Masing-masing sediaan harus memiliki kandungan zat aktif dalam kisaran yang sempit sesuai dengan persyaratan untuk zat aktif tetentu di sekitar
label klaim Felton 2012. Menurut Farmakope Indonesia IV 1995, tablet diltiazem mengandung diltiazem hidroklorida C
22
H
26
N
2
O
6
SHCl tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada etiket.
E. Uji Kadar Air
Penggunaan eksipien dalam sediaan obat padat dapat mempengaruhi stabilitas sediaan obat terutama dapat meningkatkan nilai kadar air dalam obat
Mahato dan Narang, 2012. Nilai kadar air dalam tablet yang mengandung magnesium stearat dan serbuk selulosa tidak boleh lebih dari 5 Yoshioka dan
Stella, 2002. Magnesium stearat adalah eksipien yang paling sering digunakan dalam formulasi tablet dan digunakan sebagai zat pelicin Troy, 2006. Eksipien
lain yang sering digunakan dalam formulasi tablet adalah selulosa Aulton dan Taylor, 2013.
Peningkatan nilai kadar air kelembaban dapat mempengaruhi stabilitas bahan aktif yang terkandung dalam sediaan obat, sehingga kadar air merupakan
parameter utama dalam uji stabilitas padatan. Pengujian kadar air dapat dilakukan menggunakan dua metode, yaitu metode Loss on Drying dan Karl Fischer
Titration Huynh-Ba, 2009.
Metode Loss on Drying digunakan ketika bahan atau sampel yang akan diuji memiliki jumlah yang berlimpah dan tidak terurai atau melebur pada suhu
110˚C. Metode ini sering digunakan untuk pengujian kadar air pada tablet, zat tambahan eksipien, dan zat aktif yang sangat stabil Huynh-Ba, 2009. Metode
titrimetri atau sering disebut metode Karl Fischer Titration didasarkan pada reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodin dengan
adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen Huynh-Ba, 2009.
F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT
1. Definisi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT atau biasa disebut dengan HPLC High Performance Liquid Chromatography merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain farmasi
lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk
analisis kualitatif maupun kuantitatif Gandjar dan Rohman, 2007. Tujuan analisis menggunakan KCKT adalah memisahkan analit dari komponen lain
dalam matriks sampel dan mendapatkan kuantifikasi yang akurat untuk setiap analit Ahuja dan Dong, 2005.
Sistem KCKT akan membawa sampel masuk ke dalam kolom oleh fase gerak. Proses pemisahan komponen dalam sampel terjadi karena adanya
interaksi yang berbeda antara komponen dalam sampel dengan fase gerak dan fase diam yang berada di dalam kolom Harvey, 2000. Salah satu metode
pemisahan dari KCKT yang biasanya menjadi pilihan pertama untuk pemisahan dua senyawa dalam matriks sampel adalah sistem KCKT fase
terbalik di mana pada sistem ini fase diam yang digunakan memiliki sifat kurang polar jika dibandingkan dengan fase geraknya. Fase diam yang sering
digunakan adalah C
8
atau C
18
, sedangkan fase gerak yang sering digunakan dalam sistem ini adalah campuran air dengan asetonitril ACN atau metanol
MeOH. Dibandingkan dengan KCKT lain fase normal, penukar ion, dan lainnya, kromatografi fase terbalik biasanya lebih mudah, tahan, dan dapat
digunakan secara luas. Kolom yang digunakan pada kromatografi fase terbalik juga lebih efisien dan reprodusibel Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010.
2. Instrumentasi
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk
memasukkan sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan suatu perangkat komputer atau integrator atau
perekam Gandjar dan Rohman, 2007. Skema instrumen KCKT terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Skema instrumen KCKT Ahuja dan Dong, 2005
a. Wadah fase gerak. Wadah fase gerak harus bersih dan lembam inert.
Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Sebelum digunakan, fase gerak harus di-degassing
terlebih dahulu untuk menghilangkan gelembung gas yang ada. Adanya gas
akan berkumpul menjadi komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan hasil analisis. Fase gerak juga harus disaring
terlebih dahulu untuk menghindari adanya partikel-partikel kecil. Partikel kecil ini dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit,
sehingga dapat mengakibatkan kekosongan pada kolom atau tabung tersebut Gandjar dan Rohman, 2007.
b. Pompa. Pompa yang digunakan dalam KCKT harus inert terhadap fase
gerak yang digunakan dan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi serta mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 3
mLmenit. Bahan yang sering digunakan untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Tujuan penggunaan pompa adalah untuk
menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan Gandjar dan Rohman,
2007. c.
Tempat penyuntikan sampel injector. Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah
tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel
sample loop internal atau eksternal. Proses penyuntikan dilakukan dengan memutar katup sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan
mengalir sampai ke kolom. Kelebihan sampel akan dikeluarkan ke wadah pembuangan Gandjar dan Rohman, 2007. Seiring perkembangan jaman,
tempat penyuntikan sampel berkembang menjadi sistem autosamplers.
Sistem ini memudahkan pengguna KCKT untuk mengatur volume yang akan diinjeksikan berdasarkan program yang ada. Sampel dimasukkan ke
dalam vial, kemudian diletakkan pada rak autosamplers Kazakevich dan LoBrutto, 2007.
d. Kolom. Ada dua jenis kolom pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan
kolom mikrobor. Kolom pada KCKT biasanya berisi fase diam berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi atau
polimer-polimer stiren, dan divinil benzene. Oktadesil silika ODS atau C
18
merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang,
maupun tinggi Gandjar dan Rohman, 2007. Proses pemisahan antar komponen dalam sampel terjadi pada kolom KCKT. Pemisahan terjadi
berdasarkan interaksi antara komponen dalam sampel dengan fase gerak dan fase diam. Komponen sampel yang bersifat polar akan terelusi lebih dahulu
dan komponen dalam sampel yang bersifat nonpolar akan terelusi lebih lama dari kolom KCKT fase terbalik. Hal ini disebabkan interaksi antara
komponen polar dalam sampel dengan fase diam lemah sehingga lebih terbawa fase gerak, sedangkan interaksi antara komponen nonpolar dalam
sampel dengan fase diam lebih kuat sehingga lebih sukar terbawa fase gerak Snyder dkk., 2010.
e. Detektor. Detektor yang paling banyak digunakan untuk analisis di bidang
farmasi adalah detektor ultraviolet-visibel UV-Vis karena kebanyakan senyawa obat mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis
Gandjar dan Rohman, 2007. Idealnya suatu detektor yang digunakan dalam sistem KCKT harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel, mempunyai sensitifitas yang tinggi mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat
kecil, stabil dalam pengoperasiannya, mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita, sinyal yang dihasilkan
berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas, dan tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak Gandjar dan
Rohman, 2007. f.
Data sistem. Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal
elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis
pengguna Gandjar dan Rohman, 2007.
G. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis menurut United States Pharmacopeia USP dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis tersebut akurat, spesifik,
reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Parameter- parameter validasi tersebut adalah:
1. Selektivitas
Selektivitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur zat tertentu yang diinginkan secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada pada matriks sampel Harmita, 2004. ICH
membagi selektivitas menjadi dua kategori, yakni uji identifikasi dan uji kemurnian atau pengukuran kadar. Selektivitas pada uji identifikasi
ditunjukkan dengan kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang memiliki struktur molekul yang hampir sama, sedangkan
untuk uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar, selektivitas ditunjukkan oleh daya pisah dari dua senyawa yang berdekatan Gandjar dan Rohman,
2007. Selektivitas suatu metode analisis untuk penetapan kadar dapat diketahui dari nilai resolusinya Rs. Menurut Snyder dkk. 2010, nilai
resolusi yang dianjurkan adalah lebih dari atau sama dengan dua.
2. Linieritas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit
pada kisaran yang diberikan Gandjar dan Rohman, 2007. Linieritas dapat dilihat dengan dua cara, yaitu secara evaluasi langsung pada garis persamaan
kurva baku dan secara statistika menggunakan regresi linier Ermer dan Miller, 2005. Linieritas dinyatakan dalam koefisien korelasi r. Suatu metode analisis
dikatakan linier apabila memenuhi persyaratan nilai r ≥ 0,99 Chan, Lam, Lee, dan Zhang , 2004.
3. Akurasi
Akurasi merupakan suatu prosedur analisis yang digunakan untuk melihat ketelitian suatu metode analisis atau kesesuaian antara nilai yang
diperoleh dari hasil analisis dengan nilai sebenarnya Ermer dan Miller, 2005. Akurasi metode analisis dinyatakan dengan nilai perolehan kembali persen
recovery . Akurasi dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi
spiked-placebo method atau metode penambahan baku standard addition method
Harmita, 2004. Suatu metode memiliki akurasi yang baik apabila memiliki nilai persen recovery dalam rentang 80-110 untuk kadar analit 1-10
ppm Gonzales dan Herador, 2007. Kriteria rentang persen recovery yang diperbolehkan untuk penetapan akurasi ditunjukkan pada tabel I.
Tabel I. Kriteria rentang persen recovery yang diperbolehkan
Gonzales dan Herrador, 2007
4. Presisi
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil
individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel- sampel yang diambil dari campuran yang homogen Harmita, 2004. Presisi
dinyatakan dalam koefisien variasi KV atau simpangan baku relatif RSD. Menurut Gonzales dan Herrador 2007, suatu metode memiliki presisi yang
baik apabila nilai persen RSD ≤ 11,3 untuk kadar analit 10 ppm. Kriteria
penerimaan persen RSD yang diperbolehkan dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Kriteria persen RSD yang diperbolehkan
Gonzales dan Herrador, 2007
H. Keterangan Empiris
Pulveres dengan zat aktif diltiazem digunakan oleh rumah sakit X untuk pasien lanjut usia dengan gangguan sistem kardiovaskular. Pulveres memiliki
kualitas yang baik apabila memenuhi syarat kering, halus, homogen, seragam dalam bobot, dan seragam dalam kandungan zat aktif. Proses peracikan pulveres
yang tidak sesuai dengan prosedur dapat menurunkan kualitas sediaan pulveres yang dibuat. Penurunan kualitas dapat berupa bobot dan kandungan zat aktif
dalam pulveres yang tidak seragam. Diltiazem memiliki panjang gelombang pada daerah UV yaitu pada
panjang gelombang 240 nm dan melebur pada suhu 207,5-212,0ºC. Uji keragaman bobot dilakukan sebagai tahap awal identifikasi keseragaman
kandungan dengan menimbang isi pulveres satu persatu. Uji keseragaman kandungan dilakukan dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan
detektor UV-Vis dan uji kadar air dilakukan dengan metode Loss on Drying menggunakan moisture analyzer.
Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif dan diharapkan dapat memberikan informasi tentang kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif
diltiazem pada rumah sakit X terkait keragaman bobot, keseragaman kandungan, dan kadar air.
19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang berjudul “UJi Kualitas Sediaan Racikan Pulveres dengan Zat Aktif Diltiazem Pada R
umah Sakit X” termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Jenis penelitian non
eksperimental karena dalam penelitian ini subjek penelitian tidak diberi perlakuan. Rancangan penelitian bersifat deskriptif karena peneliti hanya mendeskripsikan
keadaan yang ada.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem yang diracik di rumah
sakit X.
b. Kualitas sediaan racikan terkait keragaman bobot, keseragaman kandungan,
dan kadar air.
c.
Variabel yang dikendalikan dalam penelitian ini adalah:
1 Kemurnian pelarut dan fase gerak, digunakan pelarut grade for liquid
chromatography .
2 Perbedaan spesifikasi alat yang digunakan selama penelitian, digunakan
alat dan instrumen yang sama selama penelitian. d.
Variabel yang tidak dikendalikan dalam penelitian ini adalah peracik yang meracik pulveres berbeda-beda.