Pembahasan PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
                                                                                perilaku bullying secara keseluruhan. Akan tetapi, penelitian ini juga dapat memberikan gambaran perubahan kecenderungan pelaku, korban, maupun
penonton bullying. Melihat rata-rata gain score kecenderungan pelaku bullying, kedua
kelompok  sama-sama  mengalami  penurunan  skor.  Kelompok  kontrol mengalami penurunan skor sebesar -0,03 sedangkan kelompok eksperimen
mengalami  penurunan  skor  sebesar  -0,04.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa meskipun  keduanya  mengalami  penurunan  skor,  kelompok  eksperimen
mengalami  penurunan  skor  yang  lebih  besar  yaitu  sebesar  0,01.  Nilai  F dalam  uji  homogenitas  didapatkan  sebesar  4,154  dengan  nilai  p=  0,046
p0,05.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  varian  gain  score  kecenderungan pelaku  bullying  kelompok  kontrol  dan  kelompok  eksperimen  mengalami
perbedaan. Nilai t  0,008 dengan p= 0,994 p0,05. Hal  ini menunjukkan bahwa  gain  score  kecenderungan  pelaku  bullying  kelompok  kontrol  dan
kelompok  eksperimen  tidak  memiliki  perbedaan.  Kesimpulan  yang  dapat diambil adalah kedua kelompok sama-sama mengalami penurunan tingkat
kecenderungan  pelaku  bullying.  Perbedaannya  adalah  kelompok eksperimen  cenderung  mengalami  penurunan  yang  lebih  besar
dibandingkan  kelompok  kontrol.  Berkaitan  dengan  hal  tersebut,  setiap subjek  pada  masing-masing  kelompok  mengalami  perubahan  perilaku
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Melihat rata-rata gain score kecenderungan korban bullying, kedua
kelompok  memiliki  perbedaan  hasil.  Kelompok  eksperimen  mengalami
penurunan  skor,  sedangkan  kelompok  kontrol  mengalami  peningkatan skor.  Pada  kelompok  eksperimen,  skor  kecenderungan  korban  bullying
turun sebesar -0,07. Pada kelompok kontrol, skor kecenderungan bullying meningkat  sebesar 0,04. Nilai F pada uji homogenitas didapatkan sebesar
2,284 dengan p= 0,136 p0,05. Hal ini menunjukkan bahwa varian gain score
kecenderungan korban bullying berbeda di  kedua kelompok. Nilai t yang  dihasilkan  sebesar  1,050  dengan  p=  0,299  p0,05.  Hal  ini
menunjukkan  bahwa  tidak  ada  perbedaan  gain  score  kecenderungan korban  bullying  antara  kelompok  kontrol  dan  kelompok  eksperimen.
Kesimpulan  yang  dapat  diambil  adalah  terdapat  perbedaan  rata-rata  gain score
kecenderungan  korban  bullying  antara  dua  kelompok.  Kelompok eksperimen  rata-rata  mengalami  penurunan  skor,  sedangkan  kelompok
kontrol  rata-rata  mengalami  peningkatan  skor.  Berkaitan  dengan  hal tersebut, varian yang berbeda mengindikasikan bahwa perubahan perilaku
yang berbeda dari masing-masing subjek pada setiap kelompok. Melihat  rata-rata  gain  score  kecenderungan  penonton  bullying,
kedua  kelompok  sama-sama  mengalami  penurunan  skor.  Pada  kelompok kontrol,  skor  mengalami  penurunan  sebesar  -0,11  dan  pada  kelompok
kontrol  sebesar  -0,14.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  meskipun  keduanya sama-sama mengalami penurunan skor, kelompok eksperimen mengalami
penurunan  skor  yang  lebih  besar  dibandingkan  kelompok  kontrol  yaitu sebesar  0,03.  Uji  homogenitas  yang  dilakukan  menghasilkan  nilai  F
sebesar  8,606  dengan  p=0,005  p0,05.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa
varian gain score kecenderungan penonton bullying kelompok kontrol dan kelompok  eksperimen  memiliki  kesamaan.  Di  samping  itu,  nilai  t
dihasilkan  sebesar  0,357  dengan  p=0,722  p0,05.  Hal  ini  menunjukkan bahwa  tidak  ada  perbedaan  gain  score  kecenderungan  penonton  bullying
antara  kelompok  kontrol  dan  kelompok  eksperimen.  Kesimpulan  yang dapat  diambil  adalah  kedua  kelompok  sama-sama  mengalami  penurunan
skor  kecenderungan  penonton  bullying.  Perbedaannya  adalah  kelompok eksperimen  mengalami  penurunan  yang  lebih  besar  dibandingkan
kelompok  kontrol.  Berkaitan  dengan  hal  tersebut,  varian  yang  sama menunjukkan  bahwa  terdapat  kesamaan  perubahan  kecenderungan
penonton bullying antar subjek yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas, kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian  ini  adalah  pemberian  Program  Anti  Bullying  terbukti  dapat mengurangi  tingkat  kecenderungan  bullying.  Hal  ini  terlihat  dari
penurunan  tingkat  kecenderungan  bullying  secara  keseluruhan  pada kelompok  yang  diberi  program  dalam  hal  pelaku,  korban,  maupun
penonton.  Meskipun  kelompok  yang  tidak  diberi  program  juga mengalami  penurunan,  kelompok  yang  diberi  program  mengalami
penurunan  yang  lebih  besar  dibandingkan  dengan  kelompok  yang  tidak diberi program. Pada kelompok kontrol tidak diberi program, penurunan
perilaku  juga  terjadi.  Kecenderungan  pelaku  dan  penonton  bullying  di kelompok  kontrol  menurun.  Akan  tetapi,  kecenderungan  korban  bullying
meningkat.  Penjelasan  di  atas  memberikan  kesimpulan  bahwa  dari  sisi
pelaku  dan  penonton,  kecenderungan  bullying  berkurang  di  kedua kelompok.  Di  sisi  korban,  kecenderungan  bullying  juga  berkurang  di
kelompok yang diberi program, namun meningkat di kelompok yang tidak diberi program.
Penurunan  kecenderungan  bullying  yang  terjadi  tidak  lepas  dari peran  metode-metode  yang  digunakan  dalam  program  tersebut.  Metode
yang  digunakan  adalah  a  Case  study,  b  Dramatic  Presentation,  dan  c Discussion
. Sesuai  dengan  Schunk  2012  yang  berpendapat  bahwa  dengan
brainstorming terhadap  kasus  yang  ada,  seseorang  dapat  mempelajari
masalah secara lebih mendalam Case Study. Kasus-kasus yang dipelajari adalah  keadaan  yang  sering  dijumpai,  sehingga  solusi-solusi  akan  lebih
banyak muncul karena pengalaman. Selain  itu,  metode  Dramatic  Presentation  juga  berperan  dalam
penurunan perilaku bullying. Fieldman  Jones 2000 menyatakan bahwa dengan  Dramatic  Presentation,  peserta  juga  dapat  menggali  refleksi
pribadi  berkaitan  dengan  peristiwa  yang  diperankan.  Dramatic Presentation
juga  disebut  sebagai  role-playing  activities.  Sharp    Smith 1994  berpendapat  bahwa  role-playing  activities  berguna  pula  bagi
peserta  siswa  karena  memunculkan  berbagai  perspektif  dari  suatu masalah yang diamati. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa siswa
sebagai  subjek  penelitian  dapat  menggali  refleksi  pribadi  serta
mempelajari  tentang  bagaimana  respon  yang  akan  dilakukan  ketika menghadapi peristiwa serupa dalam kehidupan nyata.
Metode terakhir yang digunakan adalah Discussion. Metode ini pun ikut  berperan  dalam  mengurangi  perilaku  bullying.  Sesuai  dengan
pendapat Rae 2009, diskusi juga dilakukan untuk bersama-sama mencari alternatif
langkah dalam
merespon peristiwa
serupa, sehingga
menghasilkan  keadaan  yang  lebih  positif.  Keadaan  positif  yang  dicapai dalam program tersebut adalah penurunan perilaku bullying.
Masing-masing subjek di kedua kelompok menunjukkan perubahan perilaku  bullying  yang  berbeda-beda  atau  bervariasi.  Setelah  diberi
program,  subjek  di  kelompok  eksperimen  mengalami  perubahan  yang tidak  sama  satu  dengan  yang  lain.  Hal  ini  dipengaruhi  oleh  variabel-
variabel  lain  yang  kurang  dikontrol  dalam  penelitian  Seniati  dkk,  2005. Begitu  pula  pada  subjek  di  kelompok  yang  tidak  diberi  program.
Kelompok yang tidak diberi program juga mengalami perubahan  perilaku bullying
.  Keadaan  ini  menjadi  perhatian  khusus  karena  sebaiknya kelompok  yang  tidak  mendapat  program  dapat  dikontrol  agar  tidak
mengalami  perubahan  apapun,  sehingga  kelompok  kontrol  dapat  menjadi pembanding  bagi  kelompok  eksperimen.  Hal  ini  sejalan  dengan  pendapat
Woolfolk  2013,  bahwa  proses  pembelajaran  dan  pengetahuan  tidak hanya  didapat  di  lingkungan.  Pengetahuan  dan  pengalaman  yang  berasal
dari  luar  dapat  mempengaruhi  perilaku  bullying  pada  masing-masing subjek.
Sebagai  proses  perubahan  perilaku,  belajar  juga  dipengaruhi  oleh faktor  intern  maupun  ekstern.  Faktor-faktor  tersebut  yang  mempengaruhi
perbedaan  skor  sebagai  gambaran  perilaku  bullying  pada  masing-masing subjek.  Contoh  faktor  itern  yang  dapat  mempengaruhi  subjek  adalah
kelelahan  fisik.  Hal  ini  sesuai  dengan  pendapat  Syah  2003,  bahwa kesehatan  tubuh  yang  lemah  akan  mempengaruhi  kualitas  kognitif  ranah
cipta,  sehingga  hal-hal  yang  dipelajari  tidak  akan  maksimal.  Contoh faktor intern lain adalah motivasi psikologis. Motivasi merupakan faktor
penting  yang  mempengaruhi  subjek  dalam  proses  belajar.  Djamarah berpendapat  bahwa  motivasi  merupakan  suatu  perubahan  energi  yang
terjadi pada diri seseorang  yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu Djamarah,  2012.  Di  samping  itu,  Hamalik  1992  menambahkan  bahwa
perubahan energi tersebut tampak pada tindakan seseorang yang berupaya sekuat tenaga untuk mencapai  apa  yang dia inginkan. Subjek akan sangat
terpengaruh  oleh  motivasi  yang  ada  di  dalam  dirinya.  Apabila  subjek memiliki  motivasi,  ia  akan  bersungguh-sungguh  dan  menciptakan  hasil
yang baik. Begitu pula sebaliknya. Selain  faktor  intern,  terdapat  pula  faktor  ekstern  yang
mempengaruhi  subjek,  seperti  faktor  keluarga,  lingkungan  belajar,  dan lingkungan  masyarakat  Slameto,  2010.  Contohnya  adalah  relasi  yang
kurang harmonis dengan keluarga. Masalah yang dialami oleh subjek akan menjadi sumber masalah-masalah lain dan menghambat proses belajarnya.
Contoh lain adalah keadaan kelas lingkungan belajar. Lingkungan belajar
yang tidak nyaman bagi  subjek akan menghambat proses belajarnya pula. Contoh  terakhir  adalah  lingkungan  masyarakat  yang  memberikan
pengaruh  buruk  pada  subjek.  Orang-orang  di  sekitar  subjek  tinggal  dapat memberikan  pengaruh-pengaruh  buruk  dan  betolak  belakang  dengan  apa
yang  sedang  subjek  pelajari.  Hal  ini  dapat  menghambat  proses  belajar yang sedang dijalani.
Faktor-faktor  yang  sudah  dijelaskan  di  atas  akan  mempengaruhi subjek  dalam  mengisi  skala.  Pada  saat  mengisi  skala,  subjek  tidak  hanya
merepresentasikan keadaan yang dia alami di sekolah. Artinya, subjek juga dapat merepresentasikan keadaan yang mereka alami di luar sekolah. Dari
sisi  perilaku  penonton  bullying  misalnya.  Dalam  mengisi  skala,  subjek tidak  hanya  melihat  keadaan  yang  ada  di  kelompoknya.  Akan  tetapi,
subjek  juga  dapat  melihat  keadaan  di  kelompok  lain,  di  lingkungan sekolah secara keseluruhan, bahkan di lingkunga tempat tinggal.
Seperti  yang  sudah  dijelaskan  di  atas  mengenai  faktor  yang mempengaruhi  subjek  dalam  proses  belajar  dan  pengisian  skala,  masing-
masing  subjek  di  kelompok  kontrol  maupun  kelompok  eksperimen diindikasi  mendapat  pengaruh  oleh  faktor-faktor  tersebut.  Keadaan  inilah
yang menjadi faktor bervariasinya tingkat perilaku bullying pada subjek. Di sisi lain, penelitian ini tidak melakukan pemilihan subjek secara
random.  Subjek  dalam  satu  kelas  merupakan  sekumpulan  siswa  yang cenderung memiliki perbedaan dengan kelas lain. Sebagai contoh, keadaan
kelas  itu  sendiri  dan  wali  kelas.  Hal  ini  memberikan  kesimpulan  bahwa
hasil dari penelitian tidak dapat digeneralisasikan pada populasi, sehingga perlu dilakukan penelitian tambahan bagi kelas yang lain.
Berkaitan  dengan  tujuan  dari  perubahan  perilaku,  hasil  penelitian ini hanya memberikan gambaran bahwa tujuan untuk memperoleh keadaan
lebih positif dari sebelumnya bisa tercapai. Akan tetapi, tujuan perubahan yang    mencakup  seluruh  aspek  individu  belum  diketahui  apakah  sudah
tercapai. Hal ini berkaitan dengan alat ukur skala yang dibuat hanya untuk mengetahui frekuensi atau intensitas terjadinya tindakan bullying.
Keterbatasan –keterbatasan  pada  penelitian  ini  perlu  diperhatikan
agar dapat menjadi catatan bagi penelitian selanjutnya, sehingga hasil dari penelitian  selanjutnya  dapat  lebih  lengkap  dalam  menjawab  rumusan
masalah penelitian.
74
                