Kerjasama Bappeda Kota Bandung LQC Unpad 6
P0115
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi atribut pelayanan dan
benefit
yang diberikannya terhadap pelanggan, yaitu : wawancara satu-persatu,
focus group discussion
, observasi dan
Critical Incident Technique [CIT]
. LQC memandang CIT sebagai teknik yang memadai.
2. TEKNIK INSIDEN KRITIS
CRITICAL INCIDENT TECHNIQUE
Teknik Insiden Kritis Flanagan : 1954 dalam Hayes : 1998 merupakan suatu pendekatan dalam mengidentifikasi kebutuhan pelanggan. Metode ini tidak hanya
digunakan untuk pengembangan kuesioner kepuasan pelanggan tapi juga berguna dalam mendefinisikan dan memahami kebutuhan pelanggan dalam analisis proses bisnis.
Pendekatan insiden kritis difokuskan pada menghimpun informasi dari pelanggan mengenai produk dan jasa yang mereka terima. Kekuatan pendekatan insiden kritis
terletak pada penggunaan dan pemanfaatan pelanggan dalam mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan. Menurut Bob Hayes 1998 :
A critical incident is a specific example of the service or product that describe either positif or negative performance
. Contoh performansi positif adalah karakteristik barang atau jasa yang disukai
pelanggan saat mareka menikmati barang atau jasa tersebut. Sedangkan contoh performansi negatif adalah karakteristik barang atau jasa yang membuat pelanggan
mempertanyakan kualitas suatu perusahaan. Insiden kritis harus dinyatakan serinci mungkin, menjelaskan segala sesuatu mengenai
pengalaman pelanggan dalam membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa. Karakteristik insiden kritis yang baik untuk menjelaskan keinginan pelanggan pelanggan
yaitu : 1.
Menjelaskan karakteristik barang atau jasa secara spesifik 2.
Menguraikan prilaku penyedia jasa atau menjelaskan kualitas barang dan jasa dengan sifat yang jelas
Insiden kritis dikatakan spesifik jika dapat menjelaskan prilaku atau karakteristik tunggal suatu barang atau jasa. Insiden kritis sebaikanya dihimpun dalam bentuk tulisan
sehingga setiap orang mempunyai interpretasi yang sama.
Kerjasama Bappeda Kota Bandung LQC Unpad 7
P0115
Teknik insiden kritis terdiri dari beberapa tahap yang terstruktur yang menghasilkan model pandangan pelanggan terhadap kebutuhan dan keinginannya terhadap suatu barang
atau jasa. Tahap-tahap dalam teknik insiden kritis disampaikan pada Diagram 2 Gustafsson, 2000 yaitu :
Prosedur teknik insiden kritis dapat dijelaskan dalam gambar berikut :
Diagram 2 Proses Teknik Insiden Kritis
2.1 Mengumpulkan dan menilai setiap riset yang berhubungan dengan sudut
pandang pelanggan yang pernah dilakukan oleh perusahaan. Hal ini bertujuan untuk menghindari bias yang disebabkan oleh pandangan perusahaan terhadap
pelanggannya yang diperoleh dari penelitian sebelumnya.
Start Menilai pengetahuan
pemerintah mengenai penduduk
Studi awal terhadap
penduduk Membentuk
protokol wawancara
Memilih dan briefing
pewawancara Mengatur dan
melakukan wawancara
Kualitas kategorisasi
Pengelompokan berdasarkan
benefit cluster Pengelompokan
berdasarkan kategori atribut
Mengumpulkan data Mengelompokan
insiden kritis berdasarkan level
Rendah
Holdout sample Mencatat atribut
kepuasan yang diperoleh
Mencatat Benefit cluster
yang diperoleh Menyatukan
pendapat juri Kebutuhan penduduk
telah menyeluruh Tinggi
Tidak
Lens of customer End
Ya
Kerjasama Bappeda Kota Bandung LQC Unpad 8
P0115
2.2
Melakukan kunjungan awal pada penduduk. Tujuannya adalah :
Sebagai observasi awal terhadap ‘penduduk’ dalam membeli dan mengkomsumsi barang atau jasa.
Memperoleh pemahaman mengenai reaksi penduduk terhadap adanya riset sebagai langkah awal sebelum melakukan wawancara pada tahap berikutnya.
2.3 Penyusunan Protokol Wawancara
Protokol wawancara yaitu langkah kerja yang diinstruksikan kepada pewawancara, meliputi pembukaan dan penutupan wawancara serta cara
memimpin suatu wawancara. Pewawancara juga harus memahami informasi mengenai garis besar keadaan penduduk yang diperoleh dari pandangan
perusahaan dan kunjungan awal terhadap penduduk.Wawancara dilakukan untuk memberi kesempatan kepada responden untuk mengemukakan jawaban
secara bebas sehingga memungkinkan terungkapnya hal-hal yang sebelumnya tidak diduga sehubungan dengan pelayanan yang diterima oleh responden.
Dalam wawancara, responden diminta untuk mengungkapkan hal-hal yang membuat mereka puas, keluhan-keluhan yang dirasakan serta harapan-harapan
mereka terhadap pelayanan yang diberikan. Responden juga diminta untuk menjelaskan konsekuensi yang mereka terima terhadap setiap pelayanan yang
diberikan. Banyaknya pujian dan keluhan yang diminta dapat ditentukan berdasarkan hasil wawancara pada tahap studi awal, namun tidak dibatasi jika
responden ternyata dapat menjelaskan lebih. 2.4
Memilih dan
Briefing
Pewawancara Pewawancara yang terpilih harus memiliki pemahaman yang sama mengenai
latar belakang, proses dan tujuan wawancara yang akan dilakukan. Untuk itu, sebelum melakukan wawancara tim pewawancara melakukan
briefing
untuk menyamakan persepsi mengenai hal-hal yang berhubungan pelaksanaan
protokol wawancara. 2.5
Mengatur dan Melakukan Wawancara Pewawancara harus dapat mengajak penduduk untuk menceritakan
pengalamannya dalam menggunakan barang atau jasa serinci mungkin sehingga diperoleh insiden kritis yang spesifik. Pewawancara menanyakan hal
positif dan negatif yang mereka rasakan selama menggunakan barang atau
Kerjasama Bappeda Kota Bandung LQC Unpad 9
P0115
jasa.Setiap responden diminta untuk mengungkapkan pujian serta keluhannya terhadap pelayanan yang diberikan berserta konsekuensinya. Responden dapat
mengungkapkannya langsung
kepada pewawancara
atau dengan
menuliskannya pada lembar. 2.6
Mengumpulkan dan Mengelompokkan Insiden Kritis Berdasarkan Level Setelah penyebaran kuesioner, peneliti mengumpulkan berkas hasil pengisian
kuesioner dan mengambil secara acak sebanyak 10 sampai 20 berkas wawancara untuk digunakan sebagai evaluasi akhir proses CIT, yaitu
pemeriksaan kelengkapan atribut dan kategori
benefit
untuk membentuk model perspektif penduduk
lens of the customer
. sisanya diproses pada tahap selanjutnya yaitu penyusunan insiden kritis. Insiden kritis harus
menjelaskan suatu bentuk pelayanan secara spesifik. Dalam berkas wawancara akan menemukan insiden kritis yang berulang ulang. Seluruh insiden kritis ini
harus dikelompokkan dalam tahap selanjutnya berdasarkan persamaan karakteristik menurut pertimbangan peneliti.
2.7 Pengelompokan Berdasarkan Kategori Atribut
Dalam pengelompokkan insiden kritis peneliti membuat pertimbangan tersendiri berdasarkan konsekuensi yang dijelaskan oleh responden pada
berkas kuesuioner. Insiden kritis dikelompokkan berdasarkan kemiripan karakteristik pelayanan secara spesifik. Insiden kritis positif dan insiden kritis
yang negatif dapat disatukan dalam satu kelompok asalkan menjelaskan mengenai karakteristik pelayanan yang sama. Selanjutnya, peneliti
memberikan label setiap kelompok insiden kritis tersebut dengan suatu pernyataan yang mewakili anggota kelompok masing - masing. Suatu insiden
kritis dapat juga secara tunggal membentuk kelompok sendiri. Pernyataan yang mewakili kelompok insiden kritis merupakan atribut pelayanan yang
memuat suatu deskripsi khusus mengenai barang atau jasa atau suatu kata kerja khusus yang menguraikan suatu kejadian yang menyangkut barang atau
jasa tersebut. Kemudian peneliti menuliskan seluruh atribut yang dianggap penting oleh penduduk untuk selanjutnya dikelompokkan dalam dimensi
benefit
menurut penduduk secara umum.
Kerjasama Bappeda Kota Bandung LQC Unpad 10
P0115
2.8 Pengelompokan Berdasarkan
Benefit Cluster
Pengelompokan atribut pelayanan bertujuan untuk menjelaskan atribut pelayanan secara lebih umum. Pengelompokan juga dilakukan berdasarkan
kemiripan sifat membentuk suatu dimensi
benefit
yang spesifik. Peneliti kembali memberikan label kepada setiap kelompok
benefit
yang terbentuk. Label harus dinyatakan senetral mungkin yang mencerminkan seluruh butir
pelayanan dalam setiap kelompok. 2.9
Mengukur Kualitas Kategorisasi Pengelompokan yang dilakukan akan menghasilkan suatu hubungan hirarki
yang mewakili tiga tingkatan spesifikasi yang berada pada suatu rangkaian kesatuan dari tingkat spesifik hingga umum
a specific- general continuum
. Insiden kritis berada pada dasar hirarki, kategori pelayanan pada bagian
tengah serta dimensi
benefit
berada pada puncak hirarki. Pengelompokan ini bersifat kualitatif yang berdasarkan pada intuisi manusia. Peneliti harus
menguji keandalan
pengelompokan tersebut
agar diperoleh
hasil pengelompokan yang dapat dipertanggungjawabkan.
2.10 Evaluasi
Tim riset mengadakan evaluasi akhir tehadap hasil kategorisasi dengan melakukan pemeriksaan terhadap sampel hasil wawancara yang telah
dipisahkan sebelumnya. Jika diperoleh informasi baru yang sangat berarti, tim riset harus mengulang proses wawancara. Jika tidak, tim riset dapat meyakini
bahwa kebutuhan penduduk telah terangkum secara menyeluruh dan proses teknik insiden kritis selesai dalam bentuk model kebutuhan penduduk
berdasarkan perspektif penduduk.
Kerjasama Bappeda Kota Bandung LQC Unpad 11
P0115
3. KONSTRUKSI KUESIONER.