25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
.ji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap perubahan biokimia kadar BUN dan kreatinin tikus putih jantan dan betina galur
Sprague Dawley termasuk penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas . Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
peringkat dosis pemberian infusa biji Persea americana Mill. b.
Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian adalah perubahan kadar BUN dan serum kreatinin tikus Sprague Dawley.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada
penelitian ini antara lain, kondisi hewan dan bahan uji yang digunakan
1 Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley dengan berat badan 150-250 g dan umur 2-3
bulan yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi .niversitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2 Bahan uji yang digunakan yaitu biji Persea americana Mill. meliputi waktu panen, tempat tumbuh dan suhu.
3 Frekuensi pemberian infusa biji alpukat satu kali sehari berturut- turut dengan waktu yang sama secara peroral.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali
pada penelitian ini adalah kondisi patologis hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley.
3. Definisi operasional
a. Dosis infusa biji Persea americana Mill. Dosis infusa dalah
sejumlah 8 g serbukbiji Persea americana M. yang dibuat dalam bentuk infusa dengan peringkat dosis sebesar 202,24; 360;
640,8dan 1140,62 mgkgBB. b.
Biji Persea americana Mill. Biji Persea americana Mill. yang digunakan merupakan biji alpukat segar yang tidak busuk.
c. Perubahan kadar B.N dan kreatinin.Ditunjukkan dengan
peningkatan atau penurunan yang berbeda bermakna dibandingkan kontrol negatif setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28
hari. d.
Pemberian infusa. Pemberian infusa biji alpukat satu kali sehari selama 28 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara oral.
C. Bahan Penelitian
1. Hewan uji
Menggunakan tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium
Imono Fakultas Farmasi .niversitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Biji Persea americana Mill.
Biji Persea americana Mill. diperoleh dari Depot es Teller 77 yang berada di Galeria Mall, Yogyakarta pada bulan Juni2014. Berdasarkan keterangan
pemilik Depot es Teller 77, buah alpukat berasal dari distributor Klaten dan biji Persea americana Mill. yang digunakan berasal dari buah alpukat yang tidak
busuk.
3. Pelarut
Pelarut yang digunakan untuk pembuatan infusabiji alpukat, yaitu aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi – Fitokimia Fakultas
Farmasi .niversitas Sanata Dharma,Yogyakarta. 4. Pakan dan minum
Tikus diberi pakan pelet AD-2 yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi .niversitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan diberi minum air
reverse-osmosis RO yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi
.niversitas Sanata Dharma,Yogyakarta.
D. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk biji Persea americana Mill.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan serbuk, yaitu timbangan digital, oven, blender, ayakan no 40 dan wadah untuk menyimpan serbuk biji
alpukat.
2. Alat penetapan kadar air
Alat-alat yang digunakan untuk penetapan kadar air, yaitu Moisture Balance, stopwatch, sendok dan gelas piala.
3. Alat pembuatan infusa biji Persea americana Mill.
Alat pembuatan infusa biji alpukat yang digunakan, yaitu timbangan, panci enamel, termometer, stopwatch, heater, gelas piala, batang pengaduk, kain
flanel dan gelas ukur.
4. Alat uji toksisitas biji Persea americana Mill.
Alat uji toksisitas yang digunakan, yaitu timbangan, Bekker glass, jarum suntik peroral, spuit injeksi, eppendorf, pipa kapiler haemotokrit, dan metabolic
cage.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Persea americana Mill.
Determinasi tanaman Persea americana Mill. dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari
Depot es Teller 77 dengan biji yang telah diketahui pasti merupakan biji Persea
americana Mill. Determinasi ini dilakukan di Fakultas Farmasi .niversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Depot es Teller 77 di Galeria Mall, Yogyakarta pada bulan Juni
2014. Berdasarkan keterangan pemilik Depot es Teller 77, buah alpukat berasal dari distributor Klaten.
3. Pembuatan serbuk
Biji Persea americana Mill. dibersihkan dari kulit luarnya, dipotong kecil-kecil dengan tebal sekitar satu cm lalu dicuci sampai bersih dibawah air
mengalir kemudian dikering anginkan hingga biji terlihat tidak basah lagi. Biji tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50
C selama 72 jam untuk proses pengeringan. Biji yang telah kering kemudian diserbuk dan diayak
menggunakan ayakan nomor 40. Pengayakkan yang dilakukan pada serbuk biji Persea americana Mill. bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga
semakin besar luas permukaan yang akan kontak dengan pelarut yang digunakan dalam pembuatan infusa, yaitu aquadest.
4. Penetapan kadar air serbuk bijiPersea americana Mill.
Sebanyak ±5 g serbuk biji Persea americana Mill. yang sudah diayak kemudian dimasukkan kedalam alat Moisture Balance. Selanjutnya dipanaskan
pada suhu 105 C selama 15 menit kemudian akan muncul kadar air serbuk
tersebut.
5. Penetapan dosis infusa biji Persea americana Mill.
Peringkat dosis infusa biji alpukat didasarkan pada pengobatan yang biasa digunakan oleh masyarakat, yaitu ± 2 sendok makan 4 g serbuk yang direbus
dengan 250ml air. Maka dosis perlakuan yang digunakan adalah 4 g70kgBB manusia. Berdasarkan data diatas maka konversi dosis manusia 70 kg ke tikus 200
g = 0,018. Dosis untuk tikus: 200 g = 0,018 x 4 g
= 0,072 g200gBB = 360 mgkgBB.
Berdasarkan hasil orientasi infusa biji alpukat pada penelitian nefroprotektif yang dilakukan oleh Yoseph 2013, konsentrasi maksimal infusa
biji alpukat yang dapat dibuat adalah 8g100ml dengan asumsi berat badan hewan uji maksimal adalah 350 g dan volume maksimal pemberian infusa untuk tikus
secara p.o adalah 5 ml. Maka dilakukan perhitungan dosis tinggi perlakuan: D x BB = C x V
D x 350 g = 8 g 100ml x 5 ml D = 1142,8 mgkgBB
Perhitungan faktor kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi sebagai berikut.
dosis tinggi dosis rendah =
1142,8 360
= 1,78 Faktor kelipatan
Berdasarkan faktor kelipatan yang maka diperoleh 4 peringkat dosis, yaitu: Dosis I
: 360 mgkgBB : 1,78 =202,24 mgkgBB Dosis II
: 360 mgkgBB Dosis III
: 360 mgkgBB x 1,78 = 640,8 mgkgBB Dosis IV
: 640,8 mgkgBB x 1,78 = 1140,6mgkgBB
6. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif
.ntuk menentukan dosis aquadest digunakan berat badan tertinggi untuk mengetahui jumlah dosis maksimum yang harus diberikan kepada hewan uji.
Berdasarkan rumus didapatkan dosis maksimum, yaitu: D x BB
= C x V D x 350 g
= 1000 mgml x 5ml D
= 1000 mg x 5 350 gBB = 5000 mg 0,35 kgBB =14285,7 mgkgBB
7. Pembuatan infusa biji Persea americana Mill.
Menimbang sebanyak 8 g serbuk kering lalu dimasukkan ke dalam panci enamel, dibasahi dengan aquadest sebanyak dua kali dari bobot yang ditimbang,
yaitu 16 ml. Ditambahkan lagi dengan aquadest 100 ml. Selanjutnya panci enamel dipanaskan diatas penangas air pada suhu 90
C dan dijaga suhunya selama 15 menit. Lima belas menit dihitung ketika suhu mencapai 90
C. Setelah 15 menit larutan diambil dan diperas menggunakan kain flannel hingga mencapai volume
perasan 100 ml infusa biji Persea americana Mill. Pemanasan pada suhu 90 C
selama 15 menit bertujuan untuk mencegah agar senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk biji alpukat tidak rusak. Sementara itu bentuk
sediaan infusa memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, yaitu pembuatan sediaan infusa dapat dilakukan dengan mudah karena sediaan infusa
sama seperti rebusan yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Namun sediaan infusa ini tidak bertahan lama. Apabila sudah lebih dari 24 jam maka sediaan
infusa sebaiknya tidak boleh digunakan karena ditakutkan sediaan tersebut sudah terkontaminasi oleh mikroorganisme sehingga harus membuat ulang sediaan yang
baru. Hal tersebut merupakan kekurangan dari sediaan infusa.
8. Persiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan sebanyak 50 ekor 25 ekor jantan dan 25 ekor betina yang ditempatkan di dalam metabolic cage. Sebelum dilakukan penelitian,
seluruh tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama 7 hari di Laboratorium Imono Fakultas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tikus diberi makan seperti biasa, yaitu
pelet AD-2 dan diberi minum Reverse-Osmosis RO. Penelitian dengan hewan coba ini telah mendapat Ethical Clearance dari komisi etik Fakultas Kedokteran
.niversitas Gadjah Mada, Yogyakarta Lampiran 5.
9. Pengelompokan hewan uji
Lima puluh ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok secara acak, yaitu satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok uji
terdiri dari 10 ekor tikus 5 tikus jantan dan 5 tikus betina. Kelompok satu
kontrol diberi aquadest dengan dosis 14285,7 mgkgBB, kelompok dua sampai lima diberi perlakuan infusa biji alpukat dengan peringkat dosis berturut-turut
202,24; 360; 640,8 dan 1140,6 mgkgBB selama 28 hari.
10. Prosedur pelaksanaan toksisitas subakut
Sediaan infusa biji alpukat yang diberikan kepada hewan uji sesuai dengan peringkat dosis dengan kekerapan pemberian satu kali sehari selama 28
hari pada tikus jantan dan betina dengan tetap diberikan makan dan minum. Pada hari ke-0 sebelum diberi perlakuan dan hari ke-29, semua tikus diambil darahnya
melalui sinus orbital mata menggunakan pipa kapiler dan ditampung pada eppendorf kemudian dilakukan pengukuran kadar BUN dan kreatinin yang
dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu LPPT .niversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11. Pengamatan
a. Pengamatan berat badan hewan uji. Dilakukan dengan cara menimbang hewan uji dengan timbangan yang dilakukan setiap hari.
Purata berat badan hewan uji dilakukan dengan menambahkan berat badan hewan uji dan membagi dengan jumlah hewan uji tiap
kelompok perlakuan pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28. Setelah itu, data berat badan hewan uji tersebut dilakukan analisis dengan General
Linear Model Multivariate.
b. Pengukuran asupan pakan hewan uji. Hewan uji diberi asupan pakan sebanyak 30 g setiap hari. Banyaknya asupan pakan dihitung dengan
cara menghitung sisa makanan yang tertinggal diwadah pada hari kedua setelah diberi pakan pada hari pertama. Selisih dari
penimbangan tersebut dihitung sebagai asupan makanan yang dihabiskan oleh hewan uji pada hari pertama kemudian dihitung rata-
rata jumlah pakan yang dihabiskan oleh tikus tiap kelompok perlakuan sampai pada hari ke 28.
c. Pengukuran asupan minum hewan uji. Setiap hari hewan uji diberi
minum air Reverse Osmose RO sebanyak 100 ml yang diberikan dalam wadah botol lalu dimasukan dalam kandang. Pengukuran
banyaknya jumlah air minum yang dihabiskan dilakukan dengan cara mengurangkan jumlah air minum yang diberikan pada hari pertama
dengan jumlah air minum sisa pada hari kedua. Selisih dari pengurangan tersebut merupakan jumlah air minum yang dihabiskan
hewan uji pada hari pertama.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Analisis data hasil pengukuran kadar BUN ureum dan kreatinin tikus jantan dan betina diuji menggunakan uji paired T-test untuk kelompok kontrol
aquadest maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna sebelum dan sesudah
perlakuan infusa biji alpukat. Data BUN maupun kreatinin dianalisis
menggunakkan uji Kolmogorov-Smirnov yang bertujuan untuk mengetahui distribusi data tiap kelompok. Analisis akan dilanjutkan menggunakan analisis
variansi pola searah one way ANOVA apabila distribusi data normal dan homogen. Tujuan dari analisis variansi pola searah one way ANOVA adalah
untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok dengan taraf kepercayaan 95. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Scheffe jika p0,05 untuk melihat
perbedaan antar kelompok. Apabila hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data distribusi yang
tidak normal maka dilanjutkan dengan menggunakkan analisis Kruskal Walis untuk melihat perbedaan kadar kreatinin maupun BUN antar kelompok baik
kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat. Analisis kemudian dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan uji tiap
kelompok. Selain itu, selama perlakuan infusa biji alpukat 28 hari juga dilakukan pengamatan perubahan berat badan, pola makan dan minum tikus baik jantan
maupun betina. Data perubahan berat badan tikus jantan dan betina yang dihitung rata-ratanya pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28 dianalisis dengan menggunakan
General Linear Model Multivariate. Sementara itu untuk data pola asupan pakan dan minum tikus jantan dan betina akan disajikan dalam bentuk grafik pola makan
dan minum tikus.
G. Skema Alur Penelitian