Metode Autoregressive Integrated Moving Average ARIMA

Menurut Iskandar Putong 2003:155 Mekanisme penciptaan uang yaitu, Terdiri dari tiga pelaku, yaitu: bank sentral, bank umum dan sektor swasta domestik. Interaksi terjadi antara penawaran uang oleh sistem moneter dan permintaan uang oleh sektor swasta domestik. Penciptaan uang primer oleh otoritas moneter. Uang primerinti M0 adalah uang kartal dan simpanan giro bank umum. Disebut primer inti karena jenis uang ini merupakan inti atau biang dalam proses penciptaan uang beredar C, D, dan T. Uang kartal adalah uang primer tetapi tidak semua uang primer adalah uang kartal. Uang memiliki peranan yang berarti dalam perekonomian, perkembangan perekonomian dapat diamati dari dua sektor yang saling terkait yaitu sektor riil pasar barang dan jasa dan sektor moneter pasar uang. Aliran uang sebanding dengan aliran barang dan jasa.

G. Metode Autoregressive Integrated Moving Average ARIMA

menurut Enders,2004 dalam Eko Kusmurtanto:2007. Metode Box- Jenkins dengan ARIMA Autoregressive Integrated Moving Average adalah metode yang menggunakan banyak unsur dalam teori dan banyak digunakan untuk tijuan peramalan forcasting. Metode Wold 1951 ini menggabungkan dua pola serial waktu yaitu AR Autoregressive oleh Yule 1926 dan MA Moving Average oleh Slitzky 1937. Model ARIMA dapat digunakan untuk mengitung perubahan variabel makro ekonomi. Sering kali data time series yang terintegrasi pada tingkat pertama I 1, akan menjadi stasioner pada diferen pertamanya atau I 0. Demikian pula jika data time series tersebut I 2, maka diferen atau turunan keduanya akan bersifat stasioner atau I 0. Bila dirumuskan time series tersebut adalah I d, maka setelah didiferen sebanyak d kali, maka didapatkan I 0 yang 42 sudah stasioner. Metode ARIMA Box-Jenkins memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan metode lainnya, yaitu : - Metode Box-Jenkins disusun dengan logis dan secara statistik akurat - Metode ini memasukan banyak informasi dari data historis - Metode ini menghasilkan kenaikan akurasi peramalan dan pada waktu yang sama menjaga jumlah parameter seminimal mungkin Jarret, 1991 : 317. Identifikasi Model Tentatif Estimasi Parameter atas Model Tentatif Ya Uji Diagnostik Apakah model sudah tepat? Tidak Rumuskan Model Umum dan Uji Gunakan Model Untuk Peramalan Gambar 2.2 : Estimasi Model ARIMA H. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian empiris dalam penerapan multi-factor CAPM dengan menggunakan beta dan faktor fundamental sebagai faktor pengukur risiko telah dilakukan diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Gancar Candra Premananto dan Muhammad Madyan meneliti mengenai Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model Dan Arbitrage Pricing Theory Dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham Industri Manufaktur Sebelum Dan 43 Semasa Krisis Ekonomi. Hasil mpenelitiannya menemukan bahwa model CAPM lebih akurat dibandingkan APT baik sebelum dan semasa krisis ekonomi. Adapun penelitiannya yang lain dengan menggunakan model yang sama namun variabel independennya berbeda, yaitu Perbandingan Keakuratan CAPM Dan APT Dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Industri Perbankan Dan Lembaga Keuangan Selain Bank Baik Sebelum Dan Semasa Krisis Ekonomi Di Bursa Efek Jakarta yang menghasilkan bahwa CAPM lebih akurat dalam memprediksi return saham dibandingkan dengan APT baik semasa ataupun sebelum krisis. Banz 1981 yang menguji ukuran perusahaan sebagai faktor fundamental; Rosenberg.et.al 1985 yang menguji ratio of book-to-market value; Chan.et.al 1991 yang menguji faktor makro dan price to earnings ratio. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Sudarto, dkk 1999 dengan menggunakan variabel beta saham dan Debt Equity Ratio DER, demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani 2000 dengan melakukan penambahan nilai saham yang beredar. Pengujian oleh Black, Jansen dan Schooles, juga oleh Fama dan MacBeth menggabungkan saham-saham menjadi portofolio untuk menaksir beta tiap – tiap portofolio, kemudian melakukan regresi cross sectional antara rata-rata return dengan beta tiap-tiap portofolio. Ada juga pengujian yang menggunakan surat-surat berharga individual, misalnya oleh Linzerberger.et.al 2007. Hasil pengujian tersebut rata-rata membuktikan bahwa: 1. Intersep CAPM secara signifikan tidak sama dengan tingkat bebas risiko, hal ini membuktikan bahwa zero beta CAPM lebih berlaku di dunia nyata. 44 2. Kemiringan atau slope dari persamaan CAPM ternyata lebih rendah daripada yang diramalkan Rm-Rf. 3. Tidak ada bukti bahwa hubungan antara risiko sistematis dan return tidak linear, hal ini masih sesuai dengan spesifikasi CAPM. 4. Faktor-faktor selain beta ternyata berperan di dalam menerangkan return surat berharga, misalnya PE rasio, besar kecilnya perusahaan, jenis perusahaan, musiman dan sebagainya. Pengujian CAPM di BEJ antara lain oleh Suad Husnan pada tahun 1990 yaitu dengan menggunakan metode yang sama dengan Black, Jensen, Scholes pada tahun 1972, hasilnya adalah banyak beta yang signifikan secara statistik dan standar CAPM tidak berlaku di BEJ, tetapi yang berlaku adalah zero beta CAPM. Budi Harsono Lim 2005 melakukan studi empiris yang didasarkan pada metode pengujian CAPM yang diajukan Lintner 1965 dan Fama dan MacBeth 1973. dalam pengujian hubungan risiko dan tingkat pengembalian dengan metode Lintner, selain menggunakan metode yang diajukan, juga mengelaborasi beberapa kritik Miller dan Shcoles yang menyatakan bahwa metode Lintner tersebut menyebabkan bias pada hasil yang ditemukan. Replikasi terhadap metode Fama dan MacBeth menggunakan pendekatan portofolio untuk memperoleh estimasi beta yang lebih akurat. Dengan menggunakan risiko portofolio tersebut, beliau melakukan pengujian hubungan tehadap risiko tingkat pengembalian bulan per bulan untuk mengamati relevansi risiko dan efisiensi pasar. secara keseluruhan, temuan empiris yang diperoleh menunjukan bahwa beta 45 adalah relevan sebagai risiko sistematis dan kompensasi atas risiko tersebut adalah positif. Selain itu terbukti bahwa model dua faktor Black lebih mampu menggambarkan hubungan risiko tingkat pengembalian yang terjadi. Temuan dengan menggunakan metode Lintner menunjukkan bahwa: 1. Beta adalah relevan dan terdapat price of risk positif, 2. Risiko residual tidak relevan, dan 3. Tingkat pengembalian portofolio zero beta selama periode pengujian adalah negatif. Ima Suryani 2003 melakukan pengujian empiris konsistensi CAPM di Pasar Modal Indonesia Periode 1999-2001 dengan menentukan korelasi antara ERi dan Ri. dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa CAPM konsisiten di Pasar Modal Indonesia dan menyarankan agar investor, emiten, BAPEPAM dan peneliti selanjutya menggunakan CAPM sebagai landasan teori. Taufik Riantoso 2000 telah menguji aplikasi model CAPM dan portofolio saham untuk mempelajari risiko dan keuntungan daham pasar modal sebagai alternatif pengelolaan investasi yang semakin menguntungkan dan membawa kita untuk menganalisa bagaimana investasi saham harus dilakukan dengan mengamati risiko dan return saham. Pendekatan dilakukan dengan menggunakan model CAPM dan teori portofolio, untuk menganalisa risiko dan return saham, dan dengan metodologi tertentu diharapkan memenuhi tujuan penelitian dengan menghasilkan keputusan dan rencana strategi yang baik. pengamatan dilakukan terhadap 12 saham yang termasuk dalam BI-40 dengan mengambil data kegiatan usaha, finansial dan data harga saham yang lalu. Data 46 harga saham yang telah diolah digunakan untuk mengulas dan menganalisa saham. Data-data yang telah diolah tersebut dianalisa dengan model CAPM tentang pola pergerakan saham, bagaimana hubungannya dengan harga pasar dan kemudian melalui teori portofolio dicoba menggabungkan beberapa saham untuk memperkecil risiko. Kemudian, setelah dilakukan penelitian terhadap 12 saham tersebut, disimpulkan bahwa investasi saham tidak dianjurkan untuk investasi jangka panjang dan disarankan dilakukan dengan investasi jangka pendek transaksi harian atau mingguan. Lain halnya dengan CAPM, model APT menggambarkan beragam tingkat sensitivitas terhadap berbagai variabel sistematis. Model APT pertama kali dikembangkan oleh Ross yang merupakan bentuk pengembangan dari CAPM. Beberapa penelitian empiris dalam penerapan model APT juga telah dilakukan diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Chan.et.al 1986 yang menggunakan empat faktor yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu tingkat inflasi, premi risk-default , dan suku bunga. Selain itu, Berry.et.al 1988 yang menggunakan variabel risk-default, tingkat bunga, inflasi, pertumbuhan ekonomi jangka panjang, dan risiko residual. Dalam penelitiannya, Eko 2000 mencoba untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh suku bunga clan inflasi dalam mempengaruhi imbal hasil saham sektoral clan untuk melihat sektor-sektor manakah yang menarik sebagai tempat investasi saham apabila terjadi perubahan-perubahan pada suku bunga dan inflasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data suku bunga SBI dan inflasi sebagai variabel bebas dan imbal hasil saham-saham sektoral sebagai 47 variable tak bebas. Analisis dilakukan untuk dua periode waktu, yaitu sebelum krisis moneter Januari 1996-Juni 1997 dan saat krisis ekonomi. Gancar Candra Premananto dan Muhammad Madyan meneliti mengenai Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory Dalam Meprediksi Tingkat Pendapatan Saham Industri Manufaktur Sebelum dan Semasa Krisis Ekonomi yang menghasilkan bahwa CAPM lebih akurat dalam memprediksi return saham dibandingkan dengan APT baik semasa krisis ataupun sebelum krisis.

I. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan landasan teori maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ho : CAPM Lebih Akurat dibanding APT dalam memprediksi return saham LQ 45. Ha : APT Lebih Akurat dibanding CAPM dalam memprediksi return saham LQ 45.

J. Kerangka Pemikiran