bedhol panggung dalam pakeliran Jawatimuran adalah gending Ge- dhog Rancak Laras Slendro Pathet Wolu, gending Gagak Setra La-
ras Slendro Pathet Wolu, dan gending Sapujagad Pelog Bem.
8.4.7. Ajar Kayon – Budhalan
Gending Ajar Kayon adalah gending-gending yang di guna- kan untuk mengiringi dalang ketika menggerakkan kayon yaitu ade-
gan solah kayon, sebelum adegan budhalan prajurit atau punggawa praja di laksanakan. Mengawali adegan ini biasanya ada pocapan
nyandra oleh ki dalang yang di iringi dengan gadhingan.
Gending yang di gunakan untuk ajar kayon adalah gending Ayak Kempul Arang Slendro Pathet Wolu. Irama atau tempo gending
biasanya di mulai dari irama lambat, merangkak agak seseg kemudi- an seseg, teknik tabuhan menjadi kempul kerep sampai menjelang
akhir gerakan kayon.
Adapun gending budhalan merupakan gending yang di gu- nakan untuk mengiringi adegan budhalan prajurit atau nayaka praja
yang akan berangkat menunaikan tugas negara dan atau menuju medan laga. Gending yang di gunakan untuk budhalan lebih bebas,
artinya tidak selalu gending baku seperti gending untuk jejeran. Ben- tuk gending budhalan bisa Sak gagahan, Ayak Gethekan atau Ayak
Mlaku, dan lain-lainnya sesuai kesepakatan ki dalang dengan para pengrawitnya.
8.4.8. Perang Gagahan atau Dugangan
Perang Gagahan atau Dugangan merupakan adegan pe- rang yang wayangnya menggunakan wayang bentuk gagahan,
contoh Setiaki, Udawa, Patih Kala Rangsang, dan lain sebagainya. Adapun gending-gending yang di gunakan untuk mengiringi adegan
perang wayang gagahan pada pakeliran tradisi Jawatimuran antara lain Ayak Kempul Kerep, Gemblak, Krucilan serta Alap-alapan.
8.4.9. Undur-unduran Minta Sraya
Undur-unduran Minta Sraya adalah adegan di tengah-te- ngah situasi dan kondisi perang yang tidak seimbang, di mana salah
satu dari tokoh yang perang mengalami kekalahan sehingga di perlu- kan bantuan dari fihak lain. Bantuan di upayakan pada teman dan
kerabatnya atau panglima perangnya atau kepada siapapun yang bersedia untuk membantu dalam usaha mengalahkan atau mengun-
durkan musuh yang datang.
Gending yang di gunakan untuk adegan minta sraya biasa- nya tidak banyak berubah dari gending iringan perang sebelumya.
Perubahan terjadi hanya pada garap irama gending atau lagu, yang tadinya berirama agak seseg menjadi lebih seseg, sehingga memun-
culkan suasana yang carut marut dan terkesan tergesa-gesa.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Dalam adegan undur-undur minta sraya terkadang di selingi vokal ada-ada atau bendhengan kemudian di sambung tantang-tan-
tangan kemudian baru gending iringan selanjutnya di bunyikan ber- dasarkan kebutuhan dan permintaan ki dalang.
8.4.10. Jejer Pathet Wolu – Gara-gara
Jejer Pathet Wolu adalah adegan jejeran yang di laksana- kan setelah jejer Pathet Sepuluh atau jejer wiwitan, dan lazim di se-
but jejer pindho. Perubahan Pathet pada pakeliran Jawatimuran tidak di dahuli oleh bentuk Pathetan seperti pada pakeliran gaya Jawate-
ngahan Surakarta di setiap perubahan adegan.
Perubahan Pathet pada pakeliran gaya Jawatimuran di tan- dai oleh perubahan garap ricikan saronpancer kembangan saronan
dan vokal kombangan yang di laksanakan oleh dalang. Di dalam je- jer Pathet Wolu atau jejer pindho biasanya langsung di lanjutkan
adegan gara-gara bersama tokoh Semar, Bagong, dan Besut. Pada adegan gara-gara ini suasana pakeliran diubah menjadi lebih rileks
atau santai, karena adegan ini dibuat lucu, penuh canda tawa untuk mengendurkan dan menyegarkan suasana yang tegang dampak dari
bagian alur ceritera yang telah berlangsung sebelumnya. Di samping itu juga berfungsi untuk menarik minat dan menghibur penonton agar
tidak jenuh. Bahkan dalam membuat kejutan ki dalang tak jarang memberi kesempatan kepada para penonton untuk berpartisipasi
dan bersama-sama menyanyi atau melantunkan tembang dengan waranggana pilihannya.
Adapun gending-gendingnya bersifat bebas, tergantung se- lera penonton dan kemampuan pengrawit yang mengiringinya. Gen-
ding yang dibunyikan tidak hanya terbatas gending-gending Jawati- muran saja, tetapi juga gending-gending daerah lain. Misalnya Sekar
Dhandhanggula, Sinom, Pangkur, Asmaradana, Banyuwangian, Ba- nyumasan, dan lagu-lagu Campursari yang saat ini sedang populer
di masyarakat.
Pada adegan gara-gara ini Pathet utama yang seharusnya masih diterapkan tidak menjadi patokan atau pertimbangan pokok
bahkan dalam sajiannya bisa saja meminjam Pathet, istilah yang la- zim digunakan pada pergelaran wayang kulit semalam suntuk. Arti-
nya Pathet yang seharusnya di laksanakan pada suasana adegan atau wayah sebelumnya dan atau suasana adegan sesudahnya da-
pat saja diterapkan khusus dalam adegan ini. Maksudnya di dalam tradisi wayangan semalam suntuk ada pembagian waktu melaksana-
kan Pathet. Wayangan Jawatimuran sesuai pakemnya Pathet uta- ma ketika adegan ini berlangsung adalah dalam suasana adegan
atau wayah Pathet Wolu, sedangkan wayangan gaya Surakarta pa- da suasana adegan atau wayah Pathet Sanga.
Di unduh dari : Bukupaket.com
8.4.11. Gending Perang Buta Buta Begal