Kelemahan perusahaan kecil Kekuatan dan kelemahan Usaha Kecil

4. Cukup dinamis dan ulet Rata-rata pengusaha kecil cukup dinamis menanggapi perkembangan suplai dan selera pembeli. Memang, nampaknya mereka seakan-akan meniru saja, tetapi berkat pangalaman dan ketajaman mereka sangat cepat dapat menyesuaikan diri dengan perkembang keadaan. Adalah juga merupakan fakta konkret bahwa rata-rata mereka yang bergerak di perusahaan kecil bekerja lebih lama, lebih tekun disbanding dengan pegawai negeri atau swasta. Marbun B,N,1986.

2.2.2.2 Kelemahan perusahaan kecil

Dalam urain di depan sudah terungkap juga bahwa setipa tahun beribu-ribu pengusaha kecil bangkrut dan gagal. Adapun sebab-sebab kegagalan itu biasanya bermuara pada segi kelemahan perusahaan kecil itu sendiri disamping faktor ekstern yang berbeda di luar jangkauan atau kemampuannya. Kalau kita menganalisis pengalaman perusahaan kecil selama ini akan segera nampak dan menonjol segudang kelemahan disamping kekuatannya, Adapun berbagai kelemahan ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Tidak atau jarang mempunyai perencanaan tertulis Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Memang mungkin agak berlebihan kalau kita gampang saja menuduh perusahaan kecil tidak memiliki perencanaan usaha. Karena dalam prakteknya, juga banyak perusahaan menengah atau besar, terutama perusahaan yang dikelola keluarga, ternyata tidak memiliki jangka perencanaan usaha, baik jangka panjang, tahunan ataupun semester. Besar kemungkinan sinyalemen ini sangat susah diterima begitu saja oleh pengusaha kecil dengan argumentasi: sasaran perencanaan mereka cukup “dikepala” dan hasil akhir ukurannya adalah “laba”. 2. Tidak berorientasi ke masa depan, melainkan kepada hari kemarin atau hari kemarin atau hari ini. Bukan rahasia lagi bahwa kebanyakan pengusaha kecil memulai usahanya karena lihat usaha orang lain maju, atau sekedar mencoba atau asal jalan karena tidak ada kegiatan lain. Umumnya, orientasi mereka ialah barang atau usaha yang laku kemarin atau saat ini. Umumnya kurang pengalaman, kurang bimbingan dan kurang pendidikan. 3. Tidak memiliki pedidikan yang relevan Pada awalnya mugkin kurang tepat menuntut mereka yang berusaha di perusahaan kecil harus memiliki pendidikan yang tepat atau relevan dengan bidang usaha yang hendak mereka geluti. Setelah 40 tahun kemerdekaan, anehnya mereka yang sempat menikmati pendidikan kejuruan apakah itu SMP, SMA, STM, Pertanian, Akuntansi dan lain-lain, jarang terjun jadi pengusaha. Kebanyakan tamatan sekolah kejuruan ini lebih senang menjadi pegawai negeri atau karyawan swasta. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Dari kenyataan ini menjadikan tidak aneh bahwa mereka yang terjun di perusahaan kecil umumnya tanpa pendidikan yang relevan dan sering bukan anak terpandai di antara anggota keluarga mereka. 4. Tanpa pembukuan yang teratur dan tanpa neraca rugi-laba Akibat tanpa perencanaan tertulis dan kurang pendidikan serta karena tidak ada pelaksanaan pemerintah pajak, umumnya perusahaan kecil tidak memiliki san tidak mempraktekkan pembukuan yang teratur. Paling banter hanya mempunyai catatan tercecer beberap yang laku hari ini. Umumnya, perusahaan kecil juga tidak memiliki neraca rugi-laba baik karena tidak mempunyai keahlian juga karena tidak atau belum merasa memerlukan. Akibatnya dapat diduga bahwa mereka pada setiap akhir tahun atau tahun buku tidak tidak dapat mengetahui berapa sebenarnya laba atau rugi yang mereka dapat dan alami pada tahun ini. 5. Tidak mempunyai atau tidak mengadakan analisis pasar yang “up to date” atau tepat waktu dan mutakhir. Tidak adanya perencanaan dan pendidikan yang relevan ditambah lagi tanpa pembukuan yang teratur, umumnya perusahaan kecil juga tidak memiliki anlisa pasar yang relevan, pengusaha kecil hanya mengira-ngira dan bertumpu pada pengalaman hari kemarin. Mereka tidak tahu pasti berapa besar potensi pasar, berapa pesaing, apa kekuatan dan kelemahan pesaing, bagaiman kecenderungan selera pembeli, bagaimana perkembangan teknologi atau perkembangan produk lain-lain. 6. Kurang spesialisasi atau diversifikasi berencana. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Kelemahan perencanaan atau tidak adanya peramalan forecasting yang relevan menjadikan posisi pengusaha kecil terserah “nasib”. Ketidakadaan analisis pasar automatis menghambat spesialisasi atau difersifikasi yang dalam beberapa hal merupakan keharusan. Akibatnya dapat diramalkan, hampir semua pengusaha kecil di daerah atau lokasi tertentu menjual barang atau membuat produk yang sama, baik ukuran, warna, ataupun rasa. 7. Jarang mengadakan pembaharuan inovasi Terkadang kita merasa aneh mengamati bahwa jenis barang yang dijual, tata letak barang, lemari, jenis penerangan dari beberapa perusahan kecil tetap sama setelah sekian lama. Demikian juga, beberapa perusahaan pembuat barang tidak mengalami perubahan atau perubahan setelah sekian tahun atau, setelah berubah generasi, tetap membuat barang yang sama dan peralatannya menua sejalan dengan umur pemiliknya. Adapun beberapa pembaharuan yang terjadi hanyalah sekedara meniru tetanga tetapi bukan hasil analisa pasar dan rencana pembaharuan yang konsekuen, padahal, dalam hidup ini tanpa pembaharuan tidak ada masa depan. 8. Tidak ada atau jarang terjadi pengkaderan Di Eropa atau Cina ternyata pepatah “patah tumbu hilang berganti” merupakan kenyataan yang hidup dan berkesinambungan, seperti peran “empu”, hampir semua pengusaha di Eropa Barat mendidik kader pengganti dan “menurunkan” ilmunya kepada calon pengganti. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Menurut pengamatan kami, di Indonesia hal yang sama tidak atau jarang terjadi. Kebanyakan pemilik atau pendekar perusahaan kecil segan menurunkan ilmu kepada pembantu-pembantunya, entah karena takut disaingi atau kurang percaya atau tidak ada kesadaran akan pengkaderan tersebut. 9. Cepat puas Karena tidak ada perencanaan dan tanpa pengalam biasanya pemilik perusahaan kecil cepat puas dan kurang ambisius. Pengusaha kecil umumnya setelah berusia 10 atau 20 tahun bidang usahanya bukannya malah semakin besar atau berkembang bahkan ikut menua sesuai umur pemiliknya. Hal ini kaitanya erat dengan kelemahan lain – tanpa pendidikan yang relevan dan tanpa pengalaman yang menantang. 10. Kurang percaya pada ilmu modern Bagi kebanyakan pemilik perusahaan kecil, belajar lagi atau mempelajari ilmu baru sepeti pembukuan dan manajemen dianggap pemborosan atau tidak perlu. Sebagaian perusahaan kecil begitu percaya diri dan menutup diri dengan semboyan “ masakan ayam diajari bertelor ”. pengusaha kecil menafsirkan ilmu modern sebagai akal-akalan dan sekedar cari duit bagi pengajar. B.N. Marbun 1986 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2.3 Kewirausahaan