Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat

(1)

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

“….. Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat …..” (QS. 2 : 83)


(3)

ABSTRACT

MUHAMMAD RI DWAN KHOLI S. Empowering I nformal Sector Business at Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Advised by DR. MARJUKI , M.Sc. as the head of advisor commission, I r NURAI NI W. PRASODJO, M.S. as the member of advisor commission.

The I ndonesian economical lessening increased poverty and jobless problem. The economical crisis effect had affected in every life aspects, including social and politics life. Farm and I nformal Sector Business was sed up during the monetary crisis. The economical crisis was experienced by the businessman on informal sector business at Kelurahan Campaka.

This study aims to 1) Finding out and understanding the problem and potential of informal sector business from businessman of informal sector business perspective at Kelurahan Campaka, 2) Finding out the connection between businessman aspiration with the former empowerment programs of informal sector business, 3) Analyzing the obstacle in empowerment program of I nformal sector business, 4) Arranging problem solution in empowering the sector informal business.

The methods that is used in collecting data are 1) Observation, 2) Group Discussion, 3) I nterview, 4) Filling a questioner SWOT analysis. The steps of arranging empowerment program of I nformal Sector Business are 1) Understanding and Revealing the Problems, 2) Arrangement of the program outline as the basic outline of arranging a program that can be applied to people.

The goals of empowerment program of informal sector business are

1) Developing the businessman ability to gain an increasing income and success, 2) I ncreasing the marketing access, 3) Developing self organization of the informal sector businessman and developing the business network.

The strategy used in this program was designed through SWOT analysis method usage. The steps are 1) Determining the main stakeholder, 2) I dentifying SWOT through internal and external factor formulation so that there would be four strategy (SO, ST, WO, WT) which described in SWOT analysis matrix. Selection of the strategy was developed from four strategies and the selected strategy would be implemented into an action plan as an execution program and outline. The program and outline of execution selected program is designed in an outline of I nformal Sector Business I nformation Network.

Empowerment program of informal sector business which had arranged needs a follow-up by giving a recommendation to the connected side. Giving the recommendation was done through recommendation implementation mechanism which the steps are 1) Recollection of businessman of informal sector business in every RT at Kelurahan Campaka by LPM Kelurahan Campaka together with the head of RT, 2) Conveying the data to the head of RT, RW, Lurah, Camat, Dinas Koperasi and UKM, and Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung. 3) I nformal Sector business information network in Kelurahan level did the establishment of information network with Bandung Government especially with Dinas Koperasi and UKM, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, NGO and private company (KADI N, Local Entrepreneur).


(4)

ABSTRAKSI

MUHAMMAD RI DWAN KHOLI S. Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Dibimbing Oleh DR.MARJUKI , M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, I r. NURAI NI W. PRASODJO, MS. sebagai anggota komisi Pembimbing.

Keterpurukan perekonomian I ndonesia memunculkan peningkatan masalah kemiskinan dan pengangguran. Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial dan politik. Sektor pertanian dan UKM/ usaha sektor informal mampu bertahan di masa terjadinya krisis moneter. Dampak krisis ekonomi dialami pula oleh pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka.

Kajian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui dan memahami permasalahan dan potensi usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka, (2) Mengetahui keterkaitan aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pemberdayaan usaha sektor informal yang pernah ada, (3) Menganalisis faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal, (4) Menyusun pemecahan masalah dalam pemberdayaan usaha sektor informal.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah (1) Observasi, (2) Diskusi kelompok, (3) Wawancara, (4) Pengisian kuesioner analisis SWOT.

Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan dengan

tahap-tahap 1) Pemahaman dan pengungkapan masalah, 2)) Kerangka Penyusunan

Program sebagai kerangka dasar penyusunan suatu program yang dapat diaplikasikan kepada masyarakat.

Program pemberdayaan usaha sektor informal memiliki tujuan umum untuk 1) Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan; dan

tujuan khusus untuk 1) Meningkatkan akses terhadap sumber daya, 2)

Meningkatkan akses terhadap pemasaran, 3) Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha.

Strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan usaha sektor informal dirancang melalui penggunaan metode analisis SWOT. Tahapan penggunaan analisis SWOT dalam kajian ini antara lain (1) Penetapan stakeholder utama. (2) I dentifikasi SWOT melalui perumusan faktor internal dan eksternal sehingga diperoleh empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang digambarkan kedalam matriks analisis SWOT.

Pemilihan strategi dikembangkan dari empat strategi tersebut dan strategi terpilih dijabarkan kembali ke dalam bentuk rencana tindakan (action plan) berupa program dan kerangka pelaksanaan program. Program dan kerangka pelaksanaan program terpilih dirancang dalam kerangka Jaringan I nformasi Usaha Sektor I nformal.

Program pemberdayaan usaha sektor informal yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait. Pemberian rekomendasi dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan rekomendasi dengan tahapan-tahapan antara lain 1) Pendataan ulang para pelaku usaha sektor informal di setiap RT di Kelurahan Campaka oleh LPM Kelurahan Campaka bekerja sama dengan Ketua-ketua RT, 2) Penyampaian data pelaku usaha sektor informal kepada setiap Ketua RT, Ketua RW, Lurah, Camat, Dinas Koperasi dan UKM, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, 3) Jaringan I nformasi


(5)

Usaha Sektor I nformal tingkat Kelurahan melakukan pembentukan jaringan informasi dengan pihak Pemerintah Kota Bandung khususnya dengan Dinas Koperasi dan UKM, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, LSM, dan pihak swasta (KADI N, pengusaha lokal),.


(6)

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya


(8)

JUDUL KAJIAN : PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

NAMA : MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS NOMOR POKOK : A. 154040065

PROGRAM STUDI : MAGISTER PROFESIONAL PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Disetujui, Komisi Pembimbing

DR. MARJUKI, M.Sc.

K e t u a

Ir. NURAINI W. PRASODJO, M.S.

A n g g o t a

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

DR. Ir. DJUARA P. LUBIS, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. DR. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, M.S.


(9)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahw a kajian pengembangan masyarakat dengan judul :

“PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR I NFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDI R KOTA BANDUNG PROPI NSI JAWA BARAT”

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bandung, Desember 2006


(10)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat pada tangggal 21 Januari 1973. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dan beragama Islam. Penulis saat ini bekerja sebagai staf administrasi di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Penulis menikah pada tahun 2001 dan sekarang telah dikaruniai satu orang anak perempuan dan satu orang anak laki-laki.

Pendidikan yang telah ditempuh oleh Penulis antara lain :

1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Holis Utara Kota Bandung hingga tahun 1983, dan selanjutnya pindah ke SDN Rancabentang 2 Cimahi. Lulus dan berijazah tahun 1985.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Cimindi, Cimahi. Lulus dan berijazah tahun 1988.

3. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Cimahi. Lulus dan berijazah tahun 1991.

4. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Lulus dan berijazah tahun 1998.

5. Pada tahun 2004 sampai dengan sekarang menempuh dan menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2006.


(11)

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

“….. Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat …..” (QS. 2 : 83)


(13)

ABSTRACT

MUHAMMAD RI DWAN KHOLI S. Empowering I nformal Sector Business at Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Advised by DR. MARJUKI , M.Sc. as the head of advisor commission, I r NURAI NI W. PRASODJO, M.S. as the member of advisor commission.

The I ndonesian economical lessening increased poverty and jobless problem. The economical crisis effect had affected in every life aspects, including social and politics life. Farm and I nformal Sector Business was sed up during the monetary crisis. The economical crisis was experienced by the businessman on informal sector business at Kelurahan Campaka.

This study aims to 1) Finding out and understanding the problem and potential of informal sector business from businessman of informal sector business perspective at Kelurahan Campaka, 2) Finding out the connection between businessman aspiration with the former empowerment programs of informal sector business, 3) Analyzing the obstacle in empowerment program of I nformal sector business, 4) Arranging problem solution in empowering the sector informal business.

The methods that is used in collecting data are 1) Observation, 2) Group Discussion, 3) I nterview, 4) Filling a questioner SWOT analysis. The steps of arranging empowerment program of I nformal Sector Business are 1) Understanding and Revealing the Problems, 2) Arrangement of the program outline as the basic outline of arranging a program that can be applied to people.

The goals of empowerment program of informal sector business are

1) Developing the businessman ability to gain an increasing income and success, 2) I ncreasing the marketing access, 3) Developing self organization of the informal sector businessman and developing the business network.

The strategy used in this program was designed through SWOT analysis method usage. The steps are 1) Determining the main stakeholder, 2) I dentifying SWOT through internal and external factor formulation so that there would be four strategy (SO, ST, WO, WT) which described in SWOT analysis matrix. Selection of the strategy was developed from four strategies and the selected strategy would be implemented into an action plan as an execution program and outline. The program and outline of execution selected program is designed in an outline of I nformal Sector Business I nformation Network.

Empowerment program of informal sector business which had arranged needs a follow-up by giving a recommendation to the connected side. Giving the recommendation was done through recommendation implementation mechanism which the steps are 1) Recollection of businessman of informal sector business in every RT at Kelurahan Campaka by LPM Kelurahan Campaka together with the head of RT, 2) Conveying the data to the head of RT, RW, Lurah, Camat, Dinas Koperasi and UKM, and Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung. 3) I nformal Sector business information network in Kelurahan level did the establishment of information network with Bandung Government especially with Dinas Koperasi and UKM, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, NGO and private company (KADI N, Local Entrepreneur).


(14)

ABSTRAKSI

MUHAMMAD RI DWAN KHOLI S. Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Dibimbing Oleh DR.MARJUKI , M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, I r. NURAI NI W. PRASODJO, MS. sebagai anggota komisi Pembimbing.

Keterpurukan perekonomian I ndonesia memunculkan peningkatan masalah kemiskinan dan pengangguran. Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial dan politik. Sektor pertanian dan UKM/ usaha sektor informal mampu bertahan di masa terjadinya krisis moneter. Dampak krisis ekonomi dialami pula oleh pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka.

Kajian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui dan memahami permasalahan dan potensi usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka, (2) Mengetahui keterkaitan aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pemberdayaan usaha sektor informal yang pernah ada, (3) Menganalisis faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal, (4) Menyusun pemecahan masalah dalam pemberdayaan usaha sektor informal.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah (1) Observasi, (2) Diskusi kelompok, (3) Wawancara, (4) Pengisian kuesioner analisis SWOT.

Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan dengan

tahap-tahap 1) Pemahaman dan pengungkapan masalah, 2)) Kerangka Penyusunan

Program sebagai kerangka dasar penyusunan suatu program yang dapat diaplikasikan kepada masyarakat.

Program pemberdayaan usaha sektor informal memiliki tujuan umum untuk 1) Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan; dan

tujuan khusus untuk 1) Meningkatkan akses terhadap sumber daya, 2)

Meningkatkan akses terhadap pemasaran, 3) Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha.

Strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan usaha sektor informal dirancang melalui penggunaan metode analisis SWOT. Tahapan penggunaan analisis SWOT dalam kajian ini antara lain (1) Penetapan stakeholder utama. (2) I dentifikasi SWOT melalui perumusan faktor internal dan eksternal sehingga diperoleh empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang digambarkan kedalam matriks analisis SWOT.

Pemilihan strategi dikembangkan dari empat strategi tersebut dan strategi terpilih dijabarkan kembali ke dalam bentuk rencana tindakan (action plan) berupa program dan kerangka pelaksanaan program. Program dan kerangka pelaksanaan program terpilih dirancang dalam kerangka Jaringan I nformasi Usaha Sektor I nformal.

Program pemberdayaan usaha sektor informal yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait. Pemberian rekomendasi dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan rekomendasi dengan tahapan-tahapan antara lain 1) Pendataan ulang para pelaku usaha sektor informal di setiap RT di Kelurahan Campaka oleh LPM Kelurahan Campaka bekerja sama dengan Ketua-ketua RT, 2) Penyampaian data pelaku usaha sektor informal kepada setiap Ketua RT, Ketua RW, Lurah, Camat, Dinas Koperasi dan UKM, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, 3) Jaringan I nformasi


(15)

Usaha Sektor I nformal tingkat Kelurahan melakukan pembentukan jaringan informasi dengan pihak Pemerintah Kota Bandung khususnya dengan Dinas Koperasi dan UKM, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, LSM, dan pihak swasta (KADI N, pengusaha lokal),.


(16)

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(17)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya


(18)

JUDUL KAJIAN : PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

NAMA : MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS NOMOR POKOK : A. 154040065

PROGRAM STUDI : MAGISTER PROFESIONAL PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Disetujui, Komisi Pembimbing

DR. MARJUKI, M.Sc.

K e t u a

Ir. NURAINI W. PRASODJO, M.S.

A n g g o t a

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

DR. Ir. DJUARA P. LUBIS, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. DR. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, M.S.


(19)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahw a kajian pengembangan masyarakat dengan judul :

“PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR I NFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDI R KOTA BANDUNG PROPI NSI JAWA BARAT”

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bandung, Desember 2006


(20)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat pada tangggal 21 Januari 1973. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dan beragama Islam. Penulis saat ini bekerja sebagai staf administrasi di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Penulis menikah pada tahun 2001 dan sekarang telah dikaruniai satu orang anak perempuan dan satu orang anak laki-laki.

Pendidikan yang telah ditempuh oleh Penulis antara lain :

1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Holis Utara Kota Bandung hingga tahun 1983, dan selanjutnya pindah ke SDN Rancabentang 2 Cimahi. Lulus dan berijazah tahun 1985.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Cimindi, Cimahi. Lulus dan berijazah tahun 1988.

3. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Cimahi. Lulus dan berijazah tahun 1991.

4. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Lulus dan berijazah tahun 1998.

5. Pada tahun 2004 sampai dengan sekarang menempuh dan menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2006.


(21)

KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat dengan judul “Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung”.

Kajian ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat di Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.

Penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu, Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Departemen Sosial Republik I ndonesia yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menempuh pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat di I nstitut Pertanian Bogor (I PB).

2. DR. Marjuki, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan I r. Nuraini W.

Prasodjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan penulisan tugas akhir.

3. I r. Said Rusli, MA selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan

masukan berarti untuk kesempurnaan tugas akhir ini.

4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana dan Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, dan dosen-dosen program studi Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan wawasan dan materi keilmuan ilmu-ilmu pengembangan masyarakat.

5. Dra. Neni Kusumawardhani, MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan Drs. Joko I rianto, selaku Kepala Bagian Administrasi Umum STKS Bandung yang telah memberikan perhatian dan bantuannya kepada Penulis dalam menempuh pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.


(22)

6. Seluruh staf Sekretariat Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor dan Pengelola program magister STKS Bandung yang telah banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.

7. TB. Agus Mulyadi, S.Sos selaku Lurah Campaka dan Rahmat Hidayat selaku Sekretaris Lurah Campaka yang telah memberikan izin kepada praktikan untuk melaksanakan praktek di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung dan memberikan bantuan teknis lainnya,

8. Staf Kelurahan Campaka lainnya, Ketua RW 01 sampai dengan RW 07

beserta Ketua RT di setiap RW di Kelurahan Campaka, dan A. Edi Sutiandi, S.Ag. selaku Tokoh Masyarakat Campaka yang telah memberikan bantuan teknis dan berbagai informasi tentang usaha sektor informal di Kelurahan Campaka.

9. Seluruh rekan-rekan MPM I nstitut Pertanian Bogor Angkatan 2 Kelas STKS Bandung atas kebersamaan dan kerjasama yang terjalin selama ini sehingga Penulis termotivasi untuk menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor. 10. yang telah memberikan perhatian dan bantuannya kepada Penulis dalam

menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.

11. Drs. I ri Sapria, Dra. Yenni R., Drs. Ridwan, Eni Rahayuningsih, MP, Atirista Nainggolan, MP, Supardian, MP, Erna Susanti, MP dan Nandang Susila, MP atas dukungan dan bantuannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan kajian pengembangan masyarakat ini.

12. I bunda tercinta yang telah memberikan do’a dan restunya kepada penulis untuk keberhasilan dan Adik-adikku tercinta yang telah memberikan bantuan material dan dorongan semangat kepada Penulis dalam menempuh pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.


(23)

13. I stri dan anak-anakku tercinta Ghina dan Zidan yang selama ini penuh pengertian memberikan dorongan dan semangat selama Penulis mengikuti pendidikan ini hingga selesai.

14. Habib, Yudha dan Wahyudi dari asrama Villa Biru STKS Bandung dan

Pengurus Yayasan Bina Qur ani Nuraini Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung yang memberikan bantuan pinjaman komputernya saat penyelesaian kajian ini.

15. Semua pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu baik secara moral maupun material dalam penyelesaian kajian ini.

Penulis menyadari penulisan laporan ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan semua pihak dapat memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan kajian ini.

Bandung, Desember 2006


(24)

i

DAFTAR I SI

Halaman

ABSTRAKS

LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR HAK CI PTA LEMBAR TUGAS AKHI R LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR KATA PENGANTAR LEMBAR RI WAYAT HI DUP

DAFTAR I SI ………. i

DAFTAR GAMBAR ………. iv

DAFTAR TABEL ……….. v

DAFTAR LAMPI RAN ………. vi

PENDAHULUAN

Latar belakang ………. 1

Rumusan Masalah ……….. 5

Tujuan ………... 7 KERANGKA TEORI TI S

Tinjauan Pustaka ……… 8

Masalah sosial dan Kemiskinan ……….. 8

Kesejahteraan Sosial ………. 9

Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan …….………. 10

Usaha Sektor I nformal ………. 13


(25)

METODE KAJI AN

Tipe Kajian ……… 20

Subyek dan Unit Analisis ……….. 21

Metode Pengumpulan Data ………... 22 Prosedur Analisis Data ... 30 ANALI SI S PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR I NFORMAL

Karakteristik Responden ... 32 Permasalahan Usaha Sektor I nformal Ditinjau dari Perspektif Pelaku Usaha

Sektor I nformal ... 37 Analisis Kewirausahaan Responden Sebagai Pelaku Usaha Sektor I nformal

... 45 Keterkaitan Aspirasi Pelaku Usaha Sektor I nformal dengan Program-program Pengembangan Masyarakat ... 47 Potensi Lokal yang Dapat Dimanfaatkan dalam Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal ………... 58 Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pemberdayaan Usaha Sektor

I nformal ………... 60 Penentuan Strategi Program dengan Analisis SWOT ... 64 Penetapan Stakeholder Utama ... 69 I dentifikasi SWOT ... 69

Pemilihan Strategi Hasil I dentifikasi SWOT ... 71 PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR I NFORMAL

Pengungkapan dan Pemahaman Masalah ... 76 I dentifikasi Masalah Pelaku Usaha Sektor I nformal ... 76 I dentifikasi Sumber Daya ... 78

Perumusan Tujuan Program Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal 79

Tujuan Umum ... 79 Tujuan Khusus ... 80


(26)

iii

Kerangka Penyusunan Program ... 81 Analisis Stakeholder ... 82

Penyusunan Strategi Program ... 87 KESI MPULAN DAN REKOMENDASI KEBI JAKAN

Kesimpulan ... 94 Rekomendasi ... 97 DAFTAR PUSTAKA ………... 103


(27)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran Ketidakberdayaan Usaha Sektor I nformal

di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 17

2. Diagram Venn - Keterkaitan Program Pengembangan Masyarakat

dengan Pelaku Usaha Sektor I nformal 50

3. Skema Manajemen Sistem I nformasi pada Mekanisme Jejaring

Stakeholder LPM Kelurahan Campaka. 57

4. Analisis Pohon Masalah Usaha Sektor I nformal di Kelurahan Campaka


(28)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat

di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 20

2. Rencana Pengumpulan Data Kajian Pengembangan Masyarakat

di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 26

3. Responden Menurut Asal dan Usia 33

4. Analisis Kewirausahaan Responden Sebagai Pelaku Usaha Sektor

I nformal 46

5. Pusat Bisnis Usaha Sektor I nformal 53

6. Penganalisaan Faktor Pendukung Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal

61

7. Penganalisaan Faktor Penghambat Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal

63

8. Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor I nternal Jangka PendeK 65

9. Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor Eksternal Jangka Pendek 66

10. Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor I nternal Jangka Panjang 67 11. Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor Eksternal Jangka

Panjang 68

12. Matriks Analisis SWOT terhadap Pemberdayaan Usaha Sektor

I nformal 70

13. Analisis Stakeholder dalam Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal Di

Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 83

14. Pembentukan Jaringan I nformasi Usaha Sektor I nformal Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung


(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Wilayah Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota

Bandung Provinsi Jawa Barat 107

2. Pedoman Untuk Pengamatan Berperanserta 108

3. Langkah-langkah Penerapan Diskusi Kelompok 121

4. Dokumentasi Diskusi Kelompok Mengenai Pemberdayaan Usaha

Sektor I nformal 122

5. Surat Undangan dan Daftar Hadir 125

6. Surat Pengantar Panduan Pertanyaan 129

7. Panduan Pertanyaan 130

8. Kuesioner Analisis SWOT 142

9. Langkah-langkah Diskusi Pembuatan Diagram Venn Mengenai

Keterkaitan Program-program Pengembangan Masyarakat Dengan Pelaku Usaha Sektor I nformal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung


(30)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hakikat pembangunan adalah kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana dalam prosesnya melibatkan semua unsur masyarakat. Namun dalam kenyataannya masih terdapat warga yang tidak dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dikarenakan keterbatasannya. Salah satu bentuk keterbatasan tersebut adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan isu nasional yang masih menjadi permasalahan pembangunan. Kemiskinan tidak hanya tersebar di pelosok pedesaan dan sub urban tetapi merebak pula sampai di perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang senantiasa menuntut keterlibatan pekerja sosial dalam penanganannya.

Peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang signifikan terjadi setelah Indonesia diterpa krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia telah memasuki tahun ke tujuh. Dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial dan politik. Keterpurukan perekonomian Indonesia dan dampak krisis ekonomi menghasilkan peningkatan jumlah penyandang masalah kemiskinan di Indonesia, seperti terlihat dari data BPS (Badan Pusat Statistik) yang memberikan gambaran angka kemiskinan tahun 2005 yang mencapai jumlah 35,10 juta jiwa (BPS, 2005) dan melonjak menjadi 39,05 juta jiwa per Maret 2006 (BPS, 2006). Permasalahan lainnya sebagai bentuk keterpurukan perekonomian Indonesia adalah masalah pengangguran. Data BPS tahun 2001 memperlihatkan bahwa pengangguran terbuka berdasarkan kategori pengangguran dan jenis kelamin menunjukkan jumlah 8,005 juta jiwa dengan perincian 4,032 jiwa penganggur laki-laki dan 3,973 jiwa penganggur perempuan, dan tahun 2002 menunjukkan jumlah 9,132 juta jiwa dengan perincian 4,728 jiwa penganggur laki-laki dan 4,404 jiwa penganggur perempuan. Badan Pusat Statistik (2005) mencatat jumlah pengangguran baru Agustus 2004 sampai Februari 2005 bertambah 600 ribu jiwa. Persentase pengangguran terbuka naik dari 9,9% menjadi 10,3% dari total angkatan kerja. Kenaikan angka pengangguran baru itu karena pertumbuhan ekonomi tidak mengarah kepada


(31)

penciptaan lapangan kerja baru. Pertumbuhan ekonomi hanya didorong oleh pertumbuhan modal dan jasa saja, keduanya tidak banyak menyerap tenaga kerja, dan hal ini dipertegas oleh kenyataan pertumbuhan ekonomi tahunan (year on year) kuartal I tahun 2005 sebesar 6,35% belum diikuti penciptaan lapangan kerja yang signifikan dan pertumbuhan ekonomi tersebut bertolakbelakang dengan kenyataan di lapangan dimana terjadi penurunan daya beli masyarakat. BPS juga mencatat kenaikan tingkat jumlah penduduk tidak bekerja secara penuh (under-employment) dimana jumlah tersebut mengalami kenaikan dari 29,8% pada bulan Agustus 2004 menjadi 31% (29,6 juta jiwa) pada bulan Februari 2005 dari seluruh penduduk yang bekerja.

Krisis moneter, kemiskinan dan pengangguran yang meningkat jumlahnya merupakan bentuk kegagalan pembangunan di masa lalu sebagai akibat sistem pembangunan yang tidak berkelanjutan (unsustainable development), dimana struktur industri manufaktur di Indonesia di masa pra-krisis ditegakkan dengan impor barang modal yang mencakup 20% total impor barang sehingga menciptakan industri-industri yang tidak kokoh fondasinya yang menjadi cikal bakal terjadinya krisis moneter. Sementara sektor pertanian dan UKM/usaha sektor informal lebih mampu bertahan di masa terjadinya krisis moneter. Ketahanan sektor pertanian dan UKM/usaha sektor informal di masa krisis moneter benar-benar teruji karena selain menggunakan bahan lokal (local content) yang tahan terhadap terpaan krisis dan juga mampu menjadi katup penyelamat luapan pengangguran akibat PHK besar-besaran pada sektor industri yang terpuruk.

Tobing (2002) mengemukakan bahwa sektor informal telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan ekonomi nasional. Sektor Informal pada tahun 1985 memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 74 persen, pada 1990 berkurang menjadi 71 persen dan pada 1998 sekitar 62 persen. Pengurangan ini relatif sangat kecil. Artinya sektor informal tetap menjadi penampung angkatan kerja dominan. Kontribusi usaha sektor informal terus berkembang dalam menampung luapan pengangguran akibat PHK dan peningkatan jumlah angkatan kerja. BPS memperlihatkan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal pada bulan Februari 2005 sebanyak 60,6 juta orang, dimana secara persentase mengalami kenaikan dari 63,2% pada bulan Agustus 2004 menjadi 63,9% pada bulan Februari 2005. Kecenderungan memilih usaha sektor informal telah menimbulkan kondisi usaha sektor informal semakin


(32)

jenuh dan kondisi ini diperburuk oleh melemahnya daya beli masyarakat dan keterbatasan usaha sektor formal menyediakan peluang kerja yang lebih banyak. Ada beberapa permasalahan umum dalam sektor informal ini, diantaranya, pertama menyangkut kualitas sumberdaya manusia. Tobing (2002) mengemukakan bahwa pada tahun 1990 sebanyak 87 persen pekerja di sektor informal berpendidikan SD ke bawah, berpendidikan menengah sebanyak 12,8 persen dan diploma/ universitas 0.2 persen. Lebih baik sedikit pada 1997, berpendidikan SD ke bawah sebesar 76,6 persen, berpendidikan menengah sebesar 22,7 persen dan diploma/ universitas dan 0,7 persen. Hal lain adalah tingkat produktivitas di sektor informal lebih rendah daripada sektor formal, sehingga pertambahan kesempatan kerja baru di sektor informal tidak dapat meningkatkan produktivitas. Sebaliknya justru dapat menurunkan tingkat produktivitas. Di samping itu, kurangnya dukungan baik dari segi penataan aturan-aturan yang seringkali merugikan sektor ini, maupun dukungan finansial dalam membuka peluang perluasan di sektor informal menyebabkan sektor ini kurang berkembang. Melihat masalah di atas kiranya perlu diupayakan keserasian pengembangan sektor formal dengan informal. Strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan kualitas SDM akan banyak membantu pekerja di sektor informal dalam memperluas pilihan usahanya.

Pemerintah harus mampu mengupayakan keserasian pengembangan sektor informal dan sektor formal sehingga diharapkan dapat menanggulangi permasalahan kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah mempunyai peran dan tanggung jawab penting dalam penanggulangan masalah kemiskinan dan pengangguran. Masyarakat sebaiknya memiliki prakarsa untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran berdasarkan potensi yang dimilikinya. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, karena keberadaan masing-masing pihak mutlak diperlukan.

Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan suatu rancangan pemecahan masalah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sebagai wahana bagi pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan atau taraf kesejahteraan masyarakat. Rancangan pemecahan masalah pada kajian ini terlebih dahulu dilandasi oleh pemahaman terhadap kondisi sistem perekonomian penduduk Kelurahan


(33)

Campaka. Penduduk Kelurahan Campaka memiliki mata pencaharian pokok sebagai pengusaha, pegawai swasta, pegawai negeri, TNI/Polri, pengemudi beca, pengrajin, penjahit, montir, sopir, tukang kayu, tukang batu, peternak dan pedagang. Mata pencaharian yang dapat digolongkan sebagai sektor informal adalah Pengrajin, Pedagang, Penjahit, Tukang Batu, Tukang Kayu, Peternak, Montir, Sopir, dan Pengemudi Beca. Sistem Tata Niaga di Kelurahan Campaka lebih berkembang pada sektor non-pertanian terutama di bidang perdagangan dan industri kecil. Perdagangan skala kecil diperlihatkan oleh keberadaan usaha sektor informal (pedagang kaki lima, pedagang keliling, warungan) dan home industri pembuatan oven, pembuatan pindang, pembuatan kerupuk, dan pigura photo.

Pergerakan kehidupan perekonomian penduduk di sektor informal di Kelurahan Campaka masih berada dalam kondisi kurang berkembang. Kondisi kurang berkembang tersebut berawal dari ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan usaha sektor informal dapat terjadi apabila pelaku usaha sektor informal mengalami permasalahan internal berupa permasalahan motivasi, modal, pengalaman usaha, organisasi, jejaring, cara berfikir, pengetahuan, keterampilan, pendidikan, produktivitas usaha, dan permasalahan eksternal berupa kebijakan yang kurang memihak pelaku usaha sektor informal, tatanan ekonomi pasar yang fluktuatif, dan ketiadaan advokasi terhadap pelaku usaha sektor informal. Ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal mempersulit pelaku usaha tersebut untuk meningkatkan taraf pendapatan dan kesejahteraannya sehingga pelaku usaha sektor informal sulit menghindarkan dirinya dari lingkaran kemiskinan. Oleh karena itu, kategori Keluarga Sejahtera I (miskin) tersebut masih dialami pula oleh sebagian besar pelaku usaha sektor informal yang berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tetapi belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan terhadap pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga dan lingkungan tempat tinggal, dan kebutuhan transportasi. Kategorisasi Keluarga Sejahtera I (miskin) tersebut didasarkan pada kriteria dan indikator BKKBN yang melakukan pendataan kemiskinan melalui pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi dalam lima tahap (Cahyat, 2004) yaitu :

a. Keluarga Pra Sejahtera (sangat miskin) b. Keluarga Sejahtera I (miskin)


(34)

d. Keluarga Sejahtera III e. Keluarga Sejahtera III plus

Keluarga Sejahtera I (miskin) berdasarkan kategorisasi BKKBN (Cahyat, 2004) adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi :

a. Indikator ekonomi

1) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor.

2) Setahun terakhir seluruh anggota memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.

3) Luas lantai rumah paling kurang 8 m² untuk tiap penghuni. b. Indikator non-ekonomi

1) Ibadah teratur.

2) Sehat tiga bulan terakhir. 3) Punya penghasilan tetap.

4) Usia 10 – 60 tahun dapat baca tulis huruf latin. 5) Usia 6 – 15 tahun bersekolah.

6) Anak lebih dari dua orang, ber-Keluarga Berencana.

Kondisi ketidakberdayaan usaha sektor informal dan kemiskinan yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal memerlukan pengkajian dan pemecahan masalah. Penulis berupaya mengkaji dan memecahkan masalah tersebut dalam suatu kajian pengembangan masyarakat. Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya memahami latar belakang, kerangka teoritis, peta sosial, pengevaluasian program pengembangan masayarakat, permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal.

Rumusan Masalah

Permasalahan keterpurukan perekonomian Indonesia telah membawa dampak negatif yaitu peningkatan permasalahan pengangguran dan kemiskinan. Penulis mengkaji keterkaitan antara pengangguran, kemiskinan dan usaha sektor informal. Keterkaitan tersebut antara lain pengangguran adalah salah satu penyebab kekurangmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga seseorang tersebut dikategorikan miskin dan usaha sektor informal merupakan salah satu upaya pemecahan masalah secara mandiri yang


(35)

dilakukan seseorang untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat menghindarkan diri dari kemiskinan. Masalah kemiskinan merupakan masalah yang dapat menimbulkan permasalahan sosial lainnya. Masalah kemiskinan yang luas dapat berdampak negatif terhadap munculnya perilaku ketunaan, seperti masalah kriminalitas dan penyalahgunaan Narkotika dan Zat Aditif.

Perumusan masalah diarahkan pada masalah ketidakberdayaan usaha sektor informal di kelurahan Campaka, dimana usaha sektor informal merupakan suatu pilihan sebagian besar warga masyarakat miskin di kelurahan Campaka. Kondisi ini disebabkan kenyataan di Kelurahan Campaka masih terdapat warga masyarakat miskin, dan terjadi peningkatan jumlah penganggur dan setengah menganggur, proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor industri hampir tidak dapat bertambah atau malahan mungkin berkurang, dan peningkatan jumlah penduduk yang pesat. Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan peningkatan perkembangan usaha sektor informal di kelurahan Campaka. Kenyataan tersebut menggambarkan bahwa pelaku usaha pada sektor informal merupakan salah satu bagian angkatan kerja di kota yang tidak terorganisir yang berada di luar pasar tenaga kerja, namun demikian usaha sektor informal memiliki potensi untuk berkembang dan diharapkan dapat mengurangi masalah perngangguran dan kemiskinan. Pemberdayaan dilakukan untuk menanggulangi permasalahan internal (modal, sikap kewirausahaan, dan tingkat keterampilan menggunakan teknologi usaha) dan permasalahan eksternal (Mekanisme sosialisasi bantuan dari pemilik bantuan dan fluktuasi harga bahan baku) pada masalah ketidakberdayaan usaha sektor informal.

Beberapa rumusan masalah dapat dikemukakan antara lain :

1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka?

2. Sejauhmana program pengembangan masyarakat yang ada sesuai dan mendukung aspirasi pelaku usaha sektor informal?

3. Sejauhmana program pengembangan masyarakat yang ada dapat menggali potensi lokal untuk pemberdayaan usaha sektor informal?

4. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pemberdayaan usaha sektor informal?


(36)

Tujuan Kajian

Tujuan yang akan dicapai dalam kajian berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan adalah :

1. Mengetahui dan memahami permasalahan dan potensi usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka.

2. Mengetahui keterkaitan aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pemberdayaan usaha sektor informal yang pernah ada. 3. Menganalisis faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sektor

informal.

4. Menyusun pemecahan masalah dalam pemberdayaan usaha sektor informal.

Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemberdayaan usaha sektor informal di kelurahan Campaka. Kajian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan pembangunan, khususnya dalam program pembangunan kesejahteraan sosial untuk mewujudkan pembangunan kesejahteraan sosial yang berkelanjutan.


(37)

TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

a. Masalah Sosial dan Kemiskinan

Gillin dan Gillin (2001) mengemukakan bahwa masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial, atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan ketimpangan sosial. Soekanto (2001) menegaskan bahwa masalah sosial timbul dari kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, bio-psikologis, dan kebudayaan. Hal tersebut didasari kenyataan bahwa setiap masyarakat mempunyai norma yang berkaitan dengan kesejahteraan, kebendaan, kesehatan fisik dan mental, serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial. Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala abnormal yang dapat dikatakan sebagai masalah sosial. Ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di masyarakat dapat dianggap sebagai masalah sosial bergantung pada persepsi dan sistem nilai sosial masayarakat tersebut. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya sama antara lain : kemiskinan, kejahatan, dis-organisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat (pelacuran, kenakalan remaja, alkoholisme, homoseksualitas, masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, penyalahgunaan wewenang tata laksana birokrasi).

Kemiskinan merupakan salah satu bentuk masalah sosial. Soekanto (2001) mengemukakan kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Kemiskinan adalah suatu kondisi kehidupan serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yang mencakup kebutuhan terhadap sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Secara umum ada tiga faktor kritis yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan masyarakat tersebut, baik di perkotaan maupun di pedesaan, yaitu (1) semakin cepatnya laju pertumbuhan penduduk, (2) semakin sempitnya kesempatan kerja


(38)

yang ada dan terbuka, dan (3) semakin sempitnya lahan pertanian. Chambers (1987) mengemukakan lima “ketidakberuntungan” sebagai kondisi kemiskinan yang dialami kelompok rumah tangga miskin, yaitu (1) keterbatasan pemilikan aset (poor), (2) kondisi fisik yang lemah (physically weak), (3) keterisolasian (isolation), (4) kerentanan (vulnerable), dan (5) ketidakberdayaan (powerless). Chamber (1987) juga mengemukakan bahwa fenomena kemiskinan sebaiknya ditinjau melalui perspekstif yang komprehensif.

Fenomena kemiskinan secara umum mengindikasikan perkembangan jumlah penyandang masalah kemiskinan yang semakin meningkat. Kondisi tersebut terjadi pula di Kelurahan Campaka dan harus segera ditangani dengan memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada warga masyarakat miskin dengan langkah penting penanggulangan kemiskinan yang diwujudkan melalui upaya pengembangan masyarakat. Fenomena ketahanan usaha sektor informal dalam menghadapi krisis moneter merupakan hal penting yang perlu dipahami bahwa pengembangan usaha sektor informal bagi warga masyarakat miskin merupakan alternatif penanggulangan kemiskinan.

b. Kesejahteraan Sosial

Dunham (1965) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu bidang usaha kemanusiaan yang luas dan mencakup jenis-jenis badan/organisasi dan berbagai pelayanan dan kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial (Dunham, 1965) mempunyai perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas. Pelayanan ini mencakup perawatan, penyembuhan dan pencegahan.

Pengembangan usaha sektor informal bagi warga masyarakat miskin adalah salah satu alternatif penanggulangan kemiskinan. Pengembangan usaha sektor informal tersebut harus diarahkan sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,


(39)

penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pengembangan usaha sektor informal tersebut berupaya mewujudkan keberdayaan usaha sektor informal.

Pemberdayaan usaha sektor informal berupaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertautkan orang-orang dengan sumber-sumber, kesempatan-kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk kapasitas mereka sehingga dapat menentukan masa depannya dan berpartisipasi dalam kehidupan komunitas mereka.

c. Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan

Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif. Pengembangan masyarakat bertujuan memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mempunyai arti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Masyarakat yang berdaya (Sumardjo dan Saharudin, 2004) memiliki ciri-ciri (1) mampu memahami diri dan potensinya, (2) mampu merencanakan (pengantisipasian kondisi perubahan di masa depan) dan mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan berunding, bekerja sama saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai, (4) bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Di era globalisasi (Santoso, 2004), ciri-ciri masyarakat ini dapat dilihat memiliki etos kerja yang tinggi, prestatif, peka dan tanggap, inovatif, relijius, fleksibel, dan jati diri dengan swa-kendali. Ciri-ciri masyarakat seperti itu sudah seharusnya dimiliki masyarakat, namun bila belum memiliki ciri-ciri tersebut merupakan tantangan bagi pengembang masyarakat untuk mewujudkannya.

Pemberdayaan merupakan sarana untuk memberikan atau mempertautkan orang dengan sumber-sumber, kesempatan-kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk kapasitas mereka sehingga dapat menentukan masa depannya dan berpartisipasi dalam kehidupan komunitas mereka (Ife, 1995 : 182). Ife (1995 : 183) mengemukakan pemberdayaan lebih lanjut bahwa pemberdayaan ditujukan untuk membawa masyarakat yang tidak beruntung atau tidak berdaya kepada masyarakat yang lebih adil dan memperkuat anggota komunitas lokal sebagai komunitas serta berupaya mewujudkan komunitas dengan berbasis yang efektif. Masyarakat merupakan


(40)

kesatuan utuh yang harus dilibatkan dalam proses pemberdayaan masyarakat dan diberikan semangat untuk melakukan pengendalian pada kegiatan mereka sendiri dan melalui program ini dapat lebih mampu mengendalikan atas kehidupan mereka dan komunitasnya. Masyarakat adalah bagian dari proses pemberdayaan dan pemberdayaan merupakan kebutuhan mereka sendiri, sehingga suatu proses pemberdayaan membutuhkan waktu, energi, komitmen dan memerlukan perubahan struktural yang mungkin banyak hambatan dan rintangan.

Dharmawan (2004) mendefinisikan makna pemberdayaan sebagai “a process of having enough energy enabling people to expand their capabilities, to have greater bargaining power, to make their own decisions, and to more easily acces to a source of better living” (suatu proses pencapaian kecukupan energi yang memungkinkan orang-orang untuk mengembangkan kapabilitasnya, untuk memiliki kekuatan rebut-tawar yang lebih besar, untuk menentukan keputusannya sendiri, dan untuk mengakses sumber kehidupan yang lebih baik secara lebih mudah). Dengan pengertian ini dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan merupakan peningkatan kemampuan masyarakat, pemberian kekuasaan untuk menentukan keputusan sendiri dan penguatan posisi rebut tawar masyarakat dalam berbagai kepentingan dan kebutuhan mengakses sumber daya yang diperlukan.

Pemberdayaan dilaksanakan untuk mengantisipasi situasi ketidakberdayaan yang dialami kelayan (client) baik secara perorangan, kelompok maupun komunitas. Penjelasan mengenai ketidakberdayaan secara lebih lengkap disampaikan oleh Ife yang mengacu kepada konsep ketidakberuntungan (disadvantage). Ife (1995 : 56) mengemukakan

empowerment aims to increase the power of disadvantage (pemberdayaan dilakukan untuk memberikan atau meningkatkan kemampuan kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung). Ife membagi kelompok-kelompok yang tidak beruntung tersebut ke dalam tiga kelompok sebagai berikut :

1. Kelompok lemah secara struktur primer (primary structural disadvantaged groups), yaitu mereka yang tidak beruntung akibat tekanan-tekanan ketidakberuntungan struktural yang terkait dengan kelas, gender dan etnis yang mencakup orang miskin, penganggur, wanita, masyarakat lokal dan kelompok minoritas.


(41)

2. Kelompok lemah khusus (others disadvantaged groups) antara lain orang jompo, anak dan remaja, penyandang cacat (fisik, mental), gay, lesbian, dan komunitas adat terpencil. Kelompok ini bukan akibat dari tekanan ketidakberuntungan struktur, namun perlu dipertimbangkan dalam program pemberdayaan komunitas.

3. Kelompok lemah secara personal (the personally disadvantaged groups) adalah kelompok masyarakat yang menjadi tidak beruntung sebagai hasil dari siklus personal yang meliputi mereka yang mengalami masalah pribadi, keluarga, kesedihan dan krisis identitas. Kelompok ini membutuhkan akses terhadap lebih banyak sumber untuk memecahkan masalah yang dihadapi sehingga perlu memperoleh pemberdayaan.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial yang bertujuan untuk memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan (Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan usaha sektor informal bertujuan menggali dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat secara partisipatif untuk menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis, sehingga potensi yang dimiliki rakyat miskin atau masyarakat golongan marjinal akan meningkat bukan hanya sisi ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya.

Pemberdayaan usaha sektor informal merupakan perwujudan pengembangan ekonomi lokal yang mendayagunakan sumber daya lokal yang ada pada suatu masyarakat, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikatakan bahwa warga masyarakat miskin bukannya tidak memiliki apa-apa, sebetulnya mereka mempunyai potensi berupa motivasi, modal, dan pengalaman namun belum dapat dioptimalkan. Oleh karena itu mereka dihimpun dalam kelompok dan difasilitasi upaya-upaya mereka untuk mampu mencapai peningkatan taraf kesejahteraan mereka. Pemberdayaan usaha sektor informal adalah salah satu solusi yang penulis ajukan sebagai upaya pengembangan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran di kelurahan Campaka, dan diharapkan dapat menunjang pengimplementasian program-program pengembangan masyarakat dari pemerintah maupun pihak lain untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat, khususnya di Kelurahan Campaka. Pemberdayaan usaha sektor informal ini diharapkan dapat


(42)

memperkuat keberlangsungan dan kesinambungan program-program pengembangan masyarakat yang telah ada di Kelurahan Campaka.

d. Usaha Sektor Informal

Usaha Sektor Informal didefinisikan sebagai suatu unit berskala kecil yang berkecimpung dalam produksi dan pendistribusian barang-barang dan jasa, yang lebih bertujuan untuk menghasilkan peluang kerja daripada peningkatan keuntungan usaha (Lubell, 1991). Usaha Sektor Informal dapat dikelompokkan berdasarkan jenis usahanya, misalnya kelompok pedagang keliling, usaha warungan, dan usaha-usaha jasa lainnya. Merton (1968) berdasarkan konsep sosiologis mengemukakan definisi kelompok dimana kelompok adalah sejumlah orang yang berinteraksi satu sama lain berdasarkan pola-pola yang terbentuk didasarkan pada relasi sosial diantara mereka. Shaw (1981 : 454) menyatakan kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dalam suatu cara/kebiasaan seperti itu dimana masing-masing orang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain.

Hal yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal adalah pemahaman mengenai karakteristik usaha sektor informal. Karakteristik usaha sektor informal menurut Magdalena (1991) antara lain :

ƒ Kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik, karena unit usaha muncul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal.

ƒ Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha.

ƒ Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.

ƒ Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai di sektor ini.

ƒ Unit usaha berganti-ganti dari satu sub sektor ke sub sektor yang lain.

ƒ Teknologi yang digunakan masih tradisional.

ƒ Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga kecil.

ƒ Untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal, sebagian besar keterampilan usaha diperoleh dari pengalaman sambil bekerja.

ƒ Pada umumnya unit usaha termasuk ‘one man enterprise’ dan kalaupun pekerja biasanya berasal dari keluarga sendiri.


(43)

ƒ Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Jika memakai patokan dari Madgalena di atas, maka bentuk unit usaha sektor informal yang banyak dijumpai di Indonesia meliputi usaha-usaha di bidang pertanian, misalnya buruh tani, peternak kecil, pedagang eceran (pemilik warung), pedagang kaki lima, pemilik bengkel sepeda, pemulung dan penarik becak di daerah perkotaan. Usaha sektor informal lebih dapat dimengerti sebagai suatu unit usaha yang berdasarkan skala ekonomis tidak memperhitungkan adanya kelayakan usaha, seperti permodalan, pembukuan, keterampilan, pemasaran, perencanaan usaha. Selain itu keberadaan beberapa sub sektor sering dianggap ilegal oleh pemerintah dan oleh karena itu tidak mrendapatkan perlindungan dalam bentuk produk hukum. Kenyataan kondisi usaha sektor informal sebagaimana digambarkan Madgalena (1991) memberikan gambaran ketidakberdayaan usaha sektor informal. Pemberdayaan usaha sektor informal berupaya memperkuat keberadaan kelompok sektor ini dalam mengembangkan usahanya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, dan mampu mengakses berbagai sumber daya yang diperlukan dan membuka peluang kerja bagi masyarakat. De Soto (1991) membahas sektor informal kedalam tiga kategori umum sektor informal yaitu pemukiman informal, perdagangan informal dan angkutan informal. Pemukiman informal adalah pemukiman yang dibangun oleh masyarakat yang terpaksa tidak mengikuti aturan-aturan hukum pendirian bangunan. Pengangkutan informal adalah berbagai usaha di bidang tansportasi secara informal yang bergerak di luar hukum. Perdagangan informal adalah berbagai bentuk perdagangan dengan jenis usaha tidak terkait kegiatan kriminal namun melaksanakan kegiatan ekonomi di luar hukum. Pengkajian akan difokuskan terhadap pemberdayaan usaha sektor informal di bidang perdagangan informal. Perdagangan informal tersebut mencakup usaha-usaha seperti perdagangan jalanan/pedagang kaki lima, pasar informal, warung, kios, dan pedagang keliling. Pemberdayaan ditujukan kepada para pelaku usaha sektor informal di bidang perdagangan informal.

Pemberdayaan usaha sektor informal diharapkan dapat mengatasi permasalahan usaha sektor informal. Permasalahan usaha sektor informal dapat ditinjau dari berbagai aspek (Yustika, 2000), antara lain :


(44)

ƒ Secara ideologis, wacana transformasi masih belum banyak yang mampu diserap dan dipahami oleh benak mereka, bahwa terhambatnya proses kemajuan usaha mereka bukan saja diakibatkan oleh keterbatasan modal dan rendahnya keterampilan, melainkan juga adanya kebijakan kebijakan pemerintah (pusat /daerah) yang memang kurang menghendaki keberadaan mereka.

ƒ Secara organisasi, pelaku usaha sektor informal belum memiliki manajemen usaha yang dapat mengefisienkan (ke dalam) usaha mereka dan mempunyai daya tawar (ke luar).

ƒ Secara ekonomi, faktor keterbatasan modal dan akses terhadap pasar merupakan hambatan berat yang belum dapat tertanggulangi selama ini.

ƒ Secara jejaring (networking), ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal mengorganisir dirinya dalam suatu kelompok atau komunitas atau pun membuka jaringan ke luar.

ƒ Secara advokasi, selama ini belum banyak terdapat upaya advokasi yang tumbuh dari dalam pelaku usaha sektor informal sendiri, dimana kebanyakan advokasi yang terjadi adalah karena adanya pihak luar yang merasa peduli dengan nasib pelaku usaha sektor informal, seperti mahasiswa, intelektual, dan LSM.

Realitas tersebut menggambarkan betapa untuk memberdayakan (empowering) pelaku usaha sektor informal diperlukan upaya menyeluruh meliputi tersedianya kebijakan yang memihak keberadaannya, pengelolaan proporsi aktivitas ekonomi dengan pelaku ekonomi lainnya, pengorganisasian sebagai sarana penguatan politik, dan metoda pembinaan yang lebih partisipatif. Seluruh upaya tersebut merupakan kesatuan utuh yang saat ini perlu disosialiasikan kepada pelaku usaha sektor informal sendiri dan pengambil kebijakan untuk membangun atau menyemangati kehidupan ekonominya, sehingga tidak akan ada lagi pemikiran pada pengambil kebijakan yang memandang keberadaan usaha sektor informal sebagai entitas ekonomi yang hanya bisa menyumbangkan ketidaktertiban dan kekumuhan, melainkan harus dilihat sebagai komunitas yang potensial untuk membangun jaringan perekonomian rakyat. Pendayagunaan potensi usaha sektor informal sebagai dasar jaringan perekonomian rakyat menjadi salah satu alasan mengapa pemberdayaan usaha sektor informal penting dilakukan. Hal yang perlu


(45)

diperhatikan dalam pemberdayaan usaha sektor informal adalah penerapan pengembangan kelembagaan dan modal sosial dalam langkah-langkah pemecahan masalah usaha sektor informal. Pengembangan kelembagaan dan modal sosial merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat, khususnya usaha sektor informal untuk dapat menanggulangi kemiskinan yang dialami warga masyarakat miskin dengan memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Potensi usaha sektor informal telah membuktikan kehandalannya dalam menunjang perekonomian negara, perekonomian rakyat, dan menampung luapan tenaga kerja.

Kerangka Pemikiran

Kajian ini berawal dari adanya kenyataan di kelurahan Campaka masih terdapat warga masyarakat yang berada dalam kategori Keluarga Sejahtera 1 (miskin) sebagai suatu fakta kemiskinan yang perlu ditanggulangi. Program-program penanggulangan kemiskinan yang telah diberikan kepada masyarakat kelurahan Campaka belum mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan. Penulis mencoba untuk menggali langkah-langkah yang diperlukan untuk menunjang pencapaian keberhasilan suatu program pengembangan masyarakat. Kajian pengembangan masyarakat yang dikaji oleh penulis ditujukan pada Pemberdayaan Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir. Kajian tentang Pemberdayaan Usaha Sektor Informal tersebut didasarkan pada kerangka pemikiran tentang ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir sebagaimana digambarkan pada gambar di bawah ini :


(46)

F

FAAKKTTOORRIINNTTEERRNNAALL • Sikap kewirausahaan

• Modal

• Tingkat Keterampilan menggunakan teknologi usaha

FAKTOR EKSTERNAL • Mekanisme sosialisasi

bantuan dari pemilik bantuan

• Fluktuasi harga bahan baku

C

CAARRAAUUSSAAHHAA

I

INNDDIIKKAATTOORR::

• Pelaku usaha sektor informal belum mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya.

• Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan pendapatan secara mandiri dan

berkesinambungan.

• Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya.

J

JEENNIISSPPRROODDUUKK P

PEERRMMAASSAALLAAHHAANNUUSSAAHHAA S

SEEKKTTOORRIINNFFOORRMMAALL

K

KEETTIIDDAAKKBBEERRDDAAYYAAAANN U

USSAAHHAASSEEKKTTOORR I

INNFFOORRMMAALL

Kerangka Pemikiran Ketidakberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

G

Gaammbbaarr11..

Keterangan Gambar :


(47)

Kerangka pemikiran pada Gambar 1 memberikan gambaran bahwa ketidakberdayaan usaha sektor informal berkaitan erat dengan faktor permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan internal yang dialami usaha sektor informal meliputi sikap kewirausahaan (sikap dalam mengambil resiko, sikap terhadap waktu, sikap terhadap kerja keras, sikap menghitung hasil usaha, tangung jawab individu terhadap keberlangsungan usahanya, dan sikap inovatif) pelaku usaha sektor informal, keterbatasan modal dan tingkat keterampilan menggunakan teknologi usaha. Permasalahan eksternal yang dialami usaha sektor informal meliputi mekanisme sosial penyampaian informasi bantuan usaha dari pemilik bantuan usaha (pemerintah dan swasta) dan fluktuasi harga bahan baku. Permasalahan internal dan eksternal tersebut mempengaruhi cara usaha dan jenis produk yang dihasilkannya. Contoh ilustrasi kondisi seperti itu adalah pelaku usaha sektor informal misalnya memiliki modal hanya berjumlah Rp. 300.000,- sehingga hanya cukup untuk membuka usaha berjualan nasi kuning di pinggir jalan dan tidak mungkin baginya membuka usaha warungan. Permasalahan internal dan eksternal yang dialami pelaku usaha sektor informal mengakibatkan ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal mempunyai ciri-ciri 1) Pelaku usaha sektor informal belum mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya, 2) Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan pendapatan secara mandiri dan berkesinambungan, 3) Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya. Pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan melalui pemecahan masalah internal dan eksternal mengupayakan keberdayaan pelaku usaha sektor informal. Keberdayaan usaha sektor informal dapat diketahui melalui indikator kualitatif keberdayaan usaha sektor informal yaitu :

1. Pelaku usaha sektor informal mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya.

2. Pelaku usaha sektor informal memperoleh peningkatan pendapatan secara mandiri dan berkesinambungan.

3. Pelaku usaha sektor informal mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya.

Selain itu, keberdayaan usaha sektor informal dapat ditinjau melalui indikator kuantitatif yaitu :


(48)

1. 50 % pelaku usaha sektor informal dapat melakukan pembentukan kelompok usaha di setiap RT di lingkungan Kelurahan Campaka dalam jangka waktu tiga bulan.

2. 100 % pelaku usaha sektor informal dapat membentuk jaringan usaha sektor informal dengan memberikan dua orang perwakilan pelaku usaha sektor informal setiap RT di tingkat RW dalam jangka waktu satu bulan. 3. 100 % pelaku usaha sektor informal dapat membentuk jaringan usaha

sektor informal dengan memberikan dua orang perwakilan pelaku usaha sektor informal setiap RW di tingkat Kelurahan dalam jangka waktu satu bulan.

4. 50 % pelaku usaha mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya.

5. 50 % pelaku usaha sektor informal dapat meningkatkan taraf pendapatannya.

Keberdayaan usaha sektor informal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan suatu strategi utama seperti :

1. Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM pelaku usaha sektor informal. 2. Peningkatan taraf pendapatan pelaku usaha sektor informal.

3. Peningkatan kemampuan pelaku usaha sektor informal dalam memanfaatkan teknologi.

4. Peningkatan kemampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses berbagai informasi.

5. Peningkatan kemampuan kewirausahaan pelaku usaha sektor informal. 6. Penataan kembali peraturan atau perundang-undangan mengenai usaha

sektor informal dilandasi keberpihakan terhadap usaha sektor informal dan keteraturan tata kota.


(49)

METODE KAJIAN

Kajian pengembangan masyarakat ini dilaksanakan di kelurahan Campaka kecamatan Andir kota Bandung dengan pertimbangan Kelurahan Campaka merupakan kelurahan yang telah tersentuh program-program pengembangan masyarakat dan terdapat potensi usaha sektor informal yang dapat dikembangkan secara baik.

Jadwal rencana pelaksanaan kajian pengembangan masyarakat di kelurahan Campaka disajikan pada rincian jadwal di tabel 1.

Tabel 1

Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

No. Kegiatan

Bulan

Juni Juli Agustus Sept Okt

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Studi literatur tentang

permasalahan Kajian

2. Pembuatan Rancangan Penelitian

3. Kolokium Rancangan kajian

4. Melakukan Studi lapangan

5. Melakukan Analisis terhadap hasil studi lapangan

6. Menyusun dan menetapkan

program pengembangan masyarakat bersama-sama masyarakat

7. Menyusun laporan hasil kajian

8. Melakukan seminar hasil

kajian

9. Revisi hasil laporan kajian

10. Menyusun laporan akhir kajian

Tipe Kajian

Kajian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yang berusaha menggambarkan kondisi kehidupan dan penghidupan pelaku usaha sektor informal di kelurahan Campaka dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.


(50)

Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan dan mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan kajian tersebut yang didasarkan pada pemahaman-pemahaman yang berkembang diantara orang-orang yang menjadi subyek kajian. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat menggambarkan kompleksitas permasalahan kajian, untuk menghindari keterbatasan pembentukan pemahaman yang diikat oleh suatu teori tertentu dan yang hanya berdasar pada penafsiran peneliti.

Tipe kajian sosial yang digunakan adalah tipe kajian terapan eksplanatif

yang digunakan untuk memahami dan menggambarkan faktor penyebab suatu gejala sosial kehidupan keluarga miskin. Kajian ini juga berusaha ingin memahami ciri-ciri dan sumber permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal, serta diharapkan dapat menjadi bahan masukkan secara ilmiah (teori) yang dapat digunakan untuk merumuskan program dan intervensi pemberdayaan usaha sektor informal di kelurahan Campaka.

Tipe pendekatan kajian komunitas yang digunakan adalah tipe pendekatan kajian obyektif-mikro yang digunakan untuk mengetahui dan memahami pola prilaku, tindakan dan interaksi sosial yang dilakukan oleh pelaku usaha sektor informal, termasuk didalamnya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pendekatan kajian ini mengharuskan interaksi langsung antara peneliti dengan subyek penelitian dalam suatu komunitas.. Strategi kajian yang digunakan adalah Analisis SWOT Usaha Sektor Informal, Analisis Stakeholder, dan Penyusunan Program.

Subyek dan Unit Analisis

Subyek penelitian dalam kajian ini adalah pelaku usaha sektor informal dalam lingkup perdagangan informal di kelurahan Campaka. Unit analisisnya adalah individu-individu yang menjadi pencari nafkah di sektor informal dalam lingkup perdagangan informal. Adapun lokasi penelitian dilakukan di wilayah kelurahan Campaka kecamatan Andir kota Bandung. Alasan pemilihan lokasi ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari hasil praktek lapangan 1 dan praktek lapangan 2 yang telah dilakukan yang memperlihatkan kenyataan jumlah pelaku usaha sektor informal yang cukup banyak dan peluang pengembangan potensi usaha di Kelurahan Campaka.


(51)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kajian pengembangan masyarakat ini menggunakan metode-metode :

1. Pengamatan langsung di lapangan terhadap kondisi fisik, sarana dan prasarana, dan kehidupan sosial masyarakat di Kelurahan Campaka.

2. Penelaahan arsip laporan pelaksanaan kegiatan program-program penanggulangan kemiskinan (termasuk program pemberdayaan usaha sektor informal) di kantor Kelurahan Campaka.

3. Diskusi dengan responden maupun informan melalui diskusi kelompok usaha sektor informal. Diskusi kelompok dilakukan untuk menghimpun data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dan digunakan dalam pengidentifikasian SWOT (identifikasi faktor internal dan eksternal) dan pengisian kuesioner Analisis SWOT oleh responden (pelaku usaha sektor informal) sehingga diperoleh strategi SO, ST, WO dan WT yang digambarkan kedalam matriks analisis SWOT.

4. Wawancara mendalam kepada responden maupun informan untuk mengetahui lebih lanjut fakta pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan (termasuk program pemberdayaan usaha sektor informal).

5. Sampling terhadap responden dengan memilih sebagian dari anggota populasi yang ada (para pelaku usaha sektor informal). Sampling adalah teknik untuk mereduksi anggota populasi menjadi anggota sampel yang mewakili populasinya (representatif), sehingga kesimpulan terhadap populasi dapat dipertanggungjawabkan, selain itu dapat menghemat waktu, tenaga, biaya, dan lebih teliti jika menghitung yang sedikit daripada yang banyak. Sampling dalam penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang yang muncul. Penelitian kualitatif pada kajian ini menggunakan pengambilan sampel bertujuan (Purposive Sampling). Ciri-ciri pengambilan sampel bertujuan/Purposive Sampling (Lexy J. Moleong, 2004) antara lain :

a. Rancangan sampel yang muncul. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

b. Pemilihan sampel secara berurutan. Tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat diperoleh jika pemilihan satuan sampel dilakukan jika satuannya sebelumnya sudah dijaring dan


(52)

dianalisis. Setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas iunformasi yang diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui. Dari mana atau dari siapa hal itu mulai tidak menjadi persoalan, tetapi jika hal itu sudah berjalan, maka pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan peneliti. Teknik sampling Snowball (bola salju) bermanfaat dalam hal ini, yaitu mulai dari satu menjadi makin lama makin banyak.

c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap sampel mungkin sama kegunaannya. Namun setelah makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan hipotesis kerja, diketahui ternyata bahwa sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian.

d. Pemilihan berakhir jika telah terjadi pengulangan. Pada sampel bertujuan seperti ini jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan. Jika maksudnya memperluas informasi, dan jika tidak ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel pun sudah dapat diakhiri. Jadi kuncinya di sini adalah jika sudah mulai terjadi pengulangan informasi, maka penarikan sampel sudah harus dihentikan.

Responden sebagai sumber data primer dipilih secara

purposive sampling adalah para pelaku usaha sektor informal sejumlah 20 orang. Rincian responden dan informan dapat diketahui berikut ini :

a. Pelaku usaha sektor informal

(1) Usaha warung sejumlah 10 orang (2) Pedagang keliling sejumlah 4 orang

(Pedagang keliling adalah pedagang yang menjajakan dagangannya ke berbagai tempat dan tidak pernah menetap berdagang di satu tempat. Pedagang keliling menggunakan alat/perlengkapan usaha berupa bakul, roda, atau wadah yang dijinjing).

(3) Pedagang Kaki Lima 6 orang

(pedagang kaki lima adalah pedagang yang menetap sementara pada suatu tempat di pinggiran jalan dengan menggelar alas dagangan/terpal, roda atau meja).


(1)

LAMPI RAN 8 :

Nama : ... Alamat : ... Pekerjaan : ...

Keterangan pengisian :

ƒ Lingkari salah satu angka (untuk penilaian)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 buruk sekali baik sekali

ƒ Lingkari salah satu huruf (untuk urgensi penanganan) a = penting sekali

b = penting c = kurang penting d = tidak penting

Catatan :

ƒ Kuesioner Analisis SWOT ini diperlukan untuk memperkaya data-data kajian dan bahan utama penyusunan rencana program pemberdayaan Usaha Sektor Informal. ƒ Kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk menjawab pertanyaan pada kuesioner

ini merupakan sumbangan pemikiran yang sangat berharga.

ƒ Jawaban yang diberikan merupakan hal rahasia dan hanya akan dimanfaatkan untuk kepentingan ilmiah/akademis.

ƒ Jawaban yang diberikan oleh Bapak/Ibu/Saudara/Saudari tidak akan dipublikasikan dan tidak mempengaruhi keberadaan dan status Bapak/Ibu/saudara/saudari.

ƒ Peneliti mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari menjawab pertanyaan pada kuesioner analisis SWOT ini sesuai petunjuk pengisian jawaban.


(2)

A. Penilaian dan Urgensi Penanganan Menurut Responden Melalui Analisis Terhadap Faktor Internal

No. Faktor Internal

Penilaian Responden Urgensi Penanganan Kondisi Saat Ini Harapan di Masa Depan 1. Motivasi untuk mengatasi

permasalahan usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 2. Keuletan dan semangat

mengembangkan usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 3. Pemanfaatan pengalaman

usaha dalam

mengembangkan usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 4. Adanya kesalingpercayaan,

solidaritas, dan gotong royong

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 5. Penambahan kecukupan

modal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 6. Pembentukan organisasi

antar pelaku usaha sektor informal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 7. Pengembangan jaringan

usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 8. Pembelaan kepentingan

usaha sektor informal oleh setiap pelaku usaha sektor informal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d

9. Penguatan posisi usaha sektor informal terhadap kepentingan pihak lain

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 10. Peningkatan pengetahuan

dan ketrampilan usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 11. Perbaikan sarana dan

prasarana penunjang kegiatan usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 12. Informasi usaha dan

peluang pemasaran

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 13. Hal lainnya (jika ada

silahkan disebutkan) ...

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5


(3)

B. Penilaian dan Urgensi Penanganan Menurut Responden Melalui Analisis Terhadap Faktor Eksternal

No. Faktor Eksternal

Penilaian Responden Urgensi Penanganan Kondisi Saat Ini Harapan di Masa Depan 1. Kebijakan pemerintah

memberikan program-program bantuan usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 2. Dukungan program,

regulasi dan anggaran dari pemerintah kota

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 3. Bantuan teknis

pengembangan usaha dari pemerintah/pihak lain

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 4. Pengembangan sarana dan

prasarana oleh pihak pemerintah/pihak lainnya

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 5. Pemberian informasi dan

strategi usaha dari pemerintah/pihak lainnya

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d

6. Pemberian keterampilan usaha dari pemerintah atau pihak lainnya

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 7. Perhatian dari

pemerintah/swasta/ lembaga swadaya masyarakat terhadap keberlangsungan usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d

8. Ketidakmengertian aparat setempat terhadap

mekanisme pelaksanaan program pengembangan masyarakat

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d

9. Ketidakberfungsian Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 10. Ketidakberfungsian

koperasi dalam mengembangkan

perekonomian masyarakat

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d

11. Keberadaan rentenir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 12. Persaingan usaha sejenis 1 2 3 4 5

6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 13. Ketidaksampaian informasi

pengembangan usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 14. Kenaikan harga-harga

bahan baku produk usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 a b c d 15. Hal lainnya (jika ada

silahkan disebutkan) ...

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5


(4)

LAMPI RAN 9 :

LANGKAH-LANGKAH DI SKUSI PEMBUATAN DI AGRAM VENN MENGENAI KETERKAI TAN PROGRAM-PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PELAKU USAHA SEKTOR I NFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDI R KOTA BANDUNG

Diagram Venn dibuat atas kertas flipchart. Kertas warna digunting dalam bentuk lingkaran dan dinamai dengan spidol.

Perlengkapan yang diperlukan : − Kertas warna (satu warna) − Kertas flipchart tiga lembar − Spidol kecil dan spidol besar

Daftar program-program pengembangan masyarakat :

P2KP, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Budi Daya Pertanian, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga), MUBR (Modal Usaha Bergulir Remaja), Pengembangan Produk Unggul Daerah, Teknologi Tepat Guna, Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera, Kemitraan Usaha UKM dan BUMN, Kredit Barokah GMT (Genah Marenah Tumaninah)

Tahapan dalam pelaksanaan Diagram Venn meliputi:

1. Penyampaian informasi tentang keberadaan program-program pengembangan masyarakat yang ada di Kelurahan Campaka dan Kota Bandung.

2. Bahas dengan pelaku usaha sektor informal yang terdapat di Kelurahan Campaka mengenai hubungan antara pelaku usaha sektor informal dengan program-program pengembangan masayarakat yang ada di Kelurahan Campaka dan Kota Bandung.


(5)

3. Catat daftar nama program-program pengembangan masyarakat pada kertas flipchart lembar pertama, kemudian lembaran ini ditempel ke tembok.

4. Buatlah lingkaran paling besar yang menunjukkan komunitas pelaku usaha sektor informal, kemudian gunting kertas warna sehingga berbentuk lingkaran dengan ukuran yang disesuaikan dengan kesepakatan peserta diskusi.

5. Sepakat mengenai simbol-simbol yang dipergunakan, seperti :

a. Besarnya lingkaran: menunjukkan pentingnya program-program pengembangan masyarakat tersebut menurut pemahaman pelaku usaha sektor informal, semakin penting suatu lembaga maka semakin besar lingkaran

b. Jarak dari tingkatan masyarakat: menunjukkan manfaat program-program pengembangan masyarakat tersebut menurut pemahaman pelaku usaha sektor informal, semakin dekat dengan lingkaran komunitas usaha sektor informal maka program-program pengembangan masyarakat tersebut semakin bermanfaat.

5. Tulis kesepakatan simbol-simbol tersebut pada flipchart agar mudah diingat oleh pelaku usaha sektor informal.

6. Bahas apakah program-program pengembangan masyarakat tersebut 'penting' menurut pemahaman pelaku usaha sektor informal dan menyepakati besarnya lingkaran yang mewakili program-program pengembangan masyarakat tersebut.

7. Gunting kertas-kertas yang berbentuk lingkaran yang besarnya sesuai dengan kesepakatan, tulislah nama program-program pengembangan masyarakat tersebut pada lingkaran itu

8. Letakkan lingkaran komunitas usaha sektor informal di atas lantai

9. Bahas bagaimana manfaat program-program pengembangan masyarakat tersebut terhadap pelaku usaha sektor informal yang ditunjukkan oleh jaraknya dari komunitas usaha sektor informal.

Catatan :

Pentingnya suatu program pengembangan masyarakat terhadap komunitas usaha sektor informal (yang ditunjukkan oleh besarnya lingkaran) belum


(6)

tentu dirasakan manfaatnya oleh komunitas usaha sektor informal (yang ditunjukkan oleh jarak dari lingkaran komunitas usaha sektor informal). 10. Jika semua program-program pengembangan masyarakat telah ditempatkan

di dalam dan luar lingkaran komunitas usaha sektor informal, periksa kembali dan diskusikan kebenaran informasi tersebut.

11. Mendiskusikan manfaat dan pentingnya setiap program pengembangan masyarakat yang ada dalam diagram venn.

12. Menyimpulkan apa yang dibahas dalam diskusi.

13. Jika ada perubahan letak lingkaran dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama.

14. Jika pembuatan diagram venn dan diskusi sudah selesai, diagram digambar kembali atas kertas flipchart (secara lengkap dan sesuai hasil pemikiran peserta diskusi).


Dokumen yang terkait

Pemberdayaan Penjaja Makanan Keliling di RW 10 Kelurahan Sukaluyu Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Propinsi Jawa Barat

0 9 10

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Penguatan Kelembagaan Kredit Mikro di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoranmas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat

0 7 125

Pengembangan kapasitas kelembagaan koperasi penyandang tuna netra: studi kasus di Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung Provinsi Jawa Barat

0 11 190

Pemberdayaan usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat

0 10 318

Pemberdayaan kelompok pengrajin boneka: studi kasus di Kelurahan Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat

0 16 312

Diaspora Madura: Analisis Modal Sosial Dalam Usaha Sektor Informal Oleh Migran Madura di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat

0 4 172

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Penguatan Kelembagaan Kredit Mikro di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoranmas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat

0 3 115

ANALISIS SOSIO – EKONOMI TERHADAP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN : KASUS PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA SOLO, JAWA TENGAH

0 2 22

TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG.

21 76 42

BAB I PENDAHULUAN - IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG RASKIN DI KELURAHAN MALEBER KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG (Studi Kasus di RW: 006 Kelurahan Maleber Kecamatan Andir Kota Bandung) IMPLEMENTATION OF POLICY ABOUT RASKIN IN THE KELURAHAN MALEBER OF KECAMATAN

1 2 66