Evaluasi Pengaruh Pelatihan Manajemen Mutu Keperawatan Terhadap Kinerja Staf Perawat Rumah Sakit Medistra Jakarta

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia kesehatan dalam era globalisasi akhir-akhir ini terus meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Begitu juga tingkat kesadaran masyarakat pentingnya kesehatan semakin tinggi. Tentunya hal ini merupakan suatu peluang yang sangat menarik bagi para pengusaha atau investor yang ingin menanamkan modalnya dalam bisnis jasa kesehatan. Sehubungan dengan itu, dampak dari adanya kesepakatan ekonomi antara negara-negara di Asia Tenggara dan Cina atau yang lebih dikenal dengan Asean Free China Trade Aggreement (AFCTA) yang di mulai sejak 01 Januari 2010 secara langsung mendorong para pemilik modal asing memanfaatkan peluang pada saat seperti ini terutama yang berniat mengembangkan modalnya dalam usaha jasa rumah sakit. Hal ini bisa dilihat dari indikasi berkembangnya usaha jasa rumah sakit di dalam negeri. Bahkan hampir di setiap kota-kota besar di Indonesia bermunculan rumah sakit dengan nama label (brand) internasional di belakangnya. Para pemodal yang datang dari luar negeri tersebut antara lain Siloam Group (Siloam Hospital), Premier (Premier Jatinegara), Royal Group (Royal Hospital), Woman And Children, SOS International, dan masih banyak lagi.

Rumah sakit sebagai usaha yang bergerak dalam bentuk padat modal memiliki kebutuhan dan tuntutan akan pengembangan pelayanan jasa dan teknologi kesehatan yang mendukungnya. Jasa layanan yang diberikan oleh rumah sakit tidak hanya dalam bentuk pelayanan kesehatan saja tetapi juga pelayanan administrasi yang baik. Di sinilah sumber daya manusia (SDM) yang ada dalam jasa rumah sakit menjadi tulang punggung utama dalam pelayanan jasa ini. Perkembangan teknologi kedokteran yang semakin canggih memberikan tuntutan tersendiri bagi bisnis jasa rumah sakit agar dapat memenuhi layanan yang dibutuhkan oleh para pasien yang datang ke rumah sakit. Dua hal di atas menjadi modal utama yang sangat penting dalam menentukan kualitas pelayanan rumah sakit.


(2)

Peningkatan kualitas jasa layanan rumah sakit memerlukan sistem manajemen yang bisa menggerakkan semua sumber daya yang ada di dalam rumah sakit. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan yang dibutuhkan dan selalu melakukan pembaruan sesuai dengan perkembangan industri jasa layanan rumah sakit itu sendiri. Sistem ini tentu membutuhkan berbagai perencanaan manajemen yang bersifat jangka panjang sehingga dapat mengikuti standar layanan yang prima dengan terus meningkatkan kualitas pelayanan.

Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bisnis jasa rumah sakit, manajemen perusahaan rumah sakit, layaknya layanan jasa yang lain juga memerlukan program pendidikan dan pelatihan (Diklat) bagi setiap sumber daya manusia (SDM) secara terus menerus agar memiliki kemampuan yang handal dalam era globalisasi. Selain itu tujuan diklat diadakan berfungsi untuk menyatukan persepsi antara pihak manajemen perusahaan dengan karyawan dalam pencapaian tujuan serta visi dan misi perusahaan. Hal ini penting mengingat bahwa hubungan yang baik antara staf perawat (karyawan) dan manajemen akan semakin kompak yang akhirnya akan berdampak pada pencapaian tujuan dan kelangsungan perusahaan itu sendiri.

Sebagai salah satu layanan jasa rumah sakit yang ada di Indonesia, Rumah Sakit Medistra, Jakarta, dalam proses seleksi ataupun rekruitmen karyawan, tentunya pihak manajemen memiliki standar mutu staf perawat yang akan diterimanya. Karyawan yang memiliki kompetensi dan berkualitas tidak mungkin hanya diperoleh melalui rekruitmen saja, tetapi harus juga didukung melalui program pelatihan yang berkelanjutan. Dengan diberikannya program pendidikan dan pelatihan ini kepada karyawan dan staf perawat yang sudah lama bekerja maupun yang baru saja bekerja diharapkan mampu bekerja secara efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya dengan lebih baik sehingga akan tercipta suatu pelayanan jasa yang baik sesuai dengan kebutuhan serta keinginan para pasien yang berkunjung ke Rumah Sakit Medistra.


(3)

Berawal dari data yang didapatkan dalam prastudi di Rumah Sakit Medistra Jakarta, penulis mendapatkan informasi dan data pada semester I (pertama) tahun 2011 pada divisi keperawatan ditemukan beberapa kasus medis keperawatan yang berkaitan dengan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan perawatan. Kasus-kasus tersebut berkaitan dengan berberapa hal seperti pemberian dosis obat kepada pasien, teknis perawatan yang kurang sesuai penerapannya di ruangan perawatan, waktu pelayanan terhadap pasien yang kurang cepat atau pasien menunggu terlalu lama, dan masalah teknis lain, salah satunya dalam mengangkat pasien dari tempat tidur karena posisi pasien salah mengangkat atau bisa terjatuh dari tempat tidur.

Situasi ini dapat terjadi karena adanya kurang komunikasi yang baik antara atasan atau penanggung jawab shift dengan bawahan atau dalam istilah komunikasi (asertif) yaitu situasi pada saat melakukan pekerjaanya di lapangan dilakukan dengan perasaan kurang menyenangkan, begitu juga pengawasan (monitoring) yang kurang dari atasan kepada bawahan. Kejadian tersebut sebenarnya dapat ditanggulangi jika semua staf perawat menjalankan peran dan fungsinya sikap profesionalisme yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, divisi keperawatan Rumah Sakit Medistra sebagai pelaksana operasional paling terdepan dalam melayani pasien mengadakan evaluasi dan mengajukan perlunya diadakan program pelatihan diantaranya Pelatihan Manajemen Mutu Keperawatan. Program pelatihan ini secara umum bertujuan untuk menyediakan tenaga keperawatan yang handal di tingkat manajemen yang bisa terus meningkatkan kinerjanya baik sebagai divisi maupun secara keseluruhan di dalam manajemen Rumah Sakit Medistra.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis melakukan penelitian evaluasi pengaruh pelatihan manajemen mutu keperawatan terhadap kinerja staf perawat pada divisi keperawatan Rumah Sakit Medistra yang telah mengikuti pelatihan tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Peningkatan kinerja atau kemampuan ketrampilan staf perawat divisi keperawatan sebagai lini terdepan menjadi harapan besar bagi manajemen


(4)

Rumah Sakit Medistra melalui program pelatihan. Melalui pelatihan ini diharapkan muncul perubahan kinerja yang nyata terutama dalam hal pengetahuan, etos kerja, ketrampilan dalam melaksanakan tugasnya, melakukan kerja yang efektif, mandiri, dan mampu bekerja sebagai tim kerjayang kompak.

Setelah mengikuti program pelatihan ini para staf perawat di divisi keperawatan, perlu dievaluasi untuk mengetahui dampak yang diberikan terhadap kinerja staf perawat pasca pendidikan dan pelatihan terutama dalam beberapa hal yang berhubungan dengan peningkatan kualitas dan mutu pelayanan di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pelatihan manajemen mutu keperawatan yang sudah dilaksanakan di Rumah Sakit Medistra selama ini?

2. Bagaimana persepsi karyawan terhadap Pelatihan Manajemen Mutu di Rumah Sakit Medistra?

3. Bagaimana pengaruh pelatihan terhadap kinerja staf perawat di Rumah Sakit Medistra?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian disusun sebagai berikut:

1. Mengetahui pelaksanaan Pelatihan Manajemen Mutu Keperawatan yang sudah dilaksanakan di Rumah Sakit Medistra

2. Menganalisis persepsi karyawan terhadap Pelatihan Manajemen Mutu di Rumah Sakit Medistra

3. Menganalisis pengaruh pelatihan terhadap kinerja staf perawat di Rumah Sakit Medistra.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitian dengan memfokuskan pada masalah evaluasi pelatihan karyawan di Rumah Sakit Medistra khususnya bagi staf divisi keperawatan yang sudah mengikuti


(5)

program pelatihan manajemen mutu keperawatan pada bulan Januari 2011. Penelitian akan dilakukan dengan metode kuesioner dan wawancara terhadap Manajer, Kasub Divisi Pelatihan, Kepala Bagian Keperawatan dan Staf perawat.

1.5. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau pertimbangan ataupun masukan kepada pihak-pihak yang membaca hasil penelitian ini.

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan program pelatihan yang efektif bagi Perusahaan pada masa yang akan datang.

2. Hasil penelitian dapat menjadi suatu karya ilmiah umum yang dapat dijadikan refrensi atau pembanding untuk penelitian berikutnya.

3. Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya di bidang SDM dan mengaplikasikannya dalam bidang pekerjaan yang akan ditekuni.


(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Secara sederhana manajemen sumber daya manusia (MSDM) mempunyai pengertian yaitu pengelolaan sumber daya manusia dengan tujuan agar perusahaan mendapatkan hasil yang optimal. Sumber daya manusia adalah salah satu modal utama dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan yang teratur dan terukur agar setiap potensi yang dimiliki oleh setiap individu di dalam sebuah perusahaan itu dapat memberikan eksistensi kerjanya demi kemajuan perusahaan tersebut.

Ruang lingkup manajemen sumber daya manusia meliputi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan sumber daya manusia dalam perusahaan, seperti yang dinyatakan oleh Russel dan Bernardin (1993) bahwa aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia secara umum mencakup:

1. Rancangan perusahaan

2. Penyusunan kepegawaian (staffing) 3. Pemberian penghargaan (reward) 4. Manajemen kinerja

5. Pengembangan pekerja dan perusahaan 6. Komunikasi dan hubungan masyarakat

Dessler (2003) dalam buku manajemen sumber daya manusia menyatakan pendapatnya adalah “Kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek „orang‟ atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan,

pengimbalan, dan penilaian”.

2.2. Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah suatu usaha yang bergerak dalam layanan jasa yang terdiri dari tenaga medis profesional yang didukung oleh teknologi dan ilmu kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, melakukan diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Menurut


(7)

Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Dalam buku Siregar dan Amalia, (2004) menyatakan bahwa Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan, yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Rumah sakit juga dapat dibedakan dalam beberapa kategori salah satunya berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam dua klasifikasi (Permenkes RI Nomor 1045/MENKES/ PER/XI/2006) yakni:

(1). Rumah sakit umum, rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit,

(2). Rumah sakit khusus, rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

2.3. Pengertian Pelatihan

Menurut Mathis (2002), pelatihan adalah suatu proses di saat orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan perusahaan, pelatihan yang dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai / karyawan dengan pengetahuan yang lebih khusus di bidangnya dan dapat diketahui serta ketrampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.

Sedangkan Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (Human Investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja. Dengan demikian, hal tersebut dapat


(8)

meningkatkan kinerja staf atau pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.

Pelatihan menurut Dessler (2003) adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan yang baru ataupun yang sudah lama bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah setiap saat karena adanya perubahan lingkungan kerja, kebijakan strategi perusahaan, kondisi perkonomian yang tidak stabil dan lain sebagainya.

2.3.1 Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Tujuan umum pelatihan adalah sebagai berikut,

1. Mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif,

2. Mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara benar dan terukur.

3. Mengembangkan sikap yang baik sehingga menimbulkan adanya kerjasama dengan rekan staf perawat serta manajemen (pimpinan).

Komponen-komponen pelatihan seperti yang dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari :

1. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur.

2. Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional).

3. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

4. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.


(9)

Pengembangan program pelatihan perlu diperhatikan agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan. Selain itu, juga diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan, dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada tahap perencanaan pelatihan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap pasca pelatihan. Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan meliputi:

1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan ( need assessment). 2. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan.

3. Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya. 4. Menetapkan metode pelatihan.

5. Mengadakan percobaan (try out) dan perbaikan (revisi). 6. Mengimplementasikan dan mengevaluasi.

2.3.2 Tahapan Proses Pelatihan

Proses pelatihan dimulai dari tahapan sebelum pelatihan yaitu menganalisis kebutuhan pelatihan lebih dahulu menurut Sjafri (2003). Setelah tahap analisis kebutuhan dilakukan, dilanjutkan tahapan berikutnya:

1. Penilaian kebutuhan pelatihan. a. Penilaian kebutuhan perusahaan. b. Penilaian kebutuhan tugas. c. Penilaian kebutuhan karyawan. 2. Perumusan tujuan pelatihan.

Perumusan tujuan pelatihan harus ada keterkaitan antara input, output, outcome, dan impact dan pelatihan itu sendiri.

3. Prinsip-prinsip pelatihan. a. Partisipasi

b. Pendalaman c. Relevansi d. Pengalihan


(10)

e. Umpan balik f. Suasana nyaman g. Memiliki kriteria

4. Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan. a. Pelatihan instruksi pekerjaan

b. Perputaran pekerjaan c. Magang dan pelatihan d. Kuliah dan presentasi

e. Permainan peran dan pemodelan perilaku f. Studi kasus

g. Simulasi

h. Studi mandiri dan pembelajaran program i. Pelatihan laboratorium

j. Pembelajaran aksi

Mangkuprawira (2004) menyatakan tahapan-tahapan proses pelatihan ada tiga tahap mulai dari tahap penilaian (assessment), tahap pelatihan dan tahap evaluasi. Pada tahap penilaian dilakukan karena alasan:

1) Setiap orang ataupun divisi harus dianalisis kebutuhan pelatihan yang dibutuhkannya.

2) Kebutuhan perusahaan masa mendatang yang diatasi dengan program pengembangan dan pelatihan.

Pada pelatihan terdiri dari tiga tahap Mangkuprawira (2004) yaitu: tahap penilaian, tahap pelatihan dan tahap evaluasi. Tahap penilaian dilakukan karena dua alasan yaitu:

1. Belum tentu semua pihak siap dan membutuhkan pelatihan tertentu.

2. Karena penilaian akan kebutuhan permasalahan yang terkini (current issue) dan tantangan-tantangan masa depan yang diharapkan akan dapat diatasi melalui kegiatan pelatihan dan pembangunan.


(11)

Pada tahap ini kebutuhan pelatihan tidak hanya dilihat dari kebutuhan perusahaan, tetapi juga kebutuhan tugas. Penilaian kebutuhan dianalisis sehingga tujuan pelatihan dapat dikembangkan. Selain itu, dapat dilakukan perancangan dan menyeleksi prosedur pelatihan sehingga kegiatan pelatihan dapat dilaksanakan untuk mengetahui hasil pelatihan dan disesuaikan dengan kriteria yang telah ditetapkan pada tahapan penilaian.

Tahap Asesmen Tahap Pelatihan Tahap Evaluasi

Gambar 1. Model proses pelatihan ( Mangkuprawira, 2004 )

2.3.3 Metode Pelatihan

Menurut Notoatmodjo (1998) metode pelatihan yang digunakan dalam pelatihan dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Metode di dalam pekerjaan ( on the job Training )

Metode ini merupakan pelatihan langsung yang berikan kepada karyawan baru (trainee) yang dihadapkan ke dalam situasi pekerjaan nyata, pada situasi ini karyawan yang berpengalaman

Umpan balik Umpan Balik Penilaian

Kebutuhan

Penilaian Kebutuhan

Penilaian

Kebutuhan Merancang

dan Menyeleksi

Prosedur

Mengukur Hasil

Pengembangan Tujuan

Pelatihan

Pengembangan

Kriteria Mengembangkan Hasil


(12)

akan memperlihatkan atau membimbing para karyawan baru dengan memberikan contoh – contoh pekerjaan yang baik dalam penanganan suatu pekerjaan secara langsung di tempat kerja dengan jelas dan nyata. Bentuk metode pelatihan ini meliputi latihan :

a) Rotasi jabatan.

b) Magang (Apprenticeships)

c) Pelatihan pada pekerjaan (coaching). d) Penugasan penelitian

Keuntungan dari metode pelatihan on the job training yaitu; 1) Karyawan dihadapkan pada pekerjaan yang sesungguhnya bukan

hanya teori atau tugas yang disimulasikan.

2) Karyawan mendapatkan panduan langsung dari karyawan senior yang berpengalaman dan mengetahui karakteristik pekerjaannya dan telah melaksanakan tugas dengan baik.

3) Program ini langsung berkaitan dengan bidang pekerjaan yang akan dihadapi, tidak membutuhkan biaya yang relatif besar dan dapat memotivasi kinerja karyawan.

2. Metode di luar pekerjaan ( off the job training )

Metode ini memberi kesempatan pada karyawan baru atau lama sebagai peserta pelatihan sehingga dapat meningggalkan tempat pekerjaannya dan kegiatannya untuk sementara waktu. Pada umumnya metode ini mempunyai dua macam yaitu:

a. Teknik presentasi

Pada teknik presentasi ini menyajikan informasi yang tujuanya memperkenalkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan baru kepada para peserta. Metode yang sering dipakai adalah bentuk ceramah, teknik diskusi, teknik permodelan prilaku, dan teknik magang.

b. Teknik simulasi.

Teknik simulasi adalah suatu penentuan karekteristik atau perilaku tertentu penilaian sehingga para peserta dihadapkan pada keadaan yang sebenarnya. Metode-metode simulasi ini mencakup simulator alat-alat:


(13)

1) Studi kasus.

2) Permainan peran (role playing). 3) Teknik di dalam keranjang.

Keuntungan dari metode off the job training adalah :

1) Memberi gambaran nyata kepada karyawan di luar lingkungan pekerjaannya, sehingga dapat mengetahui perbedaan yang terjadi di tempat lain pada bidang pekerjaan yang sama karakteristiknya . 2) Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk bertemu dengan orang-orang dari depertemen lain atau perusahaan lain untuk saling tukar pengalaman.

3) Meningkatkan keluwesan karyawan dan membuat mereka lebih siap untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab baru

4) Menyegarkan kembali karyawan dengan menghadirkan suasana baru dalam pelatihan.

2.3.4 Evaluasi Efektifitas Pelatihan

Hardjana (2001) menyatakan bahwa sebuah pelatihan efektif bila perusahaan mengadakan evaluasi terhadap kebutuhan pelatihan. Beberapa cara dalam menentukan kebutuhan pelatihan melalui beberapa metode antara lain wawancara, kuesioner, audit terhadap bagian terkait, biaya atau efisiensi.

Kirkpatrick (1998) mengembangkan konsep evaluasi training yang dikenal dengan 4-level training evaluation.

a. Level reaksi (reaction), pada level ini diukur mengenai reaksi peserta pelatihan yang dirancang untuk mengetahui pendapat dari para peserta mengenai program pelatihan. Usaha untuk mengetahui pendapat dari para peserta tentang pelatihan ini, didasarkan pada beberapa alasan utama, seperti untuk mengetahui kepuasan para peserta terhadap program pelatihan yang dilaksanakan selanjutnya melakukan beberapa revisi atas program pelatihan untuk menjamin agar para peserta yang lain bersikap represif untuk mengikuti program pelatihan.


(14)

b. Level pembelajaran (learning), Informasi yang ingin diperoleh melalui evaluasi ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh para peserta menguasai konsep-konsep, pengetahuan, keterampilan-keterampilan yang diberikan selama pelatihan.

c. Level perilaku (behavior), tahap pengukuran perubahan sikap atau perilaku dan menerapkan ilmu baru di tempat kerja meliputi perilaku dari para peserta pelatiahan sebelum dan sesudah pelatihan sehingga dapat dibandingkan tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan performansi mereka. Langkah ini penting karena sasaran dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau kinerja para peseerta pelatihan setelah diadakan program pelatihan.

d. Level 4 adalah hasil (result), pada level ini untuk mengukur adanya dampak pelatihan terhadap unit kerja atau perusahaan secara keseluruhan. Pada level 4 merupakan posisi dimana metode perhitungan Retun On Traning Investment (ROTI) akan dilakukan. Menurut Kirkpatrick, hal yang paling utama untuk diketahui oleh manajemen adalah hasil atau dampak pengembangan sumber daya manusia atau pelatihan sesuai dengan yang diinginkan manajemen atau pimpinan perusahaan. Pada evaluasi Level 4 Hasil (result) sebagai evaluasi yang paling penting sekaligus paling sulit untuk dilakukan. Namun faktor‐faktor lain yang juga sangat mempengaruhi peningkatan kinerja yang terjadi, sehingga pelatihan bukan hanya faktor utama yang memberikan dampak terhadap kinerja.

2.4 Kinerja

2.4.1. Pengertian Kinerja

Penilaian tentang kinerja individu karyawan semakin penting ketika perusahaan akan melakukan penempatan posisi karyawan sesuai dengan bidang ilmu dan kemampuannya. Artinya bagaimana perusahaan harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja. Hasil analisis akan bermanfaat dalam


(15)

perencanaan program pengembangan sumber daya manusia ( SDM ) secara optimum. Sesuai dengan tujuan akhir dari kinerja individu akan mencerminkan level kompetisi suatu perusahaan.

Fawzi (2005) menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary, (1979), berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa pengertian yaitu:

1) Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute).

2) Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to discharge of fulfill; as vow).

3) Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking).

4) Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).

Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

Gomes (2003) menjelaskan bahwa kinerja (Performance) merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu

tertentu”. Menurut Gibson, dkk (2003), kinerja (job performance) adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan perusahaan, efisiensi dan efektifitas kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas


(16)

(2001), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu perusahaan. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam perusahaan.

Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak (2005) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.

Irawan (2002) menuliskan bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan perusahaan, tujuan unit, dan tujuan pegawai / karyawan, kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja perusahaan, kinerja unit, dan kinerja staf atau karyawan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian, kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain, jika kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.

2.4.2. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2004) bahwa tujuan dari pelatihan adalah : 1. Meningkatkan jumlah output.


(17)

3. Menurunkan biaya. 4. Menurunkan limbah

5. Mengurangi terjadinya kecelakaan

6. Menurunkan jumlah keluar masuknya karyawan baru (turnover), ketidakhadiran kerja

7. Meningkatkan kepuasan kerja dan untuk mencegah timbulnya antisipasi karyawan.

Menurut Mangkuprawira (2004), tujuan pelatihan ditinjau dari sisi individu karyawan, yaitu perubahan dalam peningkatan pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan pengembangan karir. Sedangkan tujuan pelatihan untuk perusahaan adalah tercapainya kinerja maksimum sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi pada karyawan. Dalam hal ini, harus ada keterkaitan antara input, output, outcome dan impact dari pelatihan yaitu :

1. Faktor input terdiri dari karyawan peserta pelatih, bentuk dan materi pelatihan, pelatih atau instruktur, tim pengelola, waktu dan tempat, anggaran, fasilitas lain. Menurut Rivai (2004), materi program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan. Kebutuhan disini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap.

2. Faktor output terdiri dari jumlah kehadiran karyawan atau peserta pelatihan, intensitas interaksi pelatihan, jumlah kehadiran pelatih kepuasan karyawan dan pelatih serta pengelola.

3. Faktor outcome meliputi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan karyawan.

4. Faktor impact terdiri dari peningkatan kinerja karyawan, pengembangan karir karyawan, dan peningkatan kinerja perusahaan.

Menurut Rivai (2004), manfaat dari kegiatan pelatihan dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu :


(18)

a. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif.

b. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab, dan kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan.

c. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri.

d. Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustrasi dan konflik.

e. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi, dan sikap.

f. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan.

g. Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan keterampilan interaksi.

h. Memenuhi kebutuhan personal peserta serta pelatih

i. Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan. j. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan.

k. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara, dan menulis dengan latihan.

l. Membantu menghilangkan rasa takut dalam melaksanakan tugas baru.

2. Manfaat bagi perusahaan.

a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih terhadap orientasi profit.

b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan.

c. Memperbaiki moral SDM

d. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan. e. Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik. f. Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan. g. Meningkatkan hubungan antara bawahan dengan atasan h. Membantu pengembangan perusahaan.


(19)

i. Belajar dari peserta.

j. Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan perusahaan.

k. Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa depan.

l. Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah yang lebih efektif.

m. Membantu pengembangan promosi dari dalam.

n. Membantu pengembangan keterampilan kepemimpinan, motivasi, kesetiaan, sikap, dan aspek lain yang biasanya diperlihatkan pekerja.

o. Membantu meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kualitas kerja.

p. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang, seperti produksi, SDM, dan administrasi.

q. Meningkatkan rasa meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan.

r. Meningkatkan hubungan antar buruh dengan manajemen. s. Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunaan

konsultan internal.

t. Mendorong mengurangi perilaku yang merugikan. u. Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan. v. Membantu meningkatan komunikasi perusahaan.

w. Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan perusahaan.

3. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antar grup dan pelaksana kebijakan

a. Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual.

b. Membantu dalam orientasi bagi karyawan baru dan karyawan transfer atau promosi.

c. Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi alternatif.


(20)

d. Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan kebijakan internasional.

e. Meningkatkan keterampilan interpersonal.

f. Membuat kebijakan perusahaan, aturan, dan regulasi. g. Meningkatkan kualitas moral.

h. Membangun kohesifitas dalam kelompok.

i. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan, dan koordinasi.

j. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerjan dan hidup.

2.5. Penelitian terdahulu

Astuti (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Pelatihan Terhadap Peningkatan Prestasi Kerja Karyawan Bagian Produksi Pada PT. UNITEX,Tbk menjelaskan bahwa evaluasi pelatihan terhadap prestasi kerja pengaruhnya kecil karena penilaian mean yang kecil dari sebelum dan sesudah pelatihan dan dari nilai ties sebagian besar responden menyatakan tidak merasa ada perubahan sebelum dan sesudah pelatihan.

Topamahu (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Pengukuran Return On Training Investment dalam Pelatihan Training Selling Pada Retail Bank Services Pada Bank X disimpulkan training tersebut memiliki dampak yang sangat berpengaruh bagi perusahaan karena nilai Return On Training Investment (ROTI) menunjukkan 441 % artinya biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan tersebut mendapatkan manfaat yang lebih besar dan perlu diteruskan kelanjutannya. Setiap faktor training dan kinerja setiap peserta memberikan kontribusi 26 %.

Windi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Metode Pelatihan terhadap Produktifitas Kerja Karyawan pada PT Syngenta diketahui bahwa metode pelatihan dan produktivitas dinilai baik dengan rataan skor 3,10 dan 3,07 dan berdasarkan analis regresi berganda berpengaruh nyata terhadap produktivitas karyawan.


(21)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi baik itu pemerintahan maupun swasta sangat penting dan utama. Dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi, sumber daya manusia harus berusaha mengikuti perkembangan tersebut karena sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam manajerial sebuah organisasi. Fungsi-fungsi manajerial memang harus dijalankan oleh sumber daya manusia yang kompeten, memiliki kemampuan yang handal, serta kemampuan membaca hal-hal baru setiap waktunya. Pada sektor jasa pelayanan masyarakat, khususnya jasa rumah sakit, kemampuan sumber daya manusia sebagai tulang punggung menjadi perhatian utama setiap manajemen rumah sakit. Hal tersebut disebabkan manajemen perusahaan dalam usaha jasa pelayanan selalu melakukan pembenahan berdasarkan kinerja, keluhan, dan saran yang diberikan pelanggannya.

Rumah Sakit Medistra sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa rumah sakit melakukan pembenahan manajemen yang berkelanjutan (continuous improvement) melaksanakan program-program pelatihan guna menambah kemampuan karyawan baik dari segi ketrampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude). Manajemen Rumah Sakit Medistra memilih berbagai program pelatihan dengan tujuan meningkatkan kinerja staf khususnya divisi keperawatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini akan berdampak dalam upaya pencapaian tujuan serta visi dan misi perusahaan.

Dalam pencapaian tujuan tersebut diperlukan adanya perencanaan strategis dilakukan dan salah satunya pada perencanaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien. Menurut Rivai (2004) “Tanpa didukung staf / karyawan yang sesuai baik segi kuantitatif, kualitatif, strategi dan operasionalnya, maka organisasi/perusahaan itu tidak akan mampu mempertahankan keberadaannya, mengembangkan dan memajukan di masa yang akan datang”.


(22)

Manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi dan peran mulai dari perencanaan sumber daya manusia, perekrutan staf perawat, seleksi, dan pelatihan dan pengembangan, penilaian prestasi kerja, promosi, mutasi dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kegiatan di atas adalah bagian dari penjabaran strategi manajemen perusahaan supaya sasaran dan tujuan perusahaan tercapai. Untuk itu manajemen sumber daya manusia akan memilih sumber daya manusia, baik secara kuantitas maupun kualitas, supaya tercipta suasana kerja yang efektif dan efisien.

Pengembangan dan Pelatihan yang dilaksanakan perusahaan dalam peningkatan kompetensi karyawan di bidangnya diharapkan akan mencapai hasil yang maksimal. Salah satu kegiatan Pelatihan yang sudah dilaksanakan Rumah Sakit Medistra adalah Manajemen Mutu Keperawatan. Untuk melihat efektifitas dan dampaknya terhadap kinerja staf perawat haruslah dilakukan evaluasi dengan membandingkan sebelum dan sesudah pelatihan sehingga dapat diukur keberhasilan dari setiap peserta pelatihan dan dampak yang nyata dalam peningkatan kinerjanya .

Penelitian ini hanya melihat bagaimana pelaksanaan pelatihan dan menganalisis pengaruhnya terhadap kinerja staf perawat di dalam divisi keperawatan Rumah Sakit Medistra. Pelaksanaan pelatihan tersebut akan diteliti melalui beberapa indikator sebagai berikut: metode pelatihan yang digunakan, materi pendidikan dan pelatihan yang diberikan, lamanya waktu pelatihan, kesesuaian pelatihan dengan tugas, fasilitas, dan pengajar/trainer. Sedangkan peningkatan kinerja staf perawat dapat dilihat dari tiga indikator, yaitu pengetahuan, sikap kerja, serta keterampilan. Selain itu dalam penelitian ini akan dilakukan uji beda terhadap pengetahuan, sikap kerja, dan ketrampilan staf perawat sebelum dan setelah pelatihan dilakukan. Uji beda ini menggunakan Uji Regresi Linier Sederhana dan uji T- berpasangan (t-paired). Pelatihan ini diharapkan dapat mendukung peningkatan kinerja staf perawat. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 2 dibawah ini.


(23)

Visi dan Misi RS. Medistra

Ruang Lingkup MSDM

Rekrutmen Pelatihan P. Karir Penilaian Kinerja Pemberhentian

Evaluasi Pelatihan

Reaksi Pembelajaran

Evaluasi pelatihan manajemen mutu terhadap kinerja perawat RS. Medistra

Hasil

- Instruktur - Fasilitas - Materi - Metode - Waktu

- Manfaat pelatihan

1. Pengetahuan 2. Keterampilan &

Ketangkasan 3. Kepemimpinan 4. Perencanaan 5. Manajemen Waktu 6. Delegasi

7. Pengarahan &

Pengembangan Bawahan 8. Integritas

9. Komunikasi

10. Pengendalian/ Evaluasi

Sebelum Sesudah

Implikasi Manajerial

Kesimpulan dan Saran Perilaku

ROTI


(24)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Medistra Jakarta, di Jalan Gatot Subroto Kav. 59 Jakarta Selatan. Pemilihan tempat dilakukan dengan pertimbangan minat yang besar pada bidang ilmu pengembangan sumber daya manusia khususnya yang bergerak di bidang rumah sakit dan peneliti juga merupakan staf / karyawan dimana tempat penelitian dilaksanakan juga dengan pertimbangan keterbatasan waktu, jarak, biaya dan adanya kesediaan pihak perusahaan untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan sesuai dengan penelitian. Penelitian dilakukan dari akhir bulan Juni hingga Agustus 2011.

3.3. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak manajemen perusahaan, yang berhubungan dengan topik penelitian. Data primer juga diperoleh dari pengisian kuesioner dan wawancara oleh karyawan yang menjadi objek penelitian. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi perusahaan, buku-buku, jurnal dan studi pustaka yang sesuai dengan topik penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Populasi

Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kualitatif, maupun kuantitatif, dari karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas (Usman, 2003). Penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasi disebut sampel total atau sensus. Penggunaan ini berlaku jika anggota populasi relatif kecil. Populasi dengan jumlah besar diperlukan pengambilan sebagian anggota populasi yang dijadikan sampel. Penelitian ini mengambil seluruh sampel atau secara sensus karena yang menjadi responden adalah semua karyawan yang telah mengikuti program pelatihan tertentu. Jumlah tersebut adalah karyawan yang


(25)

telah mengikuti pelatihan akan ditentukan oleh manajemen perusahaan dalam penelitian adalah staf perawat di divisi keperawatan Rumah Sakit Medistra Jakarta. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode sensus yang merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah 35 orang staf perawat Divisi Keperawatan RS Medistra.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.5.5 Analisis Deskriptif

Analisis ini bertujuan mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah dipahami dan bentuk yang lebih ringkas. Metode analisis deskriptif merupakan cara merumuskan dan menafsirkan data yang ada sehingga gambaran yang jelas mengenai pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan di RS Medistra berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner. Data yang dikumpulkan dari hasil kuesioner dengan menggunakan Skala Likert selanjutnya akan diolah dengan uji validitas dan reliabilitas.

Skala Likert digunakan untuk mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Skala ini mengukur tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan responden terhadap serangkaian pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Dalam skala Likert, kemungkinan jawaban

tidak hanya “baik” dan “tidak baik”, tetapi dapat dibuat dengan

banyak kemungkinan. Adapun langkah-langkah pengolahan dan analisis data dengan menggunakan Skala Likert (Umar, 2003).

1. Memberi skor pada setiap jawaban responden sesuai dengan bobot yang telah ditentukan dalam Skala Likert. Pembobotan nilai jawaban dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Bobot nilai jawaban responden Jawaban Responden Bobot Nilai

Sangat Setuju Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

4 3 2 1


(26)

2. Membuat tabulasi dari skor-skor nilai yang telah diperoleh dari jawaban responden.

3. Masing-masing kategori ditentukan berdasarkan rumus tentang kriteria (Nilai Skor Rataan) yaitu Rentang Skala yang dapat dilihat pada Tabel 2.

4. Responden yang memiliki skor nilai yang sama untuk setiap item pertanyaan dikelompokkan berdasarkan kategori jawaban (1-4) lali dihitung jumlah dan rataanya. Kesimpulannya diambil berdasarkan rataan terbesar dari setiap rataan jawaban responden yang telah dihitung.

5. Jumlah responden per item pertanyaan dikelompokkan dan dijumlahkan menjadi per indikator sesuai kategori jawaban. Rataan dan jumlah responden dihitung untuk memperoleh kesimpulan pada tiap indikator berdasarkan rataan terbesar. Perhitungan pada metode ini menggunakan Microsoft Excel 2007.

Tabel 2. Nilai rentang skala (skor rataan)

Skor Rataan Penilaian

1,00 - 1,75 1,76 - 2,50 2,51 - 3,25 3,26 - 4,00

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju

Setuju

Sangat Setuju

Bobot nilai pada setiap jawaban responden akan dihitung untuk mendapatkan nilai rataan. Nilai rataan tersebut menunjukkan tingkat kesetujuan karyawan seperti yang tertera pada Tabel 2.

Adapun cara menghitung skor rataan tersebut adalah :

... (1) Keterangan :

= nilai rataan skor

Xi = skor nilai jawaban responden ke i ni = jumlah jawaban untuk skor i n = jumlah responden


(27)

Jumlah selanjutnya adalah menggunakan rentang skala penilaian dengan menentukan nilai rataaan selang dengan rumus sebagai berikut:

... (2)

Keterangan :

a = skor kategori terendah b = skor kategori tertinggi m = jumlah kategori

3.5.2 Uji Analisis regresi linear serderhana.

Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variabel) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Penggunaan regresi linear sederhana didasarkan pada asumsi diantaranya sebagai berikut:

a. Variabel bebas tidak berkorelasi dengan (disturbance termError). b. Nilai disturbance term sebesar 0 atau dengan simbol sebagai

berikut: (E (U / X) = 0

c. Varian untuk masing-masing error term (kesalahan) konstan d. Tidak terjadi otokorelasi

e. Model regresi dispesifikasi secara benar. Tidak terdapat bias spesifikasi dalam model yang digunakan dalam analisis empiris. f. Jika variabel bebas lebih dari satu, antara variabel bebas


(28)

3.5.3 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dapat didasarkan dengan menggunakan dua hal, yaitu tingkat signifikansi atau probabilitas (α) dan tingkat kepercayaan atau confidence interval. Didasarkan tingkat signifikansi pada umumnya orang menggunakan 0,05. Kisaran tingkat signifikansi mulai dari 0,01 sampai dengan 0,1. Yang dimaksud dengan tingkat signifikansi adalah probabilitas melakukan kesalahan tipe I, yaitu kesalahan menolak hipotesis ketika hipotesis tersebut benar. Tingkat kepercayaan pada umumnya ialah sebesar 95%, yang dimaksud dengan tingkat kepercayaan ialah tingkat dimana sebesar 95% nilai sample akan mewakili nilai populasi dimana sample berasal. Dalam melakukan uji hipotesis terdapat dua hipotesis, yaitu:

H0 (hipotessis nol) dan H1 (hipotesis alternatif)

Uji hipotesis misalnya rata-rata kinerja pegawai sama dengan 10

(μ x= 10).

3.5.4 Uji – t berganda

Pengujian hipotesis yang dilakukan secara parsial bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikansi dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi secara parsial menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 90% dan tingkat kesalahan dalam analisis 0,01 (a = 10%).

Kriteria penilaian : Jika p-value > 0,01 maka Ha ditolak.

Jika p-value < 0,01 maka Ha diterima. atau apabila : t-hitung < t-tabel maka Ha ditolak t-hitung > t-tabel, maka Ha diterima.


(29)

Hipotesis yang diusulkan untuk diuji pada analisis perbedaan dua sampel :

Ho: Diduga tidak ada perbedaan kinerja dari perawat sebelum dengan sesudah pelatihan.

Hi : Diduga ada perbedaan kinerja dari perawat sebelum dengan sesudah pelatihan.

3.5.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas

Umar (2003), langkah-langkah pengujian validitas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. 2. Melakukan uji coba pengukuran tersebut pada sejumlah responden.

Disarankan agar jumlah responden untuk di uji coba minimal tiga puluh orang. Jumlah minimum tiga puluh orang ini, distribusi nilai akan lebih mendekati normal.

3. Mempersiapkan tabulasi.

4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan skor total memakai rumus teknik korelasi product moment sebagai berikut :

Keterangan : r = nilai koefisien Pearson n = jumlah responden x = skor pertanyaan y = skor total

Uji validitas Kuesioner bertujuan untuk mengetahui apakah pertanyaan pada Kuesioner memenuhi syarat sah atau tidak untuk


(30)

dijadikan data utama penelitian. Uji validitas Kuesioner dilakukan kepada 35 responden awal dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel 2007. Hasil uji validitas menunjukan seluruh pertanyaan Kuesioner penelitian untuk dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas dilakukan setelah uji validitas, ketika reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Teknik pengukuran reliabilitas yang digunakan adalah teknik Cronbach, dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : r11 = Reliabilitas Instrumen k = banyak butir pertanyaan

= Jumlah varians butir = varians total

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui kualitas hasil pengukuran dapat dipercaya/diandalkan untuk dijadikan sebagai alat ukur penelitian. Hasil dari uji realibilitas dihitung dengan bantuan software SPSS 15.0 for Windows. Hasil pengukuran reliabilitas menyatakan bahwa kuesioner yang disebarkan dapat diandalkan untuk dijadikan alat ukur pada penelitian ini (dimana r hit > r tabel, r hit alpha cronbach sebesar 0,957 pada selang kepercayaan 95% dengan tabel 0,361).


(31)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PROFIL RUMAH SAKIT MEDISTRA 4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Medistra

Rumah sakit Medistra dibangun pada tahun 1990 dan mulai beroperasi pada tanggal 28 November 1991 dengan ijin penyelenggaraan oleh Yayasan Surya Dian Kasih yang kemudian menjadi PT. Baktiparamita Putrasama. Letak Rumah Sakit Medistra sangat strategis berada ditengah kota dan mudah dijangkau dari berbagai wilayah di sekitar Jakarta, tepatnya di Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav 59 Jakarta Selatan.

4.1.2 Profil Fisik Rumah Sakit Medistra

Rumah Sakit Medistra saat ini memiliki 2 gedung yaitu Gedung A yang dibangun 8 (delapan) lantai yang sebagian besar diperuntukkan untuk fasilitas rawat inap dan penunjang medis, sedangkan Gedung B, dibangun 4 (empat) lantai yang diperuntukkan untuk pelayanan Poliklinik Umum dan Spesialis. Sebagaimana rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Medistra juga melayani berbagai bentuk perawatan seperti rawat inap, rawat jalan, poliklinik umum, poliklinik spesialis, dan pemeriksaan penunjang (radiologi, endoskopi, laboratorium, fisioterapi atau pemeriksaan kesehatan (medical check up).

Selain beberapa fasilitas standar yang memang mutlak dimiliki oleh rumah sakit besar, RS Medistra juga menyediakan fasilitas dan pelayanan unggulan. Fasilitas tersebut berhubungan dengan penyakit organ dalam tubuh manusia seperti, otak, jantung, tulang belakang, pencernaan, dan bedah tulang. Fasilitas-fasilitas ini selalu didukung oleh peralatan teknologi kesehatan yang canggih sehingga ini menjadikan RS Medistra sebagai salah satu rumah sakit terlengkap di Indonesia.


(32)

4.1.3 Visi Rumah Sakit Medistra

Menyadari kebutuhan pelayanan rumah sakit yang baik bagi masyarakat, Rumah Sakit Medistra didirikan sebagai rumah sakit umum dengan landasan hasrat untuk menciptakan sarana pelayanan segenap sumber daya manusia di RS Medistra memperhatikan dengan sungguh-sungguh KEBUTUHAN PELANGGAN dengan memberikan pelayanan medik, perawatan dan lain-lain yang didasari

atas KEJUJURAN, PROFESIONALISME, ILMU

PENGETAHUAN dan KETERAMPILAN yang TINGGI serta RASA HORMAT terhadap sesama.

4.1.4 Misi Rumah Sakit Medistra

1. Menjadi rumah sakit dengan pelayanan kesehatan BERTARAF INTERNATIONAL.

2. Menjadi rumah sakit yang memberikan MANFAAT NYATA bagi masyarakat, bangsa dan negara.

3. Menjadi rumah sakit di mana SUMBER DAYA MANUSIA dan

TEKNOLOGI KEDOKTERAN, PERAWATAN dan

KESEHATAN menjadi pendukung utama yang senantiasa mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Indonesia. 4. Menjadi rumah sakit di mana setiap individu ber SIKAP dan ber

PERILAKU untuk memberikan hasil karyawan yang terbaik. 5. Menjadi rumah sakit di mana pelanggan menaruh

KEPERCAYAAN dan merasa AMAN akan layanan yang diterima.

4.1.5 Tujuan Rumah Sakit Medistra

Adalah menjadi rumah sakit umum yang:

1. Memberikan pelayanan kesehatan dengan mutu tertinggi 2. Menunjung tinggi etika kedokteran dalam pelayanannya

3. Mengutamakan kejujuran, menjaga harga diri dalam berkarya dan menaruh rasa hormat terhadap sesama dalam pelayanannya.


(33)

4. Mempunyai peran nyata yang berguna dalam masyarakat, bangsa dan negara.

4.1.6 Falsafah Rumah Sakit Medistra

M = Mutu

E = Efektif dan efesien D = Dapat dipercaya I = Ilmu

S = Senyum

T = Tanggung Jawab R = Rasa Hormat A = Adil dan Jujur

4.1.7 Logo Rumah Sakit Medistra

Gambar 3. Logo Rumah Sakit Medistra

Mempunyai makna :

1. Bunga Teratai dengan tujuh kelopak :

a. Bunga Teratai adalah bunga yang selalu akan timbul kembali bila ditekan ke dalam air. Maknanya adalah RS Medistra akan selalu siap menjalankan tugasnya / kegiatannya dalam segala keadaan.

b. Tujuh kelopak adalah melambangkan tujuh hari dalam seminggu, yang menyatakan kesempurnaan / kelengkapan karya (Allah)

2. Bunga Teratai berwarna putih melambangkan kejujuran dan Cinta Kasih dalam pelayanan.


(34)

3. Palang berwarna hijau adalah melambangkan Pelayanan Kesehatan kesimpulannya RS Medistra senantiasa siap memberikan karya pelayanan kesehatan dengan sempurna dengan mengutamakan kejujuran dan cinta kasih terhadap penderita / pelanggan.

4.1.8 Motto Rumah Sakit Medistra

Motto Pelayanan RS Medistra adalah “SMILING SERVICE AND CARE”

1. Lambang Motto

Gambar 4. Lambang Motto RS Medistra

2. Menggambarkan :

Seorang perawat yang menggendong hati dengan kedua tangannya, dengan mata terpejam dan mulut tersenyum.

Lambang tersebut mempunyai arti :

a. Sosok Perawat, artinya figure yang mewakili karyawan rumah sakit

b. Hati, artinya Cinta Kasih

c. Menggendong dengan kedua tangan, artinya Sikap mengasuh, merawat, melindungi, menolong.

d. Mata terpejam, artinya tidak melihat atau membedakan siapa yang dilayani / dirawat


(35)

e. Mulut tersenyum, artinya memberikan rasa aman, menyejukkan hati dan meringankan penderitaan.

3. Warna lambang : Merah : Kehangatan

Hijau : Kesehatan / Rumah Sakit Hitam : Kemantapan

4.2. Karakteristik Responden 4.2.1 Jenis Kelamin

Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah responden yang telah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh RS Medistra. Pelatihan yang diberikan tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja dari divisi keperawatan RS Medistra. Responden kemudian diajukan berbagai pernyataan yang disesuaikan dengan tema dari penelitian ini. Responden dalam penelitian ini diambil dari staf perawat RS Medistra yang semuanya berjumlah 35 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 33 orang staf perawat berjenis kelamin adalah wanita atau sekitar 94% dan sisanya dua orang berjenis kelamin pria atau sekitar 6 %. (Gambar 5 di bawah)

4.2.2 Jabatan

Perempuan 94% Laki-laki

6%


(36)

Kemudian karakteristik dari responden berikutnya dilihat dari posisi jabatan dan lama bekerja serta umur responden di Rumah Sakit Medistra.

Dari sisi responden yang mengikuti pelatihan untuk level CI dan Kabag memiliki presentase lebih besar sebagai peserta pelatihan. Untuk CI sebesar 28% atau 10 peserta, sedangkan untuk level Kabag sebesar 29% atau 10 peserta. Kemudian disusul dengan di level bawahnya seperti pelaksana dan perawat itu sendiri (masing-masing berjumlah 14%). Sebagai lini depan dalam pelayanan rumah sakit, perawat harus bisa memberikan jasa layanan terbaik. Perawat harus bekerja sesuai dengan standar profesionalnya serta didukung oleh supervisi atasannya yang juga profesional. Koordinator pelayanan dan Koordinator Komite Keperawatan juga diikutsertakan dalam pelatihan karena fungsinya sebagai supervisi para perawat.

4.2.3 Umur

Koord.Diklat 3%

CI 28% KABAG

29%

Pelaksana 14% Penanggung

Jawab

6%

Perawat 14% Koord. Komite

Keperawatan

3%

Koord. Pelayanan Keperwatan

3%


(37)

31-35 tahun 22% 36-40 tahun

8% 41-45 tahun

28%

51-55 tahun 42%


(38)

Gambar 7. Karakteristik respoden berdasarkan umur

Sisi umur juga menjadi bagian penting dalam penelitian ini mengingat umur seorang staf perawat sangat menentukan kinerja secara keseluruhan. Staf perawat dengan umur yang relatif masih muda akan mampunyai kemampuan fisik yang lebih baik dari pada staf perawat yang lebih tua. Akan tetapi, seorang staf perawat yang sudah berumur lebih tua akan mempunyai pengalaman yang tidak dimiliki oleh staf perawat yang masih berumur muda. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila sebuah perusahaan menggabungkan atau memadukan staf perawat berumur tua dengan staf perawat berumur muda. Data responden menunjukkan bahwa umur responden secara mayoritas belum mencapai pada masa menjelang pensiun. Semisal antara umur 31- 45 tahun total responden sebesar 58%, sebagian lagi adalah umur 51-55 tahun sebesar 42%. Kombinasi ini akan memudahkan perusahaan untuk memaksimalkan kemampuan kerja secara pengalaman (intelektual) dan ketahanan kerja yang dimiliki oleh para staf perawat yang masih berumur muda.

4.2.4 Pernikahan

Status pernikahan memberikan suatu gambaran bagaimana SDM atau staf perawat akan memberikan komitmennya dalam bekerja dan memenuhi tuntutan profesionalnya disebabkan status pernikahannya. Dengan status menikah seorang staf perawat secara langsung akan memiliki tanggungan. Data responden menyatakan bahwa 77% responden sudah menikah dan 23% belum menikah. Karakteristik responden seperti ini dapat membuat orang bekerja

Menikah 77% Belum menikah

23%


(39)

lebih bertanggung jawab dan lebih giat demi memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga yang ditanggungnya.

4.2.5 Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan terakhir sangat mempengaruhi kemampuan dan tingkat kepercayaan diri seorang staf perawat dalam melakukan pekerjaannya. Karakteristik pendidikan terakhir dibagi menjadi tiga kategori, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) / Sederajat (SPK), Diploma (D3), Sarjana (S1). Perbandingan pendidikan terakhir responden dapat juga dilihat pada Gambar 9 di atas. Dilihat dari sebaran responden, latar belakang pendidikan yang diberikan oleh tabel di atas, sebarannya adalah 8% lulusan SMK/SPK, 56% lulusan Diploma, dan lulusan Sarjana (S1) sebesar 36%. Lulusan diploma mendominasi sebaran responden dikarenakan karena kebutuhan akan staf perawat pada level pelaksana tersebut lebih banyak dalam divisi keperawatan.

4.2.6 Lama Bekerja

Masa kerja erat dihubungkan dengan pengalaman, kepercayaan diri yang tinggi dan pemahaman tugas pokok (job description) yang lebih baik. Hal itulah yang dimiliki oleh staf perawat dengan masa kerja yang sudah lama, walaupun mungkin dari segi umur sudah

SPK 8%

Diploma 56% S1

36%


(40)

termasuk tua. Semakin tinggi masa kerja akan semakin mudah mereka menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Seperti yang diberikan dalam Gambar 10 di bawah ini. Sebaran responden menggambarkan bahwa pengalaman kerja responden di Divisi Keperawatan sangat beragam. Minimal pengalaman yang dimiliki oleh responden setidaknya 6-10 tahun sejumlah 22%, 11-15 sebesar 22%, pengalaman 16-20 tahun sebesar 42% dan lebih dari 21 tahun sebesar 14%. Dari data responden menunjukkan bagaimana adanya ke tim dari yang pengalaman dan yang baru memiliki pengalaman minimal 6 tahun.

4.3. Persepsi Responden terhadap Reaksi Pelatihan

Evaluasi terhadap hasil pelatihan dilakukan berdasarkan beberapa indikator pelatihan yang meliputi enam indikator yaitu, program, metode, pelatih / instruktur pelatihan, fasilitas, materi pelatihan, waktu pelatihan. keenam indikator ini akan digambarkan dalam bentuk grafik sebagai bentuk tingkat kesetujuan staf perawat terhadap keenam indikator tersebut. Berdasarkan hasil persepsi dapat diketahui anggapan staf perawat tentang diklat yang telah dilaksanakan. Persepsi yang diberikan oleh responden setelah pelatihan lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 11

6-10 tahun 22%

11- 15 tahun 22% 16-20 tahun

42% > 21 tahun

14%


(41)

Gambar 11. Reaksi responden terhadap program pelatihan.

Persepsi staf perawat untuk indikator program pelatihan secara keseluruhan dinilai baik. Hal ini terbukti dengan indikator P1 yang menyatakan bahwa program pelatihan sudah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh staf perawat (responden). Indikatornya bernilai 71% yang menyatakan setuju dan 29% yang menyatakan sangat setuju. Indikator P2 yang menyatakan kesesuain program pelatihan dengan kondisi sekarang sedikit mengalami peningkatan dalam pernyataan responden yang menyatakan sangat setuju sebesar 36% dan menyatakan setuju sebesar 64%. Untuk indikator P3, 14% responden menganggap bahwa sistematika program pelatihan menyatakan tidak setuju dengan sistematika yang dijalankan dalam program pelatihan. Sebanyak 64% menyatakan setuju dengan sistematika dan 21% menyatakan sangat setuju dengan sistematika yang dijalankan. Indikator P4 yang memberikan gambaran mengenai kesesuaian program pelatihan guna kebutuhan kerja sehari-hari, mayoritas 71% responden menyatakan setuju dengan program tersebut. Indikator P5 sebagai indikator yang menyatakan apakah program pelatihan sudah sesuai dengan kebutuhan tuntutan pekerjaan ke depan, sebanyak 64% responden menyatakan setuju, dan 29% menyatakan sangat setuju. Indikator terakhir ini memberikan gambaran bagaimana peserta program pelatihan menganggap bahwa isi program pelatihan telah berhasil memberikan jawaban kepada tuntutan pekerjaan. Hal ini membuat pengetahuan dan wawasan yang diterima selama program pelatihan dapat membuat

0% 20% 40% 60% 80% 100%

P1 P2 P3 P4 P5

0% 0% 14% 7% 7%

71% 64%

64% 71%

64% 29% 36% 21% 21% 29%

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju


(42)

responden sanggup menjalankan dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan sesuai dengan tuntutan tempat responden bekerja.

Berdasarkan Gambar 12 di bawah ini dapat disimpulkan bahwa persepsi staf perawat mengenai metode yang dijalankan selama program pelatihan sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh para peserta program pelatihan. Hal ini bisa dibuktikan dengan nilai yang diberikan pada indikator M1-M5. Sebagian besar peserta pelatihan menyatakan bahwa metode yang dijalankan dalam pelatihan sudah sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang sedang digeluti, menarik dan menunjang proses pemecahan masalah dalam pekerjaan yang sedang mereka jalani. Indikator M1 mengenai pemahaman masalah pekerjaan yang dipegang masing-masing staf perawat, program pelatihan telah mampu membantu peserta dalam memahami masalah pekerjaan yang sedang dijalani. Sebanyak 86% menyatakan setuju dan 14% menyatakan sangat setuju dengan metode pelatihan. Namun, mengenai jumlah peserta pelatihan yang ikut pelatihan ada 21% peserta yang menyatakan tidak setuju dengan jumlah 35 peserta. Hal ini menandakan bahwa peserta ada yang tidak nyaman dengan jumlah peserta yang terlalu banyak. Mengenai sasaran pelatihan, pada umumnya peserta menilai bahwa sasaran pelatihan sudah tepat, sebanyak 71% peserta menyatakan setuju dan 21% nya menyatakan sangat setuju. Indikator yang menyatakan dengan pelatihan tersebut peserta menganggap menarik dan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan mereka, hal ini dibuktikan dengan masing-masing 79% peserta menyatakan persetujuannya.

0% 20% 40% 60% 80% 100%

M1 M2 M3 M4 M5

0%

21%

7% 0% 7%

86%

64%

71% 79% 79% 14% 14% 21% 21% 14%

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju


(43)

Gambar 12. Reaksi responden terhadap metode pelatihan.

Persepsi peserta pelatihan terhadap indikator pengajar/pelatih program pelatihan sudah baik. Pengajar/pelatih menguasai materi yang diajarkan dan dapat menyampaikan materinya dengan menggunakan metode yang mudah dipahami dan menarik peserta untuk terus mengikuti program pelatihan tersebut. Para pengajar/pelatih sangat memudahkan para peserta dalam proses penyerapan dan pemahaman materi yang sedang diberikan. Apalagi para pengajar/pelatih ikut memberikan solusi terbaik dari masalah pekerjaan yang sedang dihadapi oleh peserta. Kemampuan pelatih seperti ini yang membuat peserta menjawab kuesioner yang diberikan menyatakan kesetujuan tentang kemampuan para pelatih. Hal ini bisa dibuktikan dengan indikator pada Gambar 13 persepsi peserta mengenai materi yang diajarkan sesuai dengan kemampuan pelatih, kemampuan peserta dalam menyerap, dan memahami materi, penampilan pelatih, serta penguasaan materi yang dimiliki oleh para pelatih. Hal ini bisa dibuktikan dengan indicator pada Gambar 13 persetujuan peserta mengenai materi yang diajarkan sesuai dengan kemampuan pelatih, kemampuan peserta dalam menyerap, dan memahami materi, penampilan pelatih, serta penguasaan materi yang dimiliki oleh para pelatih.

Gambar 13. Reaksi responden terhadap instruktur pelatihan.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

I11 I12 I13 I14 I15 0%

14%

0% 7% 0%

50%

36%

50%

71% 57% 50% 50% 50%

21% 43%

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju


(44)

Fasilitas yang diberikan dan didapatkan oleh peserta pelatihan dinilai oleh peserta pelatihan dalam kuesionernya dengan memberikan persetujuan bahwa fasilitas selama program pelatihan sudah sangat baik. Alat bantu dan penunjang lainnya selama pelatihan sudah sangat memadai, mulai dari hardware (gedung, ruangan, komputer, OHP, sound system, hingga whiteboard), dan seminar kit telah memberi kepuasan dan kenyamanan selama mengikuti pelatihan. Indikator ini bisa dilihat dari Gambar 14 di bawah ini dimana isian kuesioner peserta yang menyatakan kesetujuannya dan kesangatsetujuannya melebihi dari setengah peserta.

Gambar 14. Reaksi responden terhadap fasilitas

Penyajian dan isi materi yang diberikan selama pelatihan telah sesuai dengan apa yang dibutuhkan staf perawat dalam menjalankan tugasnya. Materi yang diberikan sangat mudah dipahami, diingat, dan mudah diimplementasikan dalam pekerjaan sehari-hari. Dari Gambar 15 Di bawah ini, indikator yang diberikan responden mengenai perihal materi yang disampaikan selama pelatihan, pada dasarnya sudah memuaskan peserta pelatihan. Peserta pelatihan merasakan sangat terbantu dengan materi yang diberikan, hal ini dibuktikan dengan responden menjawab setuju sebesar 57% dan 43% sangat setuju. Urutan penyajian dan bahan yang diajarkan memberikan kepuasan tersendiri bagi para responden dan sesuai dengan kebutuhan pelatihan itu sendiri.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

F16 F17 F18 F19 F20

0% 7%

14%

7% 14% 71%

50% 36% 57%

50% 29% 43% 50% 50% 36% Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju


(45)

Gambar 15. Reaksi responden terhadap materi pelatihan

Waktu pelatihan yang didapatkan oleh responden berdasarkan Gambar 16 terlihat jelas bahwa waktu pelaksanaan sudah sesuai dengan kebutuhan. Mulai dari lama penyajian materi, waktu istirahat, waktu memahami materi, waktu yang tidak mengganggu pekerjaan, dan penyampaian materi yang sesuai dengan waktu yang diberikan.pada Gambar.16 di bawah ini menyajikan hasil kuesioner responden mengenai waktu pelatihan, yang mana tingkat kepuasan yang dirasakan responden dalam menanggapi waktu pelatihan yang diberikan.

Gambar 16. Reaksi responden terhadap waktu pelatihan

Secara keseluruhan dari kuesioner yang diberikan kepada responden, tanggapan yang diberikan responden terhadap program pelatihan sangat baik. Mengacu pada gambar grafik di atas, terlihat bagaimana responden memberikan penilaian terhadap mengenai program pelatihan manajemen

0% 20% 40% 60% 80% 100%

MP21 MP22 MP23 MP24 MP25

0% 0% 14% 7% 7%

57% 57%

57%

50% 64% 43% 43% 29% 43% 29%

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

0% 20% 40% 60% 80% 100%

WP26 WP27 WP28 WP29 WP30 14%

7% 7% 14% 7%

64%

64% 57% 50% 57% 21%

29% 36% 36% 36%

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju


(46)

mutu keperawatan di RS Medistra sudah mencapai target dan staf perawat telah siap menjalankan tugasnya secara professional dan tentunya diharapkan dapat meningkatan kinerja perusahaan.

4.4. Persepsi Responden terhadap Kinerja

Program pelatihan yang diberikan kepada sejumlah staf perawat di divisi keperawatan RS Medistra tentunya memiliki hasil yang diharapkan ke arah yang positif. Hasil akhir yang akan didapatkan pasca pelatihan adalah adanya peningkatan dalam kinerja, pengetahuan dan ketrampilan yang didapat. Tiga hal ini menjadi tolok ukur keberhasilan program pelatihan. Berikut adalah persepsi mengenai ketiga indikator keberhasilan program pelatihan (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan).

Reaksi yang muncul dari hasil mengenai peningkatan pengetahuan pasca pelatihan bisa dilihat pada Tabel 3 tersebut staf perawat menilai bahwa kinerja mereka meningkat seiring dengan berubahnya pengetahuan mereka sebelum dan sesudah program pelatihan. Hal ini disebabkan terdapat peningkatan pada pengetahuan tentang perencanaan kerja, pengetahuan mengenai manajemen keperawatan, prioritas pekerjaan, pencapaian target, dan memberikan teladan kepada bawahan sekaligus memberikan evaluasi yang komprehensif terhadap kinerja bawahan.

Tabel 3. Persepsi responden mengenai dampak pelatihan terhadap pengetahuan Indikator Pengetahuan Rataan Skor sebelum pelatihan Rataan Skor sesudah pelatihan Peningkatan Rataan Persepsi Saya mempunyai pengetahuan

yang baik tentang konsep manajemen keperawatan

2,66 3,26 0,60

Saya memahami akan

keteladanan yang baik kepada bawahan

2,71 3,29 0,57

Saya memahami membuat Perencanaan program kerja dengan baik.

2,69 3,37 0,69

Saya memiliki pengetahuan

yang baik dalam

menyelesaikan pencapaian

target sesuai dengan


(47)

perencanaan kerja

Saya memahami penentuan prioritas kerja pada saat yang mendesak

2,77 3,20 0,43

Tabel 4 menunjukkan reaksi staf perawat terhadap kinerja dari segi sikap kerja. Tabel tersebut menyatakan adanya peningkatan setelah pelatihan, terbukti sebagian besar staf perawat setuju bahwa setelah mengikuti pelatihan para staf perawat dapat melakukan komunikasi dengan baik satu sama lainnya, mengutamakan kepentingan pekerjaan dan bersama di saat jam kantor, melakukan perencanaan yang baik sehingga manajerialnya berjalan dengan baik antara atasan dan bawahan. Sikap ini setidaknya sudah dimiliki sebelum pelatihan Namun, setelah diklat, kematangan sikap staf perawat dan komitmennya dengan perusahaan semakin kuat.

Tabel 4. Persepsi responden mengenai dampak pelatihan terhadap sikap Indikator Sikap Rataan Skor Sebelum Pelatihan Rataan Skor Sesudah Pelatihan Peningkatan Rataan Persepsi Saya selalu berkomunikasi lebih baik

dengan rekan/bawahan dalam pekerjaaan.

2,80 3,43 0,63

Saya bekerja dengan mengedepankan dan mengutamakan kepentingan perusahaan daripada kepentingan pribadi

2,89 3,46 0,57

Saya dapat diandalkan melaksakan

tugas untuk hal yang bersifat rahasia 2,80 3,29 0,49

Saya selalu membuat perencanaan kerja

Harian,Mingguan,Bulanan.Tahunan

2,57 3,31 0,74

Saya selalu memberikan pengarahan tentang issu terkini yang berkaitan dengan pekerjaan,

2,83 3,37 0,54

Pada Tabel 5 di bawah ini menunjukkan bagaimana persepsi staf perawat terhadap pelatihan dari segi ketrampilan kerja mereka. Seiring dengan meningkatnya kinerja para staf perawat pascapelatihan, ketrampilan staf perawat pun ikut meningkat. Dari Tabel 5 terlihat peningkatan ketrampilan mereka dapatkan setelah mengikuti pelatihan. Dari indikator


(48)

yang ada, secara kelembagaan, berhasil mengurangi jumlah kesalahan dalam bekerja, komunikasi, dan koordinasi antar bagian sudah semakin membaik, proses pendelegasian kerja sudah bisa dilaksanakan dengan tingkat keberhasilan tinggi, serta mampu menganalisis pekerjaan dengan lebih baik lagi. Para pemimpinya pun semakin baik dalam memimpin bagiannya masing-masing sehingga proses alur kerja semakin rapih. Ketrampilan ini juga meningkatkan kerjasama kelompok di divisi keperawatan RS Medistra.

Tabel 5. Persepsi responden mengenai dampak pelatihan terhadap Keterampilan

Indik ator Ketrampilan Rataan Skor

sebelum pelatihan Rataan Skor sesudah pelatihan Peningkatan Rataan Persepsi Saya dapat melakukan

Pengendalian dan Pengarahan terhadap bawahan dengan baik.

2,91 3,29 0,37

Saya mampu mengkaji permasalahan sesuai dengan situasi dan kondisi sebelum mengambil keputusan .

2,83 3,43 0,60

Saya mampu memonitor pekerjaan bawahan untuk mengurangi tingkat kesalahan.

2,83 3,40 0,57

Saya mampu mendelegasikan tanggung jawab dan

kesempatan kepada bawahan dalam menyelesaikan tugasnya

2,74 3,40 0,66

Saya mampu berkomunikasi dengan lebih baik dalam pekerjaan sehari-hari.

2,91 3,34 0,43

4.5. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Staf perawat

Salah satu cara yang ditempuh untuk mendapatkan staf perawat yang cakap, terampil, kompeten dalam menjalankan tugasnya masing-masing, dan sesuai dengan keinginan manajemen perusahaan adalah dengan cara melakukan pengembangan SDM melalui mekanisme pelatihan. Program pelatihan diharapkan akan bisa mewujudkan keinginan manajemen agar


(49)

SDM yang dimilikinya memiliki standar profesional dalam melaksanakan tugasnya. Profesional dalam benak manajemen dengan pengadaan program pelatihan adalah meningkatnya kinerja staf perawat melalui penilain indikator keberhasilan dalam pengembangan pengetahuan, sikap kerja, dan ketrampilannya.

Pengaruh program pelatihan terhadap kinerja staf perawat dinilai dari hubungan antara program pelatihan dengan kinerja staf perawat itu sendiri. pengaruh itu di dengan menggunakan Uji regresi berganda dan Uji t berganda (t-paired ). Uji pengaruh antara pelatihan dengan kinerja tersebut dilakukan dengan menghubungkan masing-masing indikator pelatihan (metode, materi, lamanya waktu, kesesuaian pelatihan dengan tugas, fasilitas, dan pelatih) dengan masing-masing indikator kinerja (pengetahuan, sikap kerja, dan ketrampilan). Apabila terjadi pengaruh yang positif dan nyata, dapat disimpulkan bahwa pelatihan yang telah diikuti oleh staf perawat Divisi Keperawatan RS Medistra secara nyata berhasil meningkatkan kinerja dengan naiknya indikator, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan staf perawat.

Berdasarkan data sekunder yang diambil untuk evaluasi pelatihan dari segi nilai skor yang meliputi 10 faktor yaitu :

1. Pengetahuan tentang pekerjaan dan perencanaan 2. Ketrampilan dan ketangkasan bekerja

3. Prestasi kerja 4. Perintah/tata tertib 5. Semangat kerja

6. Kerjasama antar staf perawat 7. Hubungan antar manusia 8. Tanggung jawab

9. Gagasan

10. Kepemimpinan


(50)

Alat uji dalam peneltian ini menggunakan regresi linier dimana hasil dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji regresi linier sederhana

Variable

Koefisien yang tidak terstandarisasi

Koefisien yang terstandarisasi

t Sig

B Std. Error

1. (constant)

pelatihan

7.964 .007

778

239 .005

10.240 .031

.000 .975 a. Predictor (constant): Pelatihan

b. Dependen variable: kinerja Persamaan Regresi

Kinerja = 7.964 + 0.007 Pelatihan Hipotesis :

H0 : Pelatihan tidak berpengaruh terhadap Kinerja H1 : Pelatihan berpengaruh nyata terhadap Kinerja

Dari hasil kesimpulan Uji Regressi Linier Sederhana di atas disimpulkan bahwa pelatihan manajemen mutu keperawatan yang telah dilaksanakan tidak berpengaruh secara nyata terhadap kinerja staf perawat yang telah mengikuti pelatihan tersebut. Adapun asumsi kemungkinan yang terjadi adalah bahwa para staf yang mengikuti pelatihan tersebut sudah memiliki kinerja yang baik dan stabil sehingga perlu direncanakan untuk memberikan pelatihan yang sama terhadap staf yang lebih tepat yaitu pelaksana di dalam perawatan. Ada juga kemungkinan lain bahwa peningkatan kinerja bisa dilakukan dengan program lain sehingga kinerja yang sudah baik akan dapat ditingkatkan lagi.

4.5.2 Uji t berganda

Di bawah ini merupakan Tabel 7. mengenai selisih skor antara tahun 2010 dan 2011 atau setelah diadakannya pelatihan. Dari Tabel 7 dapat dilihat untuk faktor 1,2,3, dan 6 tidak terjadi perubahan atau peningkatan skor sama sekali, artinya pelatihan tidak meningkatkan faktor tersebut. Kemudian untuk faktor-faktor yang lain diadakan uji t berpasangan untuk melihat apakah perbedaan skor ditahun 2010 dan


(1)

Lanjutan lampiran 3.

Uji kenormalan berdasarkan grafik diatas membentuk garis lurus, artinya sudah menyebar normal

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

Expected Cum

Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


(2)

Lanjutan lampiran 3.

dari plot diatas sebaran data acak artinya homoskedastisitas Regression Studentized Residual

2 1

0 -1

-2 -3

Regression Standardized Predicted

Value

3

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot


(3)

Lanjutan lampiran 4.

STRUKTUR ORGANISASI R.S MEDISTRA 2008

Presiden Direktur PT. Baktiparamita Putrasama

Direktur R.S Medistra KERSI Medistra Dewan Pengarah

Bid. Media & Keperawatan

Sekt. Md & Kep

Divisi Yanmed Divisi Jangmed Divisi Keperawatan Inst. Farm Inst. Pato Inst. Radio Inst. RinbMd Inst. Gizi Bag. Rekam Medis Inst. Gadar Inst. Bedah Inst. R. Jln Inst. R. Inap

Inst. R. Inl Kom Kep Subdiv Yan Kep Subdiv Diklat Kep Komite Medik Tim Sub Komite

Bid. Admin & Keuangan Divisi Keuangan Divisi Akuntansi Divisi Pembelian Divisi AdmRI-RJ Bg Kasir Pusat Bagian Piutang Bagian Hutang Bagian Akutansi Bagian Pajak Bagian Pembelian Bagian Adm RI Bagian Adm RJ Divisi Jang Um Divisi Jang RS Divisi T I Inst. Farm Inst. Farm Inst. Farm Bagian Akutansi Bagian Akutansi

Bag T I

Komite Mulu Panitia KORS Mark Sek H R D Int Audit

Bidang Umum


(4)

Lanjutan lampiran 5.

1 Kabag ICCU 5 Jam

2 Perawat ICCU 5 Jam

3 PP Lantai 8 6 Jam

4 Perawat Kmr Bedah 6 Jam

5 PJ. Shift R. Rawat Intensif 518 Jam

6 Perawat Kamar Bedah 518 Jam

7 Musyawarah Provinsi PPNI Jakarta 20 Januari

2011 Kabag lt.4 8 Jam Gedung SMESCO PPNI

8 3rd Annual National Scientific Meeting Anesthesia & CO-Existing Disease & Refresher Course

28-29 Januari

2011

Perawat Anastesi 14 Jam Hotel Horison,

Bandung

Bandung Anesthesia & Critical Care Forum

9 Kabag Lt.4 8 Jam

10 Perawat Hemodialisa 8 Jam

12 BTCLS

22-26 Februari

2011

Pj. Shift IGD 8 Jam Ruko Mega Grosir

Cempaka Mas Ambulance 118

13 Kabag ICCU 5 Jam

14 Kabag IGD 5 Jam

15 16

REKAPITULASI DATA TRAINING KARYAWAN RS. MEDISTRA

NO SEMINAR TGL BAGIAN Total Waktu

Pelatihan TEMPAT PENYELENGGARA

Critical Care Nursing in Hypertensive Emergency 08 Januari 2011

Bandar Jakarta Taman Impian

Jaya Ancol

PT. Astelas & Hipercci

Proffesional nurse Training On Biological Agent 08 Januari 2011

Hotel Novotel Mangga Dua

Jakarta

PT. Roche Indonesia

Pelatihan Dasar Keperawatan Kardiovaskuler (PDKK) 10 Januari 2011-08 April 2011

RS. Jantung Harapan Kita

RS. Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita

Hemodialisis 07

Februari - 30 April

RS PGI Cikini RS. PGI Cikini

11 Workshop Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Keperawatan di RS

10-11 Februari

2011

Koordinator Pelayanan

Keperawatan 15 Jam

PERSI Dinas Kesehatan

Hand Hygiene 26

Februari 2011

HIPKABI DKI

Jakarta HIPKABI DKI Jakarta

Seminar & Workshop Pelayanan ICU & HCU di Rumah Sakit

02-03 Maret 2011

Pjs. Kabag R.Rwt Intensif 13 Jam Hotel Ardjuna Bandung Hotel Salak The


(5)

(6)

ii

POLTAK HARADONGAN SILABAN. H24087117. Evaluasi Pengaruh Pelatihan Manajemen Mutu Keperawatan Terhadap Kinerja Staf Perawat Rumah Sakit Medistra Jakarta. Di bawah bimbingan ERLIN TRISYULIANTI.

Rumah Sakit Medistra Jakarta adalah salah satu rumah sakit umum dengan pelayanan kesehatan bertaraf internasional yang didukung sumberdaya manusia, teknologi kedokteran terkini, dan pelayanan perawatan unggulan lainnya. Manajemen perusahaan menyadari semakin sengitnya persaingan bisnis jasa rumah sakit di era globalisasi ini sehingga manajemen perusahaan berupaya menetapkan perencanaan strategis agar dapat berkompetisi dan menjaga eksistensi. Salah satu strategi perusahaan adalah dengan pengembangan di bidang sumberdaya manusia. Divisi keperawatan sebagai pemberi layanan terdepan terhadap pasien menjawab tantangan tersebut dengan mempersiapkan sumberdaya manusia yang handal melalui beberapa pelatihan dan salah satunya adalah Pelatihan Manajemen Mutu Keperawatan dengan materi pelatihan meliputi asuhan keperawatan, teknik komunikasi profesional, dan kepemimpinan. Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi pelaksanaan pelatihan manajemen mutu keperawatan yang sudah dilaksanakan di Rumah Sakit Medistra, (2) menganalisa persepsi karyawan terhadap pelatihan manajemen mutu di Rumah Sakit Medistra, dan (3) menganalisis pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kinerja staf perawat di Rumah Sakit Medistra.

Data primer diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan penyebaran kuesioner. Total sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah 35 orang perawat yang merupakan level kepala bagian dan staf penanggung jawab shift pelaksana. Analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Sederhana dan Uji t berganda dengan pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.

Hasil penelitian menujukkan bahwa persepsi peserta pelatihan terhadap pelatihan manajemen mutu keperawatan sudah baik. Analisis pengaruh antara pelatihan dengan kinerja tersebut dilakukan dengan menghubungkan masing-masing indikator pelatihan (metode, materi, lamanya waktu, kesesuaian pelatihan dengan tugas, fasilitas, dan pelatih ) dengan masing – masing indikator kinerja (pengetahuan, sikap kerja, dan keterampilan). Hasil analisis pengaruh pelatihan terhadap kinerja dengan uji regresi menunjukkan nilai - p (0.975) lebih besar dari alpha 5% bahwa pelatihan tidak berpengaruh secara nyata terhadap kinerja. Untuk memastikan kesimpulan tersebut, dilakukan Uji t berpasangan dengan hasil lebih terinci, didapatkan faktor yang mengalami peningkatan skor terdapat pada faktor semangat kerja (0.636), faktor tanggung jawab (0.818), faktor gagasan (0.727) dan faktor kepemimpinan (1). Sehingga dapat disimpulkan pelatihan mampu meningkatkan skor pada alpha 10%.