Klasifikasi ini menunjukkan bahwa sarana prasarana terbakar paling banyak adalah perumahan dan bangunan non gedung sedangkan menurut tingkat potensi
bahayanya, kebakaran di kota Surakarta umumnya berpotensi bahaya ringan.
4.6.3. Peta Klasifikasi Penyebab Kebakaran
Penilaian klasifikasi Penyebab kebakaran dilakukan berdasarkan pemicu kebakaran yang terjadi. Penyebab kebakaran diklasifikasikan menjadi empat kelas
yaitu : 1.
Kelalaian : yang termasuk dalam kategori ini adalah kecerobohan, kebiasaan buruk dalam menggunakan api, meremehkan api kecil, kehilangan kendali atas
penggunaan api. 2.
Korsleting listrik : yang termasuk dalam kategori ini adalah kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari korsleting listrik baik pada bangunan,
kendaraan, dan sarana prasarana lain. 3.
Unsur kesengajaan : yang termasuk dalam kategori ini adalah kebakaran yang sengaja dibuat oleh perorangan ataupun berkelompok.
4. Kecelakaan : yang termasuk dalam kategori ini adalah kebakaran karena
kecelakaan kerja dan ketidak-sengajaan.
Penyebab kebakaran merupakan informasi penting dalam mitigasi bencana kebakaran. pada dasarnya tindakan pencegahan bencana adalah mengeliminasi
hal-hal yang bisa menjadi penyebab kebakaran kebakaran tak akan terjadi jika tak ada pemicu penyebabnya.
Pemahaman akan penyebab kebakaran akan membantu peneliti untuk melakukan mitigasi bencana kebakaran.
Peta klasifikasi penyebab kebakaran dapat dilihat pada lampiran B.
Hasil klasifikasi kebakaran berdasarkan penyebabnya dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 4.7. statistik penyebab kebakaran tahun 2008-2009
Jenis penyebab kebakaran Jumlah kejadian
Persentase 1.
Kelalaian 2.
Korsleting listrik 3.
unsur kesengajaan 4.
kecelakaan 20
23 5
13 32.79
37.70 8.20
21.31 Total kejadian
61 100.00
Sumber: pengolahan data sendiri.
Hasil analisa menunjukkan bahwa penyebab terbesar kebakaran di kota Surakarta adalah korsleting listrik.
4.6.4. Peta Rawan Kebakaran
Peta rawan kebakaran merupakan peta yang menunjukkan tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap resiko kebakaran berdasarkan densitas kebakaran yang
terjadi. Sedangkan densitas kebakaran adalah tingkat kerapatan kebakaran pada suatu wilayah. Densitas berbanding lurus dengan jumlah kejadian kebakaran pada
suatu wilayah tertentu.
Prinsip pemetaan ini adalah membuat perimeter area pencarian sejauh radius 1000 meter mengitari lokasi kebakaran. tiap perimeter yang berpotongan akan
meningkatkan tingkat kerawanan daerah tersebut maka Semakin banyak kejadian kebakaran pada suatu daerahwilayah maka daerah wilayah tersebut semakin
rawan terhadap bencana kebakaran. Peta tingkat kerawanan kebakaran dapat dilihat pada lampiran B.
Berdasarkan hasil analisa, didapatkan sepuluh wilayah area paling rawan kebakaran, yaitu :
1. Wilayah Karangasem
2. Wilayah Bumi
3. Wilayah Manahan, Purwosari dan Mangkubumen
4. Wilayah Serengan
5. Wilayah Jayengan dan Kratonan
6. Wilayah Mangkubumen, Timuran dan Sriwedari
7. Wilayah Kestalan dan Setabelan
8. Wilayah Kampung Baru, Kedunglumbu dan Kauman
9. Wilayah Gilingan, Tegalharjo, Kepatihan Wetan, Purwodinigratan dan
Jebres 10.
Wilayah Jebres, Jagalan dan Pucang Sawit.
Pada umumnya, wilayah-wilayah kebakaran yang terjadi merupakan wilayah yang mengalami peningkatan perkembangan potensi baik potensi perdagangan, jasa,
perumahan maupun perindustrian.
Fenomena ini menunjukkan bahwa potensi kota Surakarta memiliki keterkaitan dengan peningkatan resiko kebakaran di kota Surakarta. sedangkan jika ditinjau
dari segi historisnya, ada beberapa perbedaan pada pola kebakaran pada tahun 2008 dan 2009.
Kebakaran pada tahun 2008 dan tahun 2009 memiliki pola menyebar tetapi pola kebakaran pada tahun 2009 mengalami pergeseran mendekati tengah wilayah kota
Surakarta.
Keterkaitan antara potensi kota Surakarta dengan perubahan pola kebakaran selama 2 tahun ini memperlihatkan bahwa ada beberapa kelurahan memiliki
resiko terbesar yaitu: kelurahan Karangasem, Bumi, Purwosari, Kampung baru,
Kedunglumbu, Kauman, Purwodiningratan, Mangkubumen, Kestalan dan Setabelan.
4.7. Pendapat Masyarakat Tentang Kinerja Pelayanan Pemadam