Pendekatan dan Jenis Evaluasi Diklat

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 8 Gunungsempu,Tamantirto, Kasihan, Bantul dijelaskan di atas, tentunya evaluasi diklat adalah upaya untuk memberikan penilaian atas kebermanfaatan dan kelayakan suatu proses Diklat. Evaluasi diklat memiliki banyak manfaat dalam menjawab berbagai kebutuhan diklat. Terkait dengan pembuatan keputusan, peningkatan, akuntabilitas, dan profesionalisme. • Pembuatan Keputusan merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan dalam dunia administrasi pendidikan. Keputusan dibuat oleh peserta diklat, widyaiswara, lembaga peserta asal diklat, dan pihak penyelenggara diklat terkait dengan peserta diklat, widyaiswara, materi diklat, dan lainnya. Informasi merupakan hal penting yang harus disediakan dalam menentukan alternatif dalam pembuatan keputusan. Informasi itu digali melalui proses evaluasi. • Peningkatan merupakan salah satu hal yang bisa dilayani oleh kegiatan evaluasi. Peserta diklat dituntut untuk meningkatkan kinerja pembelajarannya, widyaiswara dituntut meningkatan mutu pelatihannya dan juga keterampilan melatihnya, konten diklat harus ditingkatkan kualitasnya dan juga up to date, termasuk lembaga diklat juga dituntut untuk terus meningkatkan dirinya agar senantiasa mampu berkompetisi dengan lembaga sejenis dalam merespons kebutuhan para user. Hal apa saja yang harus ditingkatkan, informasinya bisa didapatkan setelah melakukan evaluasi. • Akuntabilitas salah satu kegunaan evaluasi diklat adalah akuntabilitas dalam diklat. Kemampuan mempertanggungjawabkan hasil diklat pada para peserta, sponsor, atau pemerintah, bahkan kepada masyarakat bisa didapatkan dari hasil evaluasi sehingga proses diklat bisa ditingkatkan lebih baik lagi di masa yang akan datang. • Profesionalisasi para widyaiswara merupakan salah satu kebutuhan yang harus dijawab oleh evaluasi diklat. Manakala memposisikan widyaiswara sebagai profesi, tentu mereka akan menjalankan syarat-syarat profesinya. Di mana salah satu syarat profesi adalah selalu meningkatkan diri dalam melayani para peserta diklat. Aspek apa yang harus ditingkatkan, didapat setelah dievaluasi.

C. Pendekatan dan Jenis Evaluasi Diklat

Ada banyak pendekatan dalam evaluasi program pendidikan yang beredar luas di masyarakat, khususnya masyarakat akademik. Fitzpatrick mengidentifikasi BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 9 Gunungsempu,Tamantirto, Kasihan, Bantul setidaknya empat 4 pendekatan evaluasi yang bisa diadaptasi pada evaluasi diklat. Secara singkat akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Pendekatan yang berorientasi pada keahlian dan pengguna. Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini merupakan jenis evaluasi pemerintah yang diselenggarakan secara formal yang sudah sangat lama kita kenal, yang mengacu pada namanya terkait dengan keahlian profesional dalam menjustifikasi kualitas suatu lembaga, program, produk, ataupun suatu aktivitas. Jika di sekolah ada yang namanya Badan Akreditasi SekolahMadrasah, perguruan tinggi ada Badan Akreditasi Nasional PT, ada Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Lembaga Administrasi Negara yang mengakreditasi lembaga diklat, dan seterusnya. Termasuk evaluasi yang melibatkan unsur praktisi dan akademisi, merupakan bentuk dari evaluasi diklat jenis ini. Evaluasi jenis ini mengandalkan kepakaran seseorang ataupun secara kelembagaan yang bergerak di bidangnya. Evaluasi yang berorientasi pada pengguna tujuannya adalah untuk menjustifikasi mutu suatu produk yang mereka gunakan, menilai atau menentukan kelayakannya. Fokus evaluasi berorientasi pada pengguna ini hanyalah pada persepsi pengguna ketika akan menggunakan, sedang menggunakan, atau setelah menggunakan produk. 2. Pendekatan yang berorientasi pada program. Asumsi dari pendekatan ini adalah bahwa setiap program diklat memiliki tujuan yang berbeda. Dari itu, maka fokus evaluasi diklat akan diarahkan pada sejauh mana tujuan dari diklat bisa dicapai. Jenis pendekatan evaluasi yang berorientasi pada program adalah Model Tyler, model kesenjangan Provus DEM, dan model logis. Model Tyler terdiri atas tahapan sebagai berikut. a. Menetapkan tujuan umum. b. Mengklasifikasi tujuan. c. Mendefinsikan tujuan dalam istilah aktivitas. d. Mengidentifikasi situasi di mana pencapaian tujuan bisa ditemukan. e. Mengembangkan teknik pengukuran. f. Mengumpulkan data kinerja. g. Membandingkan data kinerja dengan sasaran yang telah ditetapkan. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 10 Gunungsempu,Tamantirto, Kasihan, Bantul Kesenjangan antara kinerja dengan tujuan akan mengarah pada modifikasi atau perbaikan suatu program diklat. Model kesenjangan Provus merupakan suatu model yang lahir dari tradisi evaluasi model Tyler. Model kesenjangan ini dikembangkan oleh Malcolm Provus. Provus memandang bahwa evaluasi merupakan proses manajemen-informasi yang berkelanjutan yang didesain sebagai pengawas manajemen program. Selain itu, Provus juga memandang bahwa evaluasi adalah proses 1 menyepakati standar; 2 menetapkan apakah ada kesenjangan antara kinerja salah satu aspek program dengan standar; dan 3 menggunakan informasi kesenjangan untuk memutuskan apakah meningkatkan, memperbaiki, menghentikan program, atau beberapa aspek program. Model Logis dikembangkan dalam rangka mengisi ruang-ruang yang tidak bisa diisi oleh model kesenjangan Provus ataupun Tyler. Model logis akan menjalaskan bagaimana suatu program diklat mencapai tujuannya, bukan hanya sekedar konfirmasi ketercapaian saja seperti pada model kesenjangan. Model logis menghendaki para perencana program atau evaluator untuk mengidentifikasi input program, aktivitas, dan outcome-nya yang sifatnya jangka panjang, atau tujuan dari program yang sifatnya segera. Contoh aplikasinya bisa dilihat pada diagram berikut ini. Input Aktivitas Output Outcome Berisikan anggaran rutin, fasilitas staf, peralatan, dan material yang dibutuhkan diklat. Sesi mingguan, kurikulum, workshop, konferensi rekrutmen, layanan klinis, persuratan, pelatihan staf, semua komponen kunci dalam diklat. Jumlah partisipan yang dilayani setiap minggu, jumlah pertemuan kelas, jumlah jam pelayanan, jumlah produk program yang berdampak segera. Outcome jangka pendek dan jangka panjang. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 11 Gunungsempu,Tamantirto, Kasihan, Bantul 3. Pendekatan yang berorientasi pada keputusan. Rasionalisasi dari pendekatan ini adalah bahwa informasi evaluatif merupakan hal penting dalam proses pembuatan keputusan. Evaluasi yang efektif adalah evaluasi yang mampu memberikan informasi yang cukup pada para pemangku kebijakan serta orang-orang yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Setidaknya ada tiga 3 jenis model yang menggunakan pendekatan ini, yaitu CIPP Context Input Process Product, Model UCLA, dan jenis UFE Utilization- Focused Evaluation. CIPP menggunakan pendekatan sistem pada tahapan pengembangan program dan menggali setiap informasi pada setiap tahapan program. Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam dengan harapan bisa membantu para pembuat kebijakan membuat kebijakan yang baik. Model evaluasi ini memberikan informasi terkait: • Context – membantu keputusan perencanaan: menetapkan kebutuhan apa yang harus ditangani oleh program dan program apa yang ada dan sudah membantu mendefinsikan tujuan program. Evaluasi konteks fokus pada lingkungan program yang belum direncanakan: apa kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi oleh para peserta diklat? Aset apa yang harus ditangani oleh lembaga diklat untuk menangani masalah tersebut? Tujuan atau outcome apa yang seharusnya dicapai oleh lembaga? • Input – membantu menstrukturkan keputusan. Setelah mendefinisikan kebutuhan dan mempertimbangkan aset kelembagaan serta intervensi yang diperlukan, dengan evaluasi input pengelola terbantu dalam memilih strategi untuk menerapkan dan memecahkan masalah dan membuat keputusan bagaimana menerapkannya. • Process – membantu mengimplementasikan keputusan. Ketika program dimulai, keputusan penting yang fokus pada bagaimana implementasi bisa dimodifikasi, Perubahan apa yang telah sedang dibuat, dan hambatan apa yang mengganggu proses pelatihan, revisi apa yang diperlukan. • Product – membantu mendaur ulang keputusan: hasil apa yang telah dicapai? Seberapa baik kebutuhan bisa dikurangi? Apa yang harus dilakukan dengan program setelah selesai? Haruskan direvisi? Ditingkatkan? Atau dihentikan? BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 12 Gunungsempu,Tamantirto, Kasihan, Bantul Model yang kedua adalah model UCLA. Model ini dikembangkan di Pusat Studi Evaluasi Universitas California, Los Angeles UCLA oleh Alkin yang hampir mirip dengan model CIPP. Di mana evaluasi diasumsikan sebagai sebuah proses pencarian informasi yang akan dibutuhkan dalam proses pembuatan keputusan. Model ini mengevaluasi 5 hal, yaitu: 1 Sistem. 2 Perencanaan program. 3 Implementasi program. 4 Peningkatan program. 5 Sertifikasi program. Model evaluasi yang fokus pada pemanfaatan Utilization-Focused Evaluation didasarkan atas asumsi bahwa 1 tujuan utama dari evaluasi adalah menyediakan informasi pada proses pembuatan keputusan; dan 2 evaluasi bisa dimanfaatkan bila ada faktor personal. Model CSE-UCLA mempunyai lima tahap evaluasi, yaitu: perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Model ini disempurnakan oleh Fernandes menjadi empat tahap, yaitu: 1 Needs Assesment hal yang perlu dipertimbangkan, kebutuhan, dan tujuan jangka jauh. 2 Program Planning rencana disusun berdasarkan analisis kebutuhan. 3 Formative Evaluation keterlaksanaan program. 4 Summative Evaluation hasil dan dampak dari program. Model yang ketiga adalah model UFE Utilization Focused Evaluation. Model ini dikembangkan Michael Quinn Patton ini adalah pendekatan berdasarkan prinsip bahwa evaluasi harus fokus pada kebermanfaatan dari sisi si pengguna. Oleh karena itu evaluasi harus direncanakan dan dilakukan dengan cara-cara yang bisa meningkatkan pemanfaatan suatu program diklat bisa memberi informasi untuk meningkatkan kinerja. UFE dapat digunakan untuk berbagai jenis evaluasi formatif, sumatif, proses, dan dampak dan dapat juga menggunakan desain penelitian yang berbeda dan jenis datanya. UFE dapat digunakan dalam berbagai cara tergantung pada konteks dan kebutuhan situasi. Model ini terdiri atas 17 langkah. Yaitu sebagai berikut. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 13 Gunungsempu,Tamantirto, Kasihan, Bantul 1 Menilai dan membuat program, serta kesiapan lembaga untuk menerapkan UFE. 2 Menilai dan meningkatkan kesiapan kompetensi evaluator dalam melakukan UFE. 3 Mengidentifikasi, mengatur, dan melibatkan pengguna utama: faktor pribadi. 4 Analisis situasi yang dilakukan bersama-sama dengan pengguna. 5 Mengidentifikasi dan memprioritaskan penggunaan dengan menentukan tujuan prioritas. 6 Mempertimbangkan dan membuat proses jika diperlukan. 7 Fokus pertanyaan evaluasi yang prioritas. 8 Periksa area penyelidikan evaluasi: pelaksanaan, hasil, dan pertanyaan atribusi. 9 Tentukan model intervensi atau teori perubahan apa yang dievaluasi. 10 Negosiasikan metode yang tepat untuk menghasilkan temuan kredibel yang mendukung penggunaan oleh pengguna. 11 Pastikan pengguna memahami kontroversi dan implikasi dari metode yang digunakan. 12 Simulasikan penggunaan temuan: evaluasi setara untuk gladi resik. 13 Mengumpulkan data dengan perhatian terus menerus . 14 Mengatur dan menyajikan data untuk interpretasi dan digunakan oleh pengguna: analisis, interpretasi, penilaian, dan rekomendasi 15 Siapkan laporan evaluasi untuk memfasilitasi penggunaan dan menyebarluaskan temuan yang signifikan untuk memperluas manfaat. 16 Menindaklanjuti bersama-sama pengguna untuk memfasilitasi dan meningkatkan penggunaan. 17 Meta-evaluasi penggunaan: akuntabel, belajar, dan meningkatkan.

D. Evaluasi Pasca Diklat