5 Namun, kadar kandungan amilosa dan amilopektin pati sagu berbeda-
beda pada jenis dan sumber tanaman sagu yang digunakan. Umumnya, pati sagu yang berasal dari daerah Sukabumi dan Maluku memiliki kandungan
amilosa yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati sagu asal Papua Herawati, 2009.
Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1990, pati sagu sebagian besar terdiri dari karbohidrat dan sedikit protein. Kandungan
kalori pati sagu relatif besar yaitu 353kkal. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai kalori beras yaitu 364kkal. Komposisi kimia pati sagu dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 . Komposisi kimia pati sagu per 100g bahan
Komponen Jumlah Kalori kkal
353 Protein g
0.7 Lemak g
0.2 Karbohidrat g
84.7 Air g
14.0 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1990
C. KARAKTERISTIK PATI SAGU TERMODIFIKASI DENGAN HMT
Pati digunakan secara luas dalam industri pangan. Penggunaan pati alami menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan
retrogradasi, sineresis, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah terhadap pH dan perubahan suhu. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan
modifikasi pati secara fisik, kimia, dan enzimatik atau kombinasi dari cara- cara tersebut Fortuna et al., 2001. Namun, perlakuan fisik untuk
modifikasi pati cenderung lebih aman dan alami dibandingkan perlakuan kimia Collado et al., 2001.
Chen 2003 menggolongkan pati dalam beberapa tipe berdasarkan sifat amilografi. Pati tipe A memiliki pembengkakan yang besar dengan
viskositas puncak yang tinggi diikuti oleh pengenceran yang cepat selama pemanasan, viskositas breakdown yang tinggi, serta viskositas pasta dingin
yang rendah. Pati tipe B memiliki pembengkakan yang sedang dengan
6 viskositas pasta yang lebih rendah dan lebih tidak encer. Pati tipe C
memiliki pembengkakan terbatas dan cenderung tidak memiliki puncak viskositas, tetapi viskositasnya yang tinggi tetap dipertahankan atau
meningkat selama pemanasan. Heat moisture-treatment
HMT merupakan proses pemberian kondisi panas terhadap pati pada suhu tinggi di atas suhu gelatinisasi dalam
kondisi semi kering. HMT mengekspos pati pada kelembaban yang terbatas
35 Collado et al. 2001. Menurut Herawati 2009, pati sagu yang mengalami pencucian lalu dipanaskan pada suhu 110
C selama 4 jam akan menghasilkan pati sagu tipe C. Pati sagu tipe C adalah pati yang tidak
memiliki titik puncak viskotas sehingga cenderung stabil selama pemanasan.
Perubahan yang terjadi selama proses modifikasi dikarenakan energi yang diterima oleh pati selama pemanasan berlangsung dapat melemahkan
ikatan hidrogen inter dan intra molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati. Kondisi ini menyebabkan air dapat mengimbibisi granula pati.
Jumlah air yang terbatas menyebabkan pergerakan maupun pembentukan interaksi antara air dan molekul amilosa atau amilopektin juga terbatas,
sehingga tidak menyebabkan adanya peningkatan kelarutan pati dalam air selama pemanasan berlangsung. Keberadaan air yang terbatas selama
pemanasan yang dilakukan pada modifikasi HMT belum mampu membuat pati mengalami gelatinisasi.
Studi Pukkahuta dan Varavinit 2007 menunjukkan bahwa imbibisi air selama modifikasi HMT berlangsung menyebabkan adanya pengaturan
kembali molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati. Adanya pengaturan ini menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik maupun sifat
kimia pati. Perubahan sifat fisik yang terjadi meliputi perubahan profil gelatinisasi Purwani et al., 2006, perubahan kelarutan Collado dan Corke,
1999, perubahan karakteristik termal melalui pengujian dengan DSC Differential Scanning Colorymetry Pukkahuta et al., 2008, dan
perubahan swelling volume Collado et al., 2001. Pada pati yang
7 termodifikasi juga terjadi perubahan kimia, yaitu terjadinya peningkatan
fraksi pati yang mempunyai berat molekul pendek Vermeylen et al., 2006. Berdasarkan studi Herawati 2009, pati sagu tipe C memiliki gel
strength yang lebih tinggi dibanding pati sagu alaminya. Gel strength pati
sagu alami adalah 8.8±0.6gf, sedangkan pati sagu termodifikasi HMT tipe C memiliki gel strength sebesar 50.8±3.7gf Herawati, 2009. Hal ini
diharapkan dapat meningkatkan kualitas tekstur bakso.
D. BAKSO