1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekonomi Islam merupakan salah satu kajian aplikatif yang bermuara pada konsep muamalah dalam ajaran agama Islam. Konsep muamalah
tersebut dalam konteks kekinian di antaranya dimanifestasikan dalam dunia perbankan, yaitu perbankan syariah. Dalam sejarahnya, kehadiran perbankan
syariah esensinya memiliki maksud dan tujuan untuk menyejahterakan umat manusia melalui konsep bagi hasil Mudharabah dan juga sebagai upaya
umat Islam untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berdasarkan Al-
Qur’an dan As-Sunah.
1
Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil. ” Q.S. An-Nisaa 4 : 29
Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya terdapat larangan bagi orang- orang yang beriman untuk mengambil harta orang lain dengan jalan yang
haram atau jalan yang tidak sesuai syara’, seperti riba, judi, gasab, dan
menipu.
2
Hal tersebut jelas dilarang dikarenakan Islam tidak mengajarkan hal semacam itu, melainkan Islam mengajarkan untuk melakukan jual beli dan
1
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001, h.18.
2
Wahbah Zuhaili, dkk., Ensiklopedia Al- Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2007, h.84.
menerapkan sistem bagi hasil Mudharabah. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:
Artinya : “Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW
bersabda : Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”HR.Ibnu Majah
3
Upaya awal penerapan sistem ekonomi yang berlandaskan syariah secara institusional dimulai oleh Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-
an, yaitu dengan adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya pun berkembang tatkala
Islamic Rural Bank pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.
4
Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank Islam pun tumbuh dengan sangat pesat
hingga pada akhir tahun 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan syariah yang beroperasi diseluruh dunia.
5
3
Ibnu Hajar Atsqalani, Buluughul Maram Min Adilatil Ahkam, Kairo : Dar Ibn al- Haytsam, t.t., h. 190.
4
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, h. 19.
5
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 18.
Perkembangan dunia perbankan syariah di dunia itu pun juga berpengaruh terhadap sistem perekonomian di Indonesia. Tercatat di awal
tahun 1980-an, terdapat ide dan gagasan untuk menerapkan Baitut Tamwil- Salman di Bandung.
6
Selanjutnya gagasan untuk mendirikan bank kembali digulirkan dalam lokakarya yang diselenggarakan MUI di Cisarua, Bogor,
pada 19-20 Agustus 1990, yang diikuti pejabat moneter Indonesia, para bankir, pakar ekonomi dan para ulama ahli hukum Islam.
7
Hingga akhirnya pada tahun 1992 secara resmi diperkenalkan kepada masyarakat aspek hukum
bank syariah di Indonesia, yaitu dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992
tentang perbankan.
Undang-undang ini
yang selanjutnya
diinterpretasikan dalam berbagai ketentuan pemerintah, telah memberikan peluang seluas-luasnya untuk pembukaan bank-bank yang beroperasi dengan
prinsip bagi hasilsyariah.
8
Selanjutnya pada era reformasi, regulasi mengenai perbankan syariah kembali dikeluarkan, yakni UU No.10 Tahun 1998. Undang-undang tersebut
dengan jelas mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional serta memperkenankan bank konvensional membuka kantor cabang syariah.
9
6
Veithzal Rivai, dkk., Bank dan Financial Institution Management, Conventional and Sharia System, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, h. 739.
7
A. Riawan Amin. Menata Perbankan Syariah di Indonesia. UIN Press. 2009, h.78.
8
Veithzal Rivai, dkk., Bank dan Financial Institution Management, Conventional and Sharia System, h. 740.
9
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2009, h. 64.
Lahirnya UU mengenai perbankan tersebut pun memicu bank-bank yang masih dioperasikan dengan menggunakan prinsip konvensional
menkonversi prinsip operasionalnya menjadi lembaga keuangan bank yang berdasarkan pada prinsip syariah. Salah satu di antara lembaga keuangan
bank yang mengubah prinsip operasionalya menjadi bank syariah adalah PT Bank Susila Bakti BSB yang berubah menjadi PT Bank Syariah Mandiri
pada tahun 1999.
10
Kehadiran PT Bank Syariah Mandiri pada tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter
1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik
nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat dan dunia usaha, seperti
banyaknya perusahaan yang gulung tikar. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional
mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di
Indonesia.
11
Perkembangan bank syariah di Indonesia pun semakin berkembang secara kelembagaan, tercatat pada tahun 2012 bahwa jumlah Bank Umum
Syariah BUS dan Unit Usaha Syariah UUS semakin berkembang terlihat
10
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h.26.
11
http:www.syariahmandiri.co.idcategoryinfo-perusahaanprofil-perusahaansejarah diakses pada 19 november 2013 pukul 21.40 wib
dari bertambahnya Kantor Cabang dari sebelumnya sebanyak 452 menjadi 508 kantor, sementara Kantor Cabang Pembantu KCP dan Kantor Kas
KK telah bertambah sebanyak 440 kantor pada periode yang sama oktober 2012 sampai dengan oktober 2012.
12
Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia juga tercermin dari semakin bertambahnya jumlah
pegawai yang bekerja di perbankan syariah. Peningkatan jumlah tersebut dapat dilihat pada statistik jumlah pekerja di perbankan syariah yang tercatat
di Bank Indonesia sebagai berikut : Tabel 1.1
Jumlah Pekerja di Perbankan Syariah Number of Worker in Islamic Banking
Tahun 2008
2009 2010
2011 2012
Per-Oktober
Bank Umum Syariah BUS
6.609 10.348
15.224 21.820
23.502 Unit Usaha Syariah
UUS 2.562
2.296 1.868
2.067 3.053
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS
2581 2.779
3.172 3.773
4.320
Sumber : Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah 2012 Perkembangan perbankan syariah yang cukup tinggi tersebut tidak
terlepas dari kebijakan yang dilaksanakan pada tahun 2011, yakni salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas human capital bagi industri
12
Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah 2013, diakses pada 7 mei 2014 pukul 05.15 wib dari www.bi.go.ididruang-mediasiaran-persoutlook-perbankan-syariah2013
perbankan syariah yang dilakukan oleh BI bekerja sama dengan IFSB dan bank sentral lain seperti Bank Negara Malaysia.
13
Di samping perkembangannya, industri perbankan syariah di Indonesia pun tidak terlepas dari berbagai tantangan. Di antara tantangan industri
perbankan syariah itu sendiri terletak pada aspek pemenuhan akan kebutuhan sumber daya manusia.
Menurut data Biro Perbankan Syariah BI dalam jangka waktu sepuluh tahun ke depan setidaknya dibutuhkan sekitar 10.000 SDM untuk industri
perbankan syariah.
14
Namun demikian kebutuhan yang mampu dipenuhi oleh lembaga pendidikan yang menyelenggarakan studi tentang ekonomi syariah
hanya mampu meluluskan kurang lebih 1000-an orang per tahun. Selain itu, menurut hasil penelitian dalam bentuk tesis yang dilakukan
oleh Jasman Ginting M. menyatakan bahwa SDM yang dibutuhkan untuk perbankan syariah pada tahun 2013 adalah sebanyak 40.433 pegawai untuk
BUS, 2.298 untuk UUS dan 5.950 untuk BPRS.
15
Data di atas tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi industri perbankan syariah di Indonesia terutama pada aspek sumber daya
13
Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah 2012, diakses pada 7 mei 2014 pukul 05.25 wib dari www.bi.go.ididruang-mediasiaran-persoutlook-perbankan-syariah2012
14
Ibid., h. 159
15
Jasman Ginting Munthe, Proyeksi Kebutuhan Sumber Daya Manusia SDM Perbankan Syariah dan Skenario Pemenuhannya, Tesis S2 Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, 2012, h. 48.
manusianya. Padahal sumber daya manusia merupakan faktor sentral dalam suatu perusahaan apa pun bentuk dan tujuannya.
16
Pada prinsipnya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang memenuhi syarat dan kriteria
organisasi.
17
Dalam organisasi yang baik tentu saja akan senantiasa mencari individu-individu yang mempunyai etos kerja di dalam dirinya. Sehingga
ketika hal tersebut telah dimiliki oleh sebuah organisasi, maka ia akan mampu bertahan di tengah persaingan yang penuh dengan kompetisi dan
perubahan yang begitu cepat.
18
Kaitannya dengan bank syariah, maka sumber daya manusia dalam perbankan syariah tersebut dituntut untuk memiliki
pengetahuan yang luas di bidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktik perbankan, serta mempunyai komitmen
kuat untuk menerapkannya secara konsisten.
19
Dalam sebuah organiasasi, pengelolaan sumber daya manusia ditempatkan sebagai unsur terpenting. Dari sekian banyak aspek manajemen
sumber daya manusia, perencanaan sumber daya manusia human resource planning esensinya akan menghasilkan kinerja perusahaan yang tinggi tanpa
menyampingkan aspek-aspek lainnya. Perencanaan sumber daya manusia
16
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h. 75.
17
Herman Sofyandi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Graha Ilmu, 2008, h. 53.
18
Suhendra dan Murdiyah Hayati,Manajemen Sumber Daya Manusia,UIN Jakarta Press, 2006, h.7.
19
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 226.
merupakan proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan peramalan pengembangan, pengimplementasian, dan pengendalian kebutuhan
tersebut yang berintegrasi dengan perencanaan organisasi agar tercipta jumlah pegawai, penempatan pegawai yang tepat dan bermanfaat secara
ekonomis.
20
Selain itu, perencanaan sumber daya manusia juga menjadi bagian yang penting dalam manajemen sumber daya manusia dan sebagai kontributor
pada proses perencanaan strategis organisasi, mengingat perencanaan sumber daya manusia tidak hanya membantu organisasi dalam menentukan sumber
daya manusia yang diperlukan untuk mencapai tujuan, tetapi juga menentukan apa yang benar-benar dapat dicapai dengan sumber daya
manusia yang tersedia. Bermula dari perencanaan sumber daya manusia, maka ketersediaan karyawan dapat diprediksi sebelumnya. Hal ini akan
sangat menguntungkan organisasi karena mengurangi unsur ketidakpastian jumlah karyawan di masa depan. Selain itu dengan adanya perencanaan
sumber daya manusia, maka suatu organisasi atau perusahaan dapat membuat keputusan tatkala akan melakukan rekrutmen pegawai.
21
Kaitannya dengan industri perbankan syariah, perencanaan SDM tentu saja akan memudahkan para pimpinan dalam memformulasikan strategi yang
tepat untuk merekrut pegawai baru bagi perusahaanya. Karena kemajuan
20
A.A. Anwar Mangkunegara Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, h. 6.
21
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek, h. 151.
kinerja organisasional bagi seorang pimpinan tidak hanya berasal dari perubahan dalam program insentif, pelatihan yang lebih baik, atau rancangan
yang lebih baik. Akan tetapi juga dimulai dengan merekrut orang-orang yang memiliki kapabilitas dan sesuai dengan tujuan perusahaan serta siap untuk
bekerja pada perusahaan. Berdasarkan data-data sebagaimana dituturkan di atas, terutama erat
kaitannya dengan latar belakang yang mengungkapkan bahwa adanya kesenjangan antara minimnya ketersediaan sumber daya yang profesional
untuk industri perbankan syariah dengan kebutuhan akan pegawai profesional yang cukup besar pada industri perbankan syariah. Maka hal tersebut
menarik penulis untuk melakukan penelitian mengenai strategi perekrutan yang dilakukan oleh salah satu bank syariah di Indonesia dengan judul
penelitian
“Strategi Rekrutmen Pegawai Frontliners Bank Syariah Mandiri Kantor Wilayah II Jakarta
”.
B. Batasan dan Rumusan masalah