PENGENYAL DALAM PRODUKSI BAKSO

16 Berhubungan dengan kapasitasnya sebagai emulsi, kemampuan bakso untuk membentuk struktur yang kompak pada dasarnya disebabkan oleh kemampuan daging untuk saling mengikat. Proses pengikatan ini merupakan suatu reaksi yang dimediasikan oleh panas, karena daging dalam keadaan segar tidak menunjukkan kecenderungan untuk saling mengikat. Mekanisme pengikatan menurut Schmidt et al. 1982, hampir sama dengan stabilisasi emulsi yang ditimbulkan oleh panas. Pada proses pengikatan ini, cairan lengket akan terjadi antara gumpalan atau cacahan daging dan bertindak sebagai bahan pengikat. Cairan tersebut sebagian besar terdiri dari protein larut garam. Daya ikat yang timbul merupakan suatu hal yang melibatkan pengaturan kembali struktur protein terlarut dan memungkinkan protein ini menjadi bahan pengikat. Selain itu, juga terjadi pembentukan struktur protein bebas dari protein terlarut Hsu dan Yu, 1999. Desmond 2006 menyatakan bahwa proses pengikatan bergantung pada jumlah protein miofibril yang dapat terekstrak dari partikel daging yang diakibatkan oleh perlakuan kimia dan fisika. Menurut Rauwdkuen 2004, protein miofibril yang terekstrak ini terdiri dari miosin dan aktomiosin suatu kompleks aktin dan miosin.

E. PENGENYAL DALAM PRODUKSI BAKSO

Kunci utama dalam pembuatan bakso yang baik adalah daging yang segar dan pengenyal. Hal yang menentukan dalam pembentukan tekstur dan kekompakan bakso adalah ekstrak protein miofibrilar. Menurut Hsu dan Sun 2006, ekstrak protein miofibrilar memiliki sifat-sifat fungsional yang rendah terutama berkaitan dengan tekstur produk daging jika dipanaskan tanpa adanya garam dan atau fosfat, maka penambahan pengenyal adalah hal yang mutlak dalam pembuatan bakso. Fosfat telah dilaporkan efektif sebagai water binding agent yang meningkatkan stabilitas emulsi dan tekstur pada produk daging olahan Eilert et al., 1996. Fosfat dalam adonan akan meningkatkan solubilitas aktomiosin, yang akan menstabilkan WHC, tekstur, dan mengurangi 17 cooking loss dengan atau tanpa hidrokoloid De Freitas et al., 1997. Trius et al . 1994 melaporkan bahwa penambahan 0.5 STPP pada sosis babi meningkatkan kekerasan, bahkan tanpa adanya penambahan karagenan, sementara Barbut et al. 1988 mengatakan bahwa terjadi peningkatan firmness pada frankfurters kalkun yang mengandung 0.4 STPP baik pada kandungan garam 1.5 maupun 2. Ditemukan minimal empat karakteristik fungsional pada fosfat yang dapat diterapkan pada produk daging, antara lain: memecah ikatan aktomiosin, meningkatkan kekuatan ionik, merubah pH daging, dan berikatan dengan kation bivalen Han et al. 2004. Pirofosfat dan tripolifosfat dapat menjadi jembatan pada myofibril dari ujung ikatan A dalam sarkomer. Perubahan struktural atau biokimia ini menyebabkan pengembangan substansial pada serat otot, sehingga meningkatkan daya ikat air Xiong, 2005. Fosfat merupakan bentuk garam dari asam fosfat phosphoric acid. Ada dua jenis fosfat yang dikenal yaitu orto simple fosfat yang mengandung anion fosfat tunggal dan poli condensed fosfat yang mengandung dua atau lebih anion fosfat. Bentuk klasik dari fosfat adalah garam dari H 3 PO 4 yang diperoleh dari kondensasi dari dua molekul orthophosphoric acid dengan eliminasi molekul air. Jenis–jenis fosfat yang biasa sering digunakan dalam produksi produk daging olahan adalah 1 disodium acid polyphosphate 2 tetrasodium pyrophosphate 3 pentasodium trypolyphosphate 4 sodium pentapolyphosphate Teladan, 2005. Dalam praktiknya, polifosfat yang dipasarkan dalam pengolahan daging adalah campuran dari senyawa senyawa diatas dengan berbagai ukuran. Menurut Trout dan Schmidt 1986, efektifitas fosfat menurun secara linear dengan semakin panjangnya rantai molekul, atau dengan kata lain berubahnya tipe atau jenis fosfat yang digunakan. Diantara beberapa jenis fosfat yang paling efektif adalah berturut-turut tripolifosfat, tetrapolifosfat, dan hexametafosfat. Pada berbagai kandungan fosfat, yang sama adalah terdapatnya P 2 O 5 . Bahan ini berfungsi sebagai poli-elektrolit yang akan meningkatkan 18 kekuatan ionik, sehingga terjadi pengikatan air secara langsung oleh anion fosfat. Peningkatan daya ikat air ini akan meningkatkan kadar air dan kekenyalan, karena sedikitnya air yang keluar pada saat pemasakan sehingga produk akhir yang dihasilkan akan lebih kenyal dan kompak. Polifosfat juga memperlambat ketengikan oksidatif, meningkatkan warna produk, dan memberikan perlindungan terhadap pertumbuhan mikroba. Polifosfat memiliki tiga karakteristik kimia dasar, yaitu sebagai buffer , sekuestran ion metal, dan berperan sebagai polianion untuk meningkatkan kekuatan ionik dan pH adonan. Peningkatan interaksi antara protein dan air meningkatkan kelarutan dan daya ikat air molekul protein Varnam dan Sutherland, 1995. Sodium tripolifosfat STPP adalah bentuk polifosfat yang paling sering digunakan di industri daging Lampila, 1992. STPP memiliki karakter poli-ionik yang lebih kuat dibandingkan dengan bentuk fosfat lainnya, seperti ortofosfat yang terbentuk secara alami pada daging, namun tidak memiliki efek pada pengikatan air. Peningkatan pada karakteristik poli-ionik memungkinkan fosfat untuk menempel pada sisi positif suatu molekul protein, menghasilkan daya ikat air dan kelarutan protein yang lebih tinggi. Selain itu, STPP berinteraksi dengan protein untuk menghasilkan suatu lapisan pada permukaan daging. Lapisan tersebut cenderung mengurangi pengeluaran air dari produk daging dengan cara mempengaruhi proses difusi permukaan. Dalam industri, sodium tripolifosfat adalah pengenyal yang paling sering digunakan. Mekanisme kerja fosfat dalam meningkatkan mutu produk daging belum begitu jelas. Pada mulanya mekanisme kerja fosfat dikaitkan dengan kemampuannya dalam meningkatkan pH daging, menghidrolisa kompleks aktomiosin, serta mengikat logam. Garam fosfat mampu mengikat ion Ca 2+ yang merupakan jembatan filamen-filamen dalam jaringan daging yang menghubungkan aktin dan miosin. Menghilangnya jembatan aktin-miosin memudahkan serat daging untuk mengembang dan mengikat air. 19 Sayangnya, penggunaan polifosfat memiliki pembatas self limiting yang disebabkan karena polifosfat memiliki rasa yang agak pahit pada konsentrasi tertentu, sehingga penggunaannya pada industri umumnya sekitar 0.3-0.5. Menurut Pandisurya 1983, penambahan STPP sebanyak 0.75 dari berat daging dengan penambahan garam sebanyak 2 pada adonan bakso, memberikan nilai penerimaan produk yang terbaik. SNI 1995 membatasi penggunaan sodium tripolifosfat dengan kadar maksimal 3 gkg untuk produk bakso. Konsumsi fosfat yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa kerusakan paru-paru Hua dan Sung, 2009.

F. TEKSTUR DAN KEKENYALAN BAKSO