Uji Normalitas Pengujian Pelanggaran Asumsi Klasik Autokorelasi, Multikoleniaritas

C. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data bulanan berupa harga saham perusahaan yang termasuk dalam LQ-45 yang dijadikan sampel, indikator – indikator perekonomian makro Indonesia yang didapat melalui website Bank Indonesia dan Indonesia Capital Market Directory ICMD, dan website dunia investasi sebagai sumber data untuk memperoleh harga saham, indeks Harga Saham Gabungan IHSG, perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat suku bunga SBI, kurs nilai tukar rupiah, dan jumlah uang yang beredar M1 yang semuanya adalah data bulanan dalam jangka waktu tiga tahun 2006 – 2009. Untuk melengkapi data juga diambil dari media masa seperti jurnal, Koran dan internet..

D. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan model analisis perhitungan Uji Mean absolut Deviation MAD, Mean Squared Error MSE, dan Mean Absolute Percentage Error MAPE. Ketiga model analisis tersebut digunakan untuk mencari perbedaan keakuratan model CAPM dan APT dalam memprediksi return saham LQ-45. Analisis ini mempunyai beberapa tahap diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan menguji sebuah model regresi yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Alat uji normalitas yang digunakan dalam penelitian adalah dengan mengggunakan SPSS 16 dengan melihat nilai signifikansi dari 53 data. Jika data lebih besar dari 0.05 maka dapat dikatakan data berdistribusi normal.

2. Pengujian Pelanggaran Asumsi Klasik Autokorelasi, Multikoleniaritas

dan Heteroskedastisitas terhadap model yang diperoleh. a. Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi ditujukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu seperti data time series atau menurut urutan tempatruang seperti data cross section atau korelasi pada dirinya sendiri. Dalam hubungannya dengan persoalan regresi, model regresi linier klasik menganggap bahwa autokorelasi demikian itu tidak terjadi pada kesalahan pengganggu J.Supranto,1995:86. Untuk mengetahui adanya persoalan autokorelasi dalam suatu model regresi, maka dilakukan pengujian Durbin-Watson DW dengan ketentuan adalh sebagai berikut: 1 Jika nilai D-W kurang dari 1,10 berarti ada korelasi. 2 Jika nilai D-W antara 1,10 dan 1,54 berarti tidak ada kesimpulan. 3 Jika nilai D-W antara 1,55 dan 2,46 berarti tidak ada autokorelasi. 4 Jika nilai D-W antara 2,46 dan 2,90 berarti tanpa ada kesimpulan. 5 Lebih dari 2,91 berarti ada autokorelasi. b. Multikolinearitas Adalah kondisi dimana terdapat korelasi yang signifikan antara dua variabel atau lebih pada variabel independen di dalam regresi. Uji 54 multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolineritas dalam model regresi adalah dengan melihat pada kolom koefisien output SPSS. Deteksi multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor VIF tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0.1, maka model dapat dikatakan bebas dari multikolinearitas. c. Uji Heteroskedastisitas Pengujian heterokedastisitas ditujukan untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu åj dari model regresi berganda tersebut mempunyai varian yang tidak sama. Uji gejala heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi rank dari Spearman Spearman’s rank correlation testJ.Supranto, 1995:59, dengan ketentuan jika nilai korelasi rank Spearman lebih besar daripada nilai kritisnya, maka terjadi heteroskedastisitas pada model regresi linear berganda tersebut, sebaliknya jika nilai korelasi rank Spearman lebih kecil daripada nilai kritisnya, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 3. Model CAPM Untuk menentukan expected return dengan CAPM sebelumnya harus menghitung nilai betaâ. Beta merupakan suatu pengukuran volatilitas 55 return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Dengan demikian, beta merupakan pengukuran risiko sistematis dari suatu portofolio atau suatu sekuritas. Beta suatu sekuritas merupakan kovarian return antara sekuritas ke-i dengan return pasar dibagi dengan varian return pasar. Atau bisa diuraikan sebagai berikut : Setelah beta â masing masing perusahaan diperoleh kemudian membentuk sebuah model persamaan berdasarkan model CAPM. 4. Analisis Faktor Analisis faktor adalah suatu analisis data untuk mengetahui faktor- faktor yang dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Pada penelitian ini akan di ketahui faktor-faktor dominan yang menentukan return LQ 45 dengan APT. Beberapa faktor makro ekonomi yang diteliti dalam analisis faktor adalah SBI, Inflasi, Jumlah uang beredar dan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika. Analisis faktor memerlukan proses ekstraksi, dalam hal ini peneliti menggunakan Metode Komponen Utama Principle Component Analysis. Rotasi faktor dilakukan dengan metode Varimax. Guttman dalam Child, 1966, berpendapat bahwa penentuan banyaknya faktor yang dihasilkan berdasarkan pada jumlah variasi setiap faktor eigenvalue, yaitu dengan 56 mengambil faktor yang memeiliki eigenvalue lebih besar dari pada 1.00. Pada dasarnya muatan faktor dapat dilakukan dengan cara merujuk pada tabel nilai r kritis product moment yang selanjutnya nilai tersebut digandakan Gorsuch, 1983. Sedangkan Child 1966: 45 mengatakan, kebanyakan peneliti menggunakan kriteria 0,30 sebagai nilai minimal penentuan keberartian muatan faktor. Dalam penelitian ini, untuk menentukan sub variabel yang termasuk pada salah satu faktor ditentukan dengan melihat muatan faktor dari masingmasing sub variabel dan juga besar communality yang didapatkan. Pengujian Bartlett’s test of sphericity dapat dipakai untuk menguji ketepatan model faktor. KMO berguna untuk pengukuran kelayakan sampel. Suatu metode yang tepat harus ditentukan pula. Ada dua pendekatan dasar yang digunakan dalam analisis faktor, yaitu : Principal Component Analysis analisis komponen prinsipal dan Common Factor Analysis principal axis factoring analisis common faktor Determine the Number of Factors Penentuan banyaknya faktor. Ada beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya faktor antara lain meliputi : - A Priori Determination . Berdasarkan pengetahuan peneliti sebelumnya. - Determination Based on Eigenvalues . Pendekatan dengan eigenvalue lebih besar dari 1. - Determination Based on Scree Plot menentukan banyaknya faktor dengan plot eigenvalue. 57 - Determination Based on Percentage of Variance. Determination Based on split-Half Reliability. Sampel dipisah menjadi dua dan analisis . Rotate Factors Melakukan Rotasi terhadap Faktor. Hasil penting dari analisis faktor adalah matriks faktor, yang disebut juga factor pattern matrix matrik pola faktor, berisi koefisien yang digunakan untuk menunjukkan variabel-variabel yang distandarisasi dalam batasan sebagai faktor. Didalam suatu matriks yang kompleks sulit menginterpretasikan suatu faktor. Oleh karena itu, melalui rotasi matriks, faktor ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih sederhana yang lebih mudah untuk diinterpretasikan, dengan harapan setiap faktor memiliki nilai non zero tidak 0 atau signifikan. Rotasi tidak berpengaruh pada communalities dan prosentase variance total yang dijelaskan. Tetapi prosentase variance yang diperhitungkan untuk setiap faktor tidak berubah. Variance yang dijelaskan oleh faktor individual diredistribusikan melalui rotasi. Perbedaan metode rotasi akan menghasilkan identifikasi faktor yang berbeda. Metode yang digunakan untuk rotasi adalah varimax procedure ,.yang meminimalkan banyaknya variabel dengan loading tinggi pada faktor, sehingga meningkatkan kemampuan menginterpretasikan faktor-faktor yang ada. Interpret Factors Mengintepretasikan Faktor. Interpretasi dipercepat melalui variabel-variabel yang memiliki loading lebih besar pada faktor yang sama yang kemudian dapat diinterpretasikan dalam batasan variabel-variabel yang loadingnya tinggi. 58 Select Surrograte Variables Memilih Variabel-variabel Pengganti. Memilih variabel pengganti sehingga peneliti dapat melaksanakan analisis berikutnya dan menginterpretasikan hasil dalam batasan variabel semula daripada skor faktor dengan menguji matriks faktor dan memilih setiap faktor variabel yang memiliki loading paling tinggi pada faktor tersebut. Determine Model Fit Menetapkan Model yang Sesuai. Langkah akhir dalam analisis faktor adalah penentuan ketepatan model. Perbedaan antara korelasi yang diamati yang terdapat dalam input matriks korelasi dan korelasi yang dihasilkan kembali seperti yang diestimasikan pada matriks faktor dapat diuji melalui model itu sendiri, yang disebut residual. Jika terdapat banyak residual yang besar, maka model faktor kurang tepat dan model perlu dipertimbangkan kembali. 5. Model APT Menghitung a, b1, b2, b3, dab b4 untuk model APT multi index model pada pendapatan saham LQ45. Beberapa variabe makro yang digunakan model APT pada penelitian ini adalah perubahan tingkat bunga, perubahan tingkat inflasi dan perubahan tingkat kurs, dimana untuk memperoleh variabel tersebut digunakan rumus antara lain metode ARIMA Boxs and Jenkins. Metode ARIMA digunakan untuk memprediksi tingkat bunga yang diharapkan, tingkat inflasi yang diharapkan dan tingkat perubahan kurs yang diharapkan dari periode pengamatan digunakan tingkat bunga aktual, tingkat inflasi aktual dan tingkat perubahan kurs aktual dengan 59 software Eviews. Untuk mengetahui apakah model ARIMA tersebut memadai atau tidak dilakukan pengujian residual error term : åt = Y t-1 -Y t. 6. Menghitung pendapatan saham yang diharapkan expected return Menghitung pendapatan saham yang diharapkan expected return dengan menggunakan model CAPM dan APT yang telah dihasilkan dari langkah 5 dan 6. 7. Pemilihan Model Yang Signifikan Setelah diolah, langkah terakhir yang harus dilakukan adalah memilih model yang signifikan dalam menjelaskan kinerja indeks LQ 45. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan dua model yaitu CAPM dan model APT. dengan demikian ada kemungkinan bahwa pada indeks LQ 45 tersebut kedua model akan signifikan. Untuk memilih model yang signifikan perlu dilakukan dengan Uji Mean absolut Deviation MAD, Mean Squared Error MSE, dan Mean Absolute Percentage Error MAPE Mean absolut Deviation MAD, Mean Squared Error MSE, dan Mean Absolute Percentage Error MAPE adalah besar penyimpangan antara pendapatan saham yang diharapkan dengan pendapatan saham yang sesungguhnya. Rumus untuk menghitung MAD, MSE, dan MAPE untuk model CAPM dan APT adalah sebagai berikut : - - 60 - Keterangan: ERi = Pendapatan saham i yang diharapkan dengan model CAPM atau APT Ri = Pendapatan saham i yang sesungguhnya actual return n = Jumlah Data 8. Menguji hipotesis Pengujian dilakukan untuk mengetahui model manakah yang lebih akurat dalam memprediksi tingkat pendapatan saham LQ 45 dengan melihat nilai MAD, MSE, dan MAPE. Semakin besar nilai MAD, MSE, dan MAPE maka semakin tidak akurat model tersebut.

E. Operasional Variabel Penelitian