Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan
Secara ideologis, wacana transformasi masih belum banyak yang mampu
diserap dan dipahami oleh benak mereka, bahwa terhambatnya proses kemajuan usaha mereka bukan saja diakibatkan oleh keterbatasan modal
dan rendahnya keterampilan, melainkan juga adanya kebijakan kebijakan pemerintah pusat daerah yang memang kurang menghendaki keberadaan
mereka.
Secara organisasi, pelaku usaha sektor informal belum memiliki manajemen usaha yang dapat mengefisienkan ke dalam usaha mereka dan
mempunyai daya tawar ke luar.
Secara ekonomi, faktor keterbatasan modal dan akses terhadap pasar merupakan hambatan berat yang belum dapat tertanggulangi selama ini.
Secara jejaring networking, ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal
mengorganisir dirinya dalam suatu kelompok atau komunitas atau pun membuka jaringan ke luar.
Secara advokasi, selama ini belum banyak terdapat upaya advokasi yang
tumbuh dari dalam pelaku usaha sektor informal sendiri, dimana kebanyakan advokasi yang terjadi adalah karena adanya pihak luar yang merasa peduli
dengan nasib pelaku usaha sektor informal, seperti mahasiswa, intelektual, dan LSM.
Realitas tersebut menggambarkan betapa untuk memberdayakan empowering pelaku usaha sektor informal diperlukan upaya menyeluruh
meliputi tersedianya kebijakan yang memihak keberadaannya, pengelolaan proporsi aktivitas ekonomi dengan pelaku ekonomi lainnya, pengorganisasian
sebagai sarana penguatan politik, dan metoda pembinaan yang lebih partisipatif. Seluruh upaya tersebut merupakan kesatuan utuh yang saat ini perlu
disosialiasikan kepada pelaku usaha sektor informal sendiri dan pengambil kebijakan untuk membangun atau menyemangati kehidupan ekonominya,
sehingga tidak akan ada lagi pemikiran pada pengambil kebijakan yang memandang keberadaan usaha sektor informal sebagai entitas ekonomi yang
hanya bisa menyumbangkan ketidaktertiban dan kekumuhan, melainkan harus dilihat sebagai komunitas yang potensial untuk membangun jaringan
perekonomian rakyat. Pendayagunaan potensi usaha sektor informal sebagai dasar jaringan perekonomian rakyat menjadi salah satu alasan mengapa
pemberdayaan usaha sektor informal penting dilakukan. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberdayaan usaha sektor informal adalah penerapan pengembangan kelembagaan dan modal sosial dalam langkah-langkah
pemecahan masalah usaha sektor informal. Pengembangan kelembagaan dan modal sosial merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk
memberdayakan masyarakat, khususnya usaha sektor informal untuk dapat menanggulangi kemiskinan yang dialami warga masyarakat miskin dengan
memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Potensi usaha sektor informal telah membuktikan kehandalannya dalam menunjang perekonomian negara,
perekonomian rakyat, dan menampung luapan tenaga kerja.
Kerangka Pemikiran
Kajian ini berawal dari adanya kenyataan di kelurahan Campaka masih terdapat warga masyarakat yang berada dalam kategori Keluarga Sejahtera 1
miskin sebagai suatu fakta kemiskinan yang perlu ditanggulangi. Program- program penanggulangan kemiskinan yang telah diberikan kepada masyarakat
kelurahan Campaka belum mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan. Penulis mencoba untuk menggali langkah-langkah yang diperlukan untuk menunjang
pencapaian keberhasilan suatu program pengembangan masyarakat. Kajian pengembangan masyarakat yang dikaji oleh penulis ditujukan pada
Pemberdayaan Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir. Kajian tentang Pemberdayaan Usaha Sektor Informal tersebut didasarkan pada
kerangka pemikiran tentang ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir sebagaimana digambarkan pada gambar
di bawah ini :
F F
A A
K K
T T
O O
R R
I I
N N
T T
E E
R R
N N
A A
L L
• Sikap kewirausahaan • Modal
• Tingkat Keterampilan menggunakan teknologi
usaha
FAKTOR EKSTERNAL • Mekanisme sosialisasi
bantuan dari pemilik bantuan
• Fluktuasi harga bahan baku
C C
A A
R R
A A
U U
S S
A A
H H
A A
I I
N N
D D
I I
K K
A A
T T
O O
R R
: :
• Pelaku usaha sektor informal belum mampu
mengakses sumber daya- sumber daya yang
diperlukan untuk mengembangkan
usahanya.
• Pelaku usaha sektor informal belum mampu
meningkatkan pendapatan secara mandiri dan
berkesinambungan.
• Pelaku usaha sektor informal belum mampu
meningkatkan taraf kesejahteraannya.
J J
E E
N N
I I
S S
P P
R R
O O
D D
U U
K K
P P
E E
R R
M M
A A
S S
A A
L L
A A
H H
A A
N N
U U
S S
A A
H H
A A
S S
E E
K K
T T
O O
R R
I I
N N
F F
O O
R R
M M
A A
L L
K K
E E
T T
I I
D D
A A
K K
B B
E E
R R
D D
A A
Y Y
A A
A A
N N
U U
S S
A A
H H
A A
S S
E E
K K
T T
O O
R R
I I
N N
F F
O O
R R
M M
A A
L L
Kerangka Pemikiran Ketidakberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung
G G
a a
m m
b b
a a
r r
1 1
. .
Keterangan Gambar : = mempengaruhi
Kerangka pemikiran pada Gambar 1 memberikan gambaran bahwa ketidakberdayaan usaha sektor informal berkaitan erat dengan faktor
permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan internal yang dialami usaha sektor informal meliputi sikap kewirausahaan sikap dalam mengambil resiko,
sikap terhadap waktu, sikap terhadap kerja keras, sikap menghitung hasil usaha, tangung jawab individu terhadap keberlangsungan usahanya, dan sikap inovatif
pelaku usaha sektor informal, keterbatasan modal dan tingkat keterampilan menggunakan teknologi usaha. Permasalahan eksternal yang dialami usaha
sektor informal meliputi mekanisme sosial penyampaian informasi bantuan usaha dari pemilik bantuan usaha pemerintah dan swasta dan fluktuasi harga bahan
baku. Permasalahan internal dan eksternal tersebut mempengaruhi cara usaha dan jenis produk yang dihasilkannya. Contoh ilustrasi kondisi seperti itu adalah
pelaku usaha sektor informal misalnya memiliki modal hanya berjumlah Rp. 300.000,- sehingga hanya cukup untuk membuka usaha berjualan nasi kuning di
pinggir jalan dan tidak mungkin baginya membuka usaha warungan. Permasalahan internal dan eksternal yang dialami pelaku usaha sektor informal
mengakibatkan ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal mempunyai ciri-ciri 1 Pelaku usaha sektor informal
belum mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya, 2 Pelaku usaha sektor informal belum mampu
meningkatkan pendapatan secara mandiri dan berkesinambungan, 3 Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya.
Pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan melalui pemecahan masalah internal dan eksternal mengupayakan keberdayaan pelaku usaha sektor
informal. Keberdayaan usaha sektor informal dapat diketahui melalui indikator kualitatif keberdayaan usaha sektor informal yaitu :
1. Pelaku usaha sektor informal mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya.
2. Pelaku usaha sektor informal memperoleh peningkatan pendapatan secara
mandiri dan berkesinambungan. 3. Pelaku usaha sektor informal mampu meningkatkan taraf
kesejahteraannya. Selain itu, keberdayaan usaha sektor informal dapat ditinjau melalui indikator
kuantitatif yaitu :