konsentrasi terpilih berdasarkan uji Bayes. Diagram alir pembuatan jelly drink Spirulina disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Proses pembuatan jelly drink Spirulina Modifikasi Trilaksani 2012.
3.4 Prosedur Analisis
Produk terpilih kemudian dianalisis tingkat kesukaan melalui uji hedonik dan analisis kimia. Analisis kimia yang dilakukan yaitu analisis proksimat, analisis
serat dan aktivitas antioksidan.
3.4.1 Uji sensori
Uji sensori dilakukan untuk menilai mutu produk yang telah mengalami proses pengolahan. Uji sensori dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih.
Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan Statistical Package for Social Gula pasir
Jelly drink Spirulina Penambahan air dan pemasakan 30 menit
Penambahan essence, spirulina komersial dan spirulina hasil kultivasi dengan konsentrasi
terpilih hasil penelitian sebelumnya Penyaringan dan penurunan suhu hingga 70
o
C Rumput laut basah
Penghancuran Pencucian dan pengecilan ukuran
Penambahan rumput laut
Pengemasan dan penyimpanan dalam kulkas
Science SPSS. Pengujian hedonik ini dilakukan untuk mencari rasa, aroma, warna, penampakan dan daya sedot terbaik.
3.5.2 Analisis kimia 1 Analisis kadar air BSN 2006
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105
o
C selama 30 menit. Sampel yang akan diuji kemudian ditimbang sebanyak 1-2 g. Cawan berisi
sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105
o
C selama 6 jam. Cawan tersebut dijaga kelembabannya dalam desikator dan kemudian
ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus:
= 100
2 Analisis kadar abu BSN 2006
Cawan dan sampel dari pengujian kadar air kemudian dimasukkan ke dalam tungku pengabuan dengan suhu 600
o
C kurang lebih 6 jam. Setelah itu cawan dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan dan kemudian cawan
ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
= 100
3 Analisis protein BSN 2006
Tahap- tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
1 Tahap destruksi Sampel ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung
kjelhdal. Selanjutnya ditambahkan selenium dan 3 ml H
2
SO
4
ke dalam tabung. Tabung yang berisi larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat
pemanas dengan suhu 410
o
C hingga larutan berwarna bening. 2 Tahap destilasi
Isi tabung dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan akuades 50 mL. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan
ditambahkan larutan NaOH 40 sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H
3
BO
3
dan 3
tetes indikator methyl red dan brom creosol green yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh 200 ml destilat yang
bercampur dengan H
3
BO
3
. 3 Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N hingga warna larutan di dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Kadar protein ditentukan
dengan rumus:
= 0.1
14.007 100
= 6.25
4 Analisis kadar lemak AOAC 1995
Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, selanjutnya dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet dan dialiri dengan air pendingin
melalui kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama 8 jam
sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian
dikeringkan dalam oven suhu 105
o
C selama 2 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Berat residu
dalam labu lemak dinyatakan sebagai berat lemak. Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
= 100
5 Kadar serat pangan Sulaeman et al. 1993
Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penentuan kadar serat pangan tidak larut IDF dan serat pangan larut SDF.
• Persiapan sampel
a Sampel basah dihomogenisasi dan digiling menggunakan gilingan dan disaring menggunakan saringan 0,3 mm. Sampel homogen diekstrak lemaknya dengan
petrolium eter pada suhu kamar selama 15 menit, jika kadar lemak sampel melebihi 6-8. Penghilangan lemak bertujuan untuk memaksimumkan
degradasi pati.
b Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer natrium fosfat pH 6 dan dibuat menjadi suspense.
Penambahan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl. c Sebanyak 100 µL termamyl dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Labu
ditutup dan diinkubasi pada suhu 100
o
C selama 15 menit, sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan adalah untuk memecah
pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu. d Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 mL air destilat dan
pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH hingga 1,5
dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum. e Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu
40
o
C dan selama 60 menit. f Sebanyak 20 ml air destilat ditambahkan dan pH diatur menjadi 6,8 dengan
NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin.
g Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ke dalam larutan. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 40
o
C selama 60 menit sambil diagitasi. h Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5
i Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya porositas 2 yang mengandung 0,5 g celite kering serta tepat diketahui.
Kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml air destilat dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat
digunakan untuk menentukan serat pangan larut. •
Penentuan serat pangan tidak larut IDF a Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 dan 2 x 10 ml aseton kemudian
dikeringkan pada suhu 105
o
C, sampai berat tetap sekitar 12 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator D1.
b Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 550
o
C selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin II.
• Penentuan serat pangan larut SDF
a Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 mL
b Sebanyak 400 mL etanol 95 hangat 60
o
C ditambahkan dan diendapkan selama 1 jam.
c Larutan disaring dengan crubible kering porositas 2 yang mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci dengan 2 x 10 mL etanol 78, 2 x 10 mL etanol
95 dan aseton 2 x 10 mL. d Endapan dikeringkan pada suhu 105
o
C selama satu malam sampai berat konstan dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang D2.
c Residu diabukan pada tanur suhu 500
o
C selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin I2.
• Penentuan serat pangan total TDF
Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat pangan tidak larut IDF dan serat pangan larut SDF. Blanko yang digunakan diperoleh dengan
metode yang sama, tanpa penambahan sampel. Nilai blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari kemasan baru.
• Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF
Nilai IDF = x 100
Nilai IDF = x 100
Nilai TDF = Nilai IDF + Nilai SDF Keterangan :
W= Berat sampel g D= Berat setelah analisis dan dikeringkan g
B= Berat blanko bebas serat g I= Berat setelah diabukan g
6 Uji aktivitas antioksidan Molyneux 2004
Biomassa kering Spirulina platensis dan jelly drink Spirulina dilarutkan dalam metanol p.a. dengan konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm. Larutan
DPPH yang akan digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1
mM dilakukan dalam kondisi suhu ruang dan terlindung dari cahaya matahari. Larutan bahan baku dan produk yang telah dibuat, masing-masing diambil
4,5 ml dan direaksikan dengan 500 µL larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda dan telah diberi label. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada
suhu 37
o
C selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi dari larutan
blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 ml pelarut metanol dengan 500 µl larutan DPPH 1
mM dalam tabung reaksi. Aktivitas antioksidan dari masing-masing contoh dinyatakan dengan persen inhibisi, yang dihitung dengan formulasi sebagai
berikut: inhibisi = Absorban blanko – Absorban contoh x 100
Absorban blanko Nilai konsentrasi contoh bahan baku dan produk dan persen inhibisinya
diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx,
digunakan untuk mencari nilai IC
50
inhibitor concentration 50 dari masing- masing contoh dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan
diperoleh sebagai IC
50
. Nilai IC
50
menyatakan besarnya konsentrasi larutan contoh ekstrak yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50.
3.5 Pemilihan