• Pemeriksaan darah: darah tepi hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit dan LED, kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar
ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan rumus Schwartz, titer ASTO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis
persisten dan bila curiga SLE maka diperiksa C4, ANA test dan anti dsDNA.
2.2 Proteinuria
Individu normal memiliki nilai rata-rata eksresi protein urin harian 40-80 mg dengan batas maksimal 75-150 mg. Regulasi protein di ginjal sangat
kompleks namun ada dua komponen utama yaitu permeabilitas filter glomerulus dan mekanisme tubular terhadap protein yang difiltrasi.
Eksresi proteinuria dapat diperkirakan dengan mengukur kadar protein urin dan
kreatinin urin sewaktu karena eksresinya relatif stabil setiap hari. Proteinuria glomerulus diekspresikan dengan kadar albumin per
kreatinin urin sewaktu, konsentrasi kreatinin urin adalah proporsional berdasarkan area permukaan tubuh body surface area=BSA sehingga tidak
diperlukan koreksi terhadap ukuran tubuh. Protein urin diambil sewaktu pada urin pagi dan dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk
mempermudah digunakan protein kualitatif berupa dipstik urin atau urinalisis dengan hasil negatif sampai +4 dan sensitif terhadap albumin dibandingkan
14
Universitas Sumatera Utara
protein lain Positif palsu dapat terjadi pada urin yang sangat basa pH8, gross hematuria, pyuria dan bakteriuria. Negatif palsu dapat terjadi pada urin
yang sangat encer pH 4.5 dan pada non albumin proteinuria Pemeriksaan proteinuria pada sindrom nefrotik digunakan untuk
memantau respon terhadap steroid. Dikatakan sindrom nefrotik pada fase remisi bila proteinuria kualitatif trace atau negatif 40 mgm
11,16,17
2
. Pada sindrom
nefrotik yang resisten steroid kadang dijumpai kadar protein urin tidak pernah mencapai kondisi remisi.
14,15
Tabel 2.1. Konsentrasi Albumin Berdasarkan Proteinuria Kualitatif
1
Kualitatif
1
Konsentrasi Kadar harian
Negatif 5 mgdL
- Trace +-
5-20 mgdL -
+1 30 mgdL
0.5 grhari +2
100 mgdL 0.5-1 grhari
+3 300 mgdL
1-2 grhari +4
2000 mgdL 2 grhari
2.3 Kerusakan tubulus tubular injury pada sindrom nefrotik
Faktor penting dalam menentukan prognosis pasien sindrom nefrotik adalah respon terhadap steroid. Pada SN dengan pemeriksaan histologi FSGS
kebanyakan resisten terhadap terapi steroid dan diduga telah terjadi
Universitas Sumatera Utara
kerusakan pada tubulus.
.
Kerusakan tubulus tubular injury ini terjadi dengan mekanisme yang belum pasti
18,19
Tubular injury diduga akibat toksisitas proteinuria. Abbate dkk berpendapat IgG mungkin memiliki peranan dalam toksisitas proteinuria.
Toksisitas proteinuria dimaksud sebagai overload protein pada tubulus sebagai bagian penting pada proses translasi kebocoran protein glomerulus
yang dianggap sebagai sinyal proses inflamasi interstitial.
20
Teori lain dikemukakan oleh Kriz dengan ilustrasi gambar 2.1 mencoba menjelaskan
bagaimana kerusakan glomerulus dapat menyebabkan kerusakan tubulus.. Lobus glomerulus intak menonjol keluar ke ruang Bowman yang dikelilingi
epitel parietal. Lobus glomerulus yang sklerotik mengandung bentuk kapiler yang kolaps warna hitam dan yang mengandung hialin warna abu-abu tua
dan bagian mesangial yang terherniasi ke ruang paraglomerular yang dipisahkan dari interstitium oleh lapisan fibroblast longgar. Ruang ini meluas
kearah kutub vaskular dan melalui kutub urinari kearah tubulus basement membran warna abu-abu muda. Akibat dari ekspansi membrana glomerular
basalis memicu pemrbentukan ruang peritubular dan memicu degenerasi epitel tubulus dengan detil mekanisme yang belum jelas.
21
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Ilustrasi skematik degenerasi nefron yang memungkinkan glomerular injury menjadi tubular injury
21
2.4 N-Acetyl- β-D-Glucosaminidase urin