Konsep Pandangan Dunia dalam Perspektif Strukturalisme Genetik

individu tersebut merupakan anggota dari kelompok sosial. Namun tidak semua individu memiliki kesadaran kolektif, hanya individu tertentu seperti seniman, filsuf, dan pengaranglah yang memilikinya. Pengarang menciptakan tokoh-tokoh dan objek-objek tertentu sebagai sarana menyuarakan pandangan dunianya. Pandangan dunia merupakan iklim general dari pikiran dan perasaan suatu kelompok sosial tertentu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pandangan dunia memiliki keterkaitan dengan subjek kolektif yang membangunnya dan lingkungan sosial, politik, ekonomi dan intelektual, tempat subjek itu hidup. Di dalam kehidupan masyarakat banyak dijumpai kelompok-kelompok sosial seperti keluarga, kelompok kerja dan sebagainya. Meskipun demikian, tidak semua kelompok itu dapat dianggap sebagai subjek kolektif dari pandangan dunia. Menurut Goldmann melalui Faruk, 2012: 85, kelompok sosial yang patut dianggap sebagai subjek kolektif dari pandangan dunia hanyalah kelompok sosial yang gagasan-gagasan dan aktivitas-aktivitasnya cenderung ke arah suatu penciptaan pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan sosial manusia. Seperti yang dibuktikan oleh sejarah, kelompok serupa itu adalah kelas sosial. Pandangan dunia bukan hanya merupakan ekspresi kelompok sosial, tetapi juga kelas sosial. Karena seorang pengarang juga merupakan anggota kelas sosial, sebab lewat suatu kelaslah ia berhubungan dengan perubahan sosial dan politik yang besar. Pengarang sebagai anggota masyarakat memiliki kelompok sosial sendiri dan menjadi bagian dari kelompok sosial tersebut. Ketika pengarang menyuarakan pandangan dunianya melalui karya sastra yang diciptakan, berarti pengarang mewakili pandangan dunia kelompok sosialnya. Itulah sebabnya karya sastra dan masyarakat tempat terciptanya karya tersebut tidak dapat dipisahkan.

5. Struktur Karya Sastra dalam Strukturalisme Genetik

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa strukturalisme genetik mencoba untuk menyatukan analisis struktural dengan materialisme historis dan dialektik. Seperti strukturalisme, strukturalisme genetik memahami segala sesuatu di dalam dunia ini, termasuk karya sastra, sebagai sebuah struktur, keseluruhan yang utuh, yang terbangun dari unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain. Karena itu, usaha strukturalisme genetik untuk memahami karya sastra terarah pada usaha untuk menemukan struktur karya itu. Akan tetapi, berbeda dengan strukturalisme nongenetis, teori ini tidak menganggap karya sastra hanya sebagai sebuah struktur, tetapi juga sebagai sebuah struktur yang signifikan. Artinya, struktur itu merupakan produk dari strukturasi yang berlangsung secara terus- menerus dari subjek tertentu terhadap dunia dalam rangka pembangunan keseimbangan hubungan antara subjek itu dengan lingkungan sosial dan alamiahnya Goldmann, melalui Faruk, 2002: 22-23. Dengan pengertian yang demikian, usaha pemahaman terhadap karya sastra tidak hanya berhenti pada pengetahuan mengenai struktur internalnya, tetapi juga harus memerhatikan faktor-faktor eksternal yang ada di luarnya; dalam kerangka genesisnya, dipertalikan dengan manusia-manusia yang menjadi subjek tersebut dan hubungan antara manusia-manusia itu dengan lingkungan sosialnya. Subjek karya sastra itu sendiri bukanlah individu, melainkan kolektivitas tertentu. Sebagai sebuah struktur yang bermakna, karya sastra berkaitan dengan usaha manusia dalam memecahkan persoalan-persoalannya dalam kehidupan sosial yang nyata. Hal ini sejalan dengan konsep novel karya sastra yang disampaikan oleh Goldmann Faruk, 1988: 76, ia mendefinisikannya sebagai cerita tentang pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik dalam dunia yang juga terdegradasi, pencarian itu dilakukan oleh seorang hero problematik. Yang dimaksud dengan nilai-nilai yang otentik adalah nilai-nilai yang secara tersirat terdapat dalam novel, nilai-nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode dunia sebagai suatu totalitas. Nilai-nilai yang otentik itu hanya dapat dilihat dari kecenderungan terdegradasinya dunia dan problematikanya sang hero . Karena itu, nilai-nilai itu hanya ada dalam kesadaran pengarang, dengan bentuk yang konseptual dan abstrak. Dalam usahanya mencari nilai yang otentik, tokoh hero melalui dunia yang terdegradasi. Goldmann melalui Faruk, 1988: 77 mengatakan bahwa novel merupakan suatu genre sastra yang bercirikan keterpecahan yang tidak terdamaikan sehingga menimbulkan pertentangan dalam hubungan antara sang hero dengan dunia, hal ini berlaku pula pada genre sastra lainnya seperti drama. Menurutnya, keterpecahan itulah yang menyebabkan dunia dan hero menjadi sama-sama tergradasi dalam hubungannya dengan nilai-nilai otentik di atas. Keterpecahan itulah yang membuat sang hero menjadi problematik. Memandang keterpecahan yang dimaksudkan Goldmann tersebut, hal ini sejalan pula dengan konsep struktur sosial dalam strukturalisme genetik yang didasarkan pada teori sosial marxis. Atas dasar teori sosial ini jelas bahwa dunia sosial dipahami sebagai struktur yang