cukup untuk menyelesaikan tugas bersama, dengan kata lain siswa diberi kesempatan untuk bertanggung jawab dalam kelompoknya.
3. Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam, maka
penulis menggunakan pengertian efektivitas yang dihubungkan dengan unsur- unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif.
Sebelum menyimpulkan apakah strategi pembelajaran kooperatif yang diterapkan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam itu efektif atau tidak,
maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan pengertian efektivitas dan hubungannya dengan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif.
Menurut J.S. Badudu, efektif diartikan 1 mempunyai efek, pengaruh atau akibat, 2 memberikan hasil yang memuaskan dan 3 memanfaatkan waktu dan
cara dengan sebaik-baiknya: bekerja sangat menguntungkan.
8
Efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, terbentuknya kompetensi, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif
dari anggota.
9
Adapun mengenai unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang diperoleh dari beberapa buku sumber yaitu, antara lain:
a. Saling Ketergantungan Positif
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa orang siswa,
diketahui bahwa dalam pembelajaran kooperatif yang menggunakan model jigsaw adanya saling ketergantungan yang positif antar sesama siswa dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan.
8
J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Kompas, 2003, cet. 1, h. 7
9
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 173
“Iya, apabila salah satu anggota tidak bekerja maka yang lainnya harus mendorong mati-matian
” Alya. “Iya pasti. Karena yang diutamakan adalah kerja sama jadi saling
membutuhkan satu sama lain, tidak mengandalkan teman yang pandai. Dan itu kerja sama satu tim jadi saling mengisi satu sama lain
” Ricky. b.
Tanggung Jawab Perseorangan Pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan pada kerja sama dalam
kelompok. Jadi tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki tanggung jawab yang sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Berikut
pernyataannya: “Punya, kan satu orang satu item jadi gimana caranya kita untuk saling
berbagi pendapat dan pengetahuan. Kita juga harus menguasai tugas yang diberikan untuk mendapat nilai yang maksimal
” Ricky. “Iya sama, kan satu kelompok. Setiap anak berusaha menyelesaikan tugas
yang diberikan ” Amalia.
Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan
tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
10
c. Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan
guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih
bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
11
10
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang- ruang Kelas, Jakarta: PT. Grasindo, 2002, h. 32
11
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning CTL dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri Malang, 2004, h. 61
“Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu” Adam. “Kalau berdialog, saat belajar saja. Kalau yang tidak penting, jarang
berdialog ” Ricky.
Diskusi kelompok mengajak siswa untuk saling berinteraksi antar sesama anggota kelompok. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan
interaksi yang baik guna memecahkan serta menyelesaikan tugas yang diberikan.
d. Akuntabilitas Individual
Semua anggota dalam kelompok mempunyai peran yang sama untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Walaupun belajar secara berkelompok,
akan tetapi penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
kooperatif guru lebih menitikberatkan pada penilaian individu dari masing- masing anggota kelompok.
e. Komunikasi Antar Anggota
Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka. Adapun jenis komunikasi dalam pembelajaran tersebut yaitu komunikasi multi arah. Artinya, adanya komunikasi antara guru dengan
siswa dan antara siswa dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
f. Evaluasi Proses Kelompok.
Evaluasi diadakan setelah siswa menyelesaian pelajaran. Guru mengevaluasi siswa secara berkelompok dan individu. Evaluasi tertulis
berupa soal kuis yang diberikan kepada seluruh siswa guna mengukur kemampuan yang dimilikinya setelah mengikuti pelajaran. Hasil nilai yang
didapat dari masing-masing individu juga dapat dimasukkan pada penilaian kelompok dengan membagi nilai rata-rata pada tiap kelompok tersebut.
Berdasarkan perolehan nilai kuis yang diadakan guru, diketahui bahwa kelas yang menerapkan strategi pembelajaran kooperatif ternyata memperoleh
nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas siswa yang tidak menerapkan pembelajaran kooperatif. Berikut adalah ungkapan siswa yang
mencapai nilai tertinggi. “Alhamdulillah, iya memuaskan” Ricky.
Adapun bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi yaitu berupa nilai 100 pada ulangan kedua.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat penulis simpulkan bahwa penerapan atau penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata
pelajaran pendidikan agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4 adalah efektif. Yakni adanya efek atau akibat, memberikan hasil yang memuaskan,
terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, terbentuknya kompetensi, dan adanya partisipasi aktif dari anggota.
C. Interpretasi Data
Setelah menganalisa temuan hasil penelitian, penulis mengedepankan empat persoalan dalam penelitian ini. Pertama mengenai Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang dibuat oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Berbagai hal yang tercakup dalam RPP seperti pengembangan indikator, pengembangan materi,
pemilihan metode, media dan alat evaluasi pembelajaran sudah cukup baik dilaksanakan oleh guru pada saat memulai pembelajaran dari awal sampai
berakhirnya jam pelajaran. Meskipun pada pengembangan skenario pembelajaran yang ditulis dalam RPP tidak secara rinci dijabarkan, hal tersebut tidak
menjadikan guru gagal dalam menjalankan kegiatan pembelajarannya bersama siswa. Guru sudah terampil dalam menggunakan strategi pembelajaran kooperatif
dalam hal ini penggunaan model jigsaw yang diterapkan guru pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Kedua, suasana tempat pembelajaran saat jam pelajaran berlangsung cukup tenang dan sesekali ramai ketika di awal-awal pembelajaran. Tempat duduk untuk