dahulu, kemudian dari 10 bungkus pulveres diambil tiga bungkus secara random
untuk dilakukan pengujian terhadap keseragaman kandungan dan enam bungkus secara random untuk dilakukan pengujian kadar air. Total
sampel pulveres yang digunakan selama penelitian ini adalah 30 bungkus. Diagram pengambilan sampel dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Diagram pengambilan sampel
2. Uji keragaman bobot
Sepuluh bungkus pulveres ditimbang satu persatu menggunakan neraca analitik. Proses penimbangan dilakukan dengan menimbang terlebih
dahulu isi pulveres dengan bungkusnya, kemudian isi pulveres dikeluarkan dan bungkus pulveres ditimbang kembali. Bobot pulveres tiap bungkus didapatkan
dari hasil selisih antara nilai bobot pulveres dan bungkusnya dengan bobot bungkus pulveres.
3. Uji keseragaman kandungan
a.
Verifikasi metode kromatografi cair kinerja tinggi KCKT.
1 Pembuatan fase gerak dan pelarut. Fase gerak dan pelarut yang
digunakan dalam penelitian ini adalah campuran metanol dan aquabidestilata
dengan perbandingan 80:20 dan pH diatur hingga 4 ± 0,5 10 bungkus
3 bungkus
6 bungkus Uji keragaman
bobot Uji keseragaman
kandungan Uji kadar air
Rand om
3 kali 3 kali
3 kali
menggunakan asam asetat glasial 100. Masing-masing larutan disaring menggunakan kertas saring whatman dengan bantuan pompa
vakum. Larutan dicampur dan dimasukkan kedalam wadah fase gerak, pencampuran dilakukan di luar sistem KCKT. Sebelum digunakan, fase
gerak di-degassing terlebih dahulu selama 15 menit.
2 Pembuatan larutan baku diltiazem.
a Pembuatan larutan stok diltiazem 2000 µgmL. Baku diltiazem
ditimbang seksama lebih kurang 100,0 mg, kemudian dilarutkan dengan pelarut. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50
mL dan ditambahkan pelarut hingga tanda, sehingga diperoleh larutan stok dengan konsentrasi 2000 µgmL.
b Pembuatan larutan intermediet diltiazem 1000 µgmL. Larutan stok
diltiazem 2000 µgmL diambil 5 mL dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL. Larutan tersebut diencerkan dengan pelarut hingga tanda,
sehingga diperoleh larutan intermediet dengan konsentrasi 1000 µgmL.
c Pembuatan seri larutan baku diltiazem. Larutan intermediet 1000
µgmL diambil 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180, dan 200 µL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Larutan tersebut
diencerkan dengan pelarut hingga tanda, sehingga diperoleh seri larutan baku diltiazem dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16,
18, dan 20 µgmL.
3 Penentuan panjang gelombang pengamatan. Tiga seri larutan baku
konsentrasi 12, 14, dan 16 µgmL diambil kemudian dilakukan scanning menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400
nm. Diperoleh panjang gelombang dengan absorbansi maksimum yang akan digunakan sebagai panjang gelombang pengamatan pada penetapan
kadar menggunakan KCKT. 4
Preparasi sampel. Satu bungkus pulveres digerus dan dihomogenkan menggunakan mortir dan stamper. Sampel yang telah dihomogenkan
ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg, kemudian dilarutkan dengan pelarut. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan
ditambahkan pelarut sampai tanda. Sebanyak 5 mL larutan diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan
pelarut hingga tanda. Larutan tersebut diambil 500 µL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan pelarut hingga
tanda. Larutan disaring dengan millipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT, kemudian di-degassing selama 5 menit.
b. Validasi metode analisis.
1 Penentuan resolusi sampel. Sebanyak 10 µL larutan sampel yang telah
disaring dan di-degassing diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi. Nilai Rs dihitung sebagai penentu parameter
validasi selektivitas. 2
Pembuatan kurva baku dan penentuan linieritas. Masing-masing seri larutan baku disaring menggunakan millipore dan di-degassing
menggunakan ultrasonicator selama 5 menit. Sebanyak 10 µL dari masing-masing larutan diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik
yang telah dioptimasi. Kurva regresi linear dibuat untuk menyatakan hubungan antara konsentrasi seri larutan baku diltiazem dengan nilai
AUC yang diperoleh, kemudian ditentukan persamaan garis regresi linier serta nilai koefisien korelasinya r.
3 Penentuan persen perolehan kembali persen recovery dan penentuan
nilai koefisien variasi KV. Satu bungkus pulveres digerus dan dihomogenkan menggunakan mortir dan stamper. Sampel yang telah
dihomogenkan ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg, penimbangan dilakukan sebanyak empat kali. Masing-masing sampel dilarutkan
dengan pelarut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian ditambahkan pelarut sampai tanda. Masing-masing larutan diambil 5 mL
dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan pelarut hingga tanda. Masing-masing larutan dimasukkan ke
dalam labu ukur 10,0 mL dan diberi label a, b, c, dan d. Larutan a diencerkan dengan pelarut hingga tanda sehingga diperoleh larutan
sampel tanpa adisi. Larutan b, c, dan d ditambahkan baku diltiazem masing-masing sebanyak 40, 60, dan 80 µL, kemudian masing-masing
diencerkan dengan pelarut hingga tanda sehingga diperoleh larutan sampel adisi 4, 6, dan 8 µgmL. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali.
Kedua macam sampel ini digunakan untuk memperoleh nilai persen perolehan kembali dan nilai koevisien variasi.
c. Penetapan kadar dan uji keseragaman kandungan. Sebanyak 10 µL
larutan sampel yang telah disaring dan di-degassing, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi. Replikasi dilakukan
sebanyak tiga kali untuk setiap bungkus pulveres. Pengujian dilakukan terhadap sembilan bungkus pulveres dengan zat aktif diltiazem dan
klobazam yang diambil di rumah sakit X dengan waktu pengambilan yang berbeda.
4. Uji kadar air