Orang Tua : Do’a Masa Depan

Orang Tua : Do’a Masa Depan

Oleh : Riyadi Marshall

Waktu itu aku telah kelas 3 MTs di kampungku dan saat itu aku harus menentukan kemana aku akan melanjutkan sekolah setelah ini. Banyak guru-guru di sekolah yang menginginkan agar aku sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang begitu favorit di kabupaten tempat aku tinggal (Sumenep) karena mereka melihat dari kemampuanku dalam belajar. Setelah aku mempersiapkan diri sebaik mungkin agar aku lulus tes di MAN yang aku impikan, ternyata orang tuaku menginginkan agar aku sekolah di pesantren (mondok). Aku bersikeras untuk tidak mau mondok karena sepengetahuanku pesantren itu penuh peraturan yang mengekang, tidak boleh bawa HP dan sebagainya. Orang tuaku tetap menginginkan agar aku mondok di sebuah pesantren di Sumenep yang bernama Annuqayah. Karena aku tetap menolak, orang tuaku meminta pertimbangan guru ngajiku (kyai) tentang pendidikan yang terbaik untukku. Hingga suatu hari aku di panggil oleh kyai ke kediamannya. Setelah sampai di kediamannya aku diperintahkan untuk duduk. Lalu Pak Kyai bertanya kepadaku,

“Kamu mau melanjutkan sekolah di mana setelah selesai sekolah di MTs?” tanya pak kyai.

“Di MAN Pak Kyai,” jawabku. “Apa itu kemauan orang tua kamu?”

“Tidak, Pak Kyai.” “Jadi itu kemauan kamu?” “Iya, Pak Kyai.” “Kamu ini jangan menentang kemauan orang tua karena orang

tua tidak mungkin menjerumuskan ke jalan yang tidak benar,” jelas Pak Kyai.

“Tapi aku tidak ingin mondok.” “Kalau kamu tetap tidak mau mengikuti kemauan orang tua

kamu dan tetap berangkat kemana yang kamu mau, jangan pernah pamit kepada orang tuamu dan kepada saya,” tegas Pak Kyai.

Aku bingung harus menjawab apa karena aku takut tidak ada petunjuk dari orang tua dan kyai. Aku berkata pada Pak Kyai kalau aku mau mengikuti kemauan orang tuaku yaitu mondok. Sejak saat itu pupus sudah harapanku untuk bisa mengenyam pendidikan di sekolah yang aku impikan.

Setelah kelulusan dan ijazah dikeluarkan, aku segera mempersiapkan diri karena 3 hari setelah penerimaan ijazah aku akan berangkat ke Pondok Pesantren Annuqayah. Dua hari pun berlalu, kini tiba saatnya aku harus beralih dari dunia kebebasan menuju dunia penuh kekangan. Malamnya aku segera mengemasi barang yang akan kubawa besok, mulai dari pakaian hingga makanan. Esoknya setelah shalat subuh aku pamit ke keluarga, guru, dan tetangga. Yang ikut mengantar hanya kedua orang tua dan Setelah kelulusan dan ijazah dikeluarkan, aku segera mempersiapkan diri karena 3 hari setelah penerimaan ijazah aku akan berangkat ke Pondok Pesantren Annuqayah. Dua hari pun berlalu, kini tiba saatnya aku harus beralih dari dunia kebebasan menuju dunia penuh kekangan. Malamnya aku segera mengemasi barang yang akan kubawa besok, mulai dari pakaian hingga makanan. Esoknya setelah shalat subuh aku pamit ke keluarga, guru, dan tetangga. Yang ikut mengantar hanya kedua orang tua dan

Setelah acara haflatul imtihan selesai dan liburan semester telah berlalu, peraturan pesantren kembali aktif. Selepas maghrib sampai jam 21.00 ada kegiatan Madrasah Diniyah. Setiap sore ada ajian kitab dan jam olahraga dibatasi. Mulai saat itu rasa tidak kerasanku muncul kembali, tapi aku berusaha untuk sabar menghadapi. Jika punya saudara di pondok santri putri boleh mengunjungi, aku pun sering mengunjungi kakakku. Dia selalu memberi motivasi kepadaku untuk tidak menyesal berada di pondok.

Di pondok aku bertemu banyak penulis sastra yang begitu sukses dalam bidangnya. Aku mencoba belajar menulis sastra kepada mereka dan mereka menyarankanku untuk memperbanyak membaca. Karena di rumah aku memang senang membaca, jadi untuk membaca aku tidak begitu malas. Di pondok aku lebih leluasa untuk membaca karena perpustakaan lebih banyak daripada di kampungku. Aku pun Di pondok aku bertemu banyak penulis sastra yang begitu sukses dalam bidangnya. Aku mencoba belajar menulis sastra kepada mereka dan mereka menyarankanku untuk memperbanyak membaca. Karena di rumah aku memang senang membaca, jadi untuk membaca aku tidak begitu malas. Di pondok aku lebih leluasa untuk membaca karena perpustakaan lebih banyak daripada di kampungku. Aku pun