Untuk keperluan pangan, CPO dipisahkan fraksionasi menjadi fraksi padat stearin dan fraksi cair olein. Olein sudah dapat dikelompokan sebagai
minyak goreng. Kapasitas terpasang industri fraksionasi 1985 adalah 2,9 juta ton, padahal produksi CPO tahun tersebut adalah 1,2 juta ton. Pada 1995, kapasitas
pabrik fraksinasi adalah 6 juta ton yang juga melebihi produksi CPO nasional. Tahun 2005, kapasitas terpasang mencapai 8,6 juta ton yang terdistribusi pada 60
unit pabrik. Sebagian produk industri fraksionasi digunakan sebagai bahan baku pembuatan margarin.
4.4. Potensi Pengembangan Kelapa sawit 4.4.1. Potensi Pengembangan Areal
Minyak sawit merupakan salah satu komoditas yang perkembangannya paling pesat pada tiga dekade terakhir. Bahkan pada saat krisis dan pemulihan
ekonomi 1998-2003, kelapa sawit masih menunjukkan perkembangan yang pesat Tabel 5. Pada periode tersebut, pertumbuhan areal mencapai 12.04 per
tahun dengan luas aral tahun 2003 mencapai 4.923 juta ha. Produksi juga tumbuh pesat pada periode tersebut dengan laju 13.6 per tahun dengan tingkat produksi
mencapai 10.683 jua ton pada tahun 2003. Volume ekspor juga meningkat dengan laju 16.37 per tahaun, sedangkan nilai ekspor minyak sawit meninkat
dengan laju 7.67 per tahun. Konsumsi domstik juga tidak ketinggalan dengan laju peningkatan sekitar 7.33 per tahun pada periode tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Perkembangan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1998-2003. Aspek
Kondisi 2003 Pertumbuhan 1998-2003
Luas juta ha 4.923
12.04 Produksi juta ton
10.683 13.62
Volume Ekspor juta ton 6.333
16.37 Nilai Ekspor US juta
2.992 7.67
Konsumsi Domestik juta ton 3.934
7.33 Sumber : Anonimous, 2005.
4.4.2. Potensi Pengembangan Pasar
Seperti kebanyakan harga produk primer pertanian, harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan
dinamika yang perubahan yang relatif sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran. Dengan
argumen tersebut, harga CPO sampai dengan 2005-2025 sebagian besar diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US 350-450ton. Jumlah stok yang terus
menurun pada lima tahun terakhir dari sekitar 10 dari konsumsi menjadi 7, memberi indikasi bahwa harga CPO akan tidak menurun secara drastis dalam
waktu jangka pendek. Dalam melihat peluang pasar CPO Indonesia, maka terlebih dahulu perlu
diestimasi peluang pasar peningkatan konsumsi di pasar dunia. Berdasarkan hasil estimasi sebelumnya, tingkat konsumsi sampai dengan tahun 2025
diperkirakan akan berkisar antara 41.45 44.45 juta ton. Di sisi lain, produksi CPO dunia pada tahun 2004 adalah 25.67 juta ton. Dengan demikian, peluang
peningkatan produksi sampai dengan tahun 2025 berkisar antara 15.78 18.78 juta ton.
Universitas Sumatera Utara
Dengan peluang pasar yang cukup terbuka baik dari sisi ekspor ataupun konsumsi dunia secara keseluruhan, negara produsen CPO akan berusaha
memanfaatkan peluang pasar tersebut. Malaysia dan Indonesia diperkirakan sebagai negara yang paling banyak dapat memanfaatkan peluang tersebut. Sebagai
perkiraan, Malaysia sebagai produsen utama diperkirakan akan memanfaatka peluang tersebut dengan peningkatan produksi dengan laju 2.8-1.5 per tahun.
Indonesia diperkirakan masih akan mempunyai peluang untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan peningkatan produksi dengan laju antara 3.0-7.6 per
tahun. Ada beberapa argumen yang mendukung bahwa dengan dukungan
kebijakan yang konsisten dan efektif, Indonesia diperkirakan akan memperoleh peluang terbesar untuk memanfaatkan peluang pasar tersebut. Faktor utama
adalah ketersediaan lahan yang masih cukup luas. Taher et al. 2000 telah mengidentifikasi ketersediaan lahan yang cocok untuk kelapa sawit mencapai
sekitar 2.9 juta ha. Di sisi lain, Malaysia menghadapi kesulitan karena keterbatasan lahan yang sangat terbatas untuk perluasan. Negara lain seperti
Thailand juga diperkirakan akan tidak dapat mengejar dengan cepat karena keterbatasan lahan, bibit, dan kebijakannya yang tidak meletakkan kelapa sawit
sebagai komoditi unggulan. Produksi CPO Nigeria diperkirakan hanya akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Dari argumen di atas, Malaysia diperkirakan akan dapat memanfaatkan peluang sebesar 20 3.16 3.76 juta ton dan sekitar 40 6.31 7.51 juta ton
akan dimanfaatkan oleh negara lain. Indonesia diperkirakan memperoleh peluang terbesar dengan memanfaatkan sekitar 40 atau sekitar 6.31
7.51 juta
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Hal ini berarti bahwa dengan asumsi produktivitas adalah sekitar 3.5 ton CPOha, Indonesia berpeluang untuk melakukan perluasan antara 1.80 2.15
juta ha. Jika perluasan dilakukan antara tahun 2005-2025, maka setiap tahun Indonesia harus melakukan perluasan sekitar 120 140 ribu ha.
Tabel 5. Peluang Perluasan dan Investasi Kelapa Sawit Indonesia, 2005-2025 Deskripsi
Satuan Skenario
Pesimis Optimis
Peluang Pasar CPO Dunia - Produksi CPO Dunia, 2004
juta ton 25.67
25.67 - Produksi CPO Dunia, 2025
juta ton 41.45
44.45 - Peluang Peningkatan Produksi, 2004-2025
juta ton 15.78
18.78 Distribusi Peluang Pasar
- Malaysia 20 juta ton
3.16 3.76
- Negara Lain 40 juta ton
6.31 7.51
- Indonesia 40 juta ton
6.31 7.51
Peluang Perluasan Areal dan Investasi di Indonesia
- Perluasan areal juta ha
1.80 2.15
- Rata-rata perluasanper tahun juta ha
0.12 0.14
- Kebutuhan investasi kebun Rp triliun
36.08 42.93
- Kebutuhan Investasi Pabrik CPO Rp triliun
21.05 25.04
- Total Investasi Rp triliun
57.12 67.97
- Rata-Rata Investasitahun Rp triliun
3.81 4.53
Sumber : Anonimous, 2006.
4.4.3. Potensi Pengembangan Industri 4.4.3.1. Industri Minyak Goreng
Industri fraksinasirafinasi menghasilkan nilai tambah yang relatif kecil tetapi kapasitas terpasang industri ini sudah terlalu besar. Disisi lain, tahapan
fraksinasirafinasi harus dilakukan dalam industri minyak makan. Nilai tambah yang diperoleh dari perdagangan eceran retail minyak makan sebenarnya cukup
besar. Oleh karena itu pengembangan industri ini perlu diarahkan kepada usaha
Universitas Sumatera Utara
retail minyak makan baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri.
4.4.3.2. Industri Oleokimia
Industri oleokimia belum banyak dieksploitasi dan berpotensi menjadi terbesar di dunia. Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan lingkungan dan
semakin langkanya sumber petrokimia akan membuka luas pasar produk oleokimia. Demikian juga dengan semakin besarnya peluang pengembangan
biodiesel dan energi terbarukan lain dari limbah pabrik yang selama ini belum termanfaatkan dengan baik.
4.4.4. Tingkat Persaingan
Dari berbagai perkembangan dan kajian yang ada, terlihat bahwa ke depan persaingan dalam usaha perkebunan kelapa sawit bukan saja terjadi antar sesama
negara produsen melainkan juga persaingan dengan jenis minyak nabati lainnya. Hal ini jelas terlihat dari gambaran tentang pangsa konsumsi dan produksi minyak
nabati terlihat pada Tabel 6 berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Pangsa Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia
No Uraian
1993-1997 1998-2002
2003-2007 2008-2012
I. Total Produksi