu, India yang secara tegas menyatakan bahwa salinitas akan menekan
Universitas Sumatera Utara
kolonisasi akar tanaman. Penurunan tingkat salinitas tanah dari 7.0 mmhocm menjadi 2,0 mmhocm menghasilkan peningkatan persentase kolonisasi sebesar 5-85.
Peningkatan persentase kolonisasi akar dengan menurunnya tingkat salinitas tanah ini berhubungan dengan masalah proses pembentukan FMA. Dimana dalam proses
pembentukan FMA ini akan dibedakan antara kolonisasi primer dan kolonisasi skunder. Kolonisasi primer yaitu titik masuk pertama pada akar oleh fungi, dan kolonisasi skunder,
yang terjadi setelah hifa fungi bercabang-cabang dari tempat atau kolonisasi primer Wilson, 1984. Kolonisasi pertama dipengaruhi oleh: 1 perkecambahan spora, 2
pertumbuhan hifa dalam tanah, dan 3 titik masuk pada akar tanaman. Dalam proses perkecambahan spora, sangat diperlukan keberadaan air.
Perkecambahan spora FMA dapat dibagi kedalam 4 fase, yaitu hidrasi, aktivasi, pertumbuhan saluran kecambah, dan pertumbuhan hifa Tommerup, 1984. Pada fase
pertama, air masuk kedalam spora sehingga komponen dalam spora menjadi terhidrasi. Setelah hidrasi, terjadi peningkatan aktivitas metabolisme. Dua sampai 10 hari setelah
hidrasi spora menjadi aktif dan saluran kecambah mulai tumbuh yang kemudian diikuti dengan pertumbuhan hifa Tommerup, 1984. Penundaan atau penghambatan fase
perkecambahan spora akibat tingginya konsentrasi garam terlarut dalam larutan tanah akan menunda atau mencegah pertumbuhan hifa sehingga pada akhirnya akan menunda
atau mencegah kolonisasi akar tanaman dan pembentukan simbiosis Juniper dan Abbott 1993.
Jika perkecambahan dihambat oleh penurunan kemampuan spora untuk menyerap air dalam larutan dengan potensial osmotik rendah, maka spora mungkin dapat dicegah
untuk berkecambah dalam larutan dengan konsentrasi di atas level kritis. Pada kisaran
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi marjinal dibawah level kritis, spora akan mengalami hidrasi lambat, dan perkecambahan akan terjadi pada akhirnya. Dengan demikian pengaruh utama NaCl
terhadap perkecambahan spora adalah karena perubahan osmotik sehingga akan mempengaruhi potensial air dari substrat pertumbuhan, maka pengaruh peningkatan
konsentrasi NaCl mungkin akan sama dengan pengaruh penurunan potensial air karena sebab lain.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan mengindikasikan bahwa perkecambahan spora dari beberapa jenis FMA akan tertunda pada saat potensial air substrat rendah dan
akan terhambat pada potensial air sangat rendah, seperti pada tanah kering. Pengaruhnya hampir serupa pada kontrol osmotik dari potensial air dan mungkin berhubungan dengan
kemampuan spora untuk menyerap dan mendapatkan kembali air dari substrat agar menjadi atau tetap dalam keadaan terhidrasi. Jadi pengaruh utama NaCl terhadap
perkecambahan spora adalah karena gaya osmotik. Kolonisasi sekunder sangat dipengaruhi oleh fisiologi tanaman inang, karena FMA
dalam simbiosisnya sangat tergantung pada nutrisi dari karbohidrat hasil fotosintesis tanaman inang, sehingga modifikasi ketersediaan produk fotosintesis akan mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan FMA. Hal ini telah diteliti dengan mengukur pengaruh ketersediaan cahaya pada tanaman yang bersimbiosis dengan FMA Furlan dan Fortin,
1977. Aktifitas fotosintesis tanaman akan mempengaruhi status karbohidrat pada akar nya yang pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan FMA yang terdapat pada
perakaran tanaman Thomson et al. 1990. Penurunan persentase kolonisasi FMA pada perakaran tanaman dengan adanya
peningkatan salinitas tanah mungkin disebabkan oleh perubahan fisiologi tanaman yang
Universitas Sumatera Utara
mungkin mempengaruhi simbionnya. Beberapa studi menyimpulkan bahwa pembentukan FMA menurun dengan bertambahnya salinitas tanah. Peningkatan level salinitas tanah
menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan tajuk sehingga mengakibatkan penurunan area fotosintesis pada tanaman Hirrel dan Gerdemann, 1980; Poss et al.
1985. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman dan fungi simbion akan terhambat oleh penurunan ketersediaan fotosintat. Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh cekaman
air atau ion beracun terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh salinitas terhadap intensitas kolonisasi dan keberadaan vesikula dan
arbuskula telah dikuantifikasikan pada suatu penelitian oleh Pfeiffer dan Bloss 1988. Dimana pemberian NaCl 750 ppm tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pemberian NaCl akan menurunkan tumbuhnya vesikula dan arbuskula, namun tidak mengurangi pertumbuhan hifa pada akar. Intensitas kolonisasi juga menurun dengan
bertambahnya NaCl. Dari hasil penelitian kepadatan spora FMA dan persentase kolonisasi akar,
menunjukkan peningkatan yang sama terhadap penurunan salinitas tanah, tetapi hal ini tidak dapat langsung dipastikan bahwa keduanya mempunyai hubungan yang positif.
Hasil penelitian Ragupathy dan Mahadevan 1991 dan Siguenza et al. 1996
menunjukkan tidak adanya korelasi yang tetap antara kepadatan spora FMA dan persentase kolonisasi tanaman.
Abbott et al. 1992 menyatakan bahwa setiap jenis FMA mempunyai pola kolonisasi yang berbeda sehingga akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam
persentase kolonisasi. Perbedaan ini selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan setiap jenis FMA, termasuk dalam produksi spora. Dengan demikian menghubungkan
Universitas Sumatera Utara
antara kepadatan spora FMA dan persentase kolonisasi tanpa mengetahui spesies FMA yang digunakan adalah kurang tepat.
4.4. Status Fungi Mikoriza Pada Vegetasi Hutan Pantai