Analisis daya saing industri karet remah (crumb rubber) Indonesia

(1)

(2)

Indonesia merupakan produsen karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Karet yang diperjualbelikan di pasar domestik maupun luar negeri berbentuk karet alam dan karet sintesis. Sebagian besar karet yang dihasilkan Indonesia dalam bentuk karet alam dan 70 persen karet alam Indonesia diproduksi menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah (crumb rubber) merupakan karet alam yang diolah secara khusus sehingga mutunya terjamin secara teknis. Karet remah digunakan sebagai bahan baku untuk memroduksi ban, permintaan karet remah dunia meningkat seiring dengan peningkatan industri otomotif. Ketatnya persaingan antara produsen karet remah di dunia menuntut Indonesia untuk dapat bersaing dengan produsen karet remah lain. Untuk itu, karet remah yang dijual ke luar negeri harus dapat bersaing dalam hal mutu dan kuantitas penjualan dengan negara produsen karet remah lain.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisa daya saing (keunggulan kompetitif) industri karet remah Indonesia, (2) menganalisa daya saing (keunggulan komparatif) industri karet remah Indonesia serta faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri karet remah di pasar internasional, (3) merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional.

Daya saing karet remah Indonesia dianalisis dengan menggunakan metode Porter’s Diamond Theory, Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari tahun 1993 sampai dengan 2008. Hasil analisis Porter’s Diamond Theorymenunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia antara lain kondisi faktor (SDA, SDM dan modal), kondisi permintaan (domestik dan ekspor) karet remah, industri pendukung, struktur, persaingan dan strategi perusahaan, peran pemerintah, dan peran kesempatan. Komponen yang kurang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia antara lain IPTEK, infrastruktur, dan industri terkait. Hasil estimasi metode Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan bahwa karet remah Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional dilihat dari nilai RCA karet remah Indonesia yang lebih dari satu. Nilai RCA karet remah Indonesia periode 1993 sampai dengan 2008 berfluktuatif setiap tahunnya, nilai RCA terbesar dicapai pada tahun 2002 sebesar 28,253. Variabel yang digunakan untuk analisis Ordinary Least Square (OLS) adalah kuantitas produksi karet remah Indonesia, produktivitas, harga ekspor karet remah, nilai tukar, dandummykrisis. Hasil uji asumsi klasik pada regresi pertama menunjukkan adanya masalah multikolinearitas pada model sehingga digunakan regresi komponen utama untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil estimasi metode OLS yang telah dipadukan dengan regresi komponen utama menunjukkan bahwa variabel kuantitas produksi, produktivitas, nilai tukar riil dan dummy krisis signifikan di taraf nyata 5 persen, sedangkan harga ekspor riil karet remah


(3)

Hasil analisis dari Porter’s Diamond Theory, Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Ordinary Least Square (OLS) menghasilkan rumusan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional. berdasarkan hasil Porter’s Diamond Theorymenunjukkan bahwa komponen IPTEK, infrastruktur, dan industri terkait kurang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel kuntitas produksi karet remah Indonesia, produktivitas, harga ekspor karet remah Indonesia, nilai tukar, dandummy krisis berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional. Berdasarkan hasil analisis strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia antara lain dengan meningkatkan infrastruktur baik jalan, jembatan maupun pelabuhan agar distribusi karet remah lancar, meningkatkan kinerja industri terkait serta meningkatkan produktivitas.


(4)

Oleh

FERI NUR OKTAVIANI H14070026

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

NRP : H14070026

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Idqan Fahmi M.Ec NIP. 19631111 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003


(6)

BENER-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

Feri Nur Oktaviani H14070026


(7)

Oktober 1989 dari pasangan Dirman Wibowo dan Ani Yuliani. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Ciklapa, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Sidareja, dan kemudian lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMAN) 1 Banjarnegara pada 2007.

Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) yang pada akhirnya masuk ke Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dengan jurusan Departemen Ilmu Ekonomi. Pada masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kepecintaalaman LAWALATA IPB sebagai bendahara umum periode 2009-2010. Penulis pernah melakukan beberapa beberapa kegiatan antara lain Studi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan Selatan (2008), Panitia Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi (2009) sebagai Penanggung Jawab AK, Tim Fasilitator Pendidikan Lingkungan Hidup SD 2 Dramaga (2009), Pemenang Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) IPB 2010 “Jejak Alam Outdoors Activity”dengan jenis usaha jasa outbond, dan tergabung dalam tim Paintball IPB 2011.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itulah penulis mengharapkan saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan skripsi ini selanjutnya. Penyusunan skripsi ini juga dapat terselesesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan hormat kepada:

1. Orang tua tercinta, Bapak Dirman Wibowo dan Ibu Ani Yuliani yang telah memberikan dukungan moril, semangat, kasih sayang dan do’anya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Sarjana ini.

2. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

3. Dr. Dedi Budiman Hakim selaku dosen penguji utama dan Dr. Alla Asmara, M,Si selaku dosen penguji pengawas pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan banyak masukkan dan saran untuk skripsi ini.

4. Kakakku Agustina Widi dan mas Muslich serta de M. Azzamta Faiz juga adikku Wahyu Julia Nugroho atas dukungan, semangat serta keceriaannya selama ini.

5. Keluarga besar LAWALATA IPB yang telah memberikan rasa nyaman dan mengajarkan banyak hal tentang kehidupan yang sebenarnya. LAWALATA JAYA...

6. Teman satu bimbinganku Rani Meistika, Ainur Sukmawati, dan Resty Anditya atas semangat dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi.

7. Seluruh staf pengajar, staf tata usaha, staf perpustakaan, dan karyawan/i Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah memberikan pengetahuan sampai penulisan ini selesai.


(9)

8. Teman-teman Ilmu Ekonomi 44: Ida, Rini, Risa, Siska, Risya, Nindya, Martha dan segenap keluarga besar Ilmu Ekonomi 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak melukiskan kenangan indah dan kebersamaan selama masa perkuliahan di Ilmu Ekonomi 44.

9. Teman-teman wisma WJ: ike, ana, santhi, atik, mba restu endang, dilla, tipa, nita dan segenap keluarga WJ yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya dan semangat pada masa perkuliahan.

10. Teman-teman Jejak Alam (ka Agus, Benny, Bergas, Dessy , Lasti dan Linda atas semangat dan kerja kerasnya.Let’s fun with jejak...

Bogor, Juli 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

2.1. Definisi Karet Remah(crumb rubber)... 13

2.2. Definisi Daya Saing ... 13

2.3. Konsep Perdagangan Internasional... 14

2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif... 15

2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif... 16

2.4. Penelitian Terdahulu ... 19

2.4.1. Penelitian Mengenai Karet... 19

2.4.2. Penelitian Mengenai Daya Saing... 21

2.5. Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

2.6. Hipotesis ... 26

III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 28

3.2. Metode Analisis Data ... 28

3.2.1. MetodePorter’s Diamond Theory... 29

3.2.2. MetodeRevealed Comparative Advantage(RCA)... 30

3.2.3. MetodeOrdinary Least Square(OLS)... 32


(11)

3.2.3.2. Pemilihan Variabel yang Memengaruhi Daya

Saing Karet Remah Indonesia... 36

3.2.3.3. Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia... 38

3.2.3.4. Uji Kesesuaian Model... 40

3.2.3.5. Definisi Operasional Variabel dalam Model... 46

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (Crumb rubber) INDONESIA... 48

4.1. Gambaran Umum Karet ... 48

4.1.1. Karet Alam ... 49

4.1.2. Karet Sintesis... 51

4.2. Industri Karet Remah(crumb rubber)... 52

4.2.1. Perkembangan Industri Karet Remah(crumb rubber) Indonesia ... 52

4.2.2. Jenis Bahan Baku Karet Remah ... 55

4.2.3. Areal Perkebunan, Produksi, dan Produktivitas Karet Remah Indonesia ... 55

4.2.4. Ekspor Karet Remah Indonesia ... 57

4.2.5. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia... 58

4.2.6. Pemasaran Karet Remah Indonesia... 59

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 62

5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif Industri Karet Remah Indonesia ... 62

5.1.1. Kondisi Faktor ... 64

5.1.2. Kondisi Permintaan... 66

5.1.3. Industri terkait dan Industri Pendukung ... 67

5.1.4. Struktur, Persaingan, dan Strategi Perusahaan... 68

5.1.5. Peran Pemerintah... 70

5.1.6. Peran Kesempatan ... 71

5.2. Analisis Keunggulan Komparatif Industri Karet Remah Indonesia ... ... 72

5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia... 74


(12)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Produksi Karet Alam Berdasarkan Negara Produsen Utama (ribu Ton)... 1

1.2. Luas Lahan dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2000-2011 ... 2

1.3. Tingkat Utilitas Industri Karet / Barang Karet Indonesia... 4

1.4. Pengadaan Bahan Baku Perusahaan Karet Remah(crumb rubber) Indonesia Menurut Sumber (Ton) ... 6

1.5. Banyaknya Perusahaan Karet Remah dan Pekerja Tahun 2004–2008 ... 7

1.6. Produksi Perusahaan Karet Remah Indonesia Menurut Jenis Kualitas Tahun 2004–2008 (Ton) ... 8

4.1. Perusahaan Karet Remah dan Jumlah Pekerja di Indonesia tahun 1993-2008... 53

4.2. Perkembangan Luas Areal Karet Indonesia, 2006-2010 ... 56

4.3. Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia ... 57

5.1. Nilai dan Indeks RCA Karet Remah Indonesia Tahun 1993-2008 ... 74

5.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia... 79


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran... 25

3.1Porter’s DiamondTheory... 29

4.1 Harga Ekspor Karet Remah Indonesia 1993-2008... 59

4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia... 60

5.1 Keunggulan dan Kelemahan Industri Karet Remah Indonesia Hasil AnalisisPorter’s Diamond Theory ... 71


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Hasil Perhitungan analisis Daya Saing Karet Remah Indonesia

dengan menggunakan Metode RCA (US$) ... 88 2. Karet Remah Indonesia Berdasarkan Kualitas... 89 3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing

Industri Karet Remah Indonesia Indonesia... 90 4. Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing

Industri Karet Remah Indonesia Indonesia... 91 5. Uji Homoskedastisitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing

Industri Karet Remah Indonesia ... 91 6. Uji Autokorelasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia ... 92 7. Uji Multikolinieritas Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing

Industri Karet Remah Indonesia... 92 .8. Analisis Regresi Komponen Utama Faktor-Faktor yang Memengaruhi... 93 9. Ekspor Karet Indonesia kesepuluh


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor unggulan yang dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Beberapa komoditi hasil perkebunan yang menjadi unggulan di Indonesia antara lain: karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan sebagainya. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia adalah karet dan hasil olahan karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Produksi karet alam Indonesia yang cukup besar dan layak untuk diperhitungkan dalam pasar internasional. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar di dunia setelah Thailand (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Produksi Karet Alam Berdasarkan Negara Produsen Utama (ribu Ton)

Tahun Thailand Indonesia Malaysia India China

Lain-lain

2002 2.615 1.630 890 641 468 1.181

2003 2.876 1.792 986 707 480 1.189

2004 2.984 2.066 1.098 743 486 1.224

2005 2.937 2.271 1.132 772 575 1.164

2006 3.137 2.637 1.280 853 600 1.242

2007 3.056 2.755 1.210 811 663 1.265

2008 3.089 2.751 1.072 881 560 1.673

2009 3.086 2.535 856 817 630 1.678

2010 3.072 2.829 883 851 650 2.006


(17)

Produksi karet alam Indonesia meningkat setiap tahunnya dan selalu menempati peringkat kedua setelah Thailand. Pada tahun 2010 produksi karet alam Indonesia mencapai 2.829 ribu ton, hanya berselisih 243 ribu ton dengan Thailand. Dengan selisih yang tidak terlalu besar antara Indonesia dengan produsen karet terbesar yaitu Thailand, maka Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi produsen utama karet alam. Produksi karet alam Indonesia dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan sumberdaya seperti areal perkebunan secara optimal. Luas areal perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Lahan perkebunan karet Indonesia berdasarkan status pengusahaannya digolongkan menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) (Tabel 1.2).

Tabel 1.2 Luas Lahan dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2000-2011

Tahun Luas Lahan (ribu Ha) Produksi (ribu Ton)

PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah

2000 2882,8 212,6 277,0 3372,4 1125,2 169,9 206,4 1501,4 2001 2838,4 221,9 284,5 3344,8 1209,3 182,6 215,6 1607,5 2002 2825,5 221,2 271,7 3318,4 1226,6 186,5 217,2 1630,4 2003 2772,5 241,6 276,0 3290,1 1396,2 191,7 204,4 1792,3 2004 2747,9 239,1 275,3 3262,3 1662,0 196,1 207,7 2065,8 2005 2767,0 237,6 274,8 3279,4 1838,7 209,8 222,4 2270,9 2006 2833,0 238,0 275,4 3346,4 2082,6 265,8 288,8 2637,2 2007 2899,7 238,2 275,8 3413,7 2176,7 277,2 301,3 2755,2 2008 2910,2 238,2 275,8 3424,2 2173,6 276,8 300,9 2751,3 2009 2911,5 239,4 284,4 3435,3 1942,3 238,7 259,4 2440,3 2010*) 2934,4 236,7 274,0 3445,1 2065,2 252,4 274,3 2591,9 2011**) 2935,1 239,1 275,9 3450,1 2105,0 260,0 275,9 2640,8 Ket: PR: Perkebunan Rakyat ; PBN: Perkebunan Besar Negara ; PBS: Perkebunan Besar Swasta *) Angka Sementara ; **) Angka Estimasi


(18)

Perkebunan karet yang dimiliki oleh Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Pada tahun 2010 luas lahan karet Indonesia yang tercatat sekitar 3445,1 ribu Ha yang terdistribusi dalam perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta yang tersebar di wilayah Indonesia. Produksi karet dan luas lahan karet Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya. Luas perkebunan karet Indonesia hampir meningkat setiap tahunnya mulai pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2011. Namun demikian, produksi karet Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan peningkatan luas lahan perkebunan karet. Produksi karet terbesar di Indonesia pada periode tahun 1993 sampai dengan 2008 sebesar 2755,2 ribu ton dicapai pada tahun 2007 dengan luas lahan lebih kurang 3413,7 ribu Ha. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa luas lahan perkebunan bukan faktor utama yang berpengaruh terhadap jumlah produksi karet Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa luas lahan karet pada tahun 2011 mencapai 3450,1 ribu Ha dengan hasil produksi yang diperoleh sekitar 2640,8 ribu ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).

Kepemilikan lahan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan karet rakyat karena hampir 85% luas lahan perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat. Menurut BPS (2008), perkebunan rakyat merupakan usaha budidaya tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rumah tangga dan tidak berbentuk badan usaha maupun badan hukum. Total produksi karet yang dapat dihasilkan sekitar 2622,8 ribu ton. Sebagian besar hasil karet Indonesia dijual dalam bentuk karet alam. Karet alam tersebut memiliki nilai jual yang relatif rendah dibandingkan dengan karet yang sudah mengalami proses pengolahan.


(19)

Untuk itu, karet alam yang akan dijual oleh Indonesia perlu diolah terlebih dahulu agar nilai jual dan nilai gunanya meningkat.

Potensi karet alam Indonesia yang melimpah merupakan suatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan. Karet alam dapat diolah menjadi barang-barang untuk menunjang aktivitas masyarakat. Barang-barang yang membutuhkan keelastisan dalam pemakaiannya menggunakan bahan dasar karet seprti : ban, sarung tangan karet, alas kaki,belt konveyor, belt transmission, barang karet keperluan teknik serta bahan dasar industri lainnya (Tabel 1.3). Hasil olahan karet tersebut dapat digunakan baik secara langsung atau melalui proses industri lebih lanjut agar nilai tambah dari produk tersebut meningkat.

Tabel 1.3 Tingkat Utilitas Industri Karet / Barang Karet di Indonesia

Jenis Industri Utilitas Industri dan Produk (%)

Industricrumb rubber 70

Industri sarung tangan 40

Industri alas kaki 60

Industri ban 80

Industri produk karet lainnya 65 - 80 Sumber : Departemen Perdagangan, 2010

Karet alam dapat digunakan sebagai bahan baku industri barang-barang kebutuhan masyarakat. Sebagai salah satu komoditas pertanian, produksi karet sangat tergantung pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk industri perkebunan karet perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah. Karet alam di Indonesia digunakan untuk bahan baku industri karet remah (crumb rubber), sarung tangan, alas kaki, ban dan lain-lain. Di Indonesia, sebagian besar karet digunakan sebagai


(20)

bahan baku industri ban (Tabel 1.3). Seiring dengan berkembangnya industri otomotif, permintaan ban di dunia semakin meningkat.

Karet yang diperjualbelikan di pasar berbentuk karet alam dan karet sintesis. Karet remah atau karet spesialisasi teknis dibuat secara khusus agar mutu karet tetap terjaga dan dapat bersaing dengan karet sintesis. Indonesia lebih banyak memroduksi karet alam dibandingkan dengan karet sintesis. Karet alam yang dihasilkan Indonesia sebagian besar diekspor ke luar negeri. Karet Indonesia diekspor dalam bentuk karet alam (lateks) dan barang hasil olahan karet. Salah satu olahan karet yang diekspor adalah karet remah(crumb rubber).

Karet remah (crumb rubber) merupakan karet alam (lateks) yang telah diolah secara khusus sehingga mutunya terjamin secara teknis. Penetapan mutu pada karet remah didasarkan pada sifat-sifat teknis dimana warna atau visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku. Karet remah memiliki mutu yang baik karena diproduksi secara khusus dan teruji secara teknis dengan menggunakan Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet remah diproduksi secara khusus agar dapat bersaing dengan bahan pengganti karet lain seperti karet sintesis. Bahan baku untuk pembuatan karet remah diperoleh dari berbagai sumber perkebunan yaitu perkebunan sendiri, perkebunan lain (swasta) dan perkebunan rakyat (Tabel 1.4).

Persaingan karet alam dengan karet sintesis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis dalam hal ini adalah crumb rubber. Karet sintesis yang permintaannya cenderung meningkat memiliki jaminan mutu dalam tiap bandelanya. Keterangan sifat teknis serta keistimewaan setiap jenis mutu


(21)

karet sintesis disertakan pula pada setiap bandelanya. Hal semacam ini ditetapkan pula dalam karet spesifikasi teknis. Karet ini dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukurannya seragam, ada sertifikat uji coba laboratorium, dan ditutup dengan lembaran plastikpolythene(Swadaya, 1999).

Tabel 1.4 Pengadaan Bahan Baku Perusahaan Karet Remah(crumb rubber)

Indonesia Menurut Sumber (ribu Ton)

Tahun

Dibeli Dari

Jumlah Perkebunan

Sendiri

Perkebunan Lain

Perkebunan Rakyat

2004 131,28 4,6 27,28 1,0 2.690,4 94,4 2.848,96 100

2005 131,45 4,7 28,65 1,0 2.608,51 94,3 2.768,62 100

2006 185,22 5,1 116,84 3,2 3.310,07 91,6 3.612,13 100

2007 212,44 5,7 122,05 3,3 3.394,5 91,0 3.728,99 100

2008 286,80 5,7 164,77 3,3 4.582,57 91,0 5.034,13 100 Sumber : BPS, 2010 (diolah)

Sumber pengadaan bahan baku untuk industri karet remah(crumb rubber) diperoleh dari produksi perkebunan sendiri, pembelian dari perkebunan lain dan perkebunan rakyat. Sebagian besar bahan baku karet remah diperoleh dari perkebunan karet rakyat. Pada periode tahun 2004-2008 dapat dilihat (Tabel 1.4) bahwa bahan baku karet remah lebih dari 90% diperoleh dari perkebunan rakyat. Proses pengolahan suatu komoditas dalam industri dimaksudkan agar nilai tambah dari komoditas tersebut dan harga jualnya lebih tinggi. Industri karet remah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah dari karet alam. Karet alam diolah secara khusus dengan standar mutu yang mengikuti Standart Indonesian Rubber (SIR) menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah


(22)

digunakan sebagai bahan baku industri hilir yang memroduksi barang-barang kebutuhan masyarakat seperti ban. Industri karet remah tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Keberadaan industri karet remah tersebut menjadi salah satu penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat (Tabel 1.5).

Tabel 1.5 Banyaknya Perusahaan Karet Remah dan Pekerja di Indonesia Tahun

2004–2008

Tahun

Banyaknya

Perusahaan Pekerja

2004 87 24.946

2005 87 24.946

2006* 122 30.841

2007* 122 37.069

2008* 183 40.949

*) Tidak termasuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Sumber : BPS, 2010 (diolah)

Usaha industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab, scrap) menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Jumlah perusahaan karet remah dan pekerjanya di Indonesia periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 mengalami peningkatan (Tabel 1.5). Pada tahun 2008 ada sekitar 183 perusahaan karet remah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, tidak termasuk Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Jumlah pekerja yang dapat diserap oleh industri karet remah di seluruh wilayah Indonesia relatif meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 jumlah pekerja yang dapat diserap oleh industri karet remah mencapai 40.949 pekerja.


(23)

Produksi karet remah menggunakan skema Standard Indonesian Rubber (SIR) untuk mengklasifikasikan karet remah tersebut berdasarkan mutunya (Tabel 1.6). Penilaian mutu karet secara klasifikasi didasarkan dari hasil analisa dari syarat uji. Syarat pengujian karet mutu SIR diukur berdasarkan kadar abu, kadar zat menguap, Acelerated Storage Hardening Test (ASHT), PRI dan uji lain yang dilakukan.

Tabel 1.6 Produksi Perusahaan Karet Remah Indonesia Menurut Jenis Kualitas

Tahun 20042008 (Ton)

Tahun Produksi Jumlah SIR 3CV SIR 3L SIR 3WF SIR 5 SIR 10 SIR 20

2004 24.099 23.124 3.191 20.354 31.221 1.591.816 1.693.805

2005 29.388 21.966 3.018 19.888 31.812 1.553.920 1.659.992

2006 32.502 21.417 4.395 7.854 152.381 1.763.200 1.981.749

2007 40.355 32.113 5.430 9.704 173.828 2.151.404 2.412.834

2008 42.873 5.854 1.180 2.090 47.789 2.251.873 2.341.659 Sumber : BPS, 2010 (diolah)

Produk karet Indonesia adalah jenis karet remah yang dikenal sebagai karet Standard Indonesian Rubber (SIR) merupakan jenis karet alam padat yang diperdagangkan saat ini. Karet tersebut tergolong kedalam karet spesifikasi teknis karena penilaian mutunya didasarkan pada sifat teknis dari parameter dan besaran nilai yang dipersyaratkan dalam penetapan mutu karet remah yang tercantum dalam skema SIR. Berdasarkan jenis kualiatasnya karet remah di klasifikasikan menjadi SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3WF, SIR 5, SIR 10 dan SIR 20 (Tabel 1.6).


(24)

Produksi karet remah Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan 2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 produksi karet remah mengalami penurunan sebesar 33.813 ton atau sekitar 1,99% jika dibandingkan dengan tahun 2004. Pada tahun 2006 dan 2007 produksi karet remah Indonesia mengalami peningkatan masing-masing sebesar 321.757 ton (19,38%) dan 431.085 ton (21,75%). Pada tahun 2008 kembali terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 71.175 ton (2,95%) dibandingkan dengan jumlah produksi pada tahun 2007. Produksi karet remah Indonesia hampir 95% adalah jenis SIR 20.

Produksi karet remah Indonesia dipasarkan baik di dalam (domestik) maupun luar negeri. Berdasarkan data BPS tahun 2010, produksi karet remah Indonesia 93,97% dari total produksi dijual ke luar negeri dan hanya sekitar 6,03% dari total produksi dijual dan dikonsumsi dalam negeri. Ketatnya persaingan antara produsen karet remah di dunia menuntut Indonesia untuk dapat bersaing dengan produsen karet remah lain. Untuk itu, karet remah yang dijual ke luar negeri harus dapat bersaing dalam hal mutu dan kuantitas penjualan dengan negara produsen karet remah lain.

Namun demikian, perkaretan Indonesia menghadapi permasalahan pokok pada bidang pemasaran, terutama harga jual yang tidak stabil dan cenderung menurun, biaya produksi yang terus-menerus meningkat serta persaingan pasar yang semakin berat ditingkat internasional. Persaingan bukan hanya terbatas pada negara penghasil karet alam saja, tetapi juga melibatkan negara-negara penghasil karet sintesis. Beratnya persaingan ditandai dengan produksi karet, baik karet alam maupun karet sintesis yang cenderung lebih besar dari permintaan serta


(25)

market share karet alam yang relatif lebih kecil dalamsupply karet dunia. Untuk itu, perlunya dirumuskan strategi khusus untuk meningkatkan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional serta faktor-faktor yang memengaruhinya. 1.2. Perumusan Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar dunia. Karet yang diperjual belikan di pasar berbentuk karet alam dan karet sintesis. Karet yang dihasilkan Indonesia sebagian besar dalam bentuk karet alam. Karet alam tersebut harus dapat bersaing dengan karet sintesis yang memiliki mutu dan standar khusus. Karet alam di Indonesia diolah menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah mengalami proses produksi secara khusus sehingga mutu yang dihasilkan terjamin. Menurut Dekarindo (2010), karet remah tersebut di produksi untuk menyaingi karet sintesis yang beredar saat ini.

Karet remah Indonesia sebagian besar dijual (ekspor) keluar negeri. Fenomena persaingan global yang terjadi saat ini menuntut karet remah Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara produsen karet remah lain dan juga produsen karet sintesis yang merupakan saingan dari karet alam dalam hal ini adalah karet remah. Karena semakin ketatnya persaingan di pasar internasional, karet remah Indonesia harus memiliki keunggulan dibandingkan karet remah negara lain sehingga karet remah Indonesia lebih diminati oleh konsumen. Untuk itu, perlu diketahui posisi daya saing baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif pada industri karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasioanal serta perlu diketahuinya faktor-faktor yang memengaruhi daya saing tersebut. Untuk meningkatkan daya saing karet remah (crumb rubber)


(26)

Indonesia diperlukan strategi khusus agar karet tersebut dapat tetap bertahan di pasar internasional.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini:

1. Bagaimana daya saing (keunggulan kompetitif) industri karet remah (crumb rubber) Indonesia?

2. Bagaimana daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi keunggulan komparatif karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional?

3. Strategi apa yang dapat dirumuskan untuk memperkuat daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisa kondisi daya saing (keunggulan kompetitif) karet remah (crumb rubber) Indonesia.

2. Menganalisa daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional.

3. Merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional.


(27)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rujukan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam industri perkaretan terutama pada pelaku industri karet remah dan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pembanding untuk penelitian dengan topik karet remah (crumb rubber) selanjutnya. Sedangkan bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di bidang perkaretan nasional dalam rangka meningkatkan daya saing industri karet remah (crumb rubber)Indonesia di pasar internasional.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada industri pengolahan hasil perkebunan yaitu industri pengolahan karet. Industri karet yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah industri karet dan bahan olahan karet dengan spesifikasi karet remah (crumb rubber) dengan kode HS 25123. Dalam penelitian membahas keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif beserta faktor-faktor yang memengaruhinya, serta strategi untuk memperkuat daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2008.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Definisi Karet Remah(crumb rubber)

Karet remah (crumb rubber)adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb rubber) didasarkan pada penilaian sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karetsheet, crepe maupun lateks pekatcrumb rubber. Karet remah tergolong dalam karet spesifikasi teknis karena penilaian mutunya didasarkan pada sifat teknis dari parameter dan besaran nilai yang dipersyaratkan dalam penetapan mutu karet remah yang tercantum dalam skema SIR. Berdasarkan jenis kualiatasnya karet remah di klasifikasikan menjadi SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3WF, SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Karet remah (crumb rubber) dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukuran seragam, ada sertifikat uji laboratorium, serta ditutup dengan lembaran plastikpolythene.

2.2. Definisi Daya Saing

Daya saing menurut Porter (1990) diidentikkan dengan produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan. Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor produktivitas). Pendekatan daya saing suatu komoditi dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara untuk menghasilkan


(29)

barang dan jasa yang berskala internasional melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang. Daya saing yang baik dapat terlihat jika komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di dalamnya.

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 1995, daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut. Sedangkan menurut Simanjuntakdalam Febriyanti (2008) daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan.

2.3. Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara. Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perdagangan internasional seperti perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara. Perbedaan ini terjadi karena : (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara


(30)

tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis serta kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien.

Perdagangan internasional sebuah negara harus memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif guna menciptakan daya saing yang baik. Daya saing yang baik tercipta lewat mutu dan kualitas suatu produk serta besarnya permintaan terhadap produk tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai teori keunggulan komparatif dan teori keunggulan kompetitif.

2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif

David Ricardo menjelaskan hukum keunggulan komparatif dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation pada tahun 1817. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian kompetitif). Berdasarkan hukum keunggulan komparatif David Ricardo terdapat sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu : (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat


(31)

biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, tetapi asumsi tujuh tidak dapat berlaku dan seharusnya digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.

2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif

Menurut Hadi (2001), keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara atau bangsa untuk dapat bersaing di pasar internasional. Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor pendukung. Empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi adalah kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory. 1. Kondisi Faktor(Factor Condition)

Kondisi faktor merupakan suatu gambaran faktor sumberdaya yang dimiliki suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri. Peran faktor sumberdaya sangat penting dalam proses industri, karena faktor sumberdaya merupakan modal utama dalam membangun keunggulan


(32)

kompetitif suatu industri. Menurut Porter (1990), faktor sumberdaya diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu : sumber daya alam, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, dan infrastruktur. Kelima kelompok tersebut akan menggambarkan keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara dan segala potensi yang dapat dikembangkan oleh negara tersebut.

2. Kondisi Permintaan (demand condition)

Kondisi permintaan merupakan faktor penting yang memengaruhi posisi daya saing nasional. Menurut Widayunita (2007), mutu produk dan produktivitas suatu negara akan memengaruhi kondisi permintaan dan pada akhirnya akan berpengaruh pada keunggulan kompetitif suatu negara. Mutu persaingan di tingkat global memberikan tantangan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya. Dalam pengembangan mutu, perusahaan-perusahaan akan melakukan inovasi serta peningkatan kualitas produk agar sesuai dengan permintaan konsumen.

3. Industri Terkait dan Industri Pendukung yang Kompetitif (related and supporting industry)

Industri terkait dan industri pendukung merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi posisi daya saing suatu industri. Untuk itu perlu dijaga hubungan dan koordinasi dengan para pemasok, khususnya untuk menjaga dan memelihara rantai nilai produksi dari industri hulu hingga industri hilir. Keberadaan industri hulu mampu menyediakan bahan baku untuk proses produksi suatu industri sedangkan industri hilir menggunakan bahan baku tersebut untuk diproses menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah.


(33)

Rantai nilai produksi antara industri hulu dan industri hilir yang terhubung dengan baik akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi suatu negara. 4. Kondisi struktur, Persaingan dan Strategi Industri (firm strategy, structure, and

rivalry)

Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Pada akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional (berorientasi ekspor). Globalisasi ekonomi akan menyebabkan terjadinya ketergantungan antarnegara. Masing-masing negara membangun perekonomiannya berdasarkan kekayaan yang dimiliki, yang merupakan keunggulan komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan tersebut lebih ditentukan pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan ada pesaing-pesaing yang dekat, yaitu negara lain yang membangun keunggulan perekonomian mereka di sektor atau jenis industri yang sama dengan strategi serupa.

5. Peran Pemerintah (government)

Peran pemerintah merupakan faktor yang menentukan posisi daya saing suatu industri. Peran pemerintah dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung pemerintah dapat memengaruhi permintaan melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sedangkan peran pemerintah secara langsung adalah dengan bertindak sebagai pembeli produk jasa. Pemerintah juga dapat memengaruhi berbagai sumber daya yang tersedia,


(34)

berperan sebagai pembuat kebijakan yang terkait dengan tenaga kerja, pendidikan, pembentukan modal sumber daya alam dan standar produk.

6. Peran kesempatan (chance event)

Peran kesempatan merupakan suatu hal yang bersifat kecelakaan (accidental), sehingga dalam kenyataan peran kesempatan bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam hal ini peran kesempatan bisa menguntungkan atau merugikan para pelaku usaha.

2.4. Penelitian Terdahulu

2.4.1. Penelitian Mengenai Karet

Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia (Mamlukat, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia ke pasar internasional. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SAS dengan pendekatan simultan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran preferensi importir karet alam ke karet sintesis. Harga karet sintesis dipengaruhi oleh harga minyak dunia, fluktuasi harga karet alam Indonesia sendiri dipengaruhi oleh produksi yang tidak stabil serta elastisitas karet alam Indonesia yang rendah.

Penelitian tentang dinamika ekspor karet alam Indonesia (Julivanto, 2009). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia. Pendekatan Impulse Respon Function (IRF) digunakan untuk melihat respon dari variabel


(35)

tidak bebas selama beberapa waktu kedepan jika terjadi guncangan dari variabel bebas lainnya sebesar satu standar deviasi dan pendekatan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap tidak bebas selama periode tertentu. Berdasarkan hasil IRF dan FEVD, variabel yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor pada saat terjadi guncangan adalah variabel produksi karet alam. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah produksi karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, harga ekspor karet alam Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar, sedangkan variabel tidak bebas yang digunakan adalah volume ekspor karet alam Indonesia.

Penelitian mengenai analisis keunggulan komparatif karet alam Indonesia tahun 2003-2007 (Soekarno, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk melihat daya saing ekspor karet alam Indonesia dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, sehingga dapat diketahui perlunya pengembangan lebih mendalam untuk meningkatkan produksi karet alam dari daya saing ekspor. Penelitian ini menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Constant Market Share (CMS). Hasil analisis menunjukkan bahwa daya saing ekspor karet alam Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2007 cenderung mengalami kenaikan yaitu dari 28,403 menjadi 37,388. Sedangkan Thailand turun dari 53,190 pada tahun 2003 menjadi 32,187 untuk tahun 2007. Hal yang sama juga terjadi pada Malaysia di tahun 2003 mencapai 17,931 menjadi 10,623 tahun 2007. Hasil analisis constant market share menunjukkan bahwa Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2007 memiliki daya saing yang positif. Dengan menggunakan


(36)

analisis RCA menunjukkan bahwa peluang Indonesia untuk menjadi pengekspor utama karet sangat besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang terus meningkat dari tahun 2003 yaitu 28,403 menjadi 37,388. Hasil perhitungan CMS menunjukkan bahwa kinerja ekspor karet alam Indonesia memiliki daya saing yang kuat, walaupun jika dilihat dari efek distribusi pasar masih lemah, untuk meningkatkan kinerja ekspor karet maka perlu perhatian yang serius dari pemerintah sehingga keunggulan kompratifnya dapat dipertahankan.

2.4.2. Penelitian Mengenai Daya Saing

Penelitian mengenai analisis daya saing kopi Indonesia di pasar internasional (Mustopa, 2010). Penelitian ini menganalisis keunggulan komparatif komoditas kopi Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif komoditas kopi Indonesia, menganalisis kondisi faktor-faktor keunggulan kompetitif komoditas kopi Indonesia, dan merumuskan strategi dalam meningkatkan daya saing komoditas kopi Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif kopi Indonesia, Porter’s Diamond untuk menganalisis kondisi faktor-faktor keunggulan kompetitif kopi Indonesia dan metode Ordinary Least square (OLS) untuk mengetauhi faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif. Hasil penelitian dengan metode RCA menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif selama periode 1980-2008. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif kopi Indonesia adalah produktifitas kopi, volume ekspor kopi, harga ekspor kopi dan dummy krisis perkopian dunia.


(37)

Hasil analisis Porter’s Diamond menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan kompetitif.

Penelitian mengenai analisis daya saing industri furniture kayu Indonesia di Pasar Internasional (Fajri, 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif) industri furniture kayu Indonesia. Selain itu, dianalisis pula daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor industri furniture kayu Indonesia. Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode Porter’s Diamond Theory dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor furniture kayu Indonesia menggunakan metode regresi linier berganda Ordinary Least Square (OLS).

2.5. Kerangka Pemikiran Operasional

Indonesia merupakan produsen karet terbesar di dunia setelah Thailand. Areal perkebunan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 3,4 juta hektar. Karet yang umum dipasarkan adalah karet alam dan karet sintesis. Karet alam dan karet sintesis pada dasarnya bersaing dalam hal sifat dan mutunya di pasar baik dalam negeri maupun internasional. Karet sintesis dengan segala kelebihannya mencoba menggantikan posisi karet alam untuk memroduksi barang-barang yang memerlukan karet untuk proses produksinya. Namun demikian, karet sintesis belum dapat menyaingi karet alam karena sifat dan mutunya masih kurang baik. Karet remah (crumb rubber) merupakan salah satu jenis karet yang banyak


(38)

diproduksi Indonesia dan dalam hal mutu karet remah bersaing dengan karet sinrtesis.

Sebagian besar karet yang dijual Indonesia berupa karet alam atau mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat sedikit. Proses pengolahan karet merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah atau guna dari karet tersebut. Salah satu bentuk olahan karet alam (lateks kebun) adalah karet remah (crumb rubber). Karet remah merupakan karet alam yang diproduksi secara khusus sehingga mutu teknisnya terjamin.

Permintaan karet meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan industri otomotif. Jika dilihat dari luas areal perkebunan karet maka Indonesia berpotensi untuk mengembangkan industri karet alam dalam hal ini adalah karet remah. Namun, realita yang terjadi industri karet remah Indonesia masih kurang berkembang dengan baik, salah satu faktornya adalah produktivitas yang masih rendah, lahan karet yang dimiliki Indonesia kurang optimal dalam pemanfaatannya, standar mutu karet remah Indonesia masih di bawah standar mutu negara produsen karet remah lainnya dan nilai tukar rupiah yang berfluktuatif. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam perkembangan industri karet remah tersebut akan dianalisis menggunakan metodePorter’s Diamond.

Daya saing Industri karet remah Indonesia diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel (Gambar 2.1) antara lain kuantitas produksi karet remah Indonesia, produktivitas, harga ekspor riil karet remah, nilai tukar rill dan krisis. Luas lahan perkebunan karet di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Perkebunan karet


(39)

Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Kuantitas produksi karet remah dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan total, produktivitas dan jumlah perusahaan karet remah. Harga karet dipengaruhi oleh nilai tukar riil dan volume ekspor karet remah Indonesia dan variabel dummy yang digunakan dalam penelitian ini adalah krisis yang diduga berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat daya saing terkait dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif karet remah Indonesia di pasar internasional. Keunggulan komparatif dan posisi daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional dianalisis dengan menggunakan metodeRevealed Comparative Advantage (RCA). Keunggulan kompetitif terkait dengan karet remah Indonesia dianalisis dengan Porter’s Diamond Theory. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia akan dianalisis dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Dari beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitif dan komparatif karet remah tersebut, maka akan dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional.


(40)

(41)

2.6. Hipotesis

1. Nilai RCA karet remah Indonesia lebih besar dari satu (RCA > 1), artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah. 2. Indeks RCA komoditas karet remah Indonesia lebih besar dari satu (indeks

RCA > 1), artinya terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor komoditi karet Indonesia di pasar internasional pada tahun tersebut lebih tinggi daripada tahun sebelumnya.

3. Semua variabel bebas yang digunakan (kuantitas produksi karet remah, produktivitas, harga ekspor karet remah, nilai tukar dan krisis) memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebas (daya saing karet remah Indonesia) - Kuantitas produksi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing karet remah Indonesia, semakin banyak karet remah yang dihasilkan maka daya saing karet remah Indonesia semakin tinggi. - Produktivitas diartikan sebagai kemampuan suatu input untuk

menghasilkan hasil (komoditi) yang maksimal. Semakin besar produktivitas maka semakin banyak komoditi yang dapat di pasarkan kepada konsumen. Semakin banyak komoditi yang dihasilkan maka daya saing akan komoditi tersebut akan semakin meningkat.

- Harga ekspor karet remah Indonesia berpengaruh positif terhadap daya saing karet remah Indonesia.

- Nilai tukar rupiah terhadap Dollar berhubungan positif dengan daya saing karet remah Indonesia ketika terjadi depresiasi nilai rupiah.


(42)

- Dummy krisis berhubungan positif dengan daya saing karet remah Indonesia.


(43)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret waktu (time series) dengan periode waktu dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2008. Jenis data meliputi data luas lahan perkebunan karet, produksi karet alam Indonesia, nilai ekspor karet remah Indonesia, nilai ekspor total karet alam Indonesia, luas lahan perkebunan karet, produksi karet remah, jumlah perusahaan karet remah Indonesia dan data nilai tukar. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), International Rubber Study Group (IRSG), Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO), Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Perdagangan, UnComtrade dan studi literatur dari berbagai sumber yang berhubungan dengan industri karet remah.

3.2. Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif ini adalah RCA (Revealed Comparative Advantage). Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing komoditi karet remah Indonesia, digunakan metode regresi linear berganda yaitu analisisOrdinary Least Square (OLS). Pengestimasian metode dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakanSoftwareMinitab 14. Sedangkan analisis deskriptif kualitatif untuk menjelaskan pengkajian potensi, kendala, dan peluang yang dalam hal ini adalah


(44)

(45)

untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya saing karet remah Indonesia.

3.2.2. MetodeRevealed Comparative Adventage(RCA)

Untuk mengetahui daya saing komoditi karet remah Indonesia dalam penelitian ini digunakan analisis Revealed Comparative Adventage (RCA). Metode Revealed Comparative Adventage (RCA) didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antarwilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk/komoditi terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

Analisis keunggulan komparatif RCA diperkenalkan pertama kali oleh Bela Balassa pada tahun 1965 dalam penelitiannya mengenai pengaruh liberalisasi perdagangan luar negeri terhadap keunggulan komparatif hasil industri Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara yang tergabung dalam pasar bersama Eropa (MEE) serta pada tahun 1977 untuk negara yang sama ditambah Kanada dan Swedia. Pada mulanya Balassa menggunakan dua konsep pemikiran, pertama didasarkan pada rasio impor dan ekspor, dan kedua pada prestasi ekspor relatif. Dengan alasan bahwa impor lebih peka terhadap tingkat perlindungan tarif, dan pada perkembangan selanjutnya Balassa mengevaluasi prestasi ekspor masing-masing komoditi di negara-negara tertentu dengan membandingkan bagian relatif ekspor suatu negara dalam ekspor dunia untuk masing-masing dalam rumus sebagai berikut :


(46)

RCAt

=

Pt/Qt

Rt/St

Dimana :

RCAt = keunggulan komparatif karet remah Indonesia tahun ke-t

Pt = nilai ekspor karet remah Indonesia tahun ke-t

Qt = nilai ekspor total Indonesia tahun ke-t

Rt = nilai ekspor karet remah di dunia tahun ke-t

St = nilai ekspor total produk dunia tahun ke-t

t = tahun 1993,…, 2008

Nilai RCA lebih dari satu (RCA>1), menunjukkan bahwa Indonesia lebih berspesialisasi produksi di kelompok komoditi karet remah. Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah. Semakin besar nilai RCA, maka keunggulan komparatif yang dimiliki komoditi tersebut akan semakin kuat. Jika nilai RCA kurang dari satu (RCA<1), maka sebaliknya Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah.

Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut :

Indeks RCA = RCAt/RCAt-1

Dimana :

Indeks RCAt = kinerja ekspor karet remah Indonesia periode ke-t

RCAt = nilai RCA tahun sekarang (t)

RCAt-1 = nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)


(47)

Nilai indeks RCA berkisar antara nol sampai tidak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor karet remah Indonesia di pasar dunia tidak berubah dari tahun sebelumnya. Jika nilai indeks RCA kurang dari satu berarti terjadi penurunan kinerja ekspor karet remah. Sedangkan jika nilai indeks RCA lebih dari satu maka kinerja ekspor karet remah Indonesia lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

3.2.3. MetodeOrdinary Least Square(OLS)

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia adalah regresi linear berganda dengan metodeOrdinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa. Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari satu peubah tidak bebas pada satu atau lebih peubah bebas dengan tujuan untuk memperkirakan atau meramalkan nilai rata-rata dari peubah tidak bebas apabila nilai peubah bebas sudah diketahui (Gujarati, 1999). Metode OLS diperkenalkan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan Jerman yang bernama Carl Frederich Gauss. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya menjadi suatu metode analisis regresi yang paling kuat (powerfull) dan populer (Gujarati,1978). Menurut Koutsoyianis (1977), terdapat beberapa kelebihan metodeOrdinary Least Square (OLS) seperti berikut :

1. Hasil estimasi parameter yang diperoleh dengan metode OLS memiliki beberapa kondisi optimal yang bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimated).


(48)

2. Tata cara pengolahan data dengan metode Ordinary Least Square (OLS) relatif lebih mudah dibandingkan dengan metode ekonometrika yang lain, serta tidak membutuhkan data yang terlalu banyak.

3. Metode Ordinary Least Square (OLS) telah banyak digunakan dalam penelitian ekonomi dengan berbagai macam hubungan antar variabel dengan hasil yang memuaskan.

4. Mekanisme pengolahan data dengan metodeOrdinary Least Square(OLS) mudah dipahami.

5. Metode Ordinary Least Square (OLS) juga merupakan bagian dari kebanyakan metode ekonometrika yang lain meskipun dengan penyesuaian di beberapa bagian.

Syarat untuk menggunakan metode OLS menurut Gauss Markov (1821) adalah penduga koefisien regresi harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimated), bila persyaratan tersebut dipenuhi maka metode OLS dapat memberikan penduga koefisien regresi yang baik. Akan tetapi, sifat tersebut di dasarkan pada berbagai asumsi yang tidak boleh dilanggar agar penduga tetap bersifat BLUE. Teorema tersebut dikenal dengan sebutan Teorema Gauss Markov. Asumsi-asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi koefisien regresi dengan metode OLS berdasarkan teori Gauss-Markov sebagai berikut :

1. E (µi) = 0 atau E(µi/Xi) = 0 atau E(Yi) = β1+ β2Xi

µi menyatidakan variabel-variabel lain yang memengaruhi Yi akan tetapi


(49)

2. Tidak ada korelasi antara µidan µj{cov(µi/µj) = 0};I tidak sama dengan j.

Artinya, pada saat Xisudah terobservasi, deviasi Yidari rata-rata populasi

(mean) tidak menunjukkan adanya pola {cov(µi/µj) = 0}.

3. Homoskedastisitas : yaitu besarnya µisama atau var (µi) = σ2untuk setiap

i.

4. Kovarian antara varian µidan X1nol. {cov(µi/µj) = 0}.

Asumsi tersebut sama artinya bahwa tidak ada korelasi antara µidan X1

atau bila Xinon random maka E (µi,µj) = 0.

5. Model regresi dispesifikan secara benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Model harus berpijak pada landasan teori b. Perhatikan variabel-variabel yang diperlukan c. Bagaimana bentuk fungsinya

Sifat yang dimiliki oleh estimator pada model OLS dengan memenuhi asumsi-asumsi di atas adalah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Ragam minimum (efisien) dan konsisten serta berasal dari model yang linear. Selain itu, dari contoh (sample) akan mendekati nilai populasi.

3.2.3.1. Regresi Komponen Utama

Regresi komponen utama (Principal Component Regression) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi masalah multikolinieritas (Joliffe, 1986). Analisis pada regresi komponen utama pada dasarnya mentransformasikan peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk


(50)

menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Pendugaan dengan regresi komponen utama akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dengan jumlah kuadrat sisaan yang lebih kecil dibandingkan dengan pendugaan yang menggunakan metode kuadrat terkecil (Gasperz, 1992).

Dengan menggunakan konsep aljabar linier tentang diagonalisasi matriks, matriks korelasi R (atau matriks ragam peragam∑ ) dengan dimensi pxp, simetrik, dan nonsingular, dapat direduksi menjadi matriks diagonal D dengan pengali awal dan pengali akhir suatu matriks orthogonal V (V’ R V = D) dimana ƛ 1≥ ƛ 2≥ ...

≥ ƛ p ≥ 0 adalah akar ciri dari matriks R yang merupakan unsur-unsur diagonal

matriks D, sedangkan kolom-kolom matriks V (v1,v2....vp) adalah vektor ciri dari

R.

Apabila peubah yang diamati mempunyai satuan pengukuran yang berbeda perlu dibakukan. Dalam hal ini komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R. Matriks peragam ∑ digunakan apabila semua peubah yang diamati diukur dengan satuan pengukuran yang sama. Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari peubah asal Z, dimana Z merupakan hasil pembekuan dari peubah X yang disebut sebagai komponen utama. Komponen utama ke-j dapat dinyatakan dalam persamaan W = v1jZ1+ v2j

Z2+....+vpjZp.

Komponen utama merupakan komponen yang menjelaskan sebagian besar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan. Komponen W menjelaskan keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai


(51)

semua keragaman datanya terjelaskan, biasanya komponen W yang digunakan adalah komponen yang memiliki akar ciri lebih dari satu karena jika akar cirinya kurang dari satu maka keragaman data yang dapat dijelaskan oleh komponen utama sangat kecil. Tahapan analisis regresi komponen utama adalah;

1. Membakukan peubah bebas asal yaitu X menjadi Z 2. Mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks R

3. Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri

4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W 5. Transformasi balik

3.2.3.2. Pemilihan Variabel yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia

Pemilihan variabel-variabel independent yang memengaruhi daya saing karet remah didasarkan pada hasil metode Porter’s Diamond yang dapat dikuantitatifkan seperti produktivitas, harga ekspor karet remah, volume ekspor karet, nilai tukar, dan krisis ekonomi. Produktivitas industri menggambarkan faktor sumberdaya industri karet remah, harga ekspor dan volume ekspor menggambarkan permintaan karet remah, dan krisis ekonomi menggambarkan peran kesempatan (chance)dalam perdagangan karet remah. Selain itu pemilihan faktor-faktor ini juga didasari beberapa penelitian terdahulu dan teori ekonomi yang ada. Faktor-faktor yang memengaruhi daya saing suatu komoditi adalah :

1. Produktivitas

Luas lahan perkebunan merupakan salah satu input terpenting dalam memproduksi komoditi pertanian. Semakin luas lahan pertanian maka


(52)

semakin besar peluang untuk memproduksi komoditi lebih banyak. Namun demikian, luas lahan harus diimbangi dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Produktivitas di sini diartikan sebagai kemampuan suatu lahan/input untuk menghasilkan suatu komoditas tertentu. Semakin tinggi produktivitas lahan tersebut maka semakin efektif lahan dalam berproduksi. Semakin efektif lahan dalam berproduksi akan berimplikasi pada jumlah produk yang dihasilkan yang semakin banyak.

2. Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia Kuantitas Produksi

Kuantitas produksi merupakan jumlah produk yang dihasilkan dari input tertentu. Semakin efektif input digunakan maka semakin banyak produk yang dihasilkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin besar peluang untuk produk tersebut diperdagangkan di pasar baik dalam negeri maupun luar negeri (ekspor).

3. Harga Ekspor Komoditi

Harga ekspor dapat diartikan suatu kesepakatan harga yang timbul dari proses perdagangan suatu komoditi antara kedua belah pihak (eksportir dan importir). Harga ekspor merupakan perbandingan antara nilai ekspor dan volume ekspor, sehingga kenaikan harga ekspor akan equivalent dengan kenaikan nilai ekspor secara tidak langsung juga akan memengaruhi daya saing secara positif.


(53)

4. Nilai Tukar Riil

Nilai tukar riil disebut jugaterm of trade. Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terdepresiasi, maka harga riil karet remah Indonesia di pasar internasional menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga karet remah dari negara lain yang di pasarkan membuat permintaan karet remah Indonesia meningkat. Meningkatnya permintaan ekspor karet remah Indonesia membuat daya saing karet remah Indonesia meningkat. 5. DummyKrisis

Dummy krisis dapat diartikan sebagai periode krisis ekonomi yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia pada tahun 1997. Dalam penelitian Rahmanu (2009), dummy krisis berpengaruh positif terhadap daya saing industri pengolahan kakao dan hasil olahan kakao Indonesia.

3.2.3.3. Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia

Berdasarkan pemilihan variabel untuk faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah, diduga faktor-faktor yang berpengaruh adalah kuantitas produksi, produktivitas, harga ekspor, nilai tukar dan krisis ekonomi. Secara matematis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia dapat ditulis sebagai berikut :


(54)

Keterangan:

DSt = tingkat daya saing karet remah pada tahun ke-t, dengan nilai

RCA sebagai proksi α = konstanta

β = parameter yang di duga, dengan β = 1,2,3,4 dan 5 QPt = kuantitas produksi karet remah Indonesia (Ton)

ERt = nilai tukar riil rupiah terhadap dollar periode tahun ke-t (Rp/U$)

HECt = harga ekspor karet remah Indonesia periode ke-t (Ton/U$)

PROt = produktivitas karet remah Indonesia (Ton/Ha)

Dummy = dummy krisis (1 untuk sesedah krisis tahun 1997, 0 untuk sebelum krisis tahun 1997)

εt =error termpada periode ke-t

t = tahun ke-t

Beberapa variabel yang digunakan diubah ke dalam logaritma (ln) dikarenakan satuan dari kelima variabel berbeda, maka model tersebut berubah menjadi:

DSt = α + β1ln QPt+ β2 ln HECt + β3ln PROt + β4ln ERt +β5ln

Dummy +εt

Dimana :

DSt = tingkat daya saing karet remah pada tahun ke-t (%) dengan nilai

RCA sebagai proksi α = konstanta


(55)

Ln QPt = kuantitas produksi karet remah Indonesia periode ke-t (%)

Ln ERt = nilai tukar riil rupiah terhadap dollar periode tahun ke-t (%)

Ln HECt = harga ekspor karet remah Indonesia periode ke-t (%)

Ln PROt = produktivitas karet remah Indonesia (%)

Dummy = dummy krisis (1 untuk sesedah krisis tahun 1997, 0 untuk sebelum krisis tahun 1997)

εt =error termpada periode ke-t

t = tahun ke-t

3.2.3.3. Uji Kesesuaian Model

Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa model yang telah dihasilkan adalah baik. Pada umumnya digunakan tiga kriteria kesesuaian model yaitu sebagai berikut :

1. Kriteria Ekonometrika

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika didasarkan pada pelanggaran asumsi pada model Ordinary Least Square (OLS). Suatu model regresi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi klasik yaitu penaksiran yang bersifat tidak bias, linier dan mempunyai varians minimum (BLUE). Kriteria pengujian model dalam ekonometrika meliputi uji multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

a. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti pada data deret waktu) atau ruang (seperti pada datacross-sectional). Model klasik


(56)

mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antar galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika autokorelasi tersebut diabaikan, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar error yang kurang dari nilai yang sebenarnya, sehingga nilai t-statistik akan lebih besar (over estimated). Dampaknya adalah uji-F dan uji-t menjadi tidak valid dan peramalan juga menjadi tidak efisien. Namun, hasil estimasi dan peramalannya masih bersifat konsisten dan tidak bias. Sifat konsisten pada hasil estimasi dan peramalan model yang mengabaikan autokrelasi tidak akan bertahan lama, kecuali lag dependent variablediikutsertakan sebagai variabel penjelas.

Pengujian untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat diakukan dengan metode Breusch-Godfrey serial correlation LM Test. Sebelum melakukan pengujian, lebih dulu disusun hipotesis awal dan hipotesis tandingannya.

H0 = tidak ada korelasi

H1 = ada autokorelasi

Taraf nyata =α

Pengambilan kesimpulan bisa dilakukan dengan melihat apakah nilai probabilitas dariobs*R-squaredkurang dari atau lebih dari pada taraf nyataα. jika nilaiobs*R-squaredlebih dari taraf nyata α, maka terima H0.


(57)

Artinya tidak terdapat autokorelasi dalam model regresi yang diperoleh. Dan jika sebaliknya nilaiobs*R-squaredlebih kecil dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi yang signifikan pada model regresi tersebut.

b. Heteroskedastisitas

Kondisi heteroskedastisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi dari regresi klasik. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi linear klasik adalah mempunyai varian yang sama (konstan) atau homoskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedasisitas dilakukan dengan menggunakan uji white test heterosedasticity test (Gujarati, 1995). Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probabilitas pada obs*R-squared.

H0= δ sama dengan nol

H1=δ tidak sama dengan nol

Taraf nyata =α

Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan melihat apakah nilai probabilitas dariobs*R-squaredlebih kecil atau lebih besar dari pada taraf nyataα. Jika nilaiobs*R-squaredlebih dari taraf nyataα, maka terima H0,

artinya tidak mengalami gejala heteroskedasisitas dalam model regresi yang diperoleh. Jika sebaliknya, maka bisa disimpulkan adanya gejala heteroskedastisitas pada model regresi tersebut.


(58)

c. Multikolinearitas

Multikolinearitas diartikan sebagai adanya hubungan yang “sempurna” atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Untuk melihat ada atau tidaknya multikolnearitas dapat dilakukan dengan melihat correlation matrix. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antarvariabel bebas. Jika korelasinya kurang dari 0,8 (rule of thumbs 0,8) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas. Tetapi jika nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,8 (rule of thumbs 0,8) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat multikolinearitas dalam model tersebut.

Multikolinearitas menyebabkan koefisien-koefisien regresi dugaan memiliki ragan yang sangat besar, implikasinya statistik t yang didefinisikan sebagai rasio antara koefisien regresi dan simpangan bakunya menjadi lebih kecil yang berakibat pada pengujian koefisien akan cenderung untuk menerima H0sehingga koefisien-koefisien regresi tidak

nyata, yang akhirnya seringkali persamaan regresi yang dihasilkan menjadi missleading (Wetherill, 1986). Cara yang bisa digunakan untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan melihat nilai faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor) atau VIF, yaitu pengukuran multikolinearitas untuk peubah bebas ke-i. Nilai VIF akan semakin besar jika terdapat korelasi yang semakin tinggi antarvariabel bebas. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 bisa digunakan sebagai petunjuk adanya kolinearitas (Neteret al.,1990).


(59)

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain: (1) membuang peubah bebas yang mempunyai multikolinearitas tinggi dengan peubah bebas lainnya, (2) menambah data pengamatan atau contoh, dan (3) melakukan transformasi terhadap peubah-peubah bebas yang mempunyai kolinieritas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah bebas baru yang mempunyai arti. Cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas adlah dengan menggunakan regresi gulud (ridge regression), regresi kuadrat terkecil parsial (partial least square)dan regresi komponen utama (principal component regression).

2. Kriteria Statistika

Secara statistika terdapat beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model yaitu :

a. Uji F

Uji F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis:

H0 : β1 = β2 = … = βt = 0 (tidak ada variabel bebas yang

berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas).

H1 : minimal ada satu β1yang tidak sama dengan nol (paling tidak

ada satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas).


(60)

Jikaprobability t-statistic< taraf nyataα, maka tolak H0dan dapat

disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. Jikaprobability t-statistic> taraf nyataα, maka terima H0dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu pun

variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. b. Uji t

Uji t disebut juga uji signifikansi variabel secara parsial karena melihat signifikansi masing-masing varabel yang terdapat di dalam model. Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk melaksanakan uji t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.

H0: βt= 0

H1: βt≠ 0

Selanjutnya dilakukan perhitungan t-statistic dengan menggunakan rumus:

=

β Dimana :

= parameter dugaan = parameter hipotesis

Seβ= standard error parameter β

Jika nilai t-statistik yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih dari t- tabel (tstat> ttabel) maka tolak H0. Dapat diambil kesimpulan bahwa

koefisien dugaan β tidaksama dengan nol (β ≠0) dan variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya, jika nilai t-statistik kurang dari t-tabel (tstat < ttabel) maka terima H0, dapat diambil


(61)

kesimpulan bahwa koefisien dugaan β sama dengan nol (β=0) dan variabel yang diuji berpengaruh tidak nyata terhadap variabel tidak bebas. Model yang digunakan diduga akan semakin baik jika semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau bepengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya.

3. Kriteria Ekonomi

Dalam kriteria ekonomi akan diuji tanda dan besaran dari setiap variabel bebas yang diperoleh. Kriteria ekonomi menyaratkan bahwa tanda dan besaran yang terdapat pada setiap koefisien variabel bebas sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut sesuai dengan teori ekonomi, maka model tersebut dapat dikatidakan baik secara ekonomi.

3.2.3.5. Definisi Operasional Variabel dalam Model 1. Daya Saing

Daya saing karet remah Indonesia yang menjadi variabel tidak bebas dalam model di atas merupakan hasil olahan dari nilai ekspor karet remah Indonesia (dalam penelitian ini adalah jenis karet SIR 5, SIR 10, SIR 20) terhadap total ekspor Indonesia ke pasar internasional yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai ekspor karet remah dunia terhadap total nilai ekspor dunia.

2. Produktivitas

Produktivitas merupakan perbandingan antara jumlah komoditi (karet) yang dihasilkan dengan input (luas lahan). Produktivitas dikatidakan tinggi jika


(62)

kegiatan dalam menghasilkan produk lebih banyak atau tinggi. Produktivitas yang tinggi berpengaruh positif terhadap daya saing.

3. Kuantitas Produksi

Kuantitas produksi dalam hal ini adalah jumlah keseluruhan produksi karet remah (crumb rubber) meliputi SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Besarnya jumlah produksi karet remah Indonesia dihitung dalam Ton.

4. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia

Harga ekspor karet remah Indonesia di pasar internasional diperoleh dari hasil pembagian antara nilai ekspor karet remah Indonesia dengan volume ekspor karet remah Indonesia pada periode yang sama. Variabel ini menggambarkan harga karet remah Indonesia yang diterima oleh konsumen pada harga dunia di tingkat tertentu.

5. DummyKrisis

Dummy krisis merupakan variabel pembeda antara periode sebelum terjadinya krisis yaitu sebelum tahun 1997 dan periode pada saat krisis mulai mulai dan sedang terjadi pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2008.


(63)

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH(CRUMB RUBBER) INDONESIA

4.1. Gambaran Umum Karet

Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai lateks. Berdasarkan cara memperolehnya karet dapat digolongkan menjadi dua yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon karet (Hevea brasiliensis).Sedangkan karet sintesis dibuat dari secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Jumlah produksi karet alam saat ini masih di bawah produksi karet sintesis. Namun demikian, karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintesis karena keunggulan yang dimiliki karet alam belum dapat ditandingi oleh karet sintesis. Keunggulan karet alam jika dibandingkan dengan karet sintesis antara lain:

1. Karet alam memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna

2. Karet alam memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3. Karet alam memiliki daya aus yang tinggi

4. Karet alam tidak mudah panas (low heat build up),dan

5. Karet alam memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance)

Keunggulan yang dimiliki oleh karet sintesis antara lain karet sintesis tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Karet alam dan karet sintesis sudah mempunyai


(1)

Lampiran 2. Karet Remah Indonesia Berdasarkan Kualitas

Tahun

Produksi SIR

3CV

SIR 3L

SIR

3WF SIR 5 SIR 10 SIR 20 Jumlah 1993 20.748 30.374 3.768 3.183 56.447 1007478 1.121.998 1994 24.886 36.633 2.759 2.149 46.178 1031501 1.144.106 1995 30.645 30.844 2.275 1.481 51.138 1044399 1.160.782 1996 28.617 25.119 2.004 2.813 62.243 1085777 1.206.573 1997 21.307 26.783 2.323 11.975 54.292 1087782 1.204.462 1998 21.469 19.192 1.870 30.375 39.152 1203812 1.315.870 1999 14.715 14.715 26.981 28.428 37.365 1125616 1.234.258 2000 15.436 15.436 21.537 6.308 55.966 1159264 1.260.487 2001 13.592 13.592 23.489 21.923 44.776 1290144 1.396.492 2002 14.809 14.809 20.516 20.534 33.962 1399126 1.491.465 2003 16.869 16.869 2.849 19.305 32.316 1516016 1.608.166 2004 24.099 23.124 3.191 20.354 31.221 1591816 1.693.805 2005 29.388 21.966 3.018 19.888 31.812 1553920 1.659.992 2006 32.502 21.417 4.395 7.854 152.381 1763200 1.981.749 2007 40.355 32.113 5.430 9.704 173.828 2151404 2.412.834 2008 42.873 5.854 1.180 2.090 37.789 2251873 2.341.659 Sumber : BPS,2010


(2)

Lampiran 3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia

Tahun DSt QPt PROt HECt ERt dummy

1993 3,17858 1121998 0,4333122 897,5490025 6502,1 0 1994 3,54698 1144106 0,43181461 1155,300828 6366,7 0 1995 4,75787 1160782 0,45004221 1787,88185 6227 0 1996 5,28324 1206573 0,44736461 1654,778914 6185,61 0 1997 6,33367 1204462 0,44686395 1325,335612 7492,41 1 1998 7,31431 1315870 0,46070477 865,0353725 16073,15 1 1999 11,1546 1234258 0,44626766 711,1447571 10780 1 2000 9,52274 1260487 0,44520776 749,7985485 11742,31 1 2001 6,481 1396492 0,48058983 586,0795512 13025,3 1 2002 28,2529 1491465 0,49131483 743,2940969 10669,75 1 2003 21,3913 1608166 0,54476808 980,8432513 9474,35 1 2004 15,6745 1693805 0,63324584 1361,787866 9598,74 1 2005 16,808 1659992 0,69247339 1653,072797 9750,58 1 2006 18,3952 1981749 0,78807367 2385,588732 8342,77 1 2007 17,5018 2412834 0,80724911 2186,682329 8090 1 2008 17,7405 2341659 0,80347887 2803,581112 8124,5 1

Keterangan :

DSt = Daya saing karet remah Indonesia QPt = Kuantitas produksi karet remah PROt = Produktivitas

HECt = Harga ekspor riil karet remah ERt = Nilai tukar riil karet remah dummy = Krisis


(3)

Lampiran 4. Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia

R ES I 1

P e rc e n t

1 . 0 0 . 5

0 . 0 - 0 . 5

- 1 . 0 9 9 9 5 9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 5 1

M e a n

> 0 . 1 5 0 - 8 . 3 2 6 6 7 E - 1 7 S t D e v 0 . 3 3 2 9

N 1 6

K S 0 . 1 1 2

P - V a lu e P r o b a b i l i t y P l o t o f R E S I 1

N o r m a l

Lampiran 5. Uji Homoskedastisitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia

Predictor Coef SE Coef T P

Constant -6.37 12.52 -0.51 0.622

QP_t 0.8820 0.8522 1.03 0.325

PRO_t -1.195 1.693 -0.71 0.496

HEC_t -0.2234 0.2531 -0.88 0.398

ER_t -0.4127 0.3675 -1.12 0.288

dummy 0.1599 0.2305 0.69 0.504

S 0.187295

R-Square 28.4%


(4)

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 5 0.13890 0.02778 0.79 0.579 Residual

Error

10 0.35080 0.03508

Total 15 0.48970

Lampiran 6. Uji Autokorelasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia

Durbin-Watson statistic = 1,95218

Nilai DW mendekati 2 maka tidak ada autokorelasi

Lampiran 7. Uji Multikolinieritas Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant -24.25 27.26 -0.89 0.394

QPt 2.297 1.855 1.24 0.244 19.3

PROt -1.556 3.685 -0.42 0.682 25.4

HECt -0.1693 0.5509 -0.31 0.765 6.2

ERt -0.5148 0.8000 -0.64 0.534 4.5

dummy 0.8917 0.5018 1.78 0.106 4.5

S 0.407688

R-Square 76.2%


(5)

Lampiran 8. Analisis Regresi Komponen Utama Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 2.2903 0.1002 22.85 0.000

W1 -0.30111 0.06256 -4.81 0.000 1.0

W2 0.19950 0.07357 2.71 0.018 1.0

S 0.400937

R-Square 70.1%

R-Square (adjusted) 65.5%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 2 4.9054 2.4527 15.26 0.000

Residual Error 13 2.0898 0.1608

Total 15 6.9952

Source DF Seq SS

W1 1 3.7235

W2 1 1.1819


(6)

Variabel Koefisien t-hitung Keterangan QPt 0.74596 13.74801 Signifikan PROt 1.144803 20.83432 Signifikan HECt 0.073427 1.153982 Tidak Signifikan

ERt 0.527385 7.126725 Signifikan

dummy 0.475585 7.068432 Signifikan

R-square 70,1 %

R-adjusted square 65,5 %

Lampiran 9. Ekspor Karet Indonesia Kesepuluh Negara Utama

No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 USA 627.868 669.120 590.946 644.270 622.167 394.307 546.548 2 China 197.536 249.791 337.222 341.831 318.841 457.118 418.098 3 Jepang 225.214 260.604 357.539 397.776 400.693 272.878 313.243 4 Singapore 85.591 115.084 135.406 161.255 151.260 100.165 117.592 5 Brazil 58.836 55.016 48.360 65.749 77.066 58.507 110.079

6 India 6.284 18.656 30.610 51.073 26.559 83.562 99.323

7 Korea 76.794 74.813 90.593 93.091 106.460 99.548 91.810 8 Kanada 70.566 71.769 66.045 53.628 59.163 51.210 69.546 9 Jerman 71.808 61.974 82.100 80.809 57.705 36.696 57.493 10 Turkey 28.427 27.257 28.462 43.313 39.952 38.326 55.694 Lain-lain 425.337 419.697 518.714 473.991 435.590 399.003 472.289

Total 1.874.261 2.023.781 2.285.997 2.406.776 2.295.456 1.991.263 2.351.915 Sumber : BPS- Statistics Indonesia, complied by Gapkindo 2011