Kondisi Iklim dan Topografi Syarat Tumbuh Tanaman Karet

terluas di dunia yaitu sekitar 3,4 juta ha. Luas lahan perkebunan karet tersebut terdiri dari perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Indonesia mempunyai batas-batas negara. Batas-batas negara Indonesia adalah: 1. Sebelah utara, dibatasi oleh negara Malaysia, Singapura, Filipina dan Laut Cina Selatan. 2. Sebelah barat, dibatasi oleh Samudra Hindia 3. Sebelah selatan dibatasi oleh negara Australian, Timor Leste dan Samudra Hindia 4. Sebelah timur, dibatasi oleh negara Papua Nugini yang terletak bersebaeahan dengan Pulau Irian dan Samudra Pasifik. Daerah perkebunan karet di Indonesia tersebar di daerah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.

4.3 Kondisi Iklim dan Topografi

Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang memiliki laut yang luas sehingga terbentuknya iklim laut Indonesia. Wilayah Indonesia yang terdiri dari dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan memiliki suhu udara yang berbeda- beda sehingga membentuk iklim vertical dari dataran rendah sampai ke pegunungan, yaitu : iklim panas, sedang, sejuk dan dingin. Indonesia yang berada di lintang rendah secara astronomis menyebabkan Indonesia beriklim panas Tropis. Iklim Tropis Indonesia memiliki ciri-ciri yaitu rata-rata suhu udara harian bulanan da tahunan tinggi lebih dari 18 ˚C, amplitud o suhu udara kecil dan terjadinya hujan zenithal. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan topografi Indonesia di bagi atas dua yaitu secara horizontal dipengaruhi tiga iklim utama yaitu iklim laut, iklim musim dan iklim tropis, namun secara vertikal Indonesia memiliki empat jenis iklim yaitu panas, sedang, sejuk dan dingin hal ini berdasarkan ketinggian tempat dan keadaan suhu udaranya. Dengan kesesuaian keadaan Indonesia dan syarat budidaya tanaman karet, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama pada perkebunan karet rakyat yang merupakan mayoritas 91 areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah crumb rubber. Rendahnya produktivitas pada perkebunan karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif yang membutuhkan penanaman kembali. Serta penggunaan bibit bukan dari klon unggul, kurangnya penggunaan teknologi dan teknik-teknik budidaya, serta kondisi kebun yang kebanyakan menyerupai hutan kurang perawatan.

4.4 Syarat Tumbuh Tanaman Karet

Sebagai tanaman yang berasal dari wilayah Amerika Tropis, karet bisa tumbuh di Indonesia yang juga beriklim tropis. Meskipun demikian agar berproduksi secara maksimal karet membutuhkan kondisi-kondisi tertentu yang merupakan syarat hidupnya. Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran dengan ketinggian 0-400 meter dari permukaan laut. Di ketinggian tersebut, suhu harian 25-30°C. Jika dalam jangka waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang dari 20°C, tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya karet. Suhu yang lebih dari 30°C juga mengakibatkan karet tidak bisa tumbuh dengan baik. Wilayah dengan curah hujan yang tinggi 2.000-2.500 mmtahun sangat sesuai dengan tanaman karet. Sebagai tanaman tropis, karet juga membutuhkan sinar Universitas Sumatera Utara matahari sepanjang hari, minimum 5-7 jamhari. Agar produktivitasnya tinggi,karet sangat bagus jika dibudidayakan di tanah yang subur. Karet reltif toleran terhadap tanah-tanah marginal yang kurang subur. Dengan penambahan pupuk, tanaman karet yang dibudidayakan di tanah-tanah kurang subur masih bisa berproduksi optimal. Derajat keasaman atau pH tanah yang sesuai untuk tanaman karet adalah mendekati normal 4-9 dan untuk pertumbuhan optimalnya 5-6. Kontur atau topografi tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karet. Kontur tanah yang datar lebih baik dibandingkan dengan yang berbukit-bukit. Lahan datar selain memudahkan pemeliharaan dan penyadapan, juga mamperlancar pengangkutan lateks. Untuk memudahkan pengairan, lahan penanaman karet sebaiknya dejat dengan sumber air, biak sungai maupun aliran air lainnya Setyawidjaja, 2003. Universitas Sumatera Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN