Sediaan Infusa Uji Toksisitas Subakut

Terdapat beberapa jenis metode dalam pemeriksaan kreatinin seperti metode Jaffe Reaction, yaitu pemeriksaan dalam suasana alkalis, kreatinin dengan asam pikrat akan membentuk senyawa berwarna kuning jingga menggunakan alat photometer. Selain itu, dapat pula menggunakan metode Kinetik yang pada dasarnya hampir sama dengan Jaffe Reaction, hanya saja dibutuhkan pembacaan dalam metode ini. Alat yang digunakan adalah autoanalyzer. Metode Enzimatik, dalammetode ini sampel yang diperiksa terdapat substrat yang nantinya akan bereaksi dengan suatu enzim membentuk senyawa enzim substrat. Alat yang digunakan adalah photometer Sacher dan Richard, 2004.

E. Sediaan Infusa

Infusa merupakan salah satu dari metode ekstraksi. Ekstraksi adalah proses penarikan suatu senyawa kimia dari bahan alam dengan menggunakan pelarut tertentu. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90 C selama 15 menit. Infusa dapat dibuat dari bahan lunak seperti daun dan bunga serta dapat diminum panas atau dingin. Serkai selagi panas menggunakan kain flanel kemudian menambahkan air panas secukupnya diatas ampas sampai mencapai volume yang diinginkan BPOM RI, 2010.

F. Uji Toksisitas Subakut

Secara umum uji toksikologi dibedakan menjadi dua, yaitu uji ketoksikan khas dan tak khas. .ji ketoksikan tak khas merupakan uji yang yang digunakan untuk mengevaluasi secara keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa, yang termasuk kedalam uji ini adalah uji toksisitas akut, sub kronis dan kronis. .ji ketoksikan khas merupakan uji yang mengevaluasi secara rinci efek yang ditimbulkan oleh suatu seenyawa pada aneka ragam hewan uji. .ji ketoksikan jenis ini meliputi potensiasi, kemutagenikan, teratogenik dan reproduksi Donatus, 2001. .ji toksisitas subakut adalah suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui efek toksik yang muncul setelah sediaan uji diberikan dengan dosis berulang secara oral pada hewan uji. Penelitian toksisitas subakut pada prinsipnya sediaan uji dalam beberapa tingkatan dosis diberikan pada hewan uji dengan satu dosis per kelompok setiap hari selama 28 atau 90 hari, dan bila diperlukan ditambahkan suatu kelompok satelit untuk melihat adanya efek tertunda atau efek yang bersifat reversibel. Hewan uji selama perlakuan diamati setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas. Dosis uji yang digunakan harus setara dengan penggunaan dalam masyarakat. Dalam uji toksisitas subakut oral minimal menggunakan tiga peringkat dosis perlakuan dan satu kelompok kontrol serta dua kelompok satelit jika diperlukan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2014. Hewan uji yang digunakan dalam uji toksisitas adalah hewan yang memiliki metabolisme yang serupa dengan manusia dan memiliki kemudahan penanganan pada saat dilakukan percobaan. Hewan yang digunakan harus sehat, jelas asal, galur, jenis kelamin, umur dan berat badannya. Biasanya digunakan rodensia tikus putih. Masing-masing kelompok dosis menggunakan hewan minimal 10 ekor yang terdiri dari 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Pada uji toksisitas dilakukan pengamatan berat badan, asupan pakan, minum hewan uji Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2014. Pada dasarnya efek toksik yang ditimbulkan suatu senyawa bergantung pada kondisi pemejanan, kondisi makluk hidup, mekanisme antaraksi, dan wujud serta jenis efek toksik. Kondisi pemejanan ini meliputi jenis pemejanan, jalur pemejanan, saat dan takaran pemejanan serta lama dan kekerapan pemejanan Donatus, 2001. Berkaitan dengan ketoksikan racun, kekerapan dan lama pemejanan racun merupakan faktor yang dapat mempengaruhi ketoksikan suatu racun. Lama pemejanan racun adalah batas kurun waktu pemejanan sesuatu terhadap makluk hidup tertentu sedangkan kekerapan pemejanan adalah batas pemejanan racun terhadap makluk hidup setiap satuan waktu dengan takaran atau dosis serta melalui jalur pemejanan tertentu. Suatu senyawa yang dipejankan hanya sekali jenis pemejanan akut selama kurun waktu tertentu mungkin akan memberikan efek toksik yang berbeda dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan berulang jenis pemejanan kronis. Selain itu faktor fisiologis dan patologis subjek juga dapat mempengaruhi ketoksikan suatu senyawa. Faktor fisiologis meliputi berat badan, jenis kelamin, kehamilan dan kecepatan aliran darah sedangkan faktor patologis meliputi aneka ragam penyakit, diantaranya adalah penyakit saluran cerna, kardiovaskuler, hati dan ginjal. Dalam metode pengujian toksikologi, kondisi ini juga sangat diperhatikan, misalnya dalam pemilihan jenis hewan uji Donatus, 2001.

G. Keterangan Empiris

Dokumen yang terkait

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

2 34 64

Pengujian Toksisitas Subakut Ekstrak Hipokotil Buah Bakau Hitam pada Tikus Galur Sprague Dawley

0 5 52

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus Sprague Dawley.

1 5 97

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis testis dan uterus tikus galur Sprague Dawley.

1 17 110

Uji toksisitas subakut infusa biji alpukat (persea americana mill. ) terhadap kadar serum Glutamic Pyruvic Transaminase dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase darah pada tikus Sprague Dawley.

1 5 131

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis hati tikus Sprague Dawley.

0 1 92

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap kadar glukosa darah dan gambaran histopatologis pankreas tikus Sprague Dawley.

0 6 99

Uji toksisitas akut infusa biji alpukat Persea americana Mill. pada mencit Galur Swiss.

0 18 122

Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang infusa biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologi ginjal tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 8