Satu Hari Menjelajah Tanah Karo

Satu Hari Menjelajah Tanah Karo

Oleh : Nenny Makmun

Impian bagi saya yang sudah 4 bulan tinggal di kota Medan untuk bisa mendatangi Danau Toba. Kalau naik pesawat dari Jakarta menuju Medan, saya selalu meminta untuk bisa duduk di kursi A agar bisa menatap Pulau Samosir yang dikelilingi Danau Toba. Pemandangan seperti itu bisa saya nikmati kalau kondisi cuaca cerah.

Jumat tanggal 21 Oktober 2011 pukul 13.00 WIB, aku terbang ke Medan untuk kembali menjalani aktivitasku sebagai pekerja di sebuah perusahaan negeri ini. Sayang, cuaca waktu itu sangat tidak bagus. Beberapa kali pesawat yang aku tumpangi mengalami guncangan. Alhamdulillah, setelah 2 jam 15 menit, pesawat mendarat di Bandara Polonia Medan dengan selamat.

Setelah mengurus beberapa pekerjaan yang tertinggal akibat kemarin meeting di Jakarta, bersama teman-teman kantor (yang kebetulan kebanyakan dari Jakarta) kami pun berangkat menuju Tongging. Kami berangkat dari Medan selepas sholat maghrib.

Karena kami melakukan perjalanan malam, tidak banyak yang bisa bercerita tentang situasi perjalanan kami menuju Berastagi, yang menjadi checkpoint pertama kami. Jalan menuju Berastagi dari Medan cukup baik. Tapi ada beberapa tempat yang jalannya banyak lubang. Maklum saja, jalan ini merupakan jalan propinsi yang banyak dilewati truk-truk besar. Untung saja kami menggunakan Karena kami melakukan perjalanan malam, tidak banyak yang bisa bercerita tentang situasi perjalanan kami menuju Berastagi, yang menjadi checkpoint pertama kami. Jalan menuju Berastagi dari Medan cukup baik. Tapi ada beberapa tempat yang jalannya banyak lubang. Maklum saja, jalan ini merupakan jalan propinsi yang banyak dilewati truk-truk besar. Untung saja kami menggunakan

Satu setengan jam perjalanan kami berhenti di suatu tempat dataran tinggi yang disebut Penatapan. Memang agak aneh bagi kami nama tersebut. Tapi setelah turun dengan cuaca sangat dingin, kami baru memahami mengapa menamai daerah ini dengan nama tersebut. Sambil makan jagung bakar pedas dan segelas bandrek, kami bisa menikmati kota Medan dari atas sini. Tampak gemerlap lampu menghiasi kota Medan bisa dilihat dari puncak Penatapan ini.

Puas kami menikmat jagung bakar dan segelas bandrek panas, kami pun melanjutkan perjalanan. Kurang lebih 20 menit perjalanan dari puncak Penatapan, kami pun memasuki kota kecil yang dinamakan Berastagi. Dulu, tahu nama Berastagi hanya dari permainan monopoli dengan harga villa yang tinggi. Tak disangka saya bisa menginjakkan di kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Karo ini.

Berastagi merupakan kota kecil yang banyak menghasilkan sayuran dan buah. Bahkan kalau di pasaran ada nama Jeruk Medan, itu sebenarnya dari kota ini. Selain penghasil sayuran dan buah- buahan, ternyata Berastagi juga penghasil bunga yang dikirim ke luar negeri. Udara yang dingin memaksa kami untuk mampir makan malam. Satu jagung, segelas bandrek, ditambah dinginnya udara malam kota Berastagi tak mampu mengisi perut kami. Dipilihlah warung kaki lima di pinggir pasar buah. Banyak menu ikan yang ditawarkan ke kami.

Saya pun memberanikan menanyakan menu apa yang paling enak. Si ibu penjual menawarkan untuk mencoba “ikan mas arsik”. Saya pun menerima tawaran menu ibu si penjual. Beberapa rekan saya memilih ikan nila bakar.

Tidak terlalu menunggu lama hingga menu pilihan kami berada di depan kami. Tampak potongan ikan mas dengan bumbu warna kuning sudah tersedia di depan saya. Anyep (dingin), batin saya. Bagi saya kalau makanan yang sudah anyep, kayaknya kurang enak. Dengan menggunakan sendok alami pemberian Yang Maha Kuasa, saya mencicipi ikan mas arsik tersebut. Hmmm... pas banget di lidah. Kerasa banget bumbu-bumbunya dan terasa pedas lada beberapa saat setelah saya menelan makanan ini. Alhasil, saya pun melahap dengan segera makanan khas tanah Karo ini. Saya hanya bisa mengacungi dua jempol saya ketika teman sebelah menanyakan rasa makanan tersebut. Nggak sadar saya sudah makan 3 porsi ikan mas arsik. Dinginnya kota Berastagi rasanya kalah dengan rasa ikan mas arsik ini. Ditambah dengan lalapan sayuran segar khas kota ini.

Jarum jam menunjukkan pukul 22.45 WIB, kami pun memutuskan untuk menginap di rumah orang tua teman kantor kami yang berada di Kabanjahe, ibukota Kabupaten Karo yang terletak tidak terlalu jauh dari Berastagi.

Dinginnya udara kota Kabanjahe terasa susah untuk membuka mata kami. Tapi kami harus melanjutkan perjalanan untuk melihat Danau Toba. Kami pun mempersiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat kami pun dipersilahkan untuk sarapan dulu oleh tuan rumah. Wah, suatu keberuntungan.

Lagi-lagi kami disuguhi sarapan menu ikan mas arsik. Tak menyia- nyiakan kesempatan ini, kami pun melahap menu favorit ini. Dengan makanan penutup beberapa buah jeruk Berastagi yang terkenal manis.

Setelah selesai sarapan kami pun melanjutkan perjalanan ke Tongging. Kami memilih untuk Tongging sebagai tempat untuk melihat Danau Toba (selain Kota Parapat), karena Tongging memberikan keindahan yang berbeda dan belum banyak yang terjamah oleh industri pariwisata dan ditambah beberapa teman kami yang asli orang Karo menyarankan untuk ke Tongging ketimbang Parapat.

Menyusuri tanah Karo sungguh menyenangkan, kanan kiri kami disuguhi pemandangan khas pulau Sumatera. Berbagai hamparan bukit nan hijau memanjang sepanjang mata kami melihat keindahan tanah Karo.

Sepanjang perjalanan kami dari Kabanjahe menuju Tongging, banyak warung-warung yang bagi keyakinan kami tidak bisa makan (haram). Tapi jangan khawatir, soalnya banyak juga tempat makan yang halal. Satu jam perjalanan, akhirnya kami memasuki bukit dengan pemandangan Danau Toba di bawah kami. Dari atas, kami baru tahu indahnya Danau Toba. Sungguh amat disayangkan jika tempat wisata ini tidak di blow-up seperti Bali. That is a beautiful place of Indonesia. Suasana yang dingin ditambah hamparan air yang sangat tenang menyejukkan mata, membuat kami tak sabar untuk turun ke bawah mendekati Danau Toba.

Setelah puas berfoto dari atas bukit dengan latar belakang Danau Toba, kami pun turun menyusuri jalan berliku yang berjarak kurang lebih 2 km dari atas bukit tadi. Akhirnya sampailah kita di tepi Danau Toba. Kami pun memilih tempat makan yang berada di ujung.

Wah, air yang tenang dengan dikelilingi pemandangan bukit sungguh memanjakan mata kami yang tiap hari berkutat dengan angka di depan komputer. Rasanya tidak afdhol jika jauh-jauh datang ke Danau Toba tidak merasakan airnya. Saya pun memutuskan untuk berenang, meski melihat teman-teman tidak ada yang mau turun ke air. “Awas, Pak. Dalem, lho!” teriak teman-teman saya. “Masalahnya bukan dalem atau tidak, tapi bisa berenang atau enggak!” jawabku sambil loncat ke Danau Toba. Byuuurrr...!!!! Wah, rasanya air segar….

Lama sekali tidak merasakan air sesegar ini. Akhirnya salah satu teman kantor ikutan berenang di Danau Toba. Setelah puas menikmati air Danau Toba, menu makan siang kami pun datang. Menu tak lain dan tak bukan menu arsik, tapi kali ini menggunakan ikan nila.

Selesai menikmati makan siang kami, kami pun kembali ke atas puncak bukit. Tujuan kami kami adalah air terjun Sipiso-piso yang letaknya tidak jauh dari Danau Toba. Sampai di atas bukit, kami pun berjalan kaki menyusuri jalan setapak menuju air terjun yang tingginya kurang lebih 75 meter ini. Dari atas bukit kami sebenarnya sudah bisa melihat air terjun Sipiso-piso, tapi kurang puas kalau tidak turun ke ujung air terjun ini. Karena kondisi musim Selesai menikmati makan siang kami, kami pun kembali ke atas puncak bukit. Tujuan kami kami adalah air terjun Sipiso-piso yang letaknya tidak jauh dari Danau Toba. Sampai di atas bukit, kami pun berjalan kaki menyusuri jalan setapak menuju air terjun yang tingginya kurang lebih 75 meter ini. Dari atas bukit kami sebenarnya sudah bisa melihat air terjun Sipiso-piso, tapi kurang puas kalau tidak turun ke ujung air terjun ini. Karena kondisi musim

Setelah berjalan kurang lebih 20 menit menyusuri jalan setapak, kami pun sampai di ujung air terjun ini. Kami pun mendekat ke arah air terjun. Ternyata kami tak bisa mandi di air terjun, selain aliran air yang sangat deras. Hanya dengan hempasan-hempasan air terjun cukup membuat kami basah.

Melihat ke atas air terjun, saya cuma bisa merenung betapa kecilnya manusia dibandingkan dengan alam ini. Yang saya lihat hanya contoh kecil dari keajaiban-keajaiban alam lainnya. Tak pantas jika melawan alam dengan merusaknya. Yang bisa kita lakukan hanya bersahabat dengan alam dan menjaganya.

Setelah puas menikmati alam air terjun Sipiso-piso kami pun kembali ke atas. Wah, tampak berat sekali kami harus naik ke atas yang membutuhkan tenaga 5 kali lipat dari turun tadi. Beberapa kali kami harus istirahat mengatur nafas. Maklum saja, kami jarang olahraga.

Hari menjelang sore. Setelah puas menikmati Danau Toba dan Air Terjun Sipiso-piso kami pun kembali ke atas Berastagi.

Tujuan kami selanjutnya adalah pemandian air panas Sidebuk-debuk. Sebenarnya letaknya tidak jauh dari Penatapan tadi, kurang lebih 2 km dari puncak Penatapan. Sebelum sampai ke Sidebuk-debuk, kami pun mampir di Warung Wajik dan Pecal (bahasa jawa = pecel). Warung ini terletak di Jalan Jamin Ginting Nomer 7 Peceren, Berastagi. Kami pun penasaran masakan pecal Tujuan kami selanjutnya adalah pemandian air panas Sidebuk-debuk. Sebenarnya letaknya tidak jauh dari Penatapan tadi, kurang lebih 2 km dari puncak Penatapan. Sebelum sampai ke Sidebuk-debuk, kami pun mampir di Warung Wajik dan Pecal (bahasa jawa = pecel). Warung ini terletak di Jalan Jamin Ginting Nomer 7 Peceren, Berastagi. Kami pun penasaran masakan pecal

Setelah merasa perut kami terisi, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Sidebuk-debuk. Yang sangat mengagumkan adalan perjalanan menuju Sidebuk-debuk. Jalan yang tidak terlalu bagus ini diapit oleh bukit-bukit yang menjulang tinggi. Tampak dari kejauhan asap membumbung tinggi. Sayangnya, hari sudah menjelang malam, jadi tidak bisa diabadikan dalam kamera pocket kami.

Sampailah kita di pemandian air panas Sidebuk-debuk. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari tempat pemandian dengan suhu air 27-35 derajat celcius ini. Hanya sayangnya, sampah dan tempat kamar mandi atau ganti baju yang tidak dikelola dengan baik oleh pengelola maupun wisatawan yang berkunjung. Berendam di air panas cukup membuat kami rileks setelah seharian menjelajah Tanah Karo. Satu jam sudah kami berendam di air panas. Kami pun turun kembali ke kota Medan sambil memikirkan traveling selanjutnya... Pulau Weh!!!!

Continue My Traveling….