Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran :

akademi dan perguruan tinggi. Mereka bertingkah laku immoral karena didorong oleh motivasi- motivasi sosial dan ekonomi.

2.3.1. Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran :

Menurut Kartono 2003, ada beberapa motif yang melatarbelakangi seseorang menjadi pelacur diantaranya sebagai berikut: a. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, adanya pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidup, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik. b. Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan, ketamakan, terhadap pakaian-pakaian indah dan mewah, namun malas bekerja. c. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga seperti ayah dan ibu bercerai, suami dan isteri cerai. d. Adanya ambisi-ambisi yang besar pada wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa keterampilan khusus. e. Pekerjaan pelacur tidak memerlukan keterampilan, intelegensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudahan dan keberanian. Tidak hanya wanita normal, wanita yang agak lemah ingatannya pun bisa melakukan pekerjaan ini. Universitas Sumatera Utara f. Adanya pengalaman traumatis seperti gagal dalam bercinta ataupun perkawinan, pernah dikecewakan sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini dan abnormalitas seks. g. Banyaknya tindakan trafficking dan perdagangan perempuan yang terjadi. Biasanya para perempuan ini tertipu dengan iming-iming pekerjaan yang layak di suatu tempat, yang akhirnya terjebak dalam dunia prostitusi. Dinas Sosial Propinsi Sumatera Utara mengakui masih banyak anak-anak yang dilacurkan yang belum terdata atau cenderung memalsukan umurnya. Diperkirakan 200-400 anak usia 13-18 tahun setiap tahunnya dijual ke berbagai daerah dan negara tujuan prostitusi seperti Batam, Tanjung Balai Karimun, Dumai, Malaysia dan Singapura. Menurut Kartono 2003 menjelaskan, PSK adalah kelompok yang mempunyai risiko tinggi terkena atau menimbulkan dan menyebarluaskan PMS. Apalagi dengan alasan komersil, mereka siap melakukan apa saja untuk kepuasan pelanggan sampai kepada perilaku seks yang tidak sehat, sehingga kelompok ini berisiko tinggi untuk terkena PMS. 2.4. HIVAIDS 2.4.1 Sejarah HIVAIDS

Dokumen yang terkait

Pengaruh Demografi Dan Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT Komite Penanggulangan HIV/AIDS Di Kabupaten Toba Samosir

1 44 124

Karakteristik Anak Buah Kapal ( ABK ) Yang Mengikuti Skrining HIV Di Klinik VCT Di Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Medan

3 34 90

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV/AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

7 56 148

standard operasional prosedur klinik ims dan vct mobile

0 1 29

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 18

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 2

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 0 13

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 2 46

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 2 4

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

0 1 18