Pengetahuan dan Perilaku Laki-Laki Dewasa Perokok Tentang Penyakit Paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan
PENGETAHUAN DAN PERILAKU LAKI-LAKI DEWASA
PEROKOK TENTANG PENYAKIT PARU
DI KELURAHAN PASAR SIPIROK
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
SKRIPSI
OlehZakiyyah Syafawani P 101101080
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
Judul : Pengetahuan dan Perilaku Laki-laki Dewasa Perokok Tentang Penyakit Paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten
Tapanuli Selatan Penulis : Zakiyyah Syafawani P Nim : 101101080
Jurusan : Ilmu Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2014
ABSTRAK
Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang, terutama terhadap kesehatan paru. Kebiasaan merokok memang sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Penting bagi perokok untuk mengetahui tentang penyakit paru yang merupakan dampak utama merokok. Dengan adanya pengetahuan yang baik diharapkan terbentuknya perilaku yang baik. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Sampel dalam penelitian ini adalah 80 orang laki-laki dewasa perokok di Kelurahan Pasar Sipirok yang diambil dengan teknik accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan responden tentang penyakit paru dalam kategori baik yaitu sebanyak 60%, Perilaku responden dalam penelitian ini mayoritas dalam kategori cukup yaitu sebanyak 61,2%. Sebagai saran penelitian ini agar petugas kesehatan tidak hanya aktif dan kreatif dalam memberikan pendidikan kesehatan tetapi setiap petugas kesehatan juga memberikan contoh dan teladan yang baik kepada masyarakat. Pada penelitian ini juga masih terdapat beberapa kekurangan terutama pada kuesioner, sehingga disarankan pada peneliti selanjutnya agar dapat membenahi kekurangan pada kuesioner agar didapatkan hasil penelitian yang lebih valid.
(4)
Title : Knowledge and Attitude Of Adult Male Smokers About Pulmonary Disease In Kelurahan Pasar Sipirok South Tapanuli Regency
Name : Zakiyyah Syafawani P Student No. : 101101080
Faculty : Nursing Academic Year : 2014
ABSTRACT
The danger of smoking against of health of body have been researched and provable many people, especially against health pulmonary. Smoking habit it is hard to be eliminated and rarely recognized people as a bad custom. Important for smokers to know about lung disease is the impact main smoking. By the presence of knowledge either expected the establishment of good behavior. Design research used in this research is descriptive, with the purpose to determine the level of knowledge and behavior adult male smokers about lung disease in kelurahan Pasar Sipirok district Tapanuli Selatan. A sample in this research is 80 people adult male smokers in kelurahan Pasar Sipirok taken with the technique of accidental of sampling. The results showed the level of knowledge of respondents about the illnesses in both categories, which is as much as 60%, the behavior of the respondents in this study the majority in enough categories that is as much as 61,2%. As this research suggestions that health workers are not only active and creative in providing health education but any health workers also provide an example and a good example to society. In this research, there is also still some drawbacks especially on questionnaires, suggested that further research on in order to fix the flaws in the questionnaire in order to obtain a more valid research results.
(5)
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengetahuan dan
Perilaku Laki-Laki Dewasa Perokok Tentang Penyakit Paru Di Kelurahan Pasar
Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan”. Shalawat bertangkaikan salam semoga
tercurah kepada nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan
kepada Ibu Yesi Ariani, S.Kep.Ns. M.Kep selaku Dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima dukungan dari
berbagai pihak, untuk ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dedi
Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara, Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit,
S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II sekaligus penguji skripsi, Bapak
Ikhsanuddin Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kepada dosen penguji skripsi ibu
Nunung Febriany Sitepu, S.Kep, Ns, MNS, kepada ibu Nur Afi Darti S.Kp,
M.Kep selaku dosen penasihat akademik yang telah memberikan nasehat dan
bimbingan selama masa perkuliahan di FKep USU, dan Bapak Abdullah Siagian
selaku kepala Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
Terkhusus buat keluargaku yang selalu berdoa untukku dan memberikan
(6)
Pulungan S.Sos dan ibunda tercinta Nursiti Sihotang S.Pd, buat adik-adikku
tercinta Muhammad Zulfan Nuroni Pulungan dan Putri Amalia Pulungan, terima
kasih atas dukungan dan semangat yang kalian berikan.
Terima kasih juga buat semua teman-teman FKep stambuk 2010
seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, juga teman-teman satu
kost di Gang Sarmin No.18 Ayu, Tuti, Amel, Uci, Nina, Kak Wardah, Purnama,
Kak Shusi, dan Kak Nengsi terima kasih banyak atas dukungannya dan kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan yang membangun
dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan keperawatan serta untuk
penelitian selanjutnya.
Semoga Allah yang penuh rahmat selalu memberikan berkat dan
karuniaNya kepada kita semua. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat nantinya untuk pengembangan pengetahuan khususnya profesi
keperawatan.
Medan, Juli 2014 Penulis
(7)
DAFTAR ISI
Halaman judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Abstrak.. ... iii
Prakata ... iv
Daftar isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Skema ... x
BAB 1. Pendahuluan 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 4
1.3Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1. Tujuan Umum ... 4
1.3.2. Tujuan Khusus ... 4
1.4Manfaat Penelitian ... 5
1.4.1. Pendidikan Keperawatan ... 5
1.4.2. Praktek Keperawatan ... 5
1.4.3. Penelitian Keperawatan ... 5
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan ... 6
2.1.2. Tingkat Pengetahuan ... 6
2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan . ... 8
2.1.4. Pengukuran Pengetahuan ... 9
2.1.5. Tipe-tipe Pengetahuan ... 10
2.2. Perilaku ... 10
2.2.1. Pengertian Perilaku ... 10
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku 12
2.3. Rokok ... 13
2.3.1. Defenisi rokok ... 13
2.3.2 Kandungan dan Bahaya Rokok ... 13
2.4. Penyakit Paru Akibat Rokok ... 18
2.4.1. Bronkitis ... 18
2.4.2. Pneumonia ... 21
2.4.3. Emfisema ... 24
(8)
2.5. Perilaku Perokok dalam Mencegah Penyakit Paru ... 35
BAB 3 Kearangka Penelitian 3.1. Kerangka konseptual ... 37
3.2. Defenisi Operasional ... 38
BAB 4 Metode Penelitian 4.1. Desain Penelitian ... 39
4.2. Populasi dan Sampel ... 39
4.2.1. Populasi ... 39
4.2.2. Sampel ... 39
4.3. Lokasi dan waktu penelitian ... 41
4.3.1. Lokasi ... 41
4.3.2. Waktu ... 41
4.4. Pertimbangan etik ... 41
4.5. Instrumen penelitian ... 42
4.5.1. Instrumen Penelitian ... 42
4.5.2. Uji Validitas dan Uji Realibilitas ... 43
4.6. Pengumpulan data ... 44
4.7. Analisa data ... 44
BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan 5.1. Hasil Penelitian ... 46
5.1.1. Karakteristik Responden ... 46
5.1.2. Pengetahuan Laki-laki Dewasa Perokok Tentang Penyakit Paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan ... 48
5.1.3. Perilaku Laki-laki Dewasa Perokok dalam Mencegah Penyakit Paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan ... 48
5.2. Pembahasan ... 49
5.2.1. Pengetahuan Laki-laki Dewasa Perokok ... 49
5.2.2. Perilaku Laki-laki Dewasa Perokok ... 51
BAB 6 Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1. Kesimpulan ... 55
6.2. Saran ... 56
6.2.1. Instansi Kesehatan ... 56
6.2.2. Masyarakat ... 56
(9)
Daftar Pustaka ... 58
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden ... 62
2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 64
3. Instrumen Penelitian ... 65
4. Realibilitas Instrumen ... 71
5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Responden Berdasarkan Pertanyaan Di Kelurahan Pasar Sipirok (N=80) ... 75
6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Perilaku Responden Berdasarkan Pernyataan Di Kelurahan Pasar Sipirok (N=80) ... 76
7. Surat Permohonan Survey Awal dan Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan ... 77
8. Surat izin Melaksanakan Uji Realibilitas dari Kelurahan Hutasuhut Kabupaten Tapanuli Selatan ... 78
9. Surat izin Pengambilan Data dari Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan ... 79
10.Surat izin Komisi Etik ... 80
11.Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan ... 81
12.Taksasi Dana ... 82
(10)
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Stadium Klinis Kanker Paru ... 32
2. Tabel 2. Tabel Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 38
3. Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Laki-laki Dewasa Perokok di Kelurahan
Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan ... 48
4. Tabel 4. Pengetahuan Responden Tentang Penyakit Paru di
Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan 49
5. Tabel 5. Perilaku Responden dalam MencegahPenyakit Paru di Kelurahan Pasar Sipirok ... 49
(11)
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Kerangka Konsep Pengetahuan dan Perilaku Laki-Laki
(12)
Judul : Pengetahuan dan Perilaku Laki-laki Dewasa Perokok Tentang Penyakit Paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten
Tapanuli Selatan Penulis : Zakiyyah Syafawani P Nim : 101101080
Jurusan : Ilmu Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2014
ABSTRAK
Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang, terutama terhadap kesehatan paru. Kebiasaan merokok memang sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Penting bagi perokok untuk mengetahui tentang penyakit paru yang merupakan dampak utama merokok. Dengan adanya pengetahuan yang baik diharapkan terbentuknya perilaku yang baik. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Sampel dalam penelitian ini adalah 80 orang laki-laki dewasa perokok di Kelurahan Pasar Sipirok yang diambil dengan teknik accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan responden tentang penyakit paru dalam kategori baik yaitu sebanyak 60%, Perilaku responden dalam penelitian ini mayoritas dalam kategori cukup yaitu sebanyak 61,2%. Sebagai saran penelitian ini agar petugas kesehatan tidak hanya aktif dan kreatif dalam memberikan pendidikan kesehatan tetapi setiap petugas kesehatan juga memberikan contoh dan teladan yang baik kepada masyarakat. Pada penelitian ini juga masih terdapat beberapa kekurangan terutama pada kuesioner, sehingga disarankan pada peneliti selanjutnya agar dapat membenahi kekurangan pada kuesioner agar didapatkan hasil penelitian yang lebih valid.
(13)
Title : Knowledge and Attitude Of Adult Male Smokers About Pulmonary Disease In Kelurahan Pasar Sipirok South Tapanuli Regency
Name : Zakiyyah Syafawani P Student No. : 101101080
Faculty : Nursing Academic Year : 2014
ABSTRACT
The danger of smoking against of health of body have been researched and provable many people, especially against health pulmonary. Smoking habit it is hard to be eliminated and rarely recognized people as a bad custom. Important for smokers to know about lung disease is the impact main smoking. By the presence of knowledge either expected the establishment of good behavior. Design research used in this research is descriptive, with the purpose to determine the level of knowledge and behavior adult male smokers about lung disease in kelurahan Pasar Sipirok district Tapanuli Selatan. A sample in this research is 80 people adult male smokers in kelurahan Pasar Sipirok taken with the technique of accidental of sampling. The results showed the level of knowledge of respondents about the illnesses in both categories, which is as much as 60%, the behavior of the respondents in this study the majority in enough categories that is as much as 61,2%. As this research suggestions that health workers are not only active and creative in providing health education but any health workers also provide an example and a good example to society. In this research, there is also still some drawbacks especially on questionnaires, suggested that further research on in order to fix the flaws in the questionnaire in order to obtain a more valid research results.
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di
masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan
dibuktikan banyak orang. Kebiasaan merokok memang sulit dihilangkan dan
jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Padahal efek-efek yang
merugikan akibat merokok sudah diketahui dengan jelas, tetapi jumlah perokok
terus meningkat.
Berdasarkan data dari WHO, prevalensi merokok di kalangan orang
dewasa terjadi peningkatan dari 26,9% hingga 31,5% dari tahun 1995-2001.
Rata-rata umur mulai merokok yang semula 18,8 tahun menurun menjadi18,4 tahun.
Prevalensi merokok pada laki-laki meningkat cepat seiring dengan bertambahnya
umur : dari 0,7% (10-14 tahun), ke 24,2% (15-19 tahun), melonjak ke 60,1%
(20-24 tahun). Remaja laki-laki umur 15-19 tahun mengalami peningkatan konsumsi
sebesar 65% antara 1995-2001. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan
prevalensi merokok dalam jangka waktu 5 tahun (Kemenkes RI, 2012).
Pada tahun 2008 WHO melaporkan untuk Indonesia, prevalensi perokok
dari kalangan anak-anak dan remaja adalah sebesar 13.5%. Statistik perokok dari
kalangan dewasa laki-laki sebesar 63%, dan perempuan sebesar 4.5%.Tingginya
prevalensi merokok maka akan memperbesar resiko peningkatan jumlah penderita
(15)
Ada empat jenis penyakit paru-paru yang dapat disebabkan karena
merokok. Keempat jenis penyakit paru tersebut adalah bronkitis (radang saluran
nafas), pneumonia (radang paru), emfisema, dan kanker Paru.
Buku Report of the WHO Expert Comitte On Smoking Control
mengungkapkan bahwa rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitis kronik.
Kematian akibat komplikasi dari bronkitis kronik dapat terjadi 4-25 kali lebih
tinggi pada perokok dibandingkan yang bukan perokok (Oktorina, 2011).
Hasil penelitian Maulina (2007) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan
kejadian Pneumonia dengan yang tidak merokok. Perhitungan Koefisien
Kontingensi untuk mengetahui keeratan hubungan kebiasaan merokok dengan
Pneumonia diperoleh sebesar 0,383 dimana Koefisien Kontingensi terbesar untuk
tabel (2x2) adalah 0,707 berarti tingkat asosiasi antara kebiasaan merokok dengan
Pneumonia cukup erat.
Buku Report of the WHO Expert Committee on Smoking Control
menjelaskan bahwa rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru.
Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume
ekspirasi paksa) per 1 detik. Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan
pergerakkan silia pada saluran pernapasan, menghambat fungsi makrofag
alveolar, dan menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus.
Terganggunya fungsi makrofag alveolar akan mempermudah terjadinya
perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru (Soemantri,
(16)
Hasil penelitian Christine (2009) menunjukkan bahwa adanya hubungan
antara merokok dengan kanker paru (nilai p < 0,05) dengan OR sebesar 4,929 .
Hal ini berarti orang yang merokok beresiko 4,929 kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok. Dari 320 orang penderita kanker yang dirawat
di RA3 RSUP H.Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2010,
didapati; 86.1% laki-laki, 40.8% berusia ≤ 60 tahun dan 87.6% memiliki riwayat merokok (Saragih, 2012).
Kepala lurah Kelurahan Pasar Sipirok mengatakan bahwa merokok di
lingkungan masyarakat Sipirok merupakan kebiasaan sehari-hari, terutama
dikalangan laki-laki dewasa yang sudah berumah tangga dan rata-rata adalah
perokok aktif. Bahkan, dalam acara adat misalnya pernikahan, setelah selesai
makan bersama disediakan rokok bergelas-gelas untuk para laki-laki. Banyak
individu mempertahankan rokok, karena menurut mereka rokok sudah
mempunyai makna yang mendalam bagi mereka.
Soewondo (1993 dalam Pradana, 2008) menjelaskan bahwa para perokok
menganggap bahwa merokok dapat membuat mereka lebih bersemangat, lebih
waspada, lebih terjaga, lebih konsentrasi, atau lebih dewasa. Untuk mengurangi
angka kejadian penyakit paru, adalah penting untuk memberi edukasi kepada para
perokok tentang bahayanya merokok terhadap kesehatan mereka, dan kesehatan
masyarakat yang berada disekitar mereka. Mereka juga perlu mengetahui manfaat,
serta kebaikan jika berhenti merokok. Pengetahuan ini akan mendorong individu
merokok untuk berhenti merokok, sejurus itu mengurangi angka mortalitas akibat
(17)
Pada penelitian terdahulu tentang pengaruh pengetahuan dan sarana sanitasi
lingkungan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga di
Kecamatan Teupah Barat Kabupaten Simeuleu didapat hasil bahwa ada pengaruh
pengetahuan terhadap perilaku masyarakat tentang hidup bersih dan sehat tatanan
rumah tangga (Andini, 2011). Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan dapat mengubah perilaku menjadi lebih baik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang
penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok
tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar
Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi karakteristik responden di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
(18)
b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan laki-laki dewasa perokok tentang
penyakit paru.
c. Mengidentifikasi perilaku laki-laki dewasa perokok dalam mencegah penyakit
paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan bahan yang
berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sebagai informasi bagi
institusi pendidikan.
1.4.2. Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi rumah sakit,
puskesmas, dan pelayanan kesehatan lainnya dalam pelaksanaan promosi
kesehatan di masyarakat tentang akibat dari merokok khususnya terutama
penyakit paru, apa saja penyakit paru yang disebabkan rokok dan bagaimana
penyakit paru ini dapat merusak tubuh dan komplikasinya.
1.4.3. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang
berharga bagi peneliti, dan dapat dijadikan sebagai dokumentasi ilmiah untuk
perbandingan peneliti selanjutnya. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan
pendidikan kesehatan tentang penyakit paru terhadap laki-laki dewasa perokok
(19)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan
2.1.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Effendi dan Makhfudli, 2009).
Dari pengalaman dan penelitian dibuktikan bahwa perilaku yang disadari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang
tersebut terjadi proses berurutan yakni : Awareness, Interest, Evaluation, Trial,
Adoption (Notoatmodjo, 1996).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari hasil pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada tidak
(20)
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo, 2003) yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi.
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (compherension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, yang dapat menginterprestasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (application)
Diartikan sebagai kemamampuan menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
(21)
e. Sintesis (sinthesys)
Menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek.
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut
Notoadmodjo (2003) adalah pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, fasilitas,
penghasilan, sosial, dan budaya.
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih
rendah.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini biasa mempengaruhi pengetahuan
(22)
d. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan
seseseorang. Bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
2.1.4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan domain diatas (Notoatmodjo, 2003). Beberapa teori
lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (Green, dalam Notoatmodjo,
2003) mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi perilaku (non behavior causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu
(23)
a. Faktor-faktor pengaruh (predisposing factor) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan.
2.1.5. Tipe-tipe Pengetahuan
Pengetahuan dapat diklasifikasikan dalam suatu pengetahuan teori yang
diperoleh tanpa observasi di dunia. Pengetahuan empiris hanya diperoleh setelah
observasi ke dunia atau interaksi dengan beberapa cara. Pengetahuan sering
diperoleh dari kombinasi atau memperluas pengetahuan lain dalam cara-cara yang
bervariasi.(Notoatmodjo, 2003)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tejadi melalui
pancaindera manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojdo, 2003).
2.2. Perilaku
2.2.1. Pengertian Perilaku
Perilaku menurut Skinner (1938 dalam Notoatmodjo 2010) adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku itu
(24)
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua jenis respon yaitu respondent respons dan operant respons. Respondent respons adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu yang menimbulkan respon yang bersifat relatif tetap misalnya makanan yang lezat dan beraroma akan menimbulakn nafsu makan. Sedangkan Operant respons adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh rangsangan tertentu karena bersifat memperkuat respon. Operant respons tersebut merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia, serta kemampuan untuk dimodifikasi sangat besar dan tak terbatas misalnya apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respon terhadap gaji yang cukup misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja baik tersebut menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan.
Perilaku juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan, baik yang dapat diamati secara langsung maupun
tidak langsung. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari
manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan sangat luas mencakup : berjalan,
berbicara, bereaksi, berpakaian, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku dan gejala
perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor
keturunan (genetik) dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk
hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan merupakan
konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk
selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk
(25)
Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku
dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
a. Perubahan Alamiah (Natural Change), adalah perubahan yang dikarenakan
perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi, dimana dia
hidup dan beraktivitas.
b. Perubahan Rencana (Planned Change), adalah perubahan ini terjadi karena
memang direncanakan sendari oleh subjek.
c. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to Change), adalah perubahan yang
terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang
terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan
sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan
untuk berubah yang berbeda-beda.
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku dipengaruhi
oleh 3 (tiga) faktor utama, yakni :
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
yaitu faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku seperti
pengetahuan, sikap, nilai, persepsi, keyakinan, dan sebagainya.
b. Faktor Pendukung (Enabling Factors)
yaitu faktor yang mendukung atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas yang
(26)
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana-sarana.
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung, atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas.
c. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)
yaitu faktor yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
2.3. Rokok
2.3.1. Defenisi rokok
Rokok adalah hasil olahan dari tembakau terbungkus yang meliputi kretek
dan rokok putih yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana
rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar
dengan atau tanpa bahan tambahan (Sitepoe, 2000).
2.3.2 Kandungan dan Bahaya Rokok
Asap rokok yang diisap mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan
berbagai jenis daya kerja terhadap tubuh. Beberapa bahan kimia yang terdapat di
dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan yaitu
nikotin, karbon monoksida, tar, kadmium, ammonia, HCN/ asam sianida , nitrous oxide, formaldehyde, phenol, acetol, asam sulfida, piridin, metil klorida, methanol, polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH), dann-nitrosamine.
(27)
a. Nikotin
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram, dan
semuanya diserap sehingga di dalam darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin
setiap 1 ml nya. Nikotin bukan meruupakan komponen karsinogenik, tetapi hasil
pembusukan panasnya seperti dibensakridin, dibensokarbol, dan nitrosamine
yang bersifat karsinogenik. Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas
silia. Selain itu, nikotin juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan
merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi, dan keterikatan fisik. Hal
ini yang menyebabkan mengapa sekali merokok akan susah untuk berhenti. Efek
nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katekolamin yang bersifat
memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat
dan tekanan darah akan semakin tinggi, yang mengakibatkan timbulnya
hipertensi.
b. Karbon Monoksida (CO)
Undur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang/
karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6%,
dan gas ini dapat diisap oleh siapa saja. Gas CO mempunyai kemampuan
mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat
dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar
oksigen udara yang sudah berkurang, sel darah merah akan semakin kekurangan
oksigen karena yang diangkut adalah CO dan bukan oksigen. Sel tubuh yang
kekurangan oksigen akan melakukan spasme, yaitu menciutkan pembuluh darah.
(28)
rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah akan
terjadi dimana-mana.
c. Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang
merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5-35 mg/batang. Tar merupakan suatu
zat karsinogen yang menyebabkan kerusakan pada sel paru-paru kemudian
menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru.
d. Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.
e. Ammonia
Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun
yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikt pun ke dalam peredaran darah
bisa mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
f. HCN/ Asam Sianida
HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan
sangat efisien untuk menghalangi pernafasan dan merusak saluran nafas.
g. Nitrous Oxide
NO merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terisap dapat
menyebabkan hilangnya rasa sakit. NO ini pada mulanya dapat digunakan sebagai
(29)
h. Formaldehyde
Formaldehyde adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong
sebagai pengawet dan pembasmi hama.
i. Phenol
Phenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa
zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun
dan membahayakan karena zat ini terikat ke protein sehingga menghalangi
aktivitas enzim.
j. Acetol
Acetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan
alkohol.
k. Asam Sulfida
Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar
dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim.
l. Piridin
Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini
dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh
hama.
m. Metil klorida
Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dengan
(30)
n. Methanol
Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah
terbakar. Meminum atau mengisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan
kematian.
o. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)
Senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki cincin dideskripsikan
sebagai Fused Ring System atau PAH. Beberapa PAH yang terdapat dalam asap
tembakau antara lain Benzo(a)pyrene, Dibenz(a,h)anthracene, dan
Benz(a)anthracene. Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang cenderung
membentuk epoksida yang metabolitnya bersifat genotoksik.
p. N-nitrosamine
N-nitrosamine dibentuk oleh nitrasi amina. Asap tembakau mengandung 2
jenis utama N-nitrosamine, yaitu Volatile N-nitrosamine (VNA) dan Tobacco
N-nitrosamine. Hampir semua Volatile N-nitrosamine (VNA) ditahan oleh sistem
pernafasan pada inhalasi asap tembakau. Asap tembakau VNA diklasifikasikan
sebagai karsinogen yang potensial (Sharon, 2007 dalam Christine, 2009).
Dari bahan kimia rokok diatas racun utama yang mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen) adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida (Jaya, 2009)
(31)
2.4. Penyakit Paru Akibat Rokok 2.4.1. Bronkitis
a. Pengertian
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis
bronchitis yaitu bronchitis akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronkitis adalah suatu penyakit yang mempunyai gambaran histologi
berupa hipertrofi kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang
menyebabkan kerusakan lumen bronkus berupa metaplasia skuamosa, silia
menjadi abnormal, hiperplasia otot polos saluran pernafasan, peradangan dan
penebalan mukosa bronkus. Sel neutrofil banyak ditemukan pada lumen bronkus
dan infiltrat neutrofil pada submukosa. Pada bronkiolus respitratorius terjadi
peradangan, banyak ditemukan sel mononuklear, banyak sumbatan mukus,
metaplasia sel goblet, dan hiperplasia otot polos. Seluruh kelainan ini akan
menyebabkan obstruksi saluran pernafasan (Djojodibroto, 2009).
b. Etiologi
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus,
Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus parinfluenza, dan Coxsackie virus. Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun
parasit. Sedangkan pada bronchitis kronik dan batuk berulang penyebabnya terdiri
dari penyebab spesifik dan non spesifik. Penyebab spesifik yaitu: asma, Infeksi
(32)
bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, chlamydia, pertusis,
tuberkulosis, fungi/jamur, penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis,
Sindrom aspirasi, penekanan pada saluran napas, benda asing, kelainan jantung
bawaan, kelainan sillia primer, defisiensi imunologis, kekurangan
anfa-1-antitripsin, fibrosis kistik, dan psikis. Penyebab non spesifik yaitu: asap rokok dan
Polusi udara (Muttaqin, 2008).
c. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan
inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi
lendir dan sel-sel globet meningkat jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan lebih
banyak lendir yang dihasilkan dan akibatnya bronchioles menjadi menyempit dan
tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronchioles dapat menjadi rusak dan
membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang
berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien
kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam
jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible,
kemungkinan mengakibatkan emphysema dan bronchiectasis (Smeltzer & Bare,
2001).
e. Manifestasi Klinis
Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk
terbanyak terjadi di pagi hari. Sebagaian besar penderita bronkitis kronik tidak
(33)
golongan yang mengalami penurunan aliran nafas. Penderita batuk produktif
kronik yang mempunyai aliran nafas normal disebut penderita bronkitis kronik
simpleks, sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran nafas yang progresif
disebut penderita bronkitis kronik obstruktif (Djojodibroto, 2009).
Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai
sedang, tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi nafas, gejalanya telah
tampak pada saat inspeksi, yaitu digunakannya otot pernafasan tambahan
(accessory respiratory muscle) (Djojodibroto, 2009).
f. Penatalaksanaan
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles terbuka
dan berfungsi, untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk
mencegah infeksi, dan untuk mencegah kecacatan. Untuk membantu membuang
sekresi bronchial, diresepkan bronchodilator untuk menghilangkan
bronchospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehinggga lebih banyak
oksigen didistribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki.
Postural drainage dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat
membantu, terutama bila terdapat bronchiectasis.
Terapi kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak
menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih konservatif. Pasien
harus menghentikan merokok karena menyebabkan bronchoconstrictor,
melumpuhkan sillia, yang penting dalam membuang partikel yang mengiritasi,
(34)
memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan terhadap
infeksi bronchial (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4.2. Pneumonia a. Pengertian
Jeremy (2007) menyebutkan Pneumonia adalah penyakit saluran napas
bawah (lower respiratory tract (LRT) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi.
Pneumonia merupakan inflamasi yang mengenai parenkim paru, dari broncheolus
terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
(Asih, 2006).
Pnemonia biasanya berhubungan dengan pengisian cairan pada alveoli
yang disebabkan dari berbagai agen infeksi, iritan kimia, dan terapi radiasi
(Dongoes, 2000).
b. Etiologi
Etiologi pneumonia dibedakan berdasarkan agen penyebab infeksi, baik
bakteri, virus, maupun parasit. Pada umumnya terjadi akibat adanya infeksi
bakteri pneumokokus (Rizkianti, 2009).
c. Faktor Resiko Pneumonia
Medison (2012) menyebutkan faktor resiko pneumonia yaitu:
1. Alkoholismus: meningkatkan resiko kolonisasi kuman, mengganggu refleks
batuk, mengganggu transport mukosiliar dan gangguan terhadap pertahanan
(35)
2. Malnutrisi: menurunkan immunoglobulin A dan gangguan terhadap fungsi
makrofag
3. Kebiasaan merokok juga mengganggu transport mukosiliar dan sistem
pertahanan selular dan humoral.
4. Keadaan kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran,
penderita yang sedang diintubasi.
5. Adanya penyakit–penyakit penyerta: PPOK, kardiovaskuler, DM, gangguan
neurologis.
6. .Infeksi saluran nafas bagian atas: pneumonia didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas/ infeksivirus.
7. Usia diatas 65 tahun dan dibawah 5 tahun.
d. Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui
berbagai cara:
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
(36)
e. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40°C, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga
disertai batuk, dengan sputum purulen, kadang-kadang berdarah (Supandi, 1992).
Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma),
gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol (Jeremy,
2007).
f. Penatalaksanaan
Jeremy (2007) menyebutkan penatalaksanaan pada pneumonia yaitu:
1. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil
mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada
hasil dan sensitivitas antibiotika (Jeremy, 2007).
2. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO
2 > 8 kPa (SaO
2< 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan
jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan
(37)
2.4.3. Emfisema a. Pengertian
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan
karena adanya kerusakan pada dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang
terletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika membicarakan emfisema,
penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu,
beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronkitis kronik
(Djojodibroto, 2009).
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan
kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak
mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit
bernafas dan mengalami batuk kronis dan sesak nafas (Muttaqin, 2008).
b. Faktor Resiko
Perhimpunan dokter paru Indonesia (2003) menyebutkan faktor resiko
emfisema yaitu:
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan
riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok: meliputi perokok aktif, perokok pasif, dan mantan
(38)
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun : ringan : 0-200, sedang : 200-600, berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
c. Klasifikasi
Terdapat 3 jenis emfisema menurut morfologinya:
1. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus dan meluas
ke perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini sering terjadi
akibat kebiasaan merokok yang telah lama.
2. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan seluruh alveolus distal
dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada bagian paru bawah.
Emfisema tipe ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi pada pasien dengan defisiensi α1-antitripsin.
3. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal, duktus
dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran pleura
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
d. Manifestasi Klinis
Gejala spesifik adalah sesak nafas saat melakukan kegiatan (exertional
breathlessness) yang disertai batuk kering dan mengi. Sesak nafas tampak jelas
(39)
dengan berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan nafas
pendek.
e. Penatalaksanaan
Baughman & Hackley (2000) menyebutkan penatalaksanaan emfisema
paru yaitu:
1. Penyuluhan, menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat
penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan
dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha
yang optimal harus dilakukan
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara
berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang
mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap
influenza dan infeksi pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan
nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini
dapat dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator, Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan
dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam
(40)
agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama
adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid
akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry
menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu.
Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus, minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus
lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering
digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida.
Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau
bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah
meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi
kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program
fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk : Mengeluarkan mukus dari
saluran nafas, memperbaiki efisiensi ventilasi, memperbaiki dan
meningkatkan kekuatan fisis, pemberian O2 dalam jangka panjang akan
memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya
diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu
latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai
(41)
2.4.4. Kanker Paru a.Pengertian
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar
paru (metastasis tumor di paru). Kanker paru merupakan tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).
Kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila
oleh berbagai sebab terjadi ketidak seimbangan antara fungsi onkogen dengan gen
tumor suppresor dalam proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel. Perubahan
atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau
kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor menyebabkan sel tumbuh dan
berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau
yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan pada kromosom,
misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH juga diduga sebagai
mekanisme ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel kanker (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003).
b. Gejala Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menunjukkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Menurut Amin (2009), gejala-gejala kanker paru dapat bersifat lokal ( tumor
tumbuh setempat ) yaitu: batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis,
hemoptisis (batuk darah), mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran
(42)
menunjukkan invasi lokal yaitu: nyeri dada, dispnea karena efusi pleura, invasi ke
perikardium, sindrom vena cava superior, sindrom Horner (facial anhidrosis,
ptosis, miosis), suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent ,
sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis. Gejala-gejala yang menunjukkan penyakit metastasis yaitu: pada otak,
tulang, hati, adrenal, adanya limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering
menyertai metastasis), sindrom paraneoplastik terdapat pada 10% kanker paru,
dengan gejala sistemik yaitu penurunan berat badan, anoreksia, demam kemudian
gejala hematologi yaitu leukositosis, anemia, hiperkoagulasi, hipertrofi
osteoartropati, selanjutnya gejala neurologik yaitu dementia, ataksia, tremor,
neuropati perifer, neuromiopati, kemudian gejala endokrin yaitu sekresi
berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia), selanjutnya gejala dermatologik
yaitu eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh, kemudian gejala di renal yaitu
syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH). Gejala-gejala
asimtomatik dengan kelainan radiologis sering terdapat pada perokok dengan
PPOK/ COPD yang terdeteksi secara radiologis dan kelainan berupa nodul
soliter.
c. Klasifikasi Kanker Paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan
kanker paru sel tidak kecil adalah karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma,
(43)
Gambaran histology dari SCLC (small cell lung carcinoma) yang khas
adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mukus dengan
sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nukleoli. Disebut juga oat cell
carcinoma karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum. Sel kecil ini
cenderung berkumpul di sekeliling pembuluh darah halus menyerupai pseudorest.
Sel-sel yang bermitosis banyak sekali ditemukan, begitu juga gambaran nekrosis.
DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap sekitar pembuluh darah (Amin,
2009).
Non small cell carcinoma (NSCLC) ada 4 yaitu: karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik, adenokarsinoma, karsinoma bronkoalveolar,
dan karsinoma sel besar.
1. Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik
Karsinoma sel skuamosa ciri yang khas adalah proses keratinisasi dan
pembentukan “bridge” intraseluler, studi sitologi memperlihatkan perubahan yang
nyata dari displasia skuamosa ke karsinoma in situ.
2. Adenokarsinoma
Khas dengan bentuk formasi glandular dan kecendrungan ke arah
pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya membentuk musim, sering tumbuh
dari bekas kerusakan jaringan paru (scar). Dengan penanda tumor CEA
(Carsinoma Embrionik Antigen) karsinoma ini bisa dibedakan dari mesotelioma.
3. Karsinoma Bronkoalveolar
Merupakan subtipe dari adenokarsinoma, dia mengikuti/meliputi
(44)
4. Karsinoma sel besar
Ini suatu subtipe yang gambaran histologisnya dibuat secara eksklusi.
Termasuk jenis NSCLC tapi tak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau
glandular, sel bersifat anaplasik, tak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh
infiltrasi sel netrofil (Amin, 2009).
d. Penyebab dan Faktor-Faktor Resiko Kanker Paru
Beragam faktor telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru menurut
Smeltzer & Bare (2002), yaitu: asap tembakau, perokok kedua, polusi udara,
pemajanan okupasi, radon, diet, dan faktor-faktor lain.
e. Prosedur Diagnostik Kanker Paru
Prosedur diagnostik kanker paru dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, radiologi, sitologi,
bronkoskopi, biopsi, aspirasi jarum, Transbronchial Needle Aspiration (TBNA),
Transbronchial Lung Biopsy (TBLB), biopsi transtorakal (Transthoraxic Biopsy,
TTB), biopsi lain, dan torakoskopi medik.
f. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru dibuat oleh The International
System for Staging Lung Cancer, serta diterima oleh The American Joint Comitte
on Cancer (AJCC) dan The Union Internationale Contrele Cancer (UICC),
membuat klasifikasi kanker paru pada tahun 1973 dan kemudian direvisi 1986 dan
(45)
Tabel 2.1. Stadium Klinis Kanker Paru
TNM Occult Ca Tx No Mo Baru 1997
Stage 0 Tis Carcinoma insitu
Stage I T1-2 N0 Mo Stage 1A T1N0M0
Stage II T1-2 N1 Mo Stage 1B T2N0M0
Stage IIIA T3 T1-3 N0-1 N2 Mo Mo Stage IIA Stage IIB T1N1M0 T2N1M0
Stage IIIB T4 N0-3 Mo Stage IIIA T13N2M0
T3N1M0
T1-3 N3 Mo Stage IIIB T4 Any
NM0, TN3M0
Stage IV M1 Stage IV Any T Any
NM1 Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak
terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal. T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang
pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus
berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,
pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang
terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai
(46)
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang
disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama
pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral;
kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
g. Diagnosis Kanker Paru
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intratorakal tersebut sebagai jinak atau ganas. Bila fasilitas tersedia dengan teknik PET (Positron Emission Tomography), maka dapat dibedakan antara tumor jinak dan ganas serta untuk menentukan staging penyakit. Kemudian ditentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi bronkoskopi dengan biospi, sikatan, bilasan, transtorakal biopsi/aspirasi dan tuntunan USG atau CT scan akan memberikan hasil lebih baik. Sedangkan untuk lesi letak sentral, langkah pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum diikuti
(47)
bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor, kelenjar getah bening torakal, dan metastasis ke organ lain (Amin, 2009).
h. Penatalaksanaan Kanker Paru
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti
terapi) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Ada beberapa pilihan untuk
pengobatan kanker paru yang dapat ditawarkan jika diagnosis pasti yaitu, jenis
histologis dan tingkat penyakit telah dapat ditentukan. Terapi yang biasanya
ditawarkan adalah, pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. i. Pencegahan Kanker Paru
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti merokok dapat mengurangi resiko terkena kanker paru. Penelitian dari kelompok perokok yang berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan memakai derivat asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium, dan lain-lain. Jika seseorang beresiko terkena kanker paru maka penggunaan betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun N-acetyl-cystein dapat meningkatkan resiko kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan kemopreventif ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasikan untuk digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua pihak (Amin, 2009).
Pencegahan juga dilakukan dengan membuat lingkungan kerja dan rumah aman dari gas radon. Menurut EPA ( Environmental Protection Agency ), setiap
rumah disarankan untuk dites apakah ada gas radon atau tidak. Kemudian,
mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak, sebab dengan mengkonsumsi buah
(48)
2.4. Perilaku Perokok dalam Mencegah Penyakit Paru
Menurut Setianto (2012) perilaku perokok dalam mencegah penyakit paru yaitu: membiasakan berolahraga terutama pada pagi hari , memenuhi kebutuhan
nutrisi yang sehat, memulai program hobi dengan keluarga dan teman-teman yang
bukan perokok, menghindari merokok sambil minum kopi, mengganti rokok
dengan makanan ringan sebagai cuci mulut, menghindari kebiasaan merokok saat
melakukan aktivitas sehari-hari, mencoba berpikir sesaat sebelum menyalakan
rokok, berhenti berpikir rokok dapat mengurangi kecemasan, meningkatnya
konsentrasi, memberi rasa lebih tenang dan lebih rileks.
a. Membiasakan berolahraga terutama pada pagi hari
Kebanyakan keluhan para perokok yakni merasa sesak dada yang sangat
menyiksa. Hal tersebut dapat dihindari dengan cara bangun jam 5 pagi kemudian
menghirup udara pagi. Ketika menghirup udara pagi, menahan sebentar didalam
tubuh kemudian mengeluarkanya, itu sama dengan proses pengeluaran racun yang
ada didalam tubuh melalui udara. Setelah itu melakukan olahraga dalam waktu
kurang lebih 30 menit sehari untuk memberikan tubuh mendapat oksigen
secukupnya.
b. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang sehat
Mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang dapat membantu
memerangi penyakit-penyakit kronis pada perokok terutama pada paru-paru. Tapi
(49)
c. Memulai program hobi dengan keluarga dan teman-teman yang bukan perokok
Lingkungan memiliki pengaruh besar dalam membentuk perilaku. Dengan
memulai program hobi dengan keluarga dan teman-teman yang bukan perokok
maka perlahan lahan keinginan untuk merokok akan berkurang.
d. Menghindari merokok sambil minum kopi
Meski dipercaya dapat menambah kenikmatan, kandungan kafein dalam
kopi dapat meningkatkan kadar karbon dioksida dalam paru-paru. Sebagai ganti,
pilih minuman yang dapat menetralisasi racun yang dibawa oleh rokok, seperti jus
buah segar atau susu.
e. Mengganti rokok dengan makanan ringan sebagai cuci mulut
f. Menghindari kebiasaan merokok saat melakukan aktivitas sehari-hari
Mengganti kebiasaan merokok saat buang hajat dengan membaca buku,
komik, koran, atau tabloid. Kegiatan membaca jauh lebih bermanfaat untuk
menambah ilmu maupun sekadar sebagai rileksasi.
g. Mencoba berpikir sesaat sebelum menyalakan rokok, berhenti berpikir rokok
dapat mengurangi kecemasan, meningkatnya konsentrasi, memberi rasa lebih
tenang dan lebih rileks.
Alasan yang selalu dikemukakan adalah rokok dapat mengurangi kecemasan,
meningkatnya konsentrasi, memberi rasa lebih tenang dan lebih rileks.
Kenyataannya, efek positif itu hanya terasa sesaat dan selanjutnya timbul
(50)
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini disusun untuk mendeskripsikan tentang
pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru di
Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka konsep pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru
Pengetahuan laki-laki dewasa tentang penyakit paru
Perilaku laki-laki dewasa perokok dalam mencegah
penyakit paru
-Baik
-Cukup
-Tidak Baik
-Baik
-Cukup
(51)
3.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional dalam penelitian ini akan dijabarkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Tabel definisi operasional variabel penelitian
Variabel Defenisi
Opersional Alat Ukur
Skala
Ukur Hasil Ukur
Pengetahuan laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru Pengetahuan laki-laki dewasa yang merokok untuk jangka waktu minimal 6 bulan dengan usia 26-45 tahun tentang penyakit paru yang disebabkan oleh rokok yaitu bronkitis, pnemonia, emfisema, dan kanker paru.
Alat ukur yang diberikan kepada responden dengan bentuk kuesioner sebanyak 12 pertanyaan dengan kriteria:
1. 1-3 tentang bronkitis 2. 4-6 tentang pneumonia 3. 7-9 tentang emfisema 4. 10-12 tentang kanker paru
Ordinal 1. Baik: apabila
responden mendapat skor 9-12 dari 12
pertanyaan 2. Cukup: apabila
responden mendapat skor 5-8 dari 12
pertanyaan 3.Tidak baik:
apabila responden mendapat skor 0-4 dari 12
pertanyaan Perilaku merokok laki-laki dewasa Tindakan atau kegiatan yang dilakukan laki-laki dewasa perokok di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan dalam mencegah penyakit paru. Kuesioner sebanyak 12 pernyataan dengan pilihan jawaban : 1. Selalu 2. Sering 3.Kadang-kadang 4.Tidak pernah Ordinal
1. Baik : apabila responden mendapat skor 37-48. 2. Cukup: apabila responden mendapat skor 25-36. 3.Tidak baik: apabila responden mendapat skor 12-24.
(52)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Menurut Nursalam (2003) desain penelitian merupakan suatu strategi
dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan
data. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
yang bertujuan mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan perilaku laki-laki
dewasa perokok tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten
Tapanuli Selatan.
4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua laki-laki dewasa yang merokok di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Rentang usia dewasa menurut Departemen Kesehatan RI (2009) yaitu 26-45 tahun. Jumlah populasi laki-laki dengan usia 26-45 tahun yaitu sebanyak 370 orang.
4.2.2. Sampel
Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2010). Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan
rumus:
(53)
n = N
1+N (d2)
Keterangan:
N = Besar Populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang dinginkan. Bila kita memerlukan
derajat ketepatan yang tinggi maka diambil angka 0,1, maka jumlah sampel akan
lebih besar daripada kita memilih derajat ketepatan 0,5.
Jadi besar sampel penelitian yaitu:
n= 370
1+370(0,12)
n= 370/4,7
n= 78,72
Besar sampel digenapkan menjadi 80 orang.
Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu
subjek dijadikan sampel yang kebetulan dijumpai di tempat sesuai dengan konteks
penelitian di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan
kriteria: laki-laki dewasa yaitu umur 26-45 tahun, merokok, dapat membaca dan
(54)
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.3.1. Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan karena banyaknya laki-laki dewasa perokok di lokasi penelitian dan belum
pernah dilakukan penelitian mengenai pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa
perokok tentang penyakit paru.
4.3.2. Waktu
Penelitian ini dilakukan bulan Februari 2014.
4.4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat ethical clearance dan persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Lurah
Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Selanjutnya setelah mandapatkan izin,
peneliti mencari responden yang sesuai dengan kriteria penelitian yaitu laki- laki
berusia 26-45 tahun dan merokok. Selanjutnya peneliti memperkenalkan diri dan
memberikan penjelasan mengenai manfaat dan tujuan penelitian kepada
responden, selanjutnya diminta kesediaannya menjadi responden dalam penelitian
ini, kemudian responden membaca surat memahami isi surat persetujuan terlebih
dahulu sebagai kesediaan menjadi responden. Responden mempunyai hak untuk
memutuskan apakah ia bersedia menjadi subjek atau tidak tanpa adanya sanksi
apapun dan tidak menimbulkan penderitaan bagi responden. Bagi calon responden
yang bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani
lembar persetujuan (Informed consent). Peneliti tidak mencantumkan nama
(55)
untuk diteliti maka peneliti tetap menghormati haknya. Untuk menjaga
kerahasiaan responden (confidentiality), lembar tersebut hanya diberikan nomor
atau kode tertentu. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).
4.5. Instrumen Penelitian 4.5.1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner dengan berpedoman kepada tinjuan pustaka dan kerangka konsep. Pada
bagian pertama dari instrumen penelitian berisi data demografi responden
meliputi usia, pendidikan, agama, suku, pekerjaan, dan usia mulai merokok.
Bagian instrumen kedua berisi pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan
laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru dengan jumlah pertanyaan yang
diajukan sebanyak 12 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban, hanya satu jawaban
yang benar. Bila jawaban responden benar diberi skor 1 (satu), jika jawaban salah
diberi skor 0 (nol). Bagian instrumen ketiga berisi pertanyaan untuk mengetahui
perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru yang terdiri dari 12 pernyataan yang diukur dengan skala Likert, masing-masing pernyataan dibuatkan skor 1,2,3 dan 4. Apabila responden memberi jawaban tidak memuaskan skornya 1, jawaban netral skornya 2, jawaban memuaskan skornya 3, dan jawaban sangat memuaskan skornya 4.
Penilaian pengetahuan dalam penelitian ini dibagi dalam 3 kategori yaitu:
baik, cukup, dan tidak baik yang diidentifikasi dari 12 pertanyaan, didapat nilai
tertinggi 12 dan nilai terendah 0, panjang kelas ditentukan dari hasil pembagian
(56)
P = Rentang
Banyak Kelas
Sehingga didapatkan panjang kelas adalah empat. Dengan pembagian kategori
yaitu: baik dengan skor = 9-12 , cukup dengan skor = 5-8, dan tidak baik dengan
skor = 0-4. Penilaian sikap dibagi menjadi baik, cukup, dan tidak baik yang
diidentifikasi dari 12 pertanyaan, didapat nilai tertinggi 48 dan nilai terendah 12.
Dengan pembagian kategori yaitu: baik dengan skor = 37-48, cukup dengan skor
= 25-36, dan tidak baik dengan skor 12-24.
4.5.2. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010).
Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat,
tinggi rendahnya instrument menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Selanjutnya uji
validitas dilakukan oleh Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen
tersebut sudah baik (Arikunto, 2010).
Uji reabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data kepada sampel yang
memenuhi kriteria seperti sampel sebanyak 20 orang di Kelurahan Hutasuhut
Kabupaten Tapanuli Selatan. Kuesioner pengetahuan diuji menggunakan rumus
(57)
0,79. Kuesioner perilaku diuji menggunakan uji formula Cronbach Alpha. Hasil perhitungan manual menunjukkan nilai r sebesar 0,79. Dengan demikian kuesioner dikatakan reliabel karena menurut Polit & Hungler (2005), suatu instrument dikatakan reliable bila koefisiennya 0.70 atau lebih.
4.6. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan penyebaran kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin dari
pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Lurah Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
Peneliti mengadakan pendekatan kepada calon responden untuk mendapatkan
persetujuan sebagai sampel penelitian. Setelah mendapat responden, peneliti
menjelaskan pada responden tentang tujuan, manfaat, dan cara pengisian
kuesioner, kemudian responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan
ataupun memberikan persetujuan secara lisan. Selanjutnya responden diminta
untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan
untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti. Setelah semua responden mengisi
kuesioner yang diberikan, maka peneliti mengumpulkan data untuk dianalisis.
4.7. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan. Editing yaitu dilakukan pengecekan data yang telah terkumpul,bila terdapat kekurangan dalam pengumpulan data maka akan diperbaiki dalam penelitian. Coding yaitu memberikan kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa. Analisa yaitu
(58)
menganalisa data yang telah terkumpul dari hasil pengukuran pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Selanjutnya peneliti memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yang menggunakan program statistika. Dari pengelolahan data statistik deskriptif hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk melihat pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
(59)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan menguraikan hasil penelitian tentang pengetahuan dan perilaku laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar
Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan melalui proses pengumpulan data dari
tanggal 15 Februari 2014 sampai 28 Februari 2014 dengan jumlah responden 80
orang di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Penyajian data
hasil penelitian meliputi data demografi responden dan pengetahuan dan perilaku
laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru.
5.1.1. Karakteristik Responden
Pada Tabel 5.1 didapatkan data bahwa karakteristik responden pada
umunya 71,2% beragama Islam, berdasarkan usia ditemukan 50% responden
berusia 45-60 tahun, tingkat pendidikan responden pada umumnya adalah
setingkat SMA yaitu 66,2%,berdasarkan suku responden paling banyak berasal
dari suku Batak yaitu 96,2%, pekerjaan responden pada umumnya adalah
wiraswasta yaitu 58,8%, berdasarkan status pernikahan responden sebanyak
77,5% sudah menikah, penghasilan responden pada umumnya sebanyak Rp.
1.000.000-Rp. 3.000.000 yaitu 66,2%, responden 51,2% belum pernah melakukan
pemeriksaan kesehatan paru, berdasarkan lama merokok sebanyak 37,6% sudah
(60)
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden laki-laki dewasa perokok tentang perokok di Kelurahan Pasar Sipirok Kapubaten Tapanuli Selatan (n=80).
No Karakteristik Frekuensi Persentase%
1. Umur
• 25-34 • 35-44 • 45-60 24 16 40 30 20 50
2. Pendidikan
• SD
• SMP
• SMA
• Perguruan Tinggi
• Tidak sekolah
2 13 53 11 1 2,5 16,2 66,2 13,8 1,2
3. Agama
• Islam • Kristen • Buddha • Hindu 57 22 1 - 71,2 27,5 1,2 -
4. Suku
• Batak • Jawa • Melayu • Dll 77 2 - 1 96,2 2,5 - 1,2
5. Pekerjaan
• PNS
• Wiraswasta
• Pegawai swasta
• Dll
21 47 7 5 26,2 58,8 8,8 6,2
6. Status perkawinan
• Belum menikah
• Menikah
• Duda 18 62 - 22,5 77,5 -
7. Penghasilan
• <Rp.1.000.000 • Rp.1.000.000-Rp. 3.000.000 • >Rp.3.000.000 18 53 9 22,5 66,2 11,2
8. Lama Menjadi Perokok
• 1-8 tahun
• 10-17 tahun
• 18-25 tahun
• 26-32 tahun
15 15 20 30 18,7 18,6 24,9 37,6
9. Pernah Melakukan
Pemeriksaan kesehatan Paru • Ya • Tidak 39 41 48,8 51,2
(61)
5.1.2. Pengetahuan Laki-laki Dewasa Perokok Tentang Penyakit Paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan
Pengetahuan laki-laki dewasa perokok tentang penyakit paru dalam penelitian ini dinilai berdasarkan skor yang diberikan pada tiap pertanyaan dalam
kuesioner, maka didapatkan 60% responden memiliki pengetahuan baik tentang
penyakit paru, 38,8% memiliki pengetahuan yang cukup, serta terdapat 1,2%
mempunyai pengetahuan tidak baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Pengetahuan responden tentang penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok (n=80).
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Baik 48 60
Cukup 31 38,8
Tidak baik 1 1,2
5.1.3. Perilaku Laki-laki Dewasa Perokok dalam Mencegah Penyakit Paru di Kelurahan Pasar Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa 7,5% dari responden
mempunyai perilaku baik, 62,2% kategori cukup dan 31,2% mempunyai perilaku
tidak baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4 Perilaku responden dalam mencegah penyakit paru di Kelurahan Pasar Sipirok (n=80).
Kategori Frekuensi Persentase%
Baik 6 7,5
Cukup 49 61,2
(62)
5.2. Pembahasan
5.2.1. Pengetahuan Laki-laki Dewasa Perokok
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu baik melelui penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tetapi sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui pendidikan, pekerjaan, pengalaman sendiri maupun
pengalaman orang lain, media masa maupun lingkungan (Notoadmodjo, 2003).
Dalam penelitian ini telah dilakukan pembagian kuesioner yang telah valid dan
reliable untuk mengukur pengetahuan responden pada tingkat pengetahuan yang
pertama, yaitu tahu.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengetahuan responden berada
pada kriteria baik sebanyak 48 responden (60%). Menurut Notoadmodjo (2003)
bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, tingkat pendidikan,
keyakinan, fasilitas, penghasilan, sosial, dan budaya. Berdasarkan tingkat
pendidikan didapatkan sebagian besar laki-laki dewasa 53 orang (66,2%)
memiliki tingkat pendidikan SMA. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa
pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk
mengembangkan atau meningkatkan pengetahuan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 40 orang (50%)
responden adalah usia dewasa akhir yaitu usia 45-60 tahun, hal ini juga
dikemukakan oleh Varmus (2012) bahwa semakin tua usia seseorang, maka
semakin sulit pula meninggalkan kebiasaan merokok. Kemudian dari hasil
(63)
1.000.000-Rp. 3.000.000. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa penghasilan tidak
berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseseorang hanya saja bila
seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan
atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
Hasil penelitian menunjukkan faktor keyakinan atau agama tidak memberi
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku para perokok. Fatwa MUI (Majelis
Ulama Indonesia) pada tahun 2009 telah menetapkan bahwa rokok diharamkan
bagi umat muslim karena dampak buruknya (mudharat) lebih banyak daripada
manfaatnya, tetapi ditemukan sebanyak 57 orang (71,2%) laki-laki dewasa
perokok merupakan penganut agama Islam.
Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa 41 orang (51,2%) responden
belum pernah melakukan pemeriksaan kesehatan paru, sehingga mereka tidak
mengetahui bagaimana pengaruh rokok terhadap kondisi kesehatan paru mereka.
Hal ini juga disampaikan oleh American College of Chest Physicians, American
Society of Clinical Oncology dan National Comprehensive Cancer Network pada
tahun 2012, yang berisi saran pemeriksaan rutin untuk mendeteksi gejala kanker
paru-paru bagi perokok berat, sehingga gejalanya dapat diketahui sejak dini. Saran
tersebut khususnya berlaku pada mereka yang merokok di usia 55 sampai 74
tahun. Sementara untuk yang perokok yang lebih muda dan lebih tua atau yang
tidak merokok bisa menjalani pemeriksaan sesuai dengan keinginan mereka
sendiri (Adnamazida, 2012).
Pengetahuan yang baik laki-laki dewasa perokok di Kelurahan Pasar
(64)
yang tersedia di lingkungan masyarakat yang mudah dijangkau, seperti televisi,
radio, koran ataupun majalah kesehatan. Sekarang ini, bahaya rokok sudah
banyak diiklankan di media maupun baliho-baliho di tempat umum, bahkan
Mentri Kesehatan RI menegaskan bahwa mulai 24 Juni 2014, seluruh perusahaan
rokok wajib mencantumkan peringatan bahaya merokok berbentuk gambar dan
tulisan pada kemasan produk terbaru, dengan peraturan pemerintah No.109 Tahun
2012, tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa broduk
tembakau bagi kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden paling banyak salah pada
pertanyaan defenisi penyakit kanker paru, hal ini dapat disebabkan masih
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kanker paru, baik itu defenisi, gejala,
maupun penatalaksanaannya. Ketua Tim Kerja Paru Rumah Sakit Kanker
Dharmais, mengungkapkan bahwa banyak pasien datang ke rumah sakit dalam
kondisi stadium lanjut. Masyarakat lebih percaya pengobatan alternatif, menolak
diagnosa, hingga menolak operasi menjadi sejumlah sebab pasien kanker paru tak
tertangani lebih dini, sedangkan apabila kanker paru terdeteksi lebih dini, dapat
menurunkan mortaliti pasien kanker paru sebesar 20% (Jayusman, 2013).
5.2.2. Perilaku Laki-laki Dewasa Perokok
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa 7,5% dari responden mempunyai
perilaku baik, 62,2% kategori cukup dan 31,2% mempunyai perilaku tidak baik.
Ini menunjukkan bahwa masih sangat sedikit masyarakat yang memiliki perilaku
yang baik. Menurut Soewondo (1993 dalam Pradana, 2008) para perokok
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
TAKSASI DANA
1. Persiapan Proposal
- Biaya kertas print proposal Rp. 100.000,- - Fotokopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 20.000,-
- Biaya internet Rp. 20.000,
- Perbanyak proposal dan penjilidan Rp. 100.000,- 2. Perbaikan Proposal
- Biaya print kertas Rp. 100.000,-
3. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
- Izin penelitian Rp. 60.000,-
- Penggandaan kuesioner Rp. 100.000,-
4. Persiapan Skripsi
- Biaya kertas dan tinta print Rp. 100.000,- - Penggandaan skripsi dan penjilidan Rp. 100.000,-
- Biaya sidang skripsi Rp. 300.000,-
Jumlah Rp. 1.000.000,-
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Zakiyyah Syafawani P
Tempat/Tanggal Lahir : Sipirok/ 26 Desember 1992
Agama : Islam
Nama Ayah : H. Zubeir Pulungan S.Sos Nama Ibu : Nursiti Sihotang, S.Pd
Alamat : Jln. Simangambat, Piningnabaris, Kel. Pasar Sipirok, Kec. Sipirok, Kab. Tapanuli Selatan
Pendidikan Formal :
Tahun 1997 – 1998 : TK Aisyiah Kecamatan Sipirok Tahun 1998 – 2004 : SD Negeri 1 Kecamatan Sipirok
Tahun 2004 – 2007 : SMP S Nurul Ilmi Kota Padangsidimpuan Tahun 2007 – 2010 : SMA S Nurul Ilmi Kota Padangsidimpuan
Tahun 2010 – 2014 : S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU