2.2.2. Risiko pada Fetus
Risiko ruptura uteri dan komplikasi yang juga terasosiasi jelas meningkat dengan dilakukannya percobaan proses melahirkan secara pervaginam Smith,
2005. Namun, beberapa orang berpendapat bahwa faktor-faktor ini tidak memiliki andil yang terlalu besar dalam hal mengambil keputusan proses
kelahiran yang akan dipilih, karena risiko absolutnya rendah. Salah satu studi mengenai risiko yang berkaitan dengan Vaginal Birth After Cesarean VBAC
yang terbesar dan paling komprehensif dilakukan oleh Maternal-Fetal Medicine Units MFMU Network dan dilaporkan oleh Landon dkk. 2006. Dalam studi
prospektif yang dilakukan di 19 pusat kesehatan akademis, ditemukan bahwa risiko ruptura uteri jauh lebih tinggi pada wanita yang melakukan VBAC, namun
risiko absolutnya sangat kecil, yaitu 7 dari 1000 kejadian. Namun, pada penelitian tersebut, sama sekali tidak ditemukan adanya kejadian ruptura uteri pada
kelompok wanita yang melakukan seksio sesarea secara elektif. Justru ditemukan angka kejadian ensefalopati iskemik hipoksia yang lebih tinggi daripada
kelompok wanita yang menjalani VBAC Spong, 2007
2.2.3. Risiko pada Ibu
Argumen yang berpotensi untuk mendukung VBAC adalah bahwa proses kelahiran secara pervaginam telah diasosiasikan dengan penurunan risiko pada ibu
jika dibandingkan dengan ibu yang menjalani proses seksio sesarea berulang. Namun dalam berbagai studi yang telah dilakukan untuk memperkirakan angka
morbiditas dan mortalitas ibu terkait dengan VBAC ataupun seksio sesarea berulang, tidak diketahui dengan pasti berapa angka kejadian morbiditas dan
mortalitas tersebut Williams, 2010.
2.2.4. Indikasi Seksio Sesarea Berulang 2.2.4.1. Jenis Insisi Uteri Sebelumnya
Wanita dengan bekas insisi uteri secara transversal pada segmen bawah uteri memiliki risiko paling rendah dalam hal pemisahan jaringan parut yang
Universitas Sumatera Utara
simptomatik pada kehamilan berikutnya. Menurut Shipp 1999 dalam Williams 2010, wanita dengan riwayat insisi uteri secara vertikal di bagian bawah tidak
mengalami peningkatan risiko ruptura uteri bila dibandingkan dengan wanita yang memiliki riwayat insisi uteri segmen bawah secara transversal. The American
College of Obstetricians and Gynecologists 2004 menyimpulkan bahwa, meski dengan bukti yang terbatas, wanita dengan riwayat insisi secara vertikal pada
bagian bawah segmen uteri tanpa ekstensi ke bagian fundus merupakan kandidat yang baik untuk menjalani prosedur VBAC. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan riwayat insisi uteri klasik, yang merupakan kontraindikasi terhadap proses kelahiran secara pervaginam.
2.2.4.2. Riwayat Ruptura Uteri
Wanita yang memiliki riwayat ruptura uteri memiliki risiko yang lebih tinggi untuk rekurensi kejadian ruptura uteri pada saat menjalani prosedur VBAC.
Menurut Ritchie 1971 dalam Williams 2010, wanita yang memiliki riwayat ruptura pada segmen bagian bawah uteri memiliki risiko rekurensi 6 persen,
sedangkan wanita yang memiliki riwayat ruptura pada uterus bagian atas memiliki risiko rekurensi yang jauh lebih tinggi, yakni 32 persen.
2.2.4.3. Jarak Persalinan
Stamilio et al 2007 menyatakan bahwa risiko ruptura uteri meningkat 3 kali lipat pada wanita dengan jarak kehamilan kurang dari 6 bulan bila
dibandingkan dengan wanita dengan jarak kehamilan di atas 6 bulan dan pada penelitian terbaru, Bujold et al 2010 menyatakan bahwa terjadi peningkatan
risiko kejadian ruptura uteri pada ibu dengan jarak kehamilan di bawah 18 bulan, sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak kehamilan dengan risiko kejadian
ruptura uteri yang minimum adalah jarak kehamilan di atas 18 bulan.
2.2.4.4. Riwayat Melahirkan Pervaginam
Riwayat melahirkan secara pervaginam, baik sebelum ataupun sesudah prosedur seksio sesarea, secara signifikan meningkatkan prognosis kejadian
Universitas Sumatera Utara
kelahiran secara pervaginam baik spontan maupun diinduksi Mercer et al , 2008.
2.2.4.5. Riwayat Distosia
Pada lebih dari 1900 wanita, Peaceman et al 2006 menemukan bahwa wanita dengan riwayat distosia sebagai indikasi orisinal memiliki tingkat
kesuksesan yang lebih rendah dibandingkan dengan indikasi-indikasi lainnya.
2.2.4.6. Obesitas pada Ibu
Obesitas pada ibu menurunkan tingkat kesuksesan pada VBAC. Hibbard et al 2006 melaporkan tingkat kesuksesan sebagai berikut :
85 persen kesuksesan VBAC pada ibu dengan IMT normal 78 persen kesuksesan VBAC pada ibu dengan IMT diantara 25 sampai
30 70 persen kesuksesan VBAC pada ibu dengan IMT diantara 30 sampai
40 61 persen kesuksesan VBAC pada ibu dengan IMTdi atas 40
2.2.5. Komplikasi Seksio Sesarea Berulang
Dikarenakan tingginya kekhawatiran akan risiko ruptura uteri pada percobaan persalinan secara pervaginam setelah menjalani prosedur seksio
sesarea pada kehamilan sebelumnya, banyak ibu hamil yang akhirnya lebih memilih untuk menjalani prosedur seksio sesarea yang direncanakan, meski
sebenarnya akan meningkatkan risiko komplikasi secara signifikan pada ibu hamil yang telah menjadi prosedur seksio sesarea berulang kali Williams, 2010.
Beberapa komplikasi umum yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan riwayat seksio sesarea berulang adalah :
Infeksi Uterus Placenta Previa
Transfusi Darah Placenta Accreta
Universitas Sumatera Utara
Histerektomi Komplikasi yang paling menimbulkan kekhawatiran adalah peningkatan
risiko terjadinya placenta previa diakibatkan riwayat seksio sesarea berulang dikaitkan dengan bekas luka operasi seksio sesarea tersebut. Dalam beberapa
kasus, perkreta dapat menginvasi kandung kemih ataupun organ di sekitarnya. Reseksi yang sulit meningkatkan risiko histerektomi, perdarahan masif yang
membutuhkan transfusi dan mortalitas ibu Jang, 2011.
2.3. Ruptura Uteri 2.3.1. Definisi
Ruptur uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum dapat berhubungan. Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit
adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viseral dan kantong
ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian janin sebagian atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum
peritoneum atau rongga abdomen Williams, 2010. Pada ruptura uteri inkomplit, hubungan kedua rongga tersebut masih
dibatasi oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian, janin belum masuk ke dalam rongga peritoneum.
Pada dehisens regangan dari parut bekas bedah sesar, kantong ketuban juga belum robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka disebut telah
terjadi ruptura uteri pada parut. Dehisens bisa berubah menjadi ruptur pada waktu partus atau akibat manipulasi pada rahim yang berparut, biasanya bekas bedah
sesar yang lalu Soon, 2011.
2.3.2. Etiologi
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang
masih utuh Nahum, 2005. Pasien yang berisiko tinggi antara lain :
Universitas Sumatera Utara