BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat adhesi terhadap endotel pembuluh darah atau
menempel agregasi antar sel-sel trombosit maupun terhadap sel-sel darah yang lainnya.
1,2,3
Peranan sel trombosit pada proses trombogenesis untuk membentuk sumbat trombosit diawali dengan reaksi adhesi trombosit, kemudian diikuti dengan
perubahan bentuk dan pelepasan isi granula sebagai reaksi sekresi sel trombosit, selanjutnya terjadi agregasi trombosit untuk membentuk gumpalan dan akhirnya
aktivasi sistem koagulasi oleh membran trombosit.
1,2,3
Sistem hemostasis merupakan mekanisme tubuh dalam mengontrol respon terhadap perdarahan atau terjadinya trombosis yang berlebihan sehingga proses
trombogenesis dan proses fibrinolisis dalam keadaan seimbang. Proses hemostasis pada keadaan normal membantu menghentikan perdarahan dan bila berlebihan
akan menimbulkan oklusi trombotik dan infark sistemik. Aktivitas sistem hemostasis akan beradaptasi terhadap umur dan penyakit vaskuler. Sehingga tak dapat
membedakan antara kerusakan pembuluh darah dan kerusakan plak aterosklerotik. Trombosis juga terjadi bila ada ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dan
mekanisme proteksi.
3,4,5
Yang termasuk dalam faktor-faktor trombogenik adalah kerusakan dinding pembuluh darah, rangsangan agregasi trombosit, aktivasi koagulasi darah dan
stasis, sedangkan keadaan-keadaan yang berpengaruh dalam mekanisme proteksi
Universitas Sumatera Utara
adalah endotel yang utuh, inhibitor protease dari sistem koagulasi, inaktivasi koagulasi oleh hati dan sistem fibrinolitik.
4,5
Sel trombosit bereaksi terhadap robeknya plak aterosklerotik seperti terhadap kerusakan traumatik pembuluh darah normal melalui pengendapan sel-sel trombosit
sebagai reaksi adhesi dan agregasi trombosit. Adhesi sel trombosit dimulai dengan munculnya glikoprotein adhesif pada membran trombosit dan jika trombosit
diaktivasi maka kompleks glikoprotein untuk agregasi akan berikatan dengan fibrinogen maupun faktor von Willebrand sehingga membentuk agregat. Area yang
kaya akan lipid pada plak yang robek sebagai faktor trombogenik. Aktivasi glikoprotein untuk agregasi dapat dihambat oleh prostasiklin melalui peningkatan
cAMP didalam trombosit dan NO melalui peningkatan cGMP didalam trombosit yang dihasilkan oleh endotel yang intak sebagai faktor proteksi.
4,5,6
Berdasarkan faktor diatas maka terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah bukan saja disebabkan oleh penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah
tetapi merupakan lingkaran yang kompleks meliputi penimbunan lemak, modulator sistem imun dan mekanisme trombotik.
7,8,9
Terjadinya aterosklerotik pembuluh darah dengan manifestasi stroke dan penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas baik
di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Pada pasien tersebut yang merupakan akibat komplikasi aterosklerotik, didapatkan agregasi
trombosit yang meningkat dibanding orang sehat.
10,11
Hasil pengukuran agregasi trombosit yang meningkat merupakan salah satu faktor untuk menilai perkembangan thrombosis dan progresivitas aterosklerosis
vaskuler. Pada orang sehat meningkatnya agregasi trombosit sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
bertambahnya umur dan hal tersebut berhubungan dengan perkembangan aterosklerosis.
8,9,12
Agregasi trombosit yang stabil oleh karena perubahan fibrinogen menjadi fibrin membentuk trombi arteri di tempat injuri vaskuler seperti plak atersklerotik yang
robek atau area dimana ada gangguan aliran darah. Trombi tersebut menyebabkan komplikasi tromboembolik dari aterosklerosis yaitu menimbulkan infark otot jantung,
stroke trombotik dan penyakit pembuluh darah perifer. Beberapa studi melaporkan reaktivitas trombosit yang bertambah pada keadaan-keadaan tersebut. Untuk
mengetahui agregabilitas trombosit pasien dengan kelainan trombotik arteri akut melalui pemeriksaan agregasi trombosit secara in vitro maupun aktivasi dan
agregasi trombosit secara in vivo.
8,9,13,14,15
Penyakit Jantung Koroner PJK merupakan penyebab kematian pertama pada Negara-negara berkembang. Estimasi pada tahun 2006 di Amerika 700.000
orang mendapatkan serangan baru pertama kali dan kira-kira 500.000 orang dengan serangan berulang. Serangan pertama kali terjadi rata-rata pada usia 65,8 tahun
pada pria dan 70,4 tahun pada wanita. 50 pada pria dan 63 pada wanita meninggal tiba-tiba karena PJK tanpa simptom awal. Di Indonesia dari Survei
Kesehatan Rumah Tangga SKRT yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi
sebesar 19,8 dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4 pada tahun 1998.
10,16
Penyakit Jantung Koroner PJK merupakan penyakit dengan berbagai keadaan klinis, dari yang asimtomatis, angina stabil maupun sindroma koroner akut
SKA sampai kematian jantung mendadak.
10
Universitas Sumatera Utara
Sindroma Koroner Akut merupakan istilah terhadap sekumpulan penyakit arteri koroner yang bersifat trombotik. Sebagai kelainan dasar adalah atersklerosis
yang menyebabkan terbentuknya plak aterom. Aterosklerosis adalah suatu kelainan yang didasari oleh inflamasi. SKA mencakup angina pectoris tak stabil APTS,
infark miokard non ST elevasi miokard infark dan ST elevasi miokard infark.
16,17
Apabila terdapat pemicu trigger
yang sering, yaitu aktivitas eksternal yang berhubungan dengan rangsangan simpatis misalnya stress fisik, stress emosional
atau vasokonstriksi, dapat menyebabkan plak rawan pecah rupture sehingga terjadi kontak antara aliran darah dengan isi trombogenik dari plak atau permukaan
endotel yang terbuka. Sel endotel yang terbuka akan menyebabkan matriks subendotelial yang sangat trombogenik jadi tidak terlindungi sehingga menimbulkan
pembentukan thrombus secara cepat dan menyebabkan tersumbatnya arteri koroner.
16,17,18
Frekuensi kematian akibat penyumbatan pembuluh darah otak dan miokard di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu faktor penting yang berperan
dalam proses penyumbatan tersebut adalah thrombosis. Banyak peneliti melaporkan bahwa penyumbatan pembuluh darah otak dan jantung sering terjadi akibat
hiperaktivitas fungsi trombosit. Hiperaktivitas trombosit dapat meningkatkan agregasi trombosit yang menimbulkan thrombosis, akibatnya pembuluh darah menjadi
tersumbat. Salah satu cara untuk menilai fungsi trombosit dengan memeriksa agregasi trombosit.
8,9,15
Pemeriksaan agregasi trombosit bertujuan mendeteksi abnormalitas fungsi trombosit. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti makroskopik,
mikroskopik dan menggunakan analyzer, tetapi yang paling sering dikerjakan menggunakan analyzer berdasarkan perubahan transmisi cahaya.
15,19,20
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1962 O`Brien dan Born menemukan instrument untuk mengukur agregasi trombosit yang memakai dasar turbidimetri. Alat ini distandarisasi memakai
plasma kaya trombosit PRP sebagai 0 agregasi dan plasma miskin trombosit PPP sebagai 100 agregasi. Dicatat transmisi cahaya yang melalui cuvet berisi
suspensi trombosit yang diaduk pada suhu 37°C. Bila terbentuk aggregate setelah penambahan agonis, dijumpai peningkatan transmisi cahaya. Respon agregasi
trombosit dihitung dengan membagi jarak dari baseline ke agregasi maksimal dengan jarak dari baseline ke agregasi 100. Pola agregasi trombosit dikenal
respon primer terhadap penambahan agonis eksogen seperti ADP, diikuti respon sekunder dari pelepasan adenine nukleotida yang terdapat dalam granula padat
trombosit. Respon tersebut dikenal sebagai gelombang pertama dan kedua.
19,36,37
Mardiana I membandingkan nilai agregasi trombosit pada penderita angina pectoris tak stabil dan penderita PJK. Dijumpai perbedaan bermakna antara nilai
agregasi trombosit dengan ADP 5 µg dengan ADP 10 µg antara kelompok angina pectoris tak stabil dan PJK yaitu 48,26 ± 14,4 vs 37,26 ± 10,2 dan 59,98 ±
15,21 vs 47,64 ± 14,13 p 0,05. Reversibilitas akan mengurang dengan bertambahnya usia, yaitu pada penambahan usia 1 tahun akan mengurangi
reversibilitas 0,39. Keempat factor resiko hipertensi, merokok, hiperkolesterolemia dan diabetes mellitus tidak berperanan pada peningkatan agregasi trombosit.
21
Yoshida T pada tahun 1982 melaporkan bahwa pada kelompok pasien angina pectoris tak stabil APTS ditemukan agregasi trombosit yang diinduksi ADP dan
kolagen pada saat istirahat lebih rendah dibandingkan kelompok normal. Tetapi meningkat setelah latihan. Pada kelompok angina pectoris stabil, tidak ditemukan
perbedaan dengan kelompok normal.
22
Universitas Sumatera Utara
Guha S dkk meneliti agregasi trombosit pada 64 orang pasien sindroma koroner akut 48 jam dan 7 hari setelah pemberian aspirin dan clopidogrel.
Ditemukan peningkatan agregasi trombosit yang diinduksi epinefrin, ADP dan collagen setelah 48 jam pemberian antitrombosit. Agregasi trombosit meningkat
pada kelompok diabetes dan perokok.
23
Hutajulu NC melaporkan bahwa agregasi trombosit meningkat pada hari pertama infark dan menurun pada hari ketujuh walaupun masih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kelompok kelola. Lokasi infark dan kebiasaan merokok tidak mempengaruhi peningkatan agregasi trombosit. Tidak terdapat korelasi antara kadar
puncak enzim dan kadar lemak darah dengan peningkatan agregasi trombosit.
24
Lakhey M 2005 menjumpai peningkatan agregasi trombosit pada kelompok pasien penyakit jantung iskemik, dengan berbagai agonis collagen, ADP, epinefrin
dan thrombin. Konsumsi aspirin berhubungan dengan penurunan agregasi trombosit pada kelompok pasien iskemik.
25
.
1.2. Perumusan masalah