BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MCDM Multiple Criteria Decision Making
Multi-Criteria Decision Making MCDM adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu.
Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Secara umum dapat dikatakan bahwa MCDM menyeleksi
alternatif terbaik dari sejumlah alternatif. Kusumadewi et al, 2006. Janko 2005 menyebutkan terdapat beberapa fitur umum yang digunakan dalam
MCDM, yaitu: 1.
Alternatif, alternatif adalah obyek-obyek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan.
2. Atribut, atribut sering juga disebut sebagai kriteria keputusan.
3. Konflik antar kriteria, beberapa kriteria biasanya mempunyai konflik antara satu
dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik dengan kriteria biaya.
4. Bobot keputusan, bobot keputusan menunjukkan kepentingan relatif dari setiap
kriteria, = 1, 2,
3,…, . 5.
Matriks keputusan, suatu matriks keputusan yang berukuran x , berisi elemen- elemen
yang merepesentasikan rating dari alternatif � ; =1,2,3,…, terhadap
kriteria � ; =1,2,3,…, .
2.2. AHP Analytic Hierarchy Process
Analytic hierarchy process AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970. Metode AHP merupakan salah satu metode perbandingan berpasangan yang paling
populer digunakan untuk pengambilan keputusan dalam permasalahan Multi-Criteria Decision Making MCDM. Pendekatan AHP didesain untuk membantu pengambil keputusan
untuk menggabungkan faktor kualitatif dan faktor kuantitatif dari suatu permasalahan yang kompleks. Penggunaan AHP dalam berbagai bidang meningkat cukup signifikan, hal ini
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan AHP dapat menghasilkan solusi dari berbagai faktor yang saling bertentangan. AHP diaplikasikan dalam bidang agrikultur, sosiologi, industri dan lain sebagainya.
Prinsip kerja AHP adalah membentuk suatu struktur permasalahan. Dalam menyelesaikan permasalahan MCDM, AHP menyusun struktur hirarki masalah mulai dari
yang paling atas yang disebut goal, kemudian dibawahnya disebut variabel kriteria dan selanjutnya diikuti oleh variabel alternatif. Pengambil keputusan, selanjutnya memberikan
penilaian numerik berdasarkan pertimbangan subjektifitas terhadap variabel-variabel yang ada untuk menentukan tingkatan prioritas masing-masing variabel tersebut.
2.1.1. Prinsip-Prinsip AHP
Ada beberapa prinsip dasar dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, yakni Mulyono, 2004:
1. Decomposition
Prinsip ini merupakan tindakan memecah persoalan-persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapat hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap
unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan yang lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Karena alasan ini,
maka proses analisis ini dinamakan hirarki hierarchy. Ada dau jenis hirarki, yaitu lengkap complete dan tidak lengkap incomplete. Suatu hirarki disebut lengkap
complete bila semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen pada tingkat berikutnya, jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap incomplete. Bentuk
struktur decomposition yakni: Tingkat pertama : Goal Objektif Tujuan keputusan
Tingkat kedua : Kriteria-kriteria Tingkat ketiga : Alternatif-alternatif
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Hirarki keputusan dari AHP
2. Comparative Judgment
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini
merupakan inti dari metode AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang disebut
matriks pairwise comparison yaitu matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi pengambil keputusan terhadap alternatif berdasarkan kriteria-riteria
yang ada. Skala yang digunakan untuk menyatakan tingkat preferensi adalah skala Saaty, di mana skala 1 menunjukkan tingkat “sama pentingnya”, skala 3 menunjukkan
“moderat pentingnya”, skala 5 menunjukkan “kuat pentingnya”, skala 7 menunjukkan “sangat kuat pentingnya” dan skala 9 yang menunjukkan tingkat “ekstrim
pentingnya”.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Skala Saaty
Tingkat Kepentingan
Definisi 1
Sama pentingnya dibanding yang lain 3
Moderat pentingnya dibanding yang lain 5
Kuat pentingnya dibanding yang lain 7
Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain 9
Ekstrim pentingnya dibanding yang lain 2,4,6,8
Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan
3. Synthesis of Priority
Setelah matriks pairwise comparison diperoleh, kemudian dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada
setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority dapat dilakukan dengan sintesa diantara local priority.
4. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah
tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
2.1.2. Tahapan-tahapan AHP
Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut: 1.
Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan 2.
Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di ranking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau
judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5.
Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data preferensi perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud
adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
pencapaian tujuan. 8.
Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR0,100 maka penilaian harus diulang kembali.
2.1.3. Hubungan Prioritas sebagai Eigen Vector terhadap Konsistensi
Menurut Mulyono 2004, banyak cara untuk mencari vektor prioritas dari matriks pairwise comparison. Tetapi penekanan pada konsistensi menyebabkan digunakan rumus eigen value.
Diketahui elemen-elemen dari suatu tingkat dalam suatu hirarki adalah C1, C1,….., Cn dan bobot pengaruh mereka adalah w1,
w2,….., wn. Misalkan aij = wiwj menunjukkan kekuatan Ci jika dibandingkan dengan Cj. Matriks dari angka-angka aij ini
dinamakan matriks pairwise comparison, yang diberi simbol A. Telah disebutkan bahwa A adalah matriks reciprocal, sehingga aij = 1aij. Jika penilaian kita sempurna pada setiap
perbandingan, maka aij = aij, ajk untuk semua i, j, k dan matriks A dinamakan konsisten. Kemudian ikuti manipulasi matematika berikut :
aij = wiwj di mana i, j = 1, …., n aij wjwi = 1 di mana i, j = 1, …., n konsekuensinya,
n Σ aij, wj. 1wi = n di mana I = 1, …, n atau
j=1
n Σ aij. wj = nwi di mana I = 1, ….., n.
j=1
Universitas Sumatera Utara
Rumus ini menunjukkan bahwa w merupakan eigen vector dari matriks A dengan eigen value n. Jika aij tidak didasarkan pada ukuran pasti seperti wi, ….., wn, tetapi pada
penilaian subyektif, maka aij akan menyimpang dari rasio wiwj yang sesungguhnya, dan akibatnya Aw = nw tak dipenuhi lagi. Dua kenyataan dalam teori matriks memberikan
kemudahan, pertama jika z1, ……, zn adalah angka-angka yang memenuhi persamaan Aw = Zw di mana Z merupakan eigen value dari matrika A, dan jika aij = 1 untuk i, maka
n Σ Zi= n
j=1
Karena itu, jika Aw = Zw dipenuhi, maka semua eigen value sama dengan nol, kecuali eigen value yang satu, yaitu sebesar n. Maka jelas dalam kasus konsisten, n merupakan eigen value
A terbesar. Kedua, jika salah satu aij dari matriks reciprocal A berubah sangat kecil, maka eigen
value juga berubah sangat kecil. Kombinasi keduanya menjelaskan bahwa jika diagonal matriks A terdiri dari aij = 1 dan jika A konsisten, maka perubahan kecil pada aij menahan
eigen value terbesar, Z mak, dekat ke n, dan eigen value sisanya dekat ke nol. Karena itu persoalannya adalah jika A merupakan matriks pairwise comparison, untuk mencari vektor
prioritas, harus dicari w yang memenuhi: Aw = Z mak.w
Perubahan kecil aij menyebabkan perubahan Z maksimum, penyimpangan Z maksimum dari n merupakan ukuran konsistensi. Indikator terhadap konsistensi diukur
melalui Consistency Index CI yang dirumuskan: CI = Zmak
– nn-1 AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian dengan menggunakan Consistency Ratio
CR, yang dirumuskan:
�� = �
� ��
�
2.3. Riset Terkait
Universitas Sumatera Utara
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan beberapa riset terkait yang dijadikan acuan dalam melakukan penelitian. Adapun riset-riset terkait tersebut adalah:
1. Shinohara dan Osawa 2007, menjelaskan tentang kelemahan metode AHP yang
dipengaruhi oleh banyak nya kriteria dan alternatif. Semakin banyak kriteria dan alternatif, maka semakin berpengaruh kepada nilai konsistensi hierarki AHP, hal ini
disebabkan oleh judgement pembuat keputusan yang memberikan penilaian terhadap dua variabel secara keliru.
2. Oyama 2011 menjelaskan tentang nilai inconsistency yang berpengaruh terhadap
konsistensi hierarki. 3.
Ghosh et al 2011 menjelaskan bagaimana melakukan consistency test terhadap hierarki pada metode AHP.
4. Anhar Widodo 2013 menjelaskan bahwa nilai consistency ratio harus bernilai
CR0,1 dalam melakukan perangkingan alternatif dengan metode TOPSIS. 5.
Padmowati 2012 menjelaskan tentang teknik indeks konsistensi harmonik dalam menentukan matriks perbandingan yang mempunya nilai inconsistency yang lebih
kecil. Teknik ini dapat menekan nilai inconsistency menjadi lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
1.6. Pendahuluan
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisa metode AHP terhadap nilai consistency ratio. Dalam penelitian sebelumnya oleh Zhang Feng 2013 telah dijelaskan bahwa nilai
consistency ratio harus bernilai dibawah 0,1. Nilai tersebut adalah batas dari inconsistency yang masih dapat diterima. Pada penelitian tersebut juga disebutkan bahwa nilai consistency
ratio yang bernilai CR0,1 akan berakibat kepada nilai konsistensi hierarki. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa apabila nilai CR0,1 maka harus dilakukan modifikasi dari
matriks perbandingan berpasangan. Dari nilai konsistensi yang didapat pada tiap-tiap model, selanjutnya akan dilakukan
analisa terhadap model yang mempunyai nilai konsistensi CR0,1 - CR0,5. Dalam tahap analisa ini akan di uji apakah nilai prioritas kriteria pada matriks perbandingan berpasangan
dapat mempengaruhi nilai konsistensi. Adapun diagram penelitian secara umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.1. Diagram Penelitian Secara Umum
Matriks perbandingan berpasangan
Perhitungan Manual tiap Matriks
Kesimpulan Analisa nilai konsistensi indeks
berdasarkan nilai CR
Analisa tiap-tiap matriks
Universitas Sumatera Utara