Eucheuma cottonii dengan kandungan polisakarida yang cukup besar merupakan salah satu sumber serat pangan yang potensial. Saat ini konsumsi serat
pangan di Indonesia masih didominasi bahan asal tanaman darat. Rumput laut mengandung hidrokoloid dan senyawa
farmaseutikal. Hasil penelitian Matanjun et al. 2009 menunjukkan bahwa kandungan serat larut air dari
Eucheuma cottonii jauh lebih tinggi 18.3 dibandingkan dengan serat tidak larut air 6,8.
Pemanfatan rumput laut dalam pembuatan makanan maupun minuman selain sebagai sumber serat juga sebagai bahan pengental. Eucheuma cottonii lebih
dikenal sebagai penghasil karagenan. Karagenan merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari jenis karagenofit misal Eucheuma cottonii
Anggadiredja et al. 2011. Bawa et al. 2007 telah mengisolasi karagenan dari Eucheuma cottonii dengan perlakuan berbagai pH. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat diketahui bahwa karagenan yang diektrak dengan pH 8,5 dapat menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan pH 7,5 dan pH 8
namun terjadi penurunan rendemen dengan peningkatan pH lebih dari 8,5. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan gel dari rumput laut akan lebih baik apabila
pHnya netral dan menuju basa. Karagenan yang terdapat di dalam rumput laut akan dapat berinteraksi dengan
makro molekul yang bermuatan, misal protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel dan
pengendapan. Hasil interaksi karagenan dengan protein sangat bergantung pada pH larutan serta pH isoelektrik dari protein Winarno 2008.
2.3 Spirulina platensis
Spirulina merupakan salah satu alga hijau biru yang banyak dikultivasi. Spirulina dapat dimakan, secara alamiah dapat dikultivasi di air tawar sampai
alkali payau di danau-danau atau kolam. Susanna et al. 2007 menyatakan bahwa Spirulina dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bahan pakan, makanan
dan pengobatan. Chlorella dan Spirulina merupakan makanan yang mengandung semua nutrien makanan dalam konsentrasi yang tinggi, dan telah diterima sebagai
makanan yang mempunyai banyak fungsi.
Hasil uji proksimat yang dilakukan oleh Tokusoglu Onal. 2003 menunjukkan bahwa Spirulina
memiliki kadar air sebesar 3,76, kadar abu sebesar 8,44, protein kasar 62, lemak kasar 7,42 , karbohidrat 15,35 dan
energi 1573,27 dianalisis per 100 g berat kering. Zat berpotensi lainnya ialah γ
-linolenat acid GLA yang kadarnya 4,59 dan diketahui bermanfaat bagi penderita hiperkolesterolemia dan juga menyediakan alpha-linolenic acid ALA
0,67, linolenic acid LA, stearidonic acid SDA, eicosapentaeonic EPA 2,48, docosahexaenoic acid DHA 3,04, and arachidonic acid AA sebesar
0,37. Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah vitamin B1, B2, B3, B6, B9, B12, Vitamin C, Vitamin D dan Vitamin E. Mineral yang ditemukan pada
Spirulina diantaranya adalah Na, K, Ca, Mg, Fe, Cd, Cr dan Cu. Shuda
Kavimani 2011 menyatakan bahwa disamping γ-linolenic acid, juga masih banyak phytocemical lain yang baik untuk kesehatan. Spirulina juga mengandung
phycosianin 7 dari basis keringnya, polisakarida dan juga antioksidan. Sumber antioksidan yang terkandung dalam Spirulina diantaranya adalah
fikosianin, β-croten, tocoferol, γ-linoleic acid dan komponen fenol. Selenium yang terkandung dalam fikosianin memiliki aktivitas yang kuat dalam
menghambat radikal superoksidase dan hydrogen peroksida. Fikosianin merupakan salah satu dari tiga pigmen klorofil dan karotenoid yang mampu
menangkap radiasi yang tersedia dari matahari secara efisien dan bermanfaat dalam proses fotosintesis. Fikosianin berwarna hijau cerah dan larut dalam air
Merdekawati Susanto 2009. Fikosianin dapat berfungsi sebagai peningkat daya tahan tubuh serta timbulnya kanker. Pigmen ini dapat dimanfaatkan sebagai
pewarna alami untuk makanan dan minuman, kosmetika dan obat-obatan khususnya sebagai pengganti pewarna sintetik dan mampu mengurangi obesitas
Arlyza 2005. Kandungan lain yang dimiliki Spirulina adalah asam nukleat dan purin.
Komponen ini di dalam tubuh akan dirubah menjadi asam urat yang dalam jumlah banyak akan mengganggu kerja ginjal. Hal inilah yang menjadi pembatas
konsumsi Spirulina. Jittanoonta et al. 1999 menyatakan bahwa maxsimum tolerable daily intake MTD dari Spirulina adalah 4,33 g kg berat badan yang
dihitung berdasarkan acceptable daily intake asam nukleat yaitu 2,6 gorang.
Konsumsi suplemen Spirulina sebanyak 10 tablethari masih diperbolehkan karena di dalam 10 tablet tersebut hanya mengandung 1,2 g asam nukleat.
Riyono 2008 menyatakan bahwa Spirulina memiliki banyak manfaat dan juga keistimewaan. Keistimewaan yang dimiliki Spirulina diantaranya adalah
sebagai sumber protein nabati 100 bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Spirulina
merupakan makanan paling alkali dibandingkan sayuran dan buah lain sehingga dapat
mencegah dan mengatasi gangguan pencernaan terutama masalah lambung. Menurut
Majahan 2010 protein
Spirulina 90 dapat dicerna karena
mengandung enzim yang membantu dalam proses pencernaan. Spirulina merupakan sumber protein yang potensial. Protein merupakan
sumber gizi utama dan memberikan sifat fungsioanal yang penting dalam membentuk karakteristik produk pangan misal pengental, pengemulsi, pembentuk
gel, pembentuk buih dan lain-lain. Aplikasi sifat fungsional protein dalam produk pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti air, ion, pH, suhu, lemak, gula
dan perlakuan pengolahan pendinginan, pemanasan, pengadukan dan modifikasi kimia. Jenis-jenis protein seperti albumin, globulin, prolamin, dan glutein dapat
larut dalam air. Proses pemanasan akan mengakibatkan denaturasi protein. Pemanasan pada suhu 55-75
o
C umumnya menyebabkan denaturasi protein Kusnandar 2011.
2.4 Bahan Tambahan Makanan