Aspek Yuridis Perbankan Syariah

unit kerja dari kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Kemudian yang dimaksud dengan bank pembiayaan rakyat syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 43

2. Aspek Yuridis Perbankan Syariah

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan perundang-undangan yang menjadi dasar atau landasan hukum operasionalisasinya. 44 Pada prinsipnya aspek yuridis perbankan syariah terdiri dari dua aspek hukum, yakni hukum positif dan hukum syariah. Hal tersebut tentu saja berbeda dengan prinsip bank konvensional yang hanya mengedepankan aspek hukum positifnya saja. Gambar 2.3 Landasan Hukum Perbankan Syariah Dalam realisasinya, hukum positif tersebut diwujudkan dengan adanya beberapa UU sebagai berikut : 43 Ibid., h.61-62 44 A. Riawan Amin. Menata Perbankan Syariah di Indonesia. UIN Press. 2009, h.94 Bank Syariah Hukum Syariah : 1. Al – Qur’an 2. Hadits 3. Ijma Ulama Hukum Positif : 1. UU Undang-undang. 2. PBI Peraturan Bank Indonesia. 3. KUHAP a. Diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah memasukkan ketentuan mengenai pelaksanaan kegiatan perbankan dengan sistem bagi hasil. b. Keluarnya UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992 yang mengakui keberadaan Bank Syariah dan Bank Konvensional serta memperkenankan bank konvensional membuka kantor cabang syariah. c. Keluarnya UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengakomodasi kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah dimana BI bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasann bank komersial termasuk bank syariah. d. BI mengeluarkan Peraturan BI No.412002 mengenai pengenalan pembuktian bersih cabang syariah yang merupakan penyempurnaan jaringan kantor cabang syariah. e. Keluarnya UU No.3 Tahun 2004 tentang perubahan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang makin mempertegas penetapan kebijakan moneter dengan yang dilakukan oleh BI dapat dilakukan dengan prinsip syariah. f. Diberlakukannya PBI No.83PBI2006 tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Umum Konvensional. g. Disahkannya UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. 45 Selain adanya hukum positif di atas, eksistensi bank syariah di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari adanya sistem keuangan syariah yang bersandar pada Al- Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma Ulama. Sistem keuangan syariah adalah sistem keuangan yang menjembatani anatar pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana melalui produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. 46 Di antara prinsip syariah dalam sistem keuangan syariah adalah transaksi yang dilakukan harus didasarkan pada kerja sama yang saling menguntungkan dan solidaritas mudharabah. 47 Adapun hukum syariah terkait dengan prinsip bagi hasil mudharabah tersebut didasari pada ayat, hadits, dan ijma sebagai berikut : a. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Muzzammil ayat 20 : Artinya : “dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT ”. 45 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 64. 46 Ibid., h. 19. 47 Ibid., h. 20 Yang menjadi argumen dari ayat di atas adalah dengan adanya kata yadhribuun. Kata tersebut sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. 48 b. Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah: Artinya : “Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda : Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan un tuk dijual.”HR.Ibnu Majah 49 c. Ijma Ulama Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengelolaan harta secara mudharabah. 50 48 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001, h. 95. 49 Ibnu Hajar Atsqalani, Buluughul Maram Min Adilatil Ahkam, Kairo : Dar Ibn al- Haytsam,t.t., h. 190. 50 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 96. Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. 51 Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad sebagai berikut : a. Rukun, yang terdiri dari : 1 Penjual 2 Pembeli 3 Barang 4 Harga 5 Akadijab-qabul b. Syarat, yang terdiri dari : 1 Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah. 2 Harga barang dan jasa harus jelas. 3 Tempat penyerahan delivery harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi. 4 Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai. 52 51 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 29. 52 Ibid., h. 30. Dengan demikian dapat dipahami bahwa operasional bank syariah di Indonesia tidak hanya dijalankan berdasarkan pada hukum positif saja melainkan juga didasari pada hukum syariah.

3. Fronliners Bank Syariah