Gambar diatas menggambarkan langkah-langkah pendekatan pada siklus DMAIC dalam Six Sigma. Tahap pertama yaitu tahap Define, tahap ini merupakan
langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : 1 mengidentifikasi
kesempatan, 2 membentuk team dan lingkup atau tujuan proyek. Pada tahap kedua adalah Measure. Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam
program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah yang diharuskan pada tahap ini adalah 3 menganalisa proses yang berjalan, 4 menentukan hasil yang
dinginkan. Tahap yang ketiga yaitu Analyze, tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, langkah yang
harus dilakukan adalah 5 mengidentifikasi penyebab utama dan solusi yang ditetapkan. Setelah mengidentifikasi penyebab utama maka yang harus dilakukan
adalah 6 mengutamakan rencana dan solusi yang ditetapkan dan 7 memperbaiki serta menerapkan solusi tersebut. Kedua langkah tersebut dilakukan
pada tahap Improve. Tahap yang terakhir adalah tahap Control, tahap ini merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan kualitas Six
Sigma . Langkah yang harus dilakukan pada tahap ini adalah 8 mengukur
kemajuan dan meraih laba dan 10 mengenalkan tim dalam proyek Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan
disebarluaskan, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.
2.5.2. Diagram Pareto
Gambaran tentang suatu diagram yang menunjukkan adanya prosentase cacat terbesar sampai dengan terkecil, untuk prioritas langkah-langkah yang harus
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
diambil dalam perbaikan kualitas, dan dibuat berdasarkan check sheet jenis cacat.
Contoh pengukuran atribut kesalahan kesalahan administrasi penagihan biaya hotel didapatkan data sebagai berikut:
Urutan Jenis KesalahanKegagalan
Frekuensi Frekuensi
Kumulatif Presentase
dari Total Persentase
Kumulatif Informasi tidak lengkap
Nomor kamar Nama tamu
Alamat tamu 26
14 9
7 26
40 49
56 46,43
25,00 16,07
12,5 46,43
71,43 87,50
100,00 Total
56 -
100,00 -
Gambar 2.5 Bentuk Umum Diagram Pareto
Sumber : Vincent Gasperz,2002
2.5.3. Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat juga sering juga disebut diagram tulang ikan fishbone diagram atau diagram Ishikawa adalah suatu diagram yang
menunjukkan hubungan antara sebab akibat. Bentuk umum diagram sebab – akibat ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :
25 50
75 100
Informasi tidak lengkap
Nomor kamar Nama tamu
Alamat tamu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
V i n c e n t G a s p e r z F i s h b o n e D i a g r a m
A K I B A T
M o n e y M a t e r i a l s
M a c h i n e s M a n p o w e r
M e d i a M e t h o d s
A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b
A k a r P e n y e b a b
A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b
A k a r P e n y e b a b
Gambar 2.6 Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat
2.5.4. FMEA failure mode effects analyses
Failure mode adalah sejenis kegagalan yang mungkin terjadi, baik
kegagalan secara spesifikasi maupun kegagalan yang mempengaruhi konsumen. Dari failure mode ini kemudian dianalisis terhadap akibat dari kegagalan dari
sebuah proses terhadap mesin setempat maupun proses lanjutan bahkan konsumen.
Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi dua yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang terjadi pada design proses
produksi, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan. FMEA mengevaluasi penyebab terjadinya kegagalan yang
berasal dari peralatan atau opersi-operasi yang tidak diperlukan yang menyebabkan terjadinya kegagalan. FMEA bertujuan melakukan perbaikan
dengan cara: 1.
Mengidentifikasikan model-model kegagalan pada konsumen, peralatan dan system.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Menentukan akibat-akibat yang potensial pada peralatan, system yang
berhubungan dengan setiap model kegagalan. 3.
Membuat rekomendasi untuk menambah keandalan komponen, peralatan danatau system.
Adapun tahapan-tahapan dari FMEA adalah : 1.
Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap define dari DMAIC.
2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa. 3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan defect potensial pads proses.
4. Mengidentifikasi potensial cause
penyebab dari kesalahandefect yang terjadi 5. Mengidentifikasikan
akibat effect
yang ditimbulkan. 6. Menetapkan nilai nilai dengan jalan brainstorming dalam point.
- Keseriusan akibat kesalahan terhadap local, lanjutan dan terhadap konsumen severity.
- Frekuensi terjadinya
kesalahan occurance.
- Alat control akibat potensial cause detection. 7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat
sebelumnya. 8. Dapatkan nilai RPN Risk Potential Number dengan jalan mengalikan nilai
SOD Severity, Occurance, Detection. 9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan
terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan. 10. Buat Implementation action plan, lalu terapkan.
Nilai RPN = S x O x D
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah yang sama. 12. Apabila ada perubahan, pusatkan perhatian pada potential cause yang lain.
FMEA mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai berukut: 1.
Mengenali cara-cara dimana suatu proses bisa gagal untuk memenuhi persyaratan pelanggan.
2. Memperkirakan resiko dari sebab-sebab yang ada saat ini.
3. Menilai rencana pengawasan untuk sebab-sebab yang ada pada saat ini.
Adapun nilai severity, occurance dan detection dijelaskan pada tabel dibawah ini :
1. Severity : adalah suatu estimasiperkiraan subyektif tentang bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan itu seberapa
serius kondisi yang ditimbulkan oleh kegagalan.
Tabel 2.3. Nilai Severity
Ranking Kriteria
1 Negligible severity pengaruh buruk yang dapat diabaikan.
Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk.
Pengguna akhir mungkin tidak akan meperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.
2 3
Mild severity pengaruh buruk yang ringansedikit. Akibat yang
ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan
reguler reguler maintenance.
4 5
6 Moderate severity pengaruh buruk yang moderat.
Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada
dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat
7 8
High severity pengaruh buruk yang tinggi. Pengguna akhir akan
merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan
terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan peraturan
pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan.
9 10
Potential safety problem masalah keselamatankeamanan potensial. Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa
pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Occurrence : adalah suatu perkiraan subyektif tentang probabilitaspeluang
bahwa penyebab itu akan terjadi, akan mengakibatkan failure mode yang memberikan akibat tertentu
Tabel 2.4 Nilai Occurance
Ranking Kriteria Verbal
Tingkat Kegagalan
Kecacatan 1
Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode kegagalan
1 dalam 1.000.000
2 3
Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 20.000
1 dalam 40.000
4 5
6 Kegagalan agak mungkin terjadi
1 dalam 1.000 1 dalam 400
1 dalam 80
7 8
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 1 dalam 40
1 dalam 20
9 10
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
1 dalam 8 1 dalam 2
3. Detection
: merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause
.
Tabel 2.5 Nilai Detection
Ranking Kriteria Verbal
Tingkat Kejadian Penyebab
1 Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif.
Spesifikasi akan dapat dipenuhi secara konsisten 1 dalam 1.000.000
2 3
Kemungkinan kecil bahwa spesifikasi tidak akan dipenuhi
1 dalam 20.000 1 dalam 40.000
4 5
6 Kemungkinan bersifat moderat. Metode pencegahan
atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang spesifikasi itu tidak dipenuhi.
1 dalam 1.000 1 dalam 400
1 dalam 80
7 8
Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi masih tinggi. Metode pencegahan atau
deteksi kurang efektif. 1 dalam 40
1 dalam 21
9 10
Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi sangat tinggi. Metode pencegahan atau
deteksi tidak efektif. 1 dalam 8
1 dalam 2 Sumber :Gaspersz,2002
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.6 Kapabilitas Proses