1. Verifikasi sistem KCKT
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sultana dkk. 2009 mengenai analisis senyawa campuran diltiazem dengan obat Non-
Steroidal Anti-Inflammatory NSAID dalam sediaan obat dan serum manusia
dengan metode KCKT yang mencakup optimasi dan validasi metode. Tahap optimasi diperoleh suatu metode yang cocok digunakan untuk pemisahan dan
uji kuantitatif senyawa diltiazem baik dalam produk farmasi maupun dalam serum manusia, sedangkan pada tahap validasi, metode ini memiliki linieritas,
akurasi, presisi, serta selektivitas yang baik. Parameter linieritas ditunjukkan dengan nilai r = 0,9998, akurasi ditunjukkan dengan nilai persen perolehan
kembali sebesar 99,9- 100,3, presisi ditunjukkan dengan nilai RSD ≤ 2, dan
selektivitas ditunjukkan dengan nilai resolusi sebesar 5,55. Sistem KCKT yang digunakan dalam penelitian Sultana 2009
tersebut adalah: Instrumen
: Shimadzu LC-10 AT VP pump Kolom
: Hiber RT 250-4,6 Purospher Star RP-18 Fase gerak
: Metanol-air 80:20 vv pH diatur 3,1±0,01 menggunakan asam fosfat 85
Kecepatan alir : 0.5 mLmenit Detektor
: UV pada 240 nm Sistem kromatografi yang digunakan adalah sistem kromatografi fase
terbalik sehingga fase gerak yang digunakan lebih polar dibandingkan dengan fase diamnya. Diltiazem bersifat polar dan larut dalam pelarut metanol dan air.
Penelitian tersebut menggunakan campuran fase gerak dengan pH dijaga hingga 3,1 ± 0,01 dengan alasan pada pH yang terlalu basa akan menghasilkan
peak yang mengekor tailing peak.
pH dan larutan asam yang digunakan untuk mengatur pH dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sultana 2009.
pH yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ± 0,5 karena kolom C
18
yang digunakan memiliki kapasitas pH berkisar antara tiga sampai delapan sehingga
bertujuan menjaga kondisi kolom C
18
agar tidak rusak. Larutan yang digunakan untuk mengatur pH pada fase gerak adalah asam asetat glasial yang
merupakan asam lemah dibandingkan dengan asam fosfat. Larutan asam memiliki sifat korosif, penggunakan larutan asam yang terlalu kuat asam
fosfat ditakutkan akan melarutkan partikel-partikel silika yang menempel pada kolom. Peak diltiazem pada pH 4 ± 0,5 yang diperoleh memiliki nilai tailing
factor yang sudah dapat diterima untuk analisis secara kuantitatif. Menurut
Snyder dkk. 2010, nilai tailing factor suatu peak dalam pemisahan secara rutin untuk semua peak adalah 2. Gambar 4 menunjukkan waktu retensi peak
larutan baku diltiazem yang muncul pada menit ke-4,678 dan nilai tailing factor
larutan baku sebesar 1,531.
Gambar 4. Nilai tailing factor kromatogram baku diltiazem pada
konsentrasi 18 ppm
a. Penentuan panjang gelombang pengamatan. Penentuan panjang gelombang
pengamatan bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang larutan diltiazem yang dapat memberikan serapan absorbansi maksimum. Panjang
gelombang yang diperoleh akan digunakan sebagai panjang gelombang pengamatan pada penetapan kadar diltiazem menggunakan KCKT.
Panjang gelombang
maksimum diltiazem
diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 200-400 nm dan menggunakan tiga seri larutan baku dengan konsentrasi yang
berbeda. Tujuan pengukuran pada tiga konsentrasi yang berbeda adalah untuk mendapatkan hasil yang representatif terhadap semua seri larutan
baku. Konsentrasi yang digunakan dalam penentuan panjang gelombang pengamatan adalah 6, 8, dan 10 µgmL. Ketiga seri baku tersebut di-scan
dengan mode overlay sehingga spektra yang dihasilkan ditampilkan dalam
satu diagram dan dapat diamati apakah ketiga seri baku tersebut memiliki panjang gelombang yang sama atau tidak. Panjang gelombang yang didapat
dibandingkan dengan literatur. Menurut Chan dkk. 2004, pengukuran panjang gelombang maksimum dikatakan memenuhi syarat apabila tepat
atau dalam batas ± 1 nm dari panjang gelombang teoritis pada rentang panjang gelombang UV.
Secara teoritis panjang gelombang maksimum diltiazem adalah 240 nm dalam pelarut campuran metanol-air Sultana dkk., 2009. Berdasarkan
percobaan, data hasil pengukuran panjang gelombang diltiazem adalah 239,5 nm. Hasil panjang gelombang tersebut menyimpang 0,5 nm dari
panjang gelombang teoritis 240 nm, sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut merupakan diltiazem. Panjang gelombang yang digunakan
dalam penetapan kadar diltiazem dengan KCKT adalah panjang gelombang teoritis yaitu 240 nm. Pergeseran panjang gelombang maksimum tersebut
dapat disebabkan kondisi penelitian, serta spesifikasi dari alat dan bahan yang digunakan berbeda. Spektra hasil pengukuran panjang gelombang
maksimum larutan baku diltiazem ditunjukkan pada gambar 5.
Gambar 5. Spektra larutan baku diltiazem
b. Pembuatan kurva baku. Tujuan pembuatan kurva baku adalah untuk
mendapatkan persamaan regresi linier yang akan digunakan untuk menghitung kadar diltiazem dalam penetapan recovery dan penetapan kadar
sampel. Persamaan kurva baku diperoleh dari korelasi antara konsentrasi seri larutan baku diltiazem dengan luas area di bawah peak AUC di mana
dengan meningkatnya konsentrasi maka akan meningkatkan nilai AUC. Kurva baku dibuat dengan menggunakan 10 seri konsentrasi
diltiazem, yaitu 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, dan 20 µgmL. Pemilihan rentang kurva baku didasarkan pada rentang konsentrasi terendah sampai
konsentrasi tertinggi di mana konsentrasi diltiazem dan AUC menunjukkan
nilai linieritas yang baik, dinyatakan dalam koefisien korelasi r. Menurut Chan dkk. 2004, suatu metode dikatakan memiliki linieritas yang baik
apabila nilai koefisien korelasi r ≥ 0,99. Data persamaan kuva baku diltiazem yang diperoleh disajikan pada tabel IV.
Tabel IV. Data kurva baku diltiazem
Konsentrasi seri baku
µgml AUC
2 129426
4 430764
6 394044
8 470933
10 556663
12 684428
14 811360
16 861513
18 1014879
20 1163895
A 22277
B 55410
R 0,997
Persamaan kurva baku
y = 55410x + 22277
Berdasarkan tabel IV persamaan kurva baku diltiazem yang diperoleh adalah y = 55410x-22277 dengan nilai koefisien korelasi r
sebesar 0,997 dan telah memenuhi persyaratan yaitu r ≥ 0,99 sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk menghitung kadar diltiazem.
2. Validasi metode analisis