Batasan Istilah KEKERASAN POLITIK MASA ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA “MENGAPA KAU CULIK ANAK KAMI?”KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK.

disebutkan sebelumnya bahwa sastra menyajikan kehidupan sosial, hal ini karena sastra mempunyai fungsi sosial sebagai suatu reaksi, tanggapan, kritik, atau gambaran mengenai situasi tertentu. Melihat fungsi sastra yang demikian itu, Hegel dan Taine memandang sastrawan, melalui karya sastranya, berupaya menyampaikan kebenaran yang sekaligus juga kebenaran sejarah dan sosial. Karya sastra menurut Taine, bukan hanya sekedar karya yang bersifat imajinatif dan pribadi, melainkan dapat pula merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya itu dilahirkan Fananie, 2002: 117. Karena itu menurut strukturalisme genetik, sastra juga merupakan pandangan dunia pengarang. Sebagai pendekatan, strukturalisme genetik dapat digunakan pada berbagai genre sastra. Salah satunya yang menjadi sumber kajian dalam penelitian ini, yakni drama. Dalam kesusastraan, baik novel, puisi, cerpen, atau yang lainnya memiliki kesamaan unsur, yaitu unsur bercerita. Keseluruhannya mampu menyajikan kehidupan sebagai hasil respon sastrawan terhadap zaman. Namun demikian drama merupakan genre sastra yang paling mendekati realita. Kata drama sendiri berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya Harymawan, 1993: 1. Dengan demikian secara singkat drama adalah suatu perbuatan atau tindakan. Lebih jauh lagi drama adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang menggambarkan kehidupan dan watak manusia dalam bertingkah laku yang dipentaskan dalam beberapa babak. Sebagai karya sastra, drama tidak hanya menyajikan kehidupan sebagai hasil dari respon sastrawan terhadap lingkungan dan zamannya, tetapi juga mampu manyajikan hasil respon tersebut dalam gerakan atau tindakan. Seperti yang dikemukakan oleh Moulton melalui Harymawan, 1993:1, jika buku roman menggerakkan fantasi kita, maka dalam drama kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung di muka kita sendiri. Drama adalah “hidup yang dilukiskan dengan gerak” life presented in action Moulton melalui Harymawan, 1993: 1. Pada dasarnya, bahan materi, inspirasi dalam penciptaan drama adalah konflik kemanusiaan yang selalu menguasai perhatian dan minat umum. Hal ini terkait dengan keterlibatan pengarang pada kehidupan sosial dan perhatiannya terhadap ketimpangan sosial. Perhatian terhadap konflik inilah yang menjadi dasar dari drama. Memandang penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa drama sebagai sastra juga menyampaikan kebenaran. Drama selain berupa teks tertulis, juga dipentaskan. Pertunjukan drama disebut juga sandiwara. Kata sandiwara dibuat oleh P.K.G. Mangkunegara VII sebagai kata pengganti Toneel bahasa Belanda. Kata sandiwara dibentuk dari kata sandi dan wara . Sandi Jawa berarti rahasia, dan wara warah; Jawa adalah pengajaran Harymawan, 1993: 2. Dengan demikian sandiwara adalah pengajaran dengan perlambang. Pengajaran di sini dapat diartikan penyampaian kebenaran. Melalui drama, kebenaran-kebenaran, baik sejarah maupun sosial yang berusaha disampaikan pengarang melalui karyanya, dipresentasikan dalam gerak dan dialog menyerupai kehidupan sesungguhnya.

2. Strukturalisme Genetik

Strukturalisme genetik merupakan pendekatan yang berasal dari cabang ilmu sosiologi sastra. Secara singkat sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat Damono, 1979: 7. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Seperti halnya sosiologi, sastra juga membicarakan manusia dan masyarakat. Sastra dalam zaman industri ini, dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial: hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya, politik, negara, dan sebagainya. Dalam pengertian dokumenter murni, jelas tampak bahwa sastra berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi, dan politik —yang juga menjadi urusan sosiologi. Dengan demikian, meskipun sosiologi dan sastra bukan merupakan dua bidang yang sama, namun keduanya dapat saling melengkapi. Dalam kaitan ini, sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan suatu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah yang dikembangkan dalam karya sastra. Penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah sebuah pantulan zaman, dilihat dari kacamata pengarang sebagai anggota masyarakat. Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang digunakan adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar sastra. Beberapa ahli telah mencoba untuk membuat klasifikasi masalah sosiologi sastra. Wellek dan Warren melalui