Implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di Sekolah

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

SANTI

NIM: 106011000171

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/ 1432 H


(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Santi

NIM : 106011000171

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah

(Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran) Dosen Pembimbing : Yudhi Munadi, M.Ag

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 21 April 2011 Yang Menyatakan

SANTI


(3)

i

NIM : 106011000171

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)

Pelajaran Agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain, akan tetapi tujuan pendidikan yang diinginkan belum tercapai secara maksimal. Siswa-siswi kurang berminat pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Padahal mata pelajaran agama menjadi salah satu mata pelajaran wajib tiap jenjang pendidikan. Untuk mengubah keadaan tersebut perlu perencanaan yang matang dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif membawa siswa kepada pembelajaran yang aktif sehingga mampu mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah atas materi yang diberikan guru secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat belajar, akan tetapi siswa lah yang menjadi pusat belajar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan atau penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah adalah efektif. Hal tersebut dapat diketahui setelah siswa belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, semua unsur-unsur dasar dari pembelajaran kooperatif telah tercapai. Kemudian adanya efek atau akibat dari proses pembelajaran, memberikan hasil yang memuaskan pada perolehan nilai, terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan/ indikator, terbentuknya kompetensi, dan adanya partisipasi aktif dari anggota kelompok.


(4)

ii

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Tuhan seluruh alam yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia yang tak terhingga kepada hambanya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)”. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan ke hadirat Rasulullah Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan berjasa dalam pembuatan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bahrissalim, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga kebijakan yang dibuat selalu mengarah pada kemajuan yang signifikan.

3. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Yudhi Munadi, M.Ag, Dosen pembimbing. Terima kasih tak terkira atas kesediaannya berbagi ilmu serta meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi saran dan nasihat demi keberhasilan penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

iii

6. Kepala Sekolah dan segenap dewan guru di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran, khususnya kepada Bapak Khozin, S.Ag (Guru PAI) yang telah meluangkan waktu dan bantuannya selama proses penelitian.

7. Orang tua tercinta Bapak Sarmubi dan Ibu Hamnah beserta keluarga, yang selalu setia memberikan dukungan kepada penulis. Dengan segala perhatian, doa, dorongan, dan cinta kasih sayangnya dalam mendidik dan mengasuh penulis sehingga dapat menempuh jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi dengan baik dan penuh pengorbanan.

8. Aa Tyo yang selalu memberikan perhatian, motivasi, doa, dan bantuannya kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku BGP Girl’s (Rara, Isma, Dlah, Nadya, Pitty, Vda, Ndah, Farah, dan Yayah) untuk kebersamaan, doa dan support kepada penulis. Anak-anak Adem Ayem (Irma, Zee, Ma’a, dan Uphi) semoga ukhuwah kita selalu terjaga.

10. Teman-teman seperjuangan mahasiswa FITK angkatan 2006 (Fathia, Ning, Ana, Emi, Wati, Yuli, dll) semoga komunikasi kita tetap terjaga.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah mereka berikan menjadi amal ibadah yang mendapat balasan dari Allah swt. Setelah penulis berusaha dan berdoa, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang berguna bagi orang

lain. ”Khoirunnas anfa’uhum linnas”.

Jakarta, April 2011


(6)

iv

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK………..i

KATA PENGANTAR………...ii

DAFTAR ISI………..iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….……1

B. Identifikasi Masalah……….…...6

C. Pembatasan Masalah……….……...………7

D. Perumusan Masalah.………7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian………....7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif………....9

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif……….……...9

2. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif……….12

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif……….13

4. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif………...15

B. Pendidikan Agama Islam………..17

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam………...17

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam……….23

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam………...25


(7)

v

C. Metode Penelitian……….29

D. Teknik Pengumpulan Data……….29

E. Instrumen Penelitian………..30

F. Teknik Analisis Data……….….30

G. Triangulasi Data……….31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran………....32

B. Deskripsi Data………34

1. Hasil Observasi Perencanaan Tertulis (RPP)………..35

2. Hasil Observasi Proses Pembelajaran Kooperatif…………...40

3. Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam………..49

C. Interpretasi Data………...52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………56

B. Saran………..…58

DAFTAR PUSTAKA………59 LAMPIRAN


(8)

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses yang amat penting di dalam kehidupan individu dan masyarakat. Pemahaman terhadap hakikatnya memerlukan pemahaman terhadap segala dimensinya. Sebagian ahli pendidikan berpendapat bahwa sekolah merupakan satu-satunya pusat pendidikan, karena sekolah merupakan lembaga yang diperuntukkan secara khusus bagi pendidikan. Pada kenyataannya, terdapat banyak pusat pendidikan, seperti keluarga, tetangga, kampung halaman, lingkungan, dan sekolah. Di samping masjid, tempat-tempat pertemuan, media massa (seperti surat kabar, radio, dan televisi), dan lain-lain yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pendidikan dan pembentukan kepribadian individu.1

Untuk mengembangkan kompetensi pendidikan yang mampu menjawab tantangan dunia global, maka pemerintah harus melakukan berbagai kebijakan, dan selama ini kita selalu mencontoh kepada kebijakan pendidikan dunia maju. Satu hal yang perlu kita lakukan segera mungkin adalah mengangkat mutu sumber daya lulusan pendidikan.2 Tidak hanya itu, kreativitas dan kompetensi para guru di lembaga pendidikan juga harus ditingkatkan. Karena peran guru di sekolah sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan siswa.

1

Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2008), h.197

2


(10)

Dalam membangun dan membentuk generasi yang berkualitas, diperlukan adanya semangat dan motivasi yang kuat dalam diri manusia itu sendiri agar terciptanya suatu tujuan yang diinginkan. Karena menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap Muslim. Sesungguhnya Nabi Muhammad saw telah bersabda:

ملْسم ِّك ىلع ةضْيرف مْلعلْا بلط َّ إف نْيِّلاب ْ ل مْلعلْا ا بلْطا

.

ةكء امْلا َّا

بلْطي امب ءاضر مْلعلْا بل اطل ا تح ْجا عضت

(

ربلا دبع نبا ا ر

)

“Carilah pengetahuan itu, biarpun sampai ke negeri Cina, karena mencari

pengetahuan itu adalah kewajiban setiap Muslim. Sesungguhnya malaikat mengembangkan sayapnya kepada penuntut ilmu, merasa senang kepada ilmu

yang dituntutnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barri).3

Pada hadits di atas sangat jelas sekali dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw untuk menuntut ilmu. Baik itu melalui pendidikan formal maupun nonformal, yang manfaatnya untuk diri sendiri dan juga orang lain apabila diamalkan secara baik dan penuh keikhlasan.

Pendidikan Agama Islam (PAI) hingga saat ini masih berhadapan dengan kritik-kritik internal. Dikatakan bahwa PAI kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya, dan bersifat statis akontekstual, dan lepas dari sejarah, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.4

Hal tersebut sangat disayangkan, karena Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk membangun moral dan akhlak para siswa guna meningkatkan keimanan kepada Allah swt dan meneladani sifat Nabi Muhammad saw serta menjadi bekal hidup di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi apabila sejak usia remaja saja para siswa/ pelajar kurang berminat dalam pelajaran PAI di sekolah, maka dampak negatif yang terjadi sudah sering ditemukan dan kita ketahui bersama, diantaranya; maraknya kenakalan-kenakalan remaja

3

Fachruddin HS & Irfan Fachruddin, Pilihan Sabda Rasul, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. I, h. 67

4


(11)

sekarang ini seperti tawuran, pergaulan bebas/ penyimpangan seksual, minim-minuman keras, merokok, bahkan sampai terjerumus pada narkoba. Kasus-kasus tersebut sudah banyak dialami oleh para pelajar usia remaja sampai saat ini. Belum lagi masalah-masalah yang terjadi di lingkunag keluarga, seperti membantah dan melawan orang tua, komunikasi yang kurang baik antara anak dan orang tua dan masih banyak lagi. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, mau jadi apa generasi penerus bangsa ini? Oleh karena itu, perlu adanya tindakan dan jalan keluar yang baik yang harus segera dilakukan oleh berbagai pihak baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, agar hal-hal negatif tersebut tidak dibiarkan berlarut-larut.

Seorang guru hendaknya mampu menguasai dan memahami keadaan siswa-siswanya dalam belajar agar siswa tidak merasa bosan karena penyampaian materi yang bersifat monoton. Oleh karena itu, untuk mengajar dengan baik diperlukan keterangan yang selengkap-lengkapnya tentang murid. Oleh sebab itu sekolah modern dengan sengaja mengumpulkan keterangan-keterangan itu sejak anak itu masuk sekolah. Keterangan itu senantiasa dilengkapi selama anak itu belajar di sekolah dan agar dapat sedalam-dalamnya mengenal latar belakang murid.5 Dengan hal seperti itu, seorang guru dapat mengetahui kondisi para siswanya dengan baik, serta dapat pula disesuaikan gaya belajar yang seperti apa yang akan diterapkan oleh seorang guru. Sebab masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda seperti visual, audio, dan audiovisual.

Memang disayangkan para siswa saat ini kurang menghayati pada pelajaran PAI yang manfaatnya itu sangat penting bagi setiap individu dalam menjalani kehidupannya. Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya atas kenakalan-kenakalan serta kurangnya motivasi belajar para siswa tersebut, sebab pelajaran PAI menjadi tidak menarik bisa disebabkan karena penggunaan metode atau strategi yang kurang tepat dalam pembelajaran. Karena pemakaian metode yang kurang tepat sangat membawa pengaruh bagi kelangsungan proses belajar mengajar, dan hal itu akan berdampak bagi pemahaman siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Oleh karena itu, menjadi tugas besar bagi para guru untuk meningkatkan strategi

5


(12)

dan penggunaan metode yang tepat agar dapat meningkatkan motivasi para siswa agar bisa mencerna dan memahami pelajaran yang telah diberikan secara optimal.

Oleh karena itu, perlu adanya konsep dalam merencanakan serta menerapkan metode dan strategi apa saja yang harus diterapkan agar suasana kelas menjadi fokus dan menarik bagi para peserta didik. Dengan harapan bahwa tidak hanya pembelajaran PAI tersebut dapat dipahami siswa di sekolah, tetapi agar dapat diterapkan pula dalam kehidupan sehari-hari.

Sejak dahulu sampai sekarang metode yang sering digunakan dalam proses pembelajaran adalah metode ceramah, karena metode ceramah memang mesti digunakan sebagai pengantar dalam suatu pembelajaran. Untuk menciptakan suasana yang dinamis di dalam kelas, penggunaan metode ceramah harus dikombinasikan dengan metode-metode pembelajaran yang lain agar proses pembelajaran menjadi lebih .

Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2003 telah dijelaskan tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab”.6

Perumusan Undang-undang tentang pendidikan yang telah dipaparkan di atas, menjadi pemicu bagi guru dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia untuk lebih memperhatikan mutu pendidikan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Oleh karena itu, salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu pembelajaran di sekolah tergantung pada penggunaan strategi yang diterapkan oleh guru.

Hampir tidak mungkin menggunakan satu strategi mengajar dalam satu pelajaran. Bahan pelajaran bahkan sering memasukkan beberapa pertanyaan. Diskusi-diskusi dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Ketika para siswa bekerja bersama dalam kelompok-kelompok, mereka saling berbagi informasi,

6

Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama, 2006), h.8


(13)

bartanya dan menjalankan diskusi.7 Strategi pembelajaran yang tepat akan membina peserta didik untuk berpikir mandiri, kreatif, dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang mungkin terjadi. Penerapan strategi yang tidak tepat dapat berakibat fatal.8

Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dan metode dalam proses pembelajaran, maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi pembelajaran yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.

Salah satu strategi pembelajaran yang efektif digunakan dalam suatu pembelajaran yaitu strategi pembelajaran kooperatif. Di antara metode-metode pembelajaran kooperatif antara lain; jigsaw, Student Teams Achievement Division (STAD), Numbered Head Together (NHT), Teams Games Tournaments (TGT), Think Pair Share (TPS) dan lain-lain. Dengan pembelajaran kooperatif akan memaksimalkan waktu belajar siswa secara tepat guna. Sebab dalam pembelajaran kooperatif itu sangat diutamakan kerja sama dalam kelompok belajar di kelas, sehingga masalah-masalah yang dihadapi dapat dipecahkan bersama oleh anggota kelompoknya sehingga akan menimbulkan sikap saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga terjadi interaksi yang baik sesama anggota kelompok.

Belajar dengan cara berkelompok akan memudahkan siswa dalam memahami suatu pelajaran dibandingkan dengan belajar secara individu. Peran guru di kelas hanya sebagai fasilitator dan mengawasi proses pembelajaran antar kelompok. Pembelajaran kooperatif menuntut siswa agar belajar mandiri dalam mengungkapkan ide-ide serta mnyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru secara berkelompok dan bertanggung jawab.

Untuk membangun semangat siswa dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam agar tidak menjadi mata pelajaran yang membosankan maka hal itu sangat dipengaruhi oleh pemakaian strategi pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu

7

Gene E. Hall, dkk., Mengajar dengan Senang, (PT Indeks, 2008), cet. II, h.382

8

Hisyam Zaini, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h. 96


(14)

penulis ingin mengadakan penelitian mengenai penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di.sekolah. karena pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, mamfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.9

Berdasarkan permasalahan di atas, mendorong penulis untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI, apakah efektif diterapkan di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran.

Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih dalam permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul:

“IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH”

(Studi Kasus di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Sekolah masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat tradisional.

2. Kurangnya kesadaran anak didik dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam.

3. Tujuan pembelajaran yang diinginkan belum tercapai secara maksimal. 4. Pentingnya kemampuan dalam merencanakan suatu strategi pembelajaran 5. Pentingnya implementasi strategi pembelajaran pada Pendidikan Agama

Islam

9

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h.42


(15)

C. Pembatasan Masalah

Untuk dapat memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI di sekolah tersebut, dibatasi pada materi yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif yang digunakan.

2. Metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw, pada materi infaq.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yang dituangkan dalam Major Research Question sebagai berikut: “Bagaimanakah implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran?”.

Untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major tersebut di bawah ini dibuat Minor Research Questions sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran? 2. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di

sekolah?

3. Bagaimana hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian:

a. Untuk memperoleh informasi mengenai perencanaan, proses pembelajaran, dan hasil akhir dari penerapan strategi pembelajaran kooperatif di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran.

b. Untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran.


(16)

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Siswa

Memperkenalkan metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) kepada siswa dalam proses pembelajaran dan sebagai pengalaman belajar yang berkesan bagi siswa.

b. Guru

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam suatu pembelajaran oleh guru-guru dalam berbagai bidang ilmu. khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif.

c. Penulis

Menambah wawasan kependidikan serta sebagai bekal pengetahuan mengenai strategi pembelajaran kooperatif sebagai metode yang tepat dalam meningkatkan pembelajaran pada mata pelajaran PAI.

d. Pembaca

Memberikan gambaran pentingnya penerapan suatu strategi yang tepat dalam proses pembelajaran agar suasana belajar menjadi efektif dan menyenangkan.


(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memegahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.1

Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok.2

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih

1

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 41

2

Etin Solihatin & Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS


(18)

diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membentuk peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.3

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan antar siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.4

Menurut Effandi Zakaria (2001), pembelajaran kooperatif dirangka bagi tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kumpulan kecil. Ia memerlukan pelajar berkongsi pendapat, memberi maklum balas serta mewujudkan dan membina proses penyelesaian kepada seluruh masalah. Kajian eksperimental dan deskriptif yang dijalankan menyokong pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif boleh memberikan hasil yang positif kepada pelajar-pelajar.5

Slavin (1995) menyebutkan cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar-mengajar sesama mereka.6

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama atau kelompok, antara siswa denga siswa lainnya saling membantu dalam memecahkan suatu permasalahan atas materi

3

Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 54-55

4

Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), cet. 1, h. 74

5

Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 30

6


(19)

yang telah disajikan oleh guru agar mencapai ketuntasan dalam memahami pelajaran.

Adapun tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil:

a. Penghargaan kelompok. Kelompok dalam kooperatif dapat memperoleh penghargaan apabila mereka mencapai atau di atas kriteria yang ditetapkan. Kelompok tersebut tidak dalam berkompetisi untuk mendapatkan penghargaaan. Penghargaan ditujukan bila mereka dapat mencapai kriteria yang ditetapkan dalam suatu minggu tertentu.

b. Tanggung jawab individu. Keberhasilan kelompok bergantung dari pembelajaran individu dari seluruh anggota kelompok. Hal ini mendorong anggota kelompok untuk saling membantu satu sama lain dan memastikan setiap anggota kelompok siap untuk menghadapi tes dan tugas lainnya. c. Kesempatan yang sama untuk berhasil. Setiap siswa menyumbang kepada

kelompok mereka dengan perbaikan di atas kinerja mereka yang lalu. Dengan metode setiap siswa baik berprestasi rendah, sedang atau tinggi memperoleh kesempatan untuk melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.7

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Siswa belajar dalam kelompok kecil, untuk mencapai ketuntasan belajar 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang

dan rendah

3. Diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari suku, ras, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda

4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada individual.8

7

Mohamad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: LPMP, 2005), h. 5

8


(20)

2. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran

kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap

muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000: 78-79).

a. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif.

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendomonasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.9

9

Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 61-62


(21)

Unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning adalah sebagai berikut: 1. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup

sepenanggungan bersama”

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti mereka sendiri

3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota dalam kelompok memiliki tujuan yang sama

4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya

5. Siswa akan dikenakan evaluasi dan juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya

6. Siswa dapat berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya

7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok cooperative.10

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal. Lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan.

a. Saling Ketergantungan Positif b. Tanggung Jawab Perseorangan c. Tatap Muka

d. Komunikasi Antar Anggota e. Evaluasi Proses Kelompok.11

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak, 1996:279). Pembelajan kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan

10

Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA Press, 2001), h. 6

11

Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 30


(22)

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya, jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan berkerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan hubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.12

Pentingnya tujuan kelompok dan tanggung jawab individu adalah dalam memberikan insentif kepada siswa untuk saling membantu satu sama lain dan untuk saling mendorong untuk melakukan usaha yang maksimal (Slavin, 1993). Jika nilai siswa cukup baik sebagai kelompok, dan kelompok hanya akan berhasil dengan memastikan bahwa semua anggotanya telah mempelajari materinya, maka anggota kelompok akan termotivasi untuk saling mengajar.13

Pembelajaran kooperatif dapat menjadi metode pembelajaran yang efektif akan tetapi jika metode ini tidak dikonstruksikan dengan baik akan menimbulkan

efek “free rider”. Efek free rider yaitu suatu kondisi di mana beberapa anggota kelompok mengerjakan semua atau sebagian pekerjaan dalam pembelajaran sedangkan yang lainnya jalan terus, tidak melakukan aktifitas.14 Artinya aktifitas belajar hanya dilakukan oleh sebagian anggota kelompok saja. Kondisi ini dapat mengurangi hasil maksimal dari pembelajaran kooperatif. Akan tetapi, kondisi tersebut dapat diminimalisir jika guru dapat meyakinkan siswa bahwa mereka yang telah dikelompokkan itu memiliki tanggung jawab individu selama pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada penghargaan kelompok, tanggung jawab individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Pembelajaran kooperatif juga dapat membawa siswa agar saling ketergantungan

12

Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 42

13

Robert E. Slavin, Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 81-82

14

Paulina Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka), h. 70


(23)

positif serta interaksi tatap muka terhadap teman kelompoknya, sehingga suasana pembelajaran di kelas menjadi efektif dan menyenangkan.

4. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok (Teams games Tournaments atau TGT), dan pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).15

a. Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.16

Dalam STAD, pelajar-pelajar ditugaskan untuk bekerja dalam satu kumpulan kecil yang terdiri dari empat orang yang mempunyai latar belakang dan tahap pencapaian yang berbeza. Pada peringkat permulaan, guru akan menyampaikan bahan pengajaran. Ini diikuti dengan setiap pelajar yang berkumpul dalam kumpulan masing-masing dan melaksanakan tugas sebagaimana yang dipertanggungjawabkan.17

b. Jigsaw

Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk

15

Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 49

16

Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 52

17


(24)

mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.18

Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.19 Lebih jelasnya, para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan

“lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda mempunyai

fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan

topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah, para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim, seperti dalam STAD.20

c. Teams games Tournaments/TGT (Investigasi Kelompok)

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.21

18

Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 89

19

Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 124

20

Robert E. Slavin, Cooperative Learning…, h. 237

21


(25)

d. Think Pair Share (TPS)

Strategi thing-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.22

e. Numbered Head Together (NHT)

Numbered Haed Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.23

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan secara umum dapat diartikan dari dua segi yaitu segi bahasa dan

istilah. Dalam bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”, artinya memelihara dan memberi latihan.

Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan, dan

22

Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 61

23


(26)

pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.24 Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.25

Sedangkan dalam bahasa Arab, pengertian kata pendidikan sering digunakan pada beberapa istilah, antara lain, al-ta’lim, al-tarbiyah, dan al-ta’dib. Namun demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk pada pengertian pendidikan.

Kata ta’lim merupakan masdar dari kata ‘allama yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Penunjukkan kata al-ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai dengan firman Allah SWT.26















































Artinya:

Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"27

Kata al-tarbiyah, merupakan masdar dari kata rabba yang berarti mengasuh, mendidik, dan memelihara.28 Seperti yang terdapat dalam al-Qur’an:





































24

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet. III, h. 10

25

Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 204

26

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 85-86

27

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandunag: PT Syaamil Cipta

Media), h. 6

28


(27)

Artinya:

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".29

Sedangkan kata al-ta’dib, merupakan masdar dari kata addaba, yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik.30

Mengenai pengertian pendidikan menurut istilah, disampaikan oleh beberapa tokoh, antara lain sebagai berikut.

Anton Moeliono, et-al, mendefinisikan pendidikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik. Ali Ashraf, melihat pendidikan merupakan sebuah aktivitas sistematis yang memiliki maksud tertentu. Di arahkan untuk mengembangkan daya kreativitas individu (anak didik) secara menyeluruh.31

William Mc Gucken, S.J. seorang tokoh pendidikan Katolik berpendapat, bahwa pendidikan diartikan oleh ahli skolastik, sebagai suatu perkembangan dan kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia, baik moral, intelektual, maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhirnya.32

Dari beberapa pengertian di atas, walaupun terdapat berbedaan dalam redaksi namun dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu aktifitas yang teratur, sistematis yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan dan kepribadian anak dengan jalan pembinaan potensi-petensi pribadi yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani.

Setelah menguraikan pengertian pendidikan secara umum, penulis selanjutnya membahas tentang pengertian pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam.

29

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 284

30

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 90

31

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 92

32


(28)

Menurut Muzayin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.

Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai program bimbingan subyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek pendidikan (murid) dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Menurut Yusuf Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.33

Pendidikan agama adalah salah satu dari tiga mata pelajaran yang wajib diberikan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan) (UU Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 39 ayat (2)). Dalam pasal penjelasan diterangkan pula bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional, dan merupakan salah satu hak peserta didik dan mendapat pendidikan agama, sesuai pasal 12 Bab V UU No. 20 Tahun 2003.

“Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan

pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan sesuai oleh

pendidik yang beragama”.34

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Kurikulum PAI, 3: 2002).

33

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h. 20

34


(29)

Menurut Zakiah Daradjat (1987: 87) pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan pengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

Tayar Yusuf (1986: 35) mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah swt. Sedangkan menurut A. Tafsir pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.35

a. Pendidikan Agama pada Sekolah Umum

Setelah anak melalui masa pertumbuhannya yang pertama dalam keluarga, di mana telah didapatnya berbagai pengalaman, yang akan menjadi bagian dari pribadinya yang mulai bertumbuh itu. Maka guru agama di sekolah umum mempunyai tugas yang tidak ringan, karena ia harus menghadapi keanekaragaman pribadi dan pengalaman agama, yang dibawa oleh anak-anak dari rumahnya masing-masing. Ada anak-anak yang mempunyai sikap positif terhadap agama karena orang tuanya tekun beragama, sering mengajaknya serta dalam ibadah dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Sudah barang tentu di dalam pribadinya telah banyak terdapat unsur-unsur keagamaan di samping pengalaman beragama juga telah cukup untuk ukuran umurnya. Maka dia mengharapkan agar guru agama dapat segera menambah pengalamannya dalam agama.

Di lain pihak akan ada pula anak yang belum pernah mendapat pengalaman agama di rumahnya, karena orang tuanya tidak pernah menjalankan agama dalam hidup mereka, sikap mereka acuh tak acuh dan agama tidak pernah mereka sebut-sebut dalam kehidupan sehari-hari. Maka anak itu, juga akan mempunyai sikap acuh tak acuh terhadap agama, dia akan menghadapi pelajaran agama dengan sikap yang netral, bukan positif dan

35

Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 130


(30)

bukan pula negatif. Apakah nanti dia akan tertarik kepada agama atau tidak, tergantung pada guru agama dan situasi sekolah pada umumnya. Jika guru agama mempunyai kepribadian yang menarik, serta mampu membawakan pendidikan agama sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak dan dapat pula menyajikan pelajaran agama sedemikan rupa sehingga menarik minat anak, maka si anak tadi akan tertarik kepada agama. Dan demikianlah sebaliknya dengan guru yang tidak memenuhi syarat.36

Dalam operasionalnya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum diatur oleh Menteri Agama dengan Menteri Pendidikan Kebudayaan (sekarang bernama Menteri Pendidikan Nasional). Di sekolah-sekolah negeri sejak dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah, pendidikan agama dilaksanakan dua jam pelajaran setiap minggunya.37

b. Pendidikan Agama di Madrasah

Suatu ciri pendidikan madrasah yang terpenting adalah pembinaan jiwa agama dan akhlak anak didik. Pembinaan jiwa agama dilakukan melalui berbagai segi kehidupan anak, mulai dari tata krama, sopan santun, cara bergaul, cara berpakaian dan cara bermain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam; di samping pelaksanaan ibadah yang ketat, serta pembinaan hidup yang cocok dengan ajaran Islam atau dengan kata lain bahwa pendidikan ibadah, akhlak dan kepribadian sangat menjadi perhatian madrasah. Oleh karena pendidikan di madrasah itu mempunyai identitas sendiri. Yaitu penghayatan, ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, maka seharusnya setiap guru, apapun macam pelajaran yang diberikannya dapat memenuhi persyaratan kepribadian muslim dan keyakinan agama. Karena setiap gerak, sikap, kata dan cara hidup guru-guru madrasah itu akan mempengaruhi jiwa anak didik.38

Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pengajaran dalam madrasah itu harus diarahkan kepada pembinaan keyakinan beragama,

36

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet. III, h. 97-98

37

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam,…, h. 38

38


(31)

sehingga hidupnya akan selalu berpedoman kepada ajaran Islam. Di samping itu kita semua hendaknya dapat menyadari bahwa tujuan hidup seorang muslim adalah bahagia dunia, bahagia akhirat nanti dan terhindar dari segala dosa yang akan membawa kepada kemurkaan Allah swt.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan artinya sesuatu yang dutuju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir bila tujuannya sudah tercapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.39

Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.40

Menurut Zakiah Daradjat, tujuan pendidikan Islam ialah kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang berkepribadian muslim dalam al-Qur’an disebut “Muttaqin”. Karena itu pendidikan Islam berarti juga pembentukan manusia yang bertakwa. Ini sesuai benar dengan pendidikan nasional kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan membentuk manusia Pancasilais yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.41

Di setiap lembaga pendidikan (umum dan keagamaan), pendidikan agama merupakan bagian dari bidang studi yang disajikan kepada peserta didik. Di dalam

39

Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. I, h. 72

40

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. 1, h. 18-19

41


(32)

pendidikan agama sendiri diajarkan berbagai macam materi yang kesemuanya dilandaskan kepada ajaran agama.

Khusus di lembaga pendidikan umum, pendidikan agama disajikan pada dataran memperkenalkan ajaran-ajaran agama yang ada di Indonesia. Namun ketika ada hal-hal yang dipandang dapat menyentuh permasalahan aqidah (keyakinan) maka diambil kebijaksanaan dengan menyajikan hal tersebut secara terpisah sesuai dengan kondisi peserta didik dilihat dari keyakinannya masing-masing.

Hal terpenting yang perlu diingat adalah, pendidikan agama yang dilaksanakan di sekolah-sekolah bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik sesuai dengan konsep kebaikan agama masing-masing. Lebih jauh lagi diharapkan dengan mengikuti program pendidikan agama di sekolah, peserta didik mampu menerapkan ajaran agamanya di dalam kehidupan sehari-hari.42

Dalam rangka menanamkan nilai-nilai keislaman kepada peserta didik di lembaga pendidikan formal, maka program pendidikan agama memiliki peranan puncak, bahkan boleh dikatakan sebagai penentu dari perubahan, khususnya perubahan sikap.

Nilai-nilai Islam yang ingin ditanamkan kepada peserta didik tidak hanya dibatasi kepada nilai ibadah dan moral saja. Namun perlu diingat bahwa Islam memiliki ajaran terpenting, walaupun keberadaannya harus diimbangi dengan dua hal di atas.

Ajaran yang dimaksudkan adalah “tradisi intelektual” dengan landasan

semangat pembuktian akan kebenaran Allah, hal ini terbukti dengan pernyataan Allah yang begitu memberikan penghargaan terhadap mereka yang berilmu pengetahuan (al-Qur’an 58: 11). Bahkan Allah secara tegas menyatakan bahwa hanya orang-orang yang berilmu sajalah yang memiliki tingkat pengabdian kepada-Nya yang paling tinggi QS. 35: 28.43

42

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h. 80-81


(33)

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan untuk:

1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT

2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.44

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidikan Islam adalah berkaitan dengan persoalan-persoalan yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat pendidikan Islam yang ada baik yang ada di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Dengan kata lain, pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi (cita-cita) Islam sehingga ia dengan mudah dapat membentuk dirinya sesuai dengan ajaran Islam. Artinya, ruang lingkup pendidikan Islam telah mengalami perubahan sesuai tuntutan waktu yang berbeda-beda karena sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan ilmu dan teknologi.45

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Al-Qur’an dan Hadits 2. Aqidah

3. Akhlak 4. Fiqih

44

Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006

45

Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), cet. I, h. 25-26


(34)

5. Tarikh dan Kebudayaan Islam

Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.46

C. Kerangka Berpikir

Pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain akan tetapi tujuan pendidikan yang diinginkan belum tercapai secara maksimal. Pada umumnya guru hanya mentransfer ilmunya kepada anak didik dan guru lah yang menjadi pusat belajar siswa sehingga siswa bersifat pasif dan tidak dapat mengembangkan diri serta kemampuannya secara optimal.

Diakui bahwa terdapat beberapa kesulitan dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, baik yang bersifat internal maupun eksternal, berasal dari sifat bidang studi PAI itu sendiri yang banyak menyentuh aspek-aspek metafisika dan bersifat abstrak, atau menyangkut hal-hal yang bersifat supra rasional. Sedangkan kesulitan eksternal berasal dari luar bidang studi PAI itu sendiri, antara lain menyangkut dedikasi guru PAI mulai menurun, lebih bersifat transaksional dalam bekerja, orang tua di rumah kurang memperhatikan pendidikan agama anaknya, orientasi tindakan semakin materialis, orang semakin bersifat rasional, orang semakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah, dan lain-lain. Kesulitan eksternal tersebut pada dasarnya bersumber pada watak budaya Barat yang sudah betul-betul mengglobal.47

Untuk mengubah keadaan tersebut perlu perencanaan yang matang untuk menentukan metode-metode pembelajaran yang efektif diberbagai bidang ilmu,

46

Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006

47


(35)

khususnya pada mata pelajaran PAI. Guru pun dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menyusun strategi dan rencana pembelajaran di kelas.

Salah satu metode yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa di kelas yaitu melalui pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif membawa siswa kepada pembelajaran yang aktif sehingga mampu mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah atas materi yang diberikan guru secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat belajar, akan tetapi siswa lah yang menjadi pusat belajar sehingga masing-masing siswa dapat mengerti dan memahami materi pelajaran secara utuh sehingga diingat dalam jangka waktu yang lama dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari.

Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dalam proses pembelajaran, maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi pembelajaran yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai sehingga tercapai pula tujuan pendidikan yang diharapkan.


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran. Beralamat di jalan Kemandoran 1 No. 41, Palmerah Barat kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta-Selatan. Waktu penelitian berlangsung pada bulan Januari - Februari 2011.

B. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi target adalah seluruh siswa SMP Islam Al-Azhar 4. Adapun populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 120 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIII-B sebanyak 31 orang dan sampel diambil dengan teknik Purposive Sampling yaitu metode penetapan sampel dengan didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat, atau kriteria-kriteria tertentu untuk memberi informasi secara maksimal tentang suatu masalah.1 Alasan pengambilan sampel ini karena kelas VIII-B merupakan kelas bilingual atau bisa dikatakan sebagai kelas unggulan guna mempermudah dalam proses penelitian.

1

Nuraida & Halid Al-kaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), h.91


(37)

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu metode survei. Penelitian survei ini meneliti tentang kelompok besar melalui penelitian langsung dari subjek. Metode survei ini melibatkan pengukuran banyak orang dan biasanya menggunakan angket dan wawancara, biasanya meneliti tentang sikap.2 Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Poerwandari menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif sampel tidak diambil secara acak tetapi justru dipilih mengikuti kriteria tertentu.3

Bogdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah yang diterbitkan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu penelitian yang merupakan langkah penting dalam metode ilmiah. Oleh karena itu pengumpulan data mutlak diperlukan dalam suatu penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi:

1. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini dilakukan untuk mengamati keadaan pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas terkait dengan pengamatan pembelajaran kooperatif.

2

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri & lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), cet. I, h. 37

3

Poerwandari, E.K., Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005), h. 102

4

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3


(38)

2. Wawancara, yaitu tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pada penelitian ini penulis mengadakan wawancara dengan guru dan empat orang siswa guna mendapatkan informasi secara langsung. 3. Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui

dokumen-dokumen.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati. Adapun instrumen penelitian yang akan digunakan untuk memperoleh data mengenai implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam kali ini dibuat dalam bentuk form penelitian dan wawancara. Form penelitian diisi oleh penulis untuk mengamati segala aspek dalam kegiatan pembelajaran guna menjawab pertanyaan penelitian.

Kemudian instrumen non test dalam bentuk wawancara diperuntukkan kepada guru bidang studi Pendidikan Agama Islam dan beberapa siswa, yang juga dipergunakan untuk mendapatkan informasi secara langsung mengenai implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah tersebut.

F. Teknik Analisis Data

Penulis melakukan teknik analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, data pendukung dan data utama ditranskripkan. Kemudian, transkrip yang diperoleh dari hasil wawancara diseleksi dan disederhanakan dengan menggunakan kategorisasi atau pengkodingan agar mempermudah proses pengklasifikasian. Selanjutnya hasil kategorisasi tadi dideskripsikan, diterjemahkan dan dianalisa untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian. Terakhir, berdasarkan hasil analisis data maka dirumuskan bahwa strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat memberikan hasil yang efektif dalam kegiatan pembelajaran.


(39)

G. Triangulasi Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.5 Pada penelitian ini, penulis membandingkan data yang diperoleh dari observasi dengan hasil wawancara beberapa siswa dan guru dalam rangka membantu peneliti dalam meningkatkan derajat kepercayaan data yang diperoleh. Melalui pengecekan tersebut ternyata data yang diperoleh penulis terdapat banyak persamaan dengan pernyataan beberapa sumber yang diwawancarai.

5


(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran 1. Sejarah Berdirinya SMP Islam Al-Azhar 4

SMP Islam al-azhar beralamat di jalan Kemandoran 1 No. 41, Palmerah Barat kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta-Selatan. Status sekolah, swasta dengan jenjang akreditasi (disamakan/ A). Nama yayasan atau pengelola SMP Islam Al-Azhar 4 ini yaitu Yayasan Ar-Ridho. Di lokasi sekolah ini juga terdapat TK/ SD/ SMP yang dikelola oleh Yayasan Ar-Ridho.

2. Visi dan Misi Sekolah

a. Visi

(1) Kokoh dalam Aqidah Islam 1.1.Menjunjung kejujuran

1.2.Melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran Islam 1.3.Menjaga kehormatan diri dengan berbusana Islami (2) Luhur Perilaku

2.1.Membiasakan mengucapkan salam dan bersalaman 2.2.Menghargai dan melaksanakan tugas yang diembannya 2.3.Saling hormat menghormati

2.4.Senyum dan ramah untuk semua


(41)

(3) Peningkatan Prestasi yang Berkesinambungan 3.1. Peningkatan nilai UN dari tahun sebelumnya

3.2. Peningkatan prestasi dalam setiap perlombaan baik akademik maupun non akademik

3.3. Menumbuhkan jati diri sebagai generasi muda Islam dengan segala kelebihannya.

b. Misi

(1) Efektivitas dalam kegiatan belajar, dengan mempertimbangkan kemampuan murid sehingga dapat meningkatkan prestasinya. (2) Menciptakan kondisi untuk selalu meningkatkan kemampuan murid. (3) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi murid untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

(4) Selalu berpedoman pada ajaran Islam dengan segala ucapan dan perbuatan dengan menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa. (5) Saling menghargai dengan bekerja sama seluruh elemen sekolah, murid, guru, jam’iyyah dan elemen lainnya.

3. Ketenagaan

Tabel 4.1

Jumlah Guru SMP Islam Al-Azhar 4 Pendidikan Terakhir Guru YPI Guru DPK Guru DEF Guru Honorer Guru YAR Jml Guru Jml Non Guru S2

S1 4 1 11 5 2 23 1

D3

SMA 2

Jml Guru 4 1 11 5 2 23

Jml Non Guru 3

4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran adalah ruang belajar (dilengkapi dengan Laptop, LCD, Microphone, dan


(42)

Soundsystem/ Speaker), Laboratorium komputer, Laboratorium IPA, Masjid sekolah, perpustakaan sekoah, ruang OSIS, ruang BK, dan lapangan basket/ bola.

B. Deskripsi Data

Berdasarkan penelitian melalui observasi yang dilakukan oleh penulis, didapati bahwa metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw. Sebelum menguraikan hasil observasi dan wawancara, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan secara singkat mengenai metode jigsaw.

Metode jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu

mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut “kelompok pakar” (expert group). Selanjutnya, para siswa yang berbeda dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan

pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode jigsaw versi Slavin, penskoran dilakukan seperti dalam metode STAD. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.1

Selanjutnya, untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major mengenai “Bagaimanakah implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4?”, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu Minor Research Questions pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1

Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 65


(43)

1. Hasil Observasi Perencanaan Tertulis (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan pembelajaran guna mengontrol hal-hal apa saja yang ingin dicapai dan dilaksanakan pada proses pembelajaran tersebut. Dalam pembuatan RPP guru juga mempertimbangkan dari segi karakteristik siswa guna mencapai tujuan yang diinginkan. Berikut adalah pernyataannya.

“Yang pertama, karakteristik dari anak-anak, kemampuan dari anak-anak

juga, kemudian dari media yang dipakai, juga dari fasilitas yang ada”.

Perencanaan pendidikan seharusnya dipandang sebagai suatu alat yang dapat membantu para pengelola pendidikan untuk menjadi lebih berdaya guna dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Perencanaan dapat menolong pencapaian suatu target atau sasaran secara lebih ekonomis, tepat waktu dan membari peluang untuk lebih mudah dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaannya. Karena itu perencanaan sebagai unsur dan langkah pertama dalam fungsi pengelolaan pada umumnya menempati posisi yang amat penting dan amat menentukan.2

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis mengenai RPP yang dibuat dan dijalankan oleh guru secara umum sudah cukup baik dan sudah mengacu pada indikator-indikator yang diinginkan. Adapun aspek penilaian yang diteliti oleh penulis yaitu mengenai; pengembangan indikator, pengembangan materi, pemilihan metode, pengembangan skenario, pemilihan media/ alat bantu, dan pemilihan alat evaluasi.

1.1Pengembangan Indikator

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk memperoleh hasil belajar yang berkualitas, harus dirancang proses pembelajaran yang berkualitas dengan memperhatikan tingkat berpikir yang akan dipelajari dan dilatihkan.

2

Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. II, h. 4


(44)

Rancangan proses pembelajaran yang baik adalah rancangan pembelajaran yang menggunakan indikator kegiatan belajar sebagai rambu-rambu dalam pencapaian hasil. Indikator yang dirumuskan secara baik dapat digunakan untuk mendeteksi sejauh mana hasil belajar dapat dicapai.3 Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), suatu pengembangan indikator sangat lah diperlukan, karena indikator tersebut sebagai alat ukur berhasil atau tidaknya kegiatan belajar mengajar.

Pengembangan indikator yang dibuat guru sudah sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta karakteristik siswa. Materi ajar yang membahas tentang infaq dan macam-macamnya seperti, waqaf, hadiah, shadaqah dan wasiat sudah tidak asing lagi di kehidupan sehari-hari siswa. Indikator yang ingin dicapai pada pembelajaran ini yaitu agar siswa dapat memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan indikator juga memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Pada pembahasan mengenai infak indikator-indikator yang dibuat oleh guru mendorong ranah kognitif dan afektif siswa, terlihat siswa mampu menjelaskan dan memahami materi ajar serta saling berbagi pengetahuan yang dimilikinya dengan cara berdiskusi kelompok. Kemudian indikator yang mengarah pada ranah psikomotorik yaitu adanya kerja sama tim/ kelompok yang saling berinteraksi dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan suatu tugas yang diberikan kemudian mereka mampu mempresentasikan hasil yang telah didiskusikannya di depan kelas. Setelah seluruh siswa melalui rangkaian proses pembelajaran tersebut diharapkan siswa mampu menerapkan dan mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya di dalam kehidupan sehari-hari.

1.2Pengembangan Materi

Materi pelajaran yang dikembangkan oleh guru di dalam RPP maupun dalam penyampaiannya kepada anak didik yaitu bersumber dari buku paket

3


(1)

Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta

1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung?

Jawab: Cukup kondusif, enak untuk menyerap pelajaran (enjoy), nikmatin apa yang ada dipelajaran itu. Tempat duduknya tidak berdesakan dan leluasa untuk bergerak

2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas?

Jawab: Aktif, soalnya kan kita ada waktu 30 menit untuk berdiskusi dan mempunyai pendapat yang berbeda-beda jadi gimana caranya kita untuk saling menukar pendapat.

3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota? Jawab: Kalau berdialog, saat belajar saja. Kalau yang tidak penting, jarang berdialog.

4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelompoknya?

Jawab: Punya, kan satu orang satu item jadi gimana caranya kita untuk saling berbagi pendapat dan pengetahuan. Kita juga harus menguasai tugas yang diberikan untuk mendapat nilai yang maksimal.

5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas?

Jawab: Iya pasti. Karena yang diutamakan adalah kerja sama jadi saling membutuhkan satu sama lain, tidak mengandalkan teman yang pandai. Dan itu kerja sama satu tim jadi saling mengisi satu sama lain.

6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi?

Jawab: Nilai ulangan berikutnya 100, tanpa ulangan.

7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang memuaskan?

Jawab: Alhamdulillah, iya.

8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)? Jawab: (1) Mengetahui materi agama, lebih dekat kepada Allah SWT.

(2) Kerja sama tim/ kelompok, gimana kita saling mengisi. (3) Senang atau bangga mendapatkan hasil yang terbaik.

Jakarta, 25 Februari 2011 Interviewer Siswa SMP Al-Azhar 4


(2)

Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta

1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung?

Jawab: Baik-baik saja, belajarnya enak, duduknya tidak berdesakan dan suasana saat diskusi ramai.

2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas?

Jawab: Tidak semua aktif sih, ada beberapa yang diam terus juga ada beberapa yang aktif. 3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota?

Jawab: Iya berdialog.

4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelompoknya?

Jawab: Iya sama, kan satu kelompok. Setiap anak berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan. 5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu

tugas?

Jawab: Iya membutuhkan. Kan manusia makhluk sosial.

6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi?

Jawab: Mendapat 100 di ulangan kedua tanpa ulangan.

7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang memuaskan?

Jawab: Iya memuaskan.

8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)? Jawab: Baik-baik saja, pelajarannya menyenangkan dan mudah dipahami.

Jakarta, 25 Februari 2011

Interviewer Siswi SMP Al-Azhar 4


(3)

Hasil Wawancara dengan Guru PAI SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta

1. Apakah RPP itu dibuat setiap satu kali pertemuan atau untuk satu tahun ajaran?

Jawab: Untuk Pelajaran Agama ini baik kelas VII, VIII, IX saya buatnya dalam satu tahun pelajaran, tidak setiap kali pertemuan biar lebih praktis.

2. Apa saja yang menjadi pertimbangan Bapak dalam pembuatan RPP?

Jawab: Yang pertama, karakteristik dari anak-anak, kemampuan dari anak-anak juga, kemudian dari media yang dipakai, juga dari fasilitas yang ada.

3. Dalam proses pembelajaran, pendekatan/ strategi pembelajaran apa yang Bapak gunakan? Jawab: Itu bervariasi. Kalau untuk kelas bilingual itu lebih banyak pendekatannya kepada diskusi karena kemampuan untuk kelas bilingual beda dengan kelas reguler. Tapi untuk kelas reguler lebih banyak ceramah dibandingkan dengan diskusi.

4. Metode apa yang sering Bapak gunakan dalam proses pembelajaran?

Jawab: Yang lebih banyak sekali lagi sesuai dengan kelasnya. Kalau kelas bilingual itu lebih banyak kelompok dan diskusi. Kalau kelas reguler lebih banyak ceramah dari pada diskusi.

5. Terkait dengan penggunaan strategi kooperatif dalam proses pembelajaran, pada materi seperti apa yang sering Bapak gunakan?

Jawab: Materi yang digunakan untuk strategi pembelajaran kooperatif, materi yang sub-nya itu banyak, seperti infaq kemarin itu ada beberapa sub yaitu shadaqah, wasiat, hibah, hadiah dan wakaf. Jadi kalau untuk materi yang kurang sub-nya lebih banyak menggunakan diskusi dari pada dengan cara jigsaw.

6. Bagaimana pendapat Bapak terhadap penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI?

Jawab: Kelebihannya, lebih mengoptimalkan kemampuan siswa terutama dalam kerja kelompok. Kemudian dari segi negatifnya adalah dalam satu kali pertemuan itu tidak cukup. Dengan kata lain memerlukan waktu yang cukup banyak dibandingkan dengan metode caramah.

7. Apakah guru dan siswa merasa nyaman saat mengikuti pelajaran agama Islam?

Jawab: Dari yang kemarin kita lakukan dengan metode jigsaw itu untuk saya pribadi sebagai pengajarnya merasa nyaman, kemudian setelah saya perhatikan siswa juga merasa nyaman dengan cara seperti itu.

8. Apakah pembelajaran PAI dengan menggunakan strategi kooperatif itu menyenangkan?

Jawab: Sangat menyenangkan sekali, karena dari tipe anak-anaknya itu khususnya kelas bilingual yang menjadi sampel, mereka agak sedikit kurang suka kalau metode pembelajarannya seperti ceramah atau lebih banyak guru yang lebih berperan/ aktif. Tapi mereka lebih suka kalau potensi mereka juga digali dan mereka lebih banyak mengeluarkan pendapat.


(4)

9. Apakah setiap kelompok kooperatif dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah?

Jawab: Iya betul, itu bervariasi agar suasana kelompok itu hidup.

10. Menurut Bapak apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI?

Jawab: Yang pertama memerlukan ruangan yang cukup luas, kalau di dalam kelas tidak cukup memungkinkan karena disitu banyak bangku dan meja, Cuma kendalanya kalau kita memakai aula, aula itu sudah dipakai duluan oleh guru yang lain. Atau ketika kita akan memakai ruang Affa yang juga luas itu juga sudah dipakai oleh guru lain. Itulah salah satu yang menjadi kendala. 11. Bagaimana cara Bapak dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran

kooperatif?

Jawab: Karena terkait dengan pemakaian ruang yang luas, maka cara mengatasinya adalah ruang itu akan dipesan seminggu sebelumnya agar bisa dimanfaatkan dalam rangka menjalankan metode tadi.

12. Sejauh mana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI bagi siswa-siswi SMP Islam Al-Azhar 4?

Jawab: Dari segi efektivitas, pertama kalau dari segi waktu memang memerlukan waktu yang cukup lama/ banyak. Kemudian dari pemahaman siswa itu lebih dalam karena mereka menggali sendiri dan itu lebih berkesan dari pada harus diceramahi oleh gurunya.

Jakarta, 25 Februari 2011

Interviewer Guru SMP Al-Azhar 4


(5)

DAFTAR NILAI KUIS (BAB INFAQ)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII-A

No Nama Siswa Nilai

1 Ratih Nur Baiti 100

2 M. Faturahman 73

3 Abyan Faisal 94

4 Abdul Aziz Muslim 91

5 Rizka Nurul Hanifah 73

6 Fikry Ramadani 82

7 Irsyad Barran Lubis 88

8 Rizky Ramadhan 94

9 M. Rafi 94

10 Nabila 88

11 Khoirunnisa 73

12 Winda Dwi Putri 79

13 Marsya Fanny 82

14 M. Rizal 82

15 Anandri F.M 64

16 Shinta M.D 82

17 Ananda P 67

18 M. Reza 88

19 Zahidah Zulfailah 82

20 Andita Nur Oktavira 70

21 Siti Nurwahida 76

22 Athiyya M 70

23 M. Titan 52

24 Kevin 82

25 Iqbal Rivaldy 73

26 Hilman Khairul Rahman 79

Jumlah 2078

Nilai Rata-rata Kelas 2078 : 26 = 79,92


(6)

DAFTAR NILAI KUIS (BAB INFAQ)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII-B

Nilai Rata-rata Kelas 2794 : 31 = 90,12

No Nama Siswa Nilai

1 Claudia 91

2 M. Setyo A 91

3 Fajri Anugrah 82

4 Dzaki Putra 88

5 Fariz Rachimawan 88

6 Risa Ramandha 94

7 Ashila Ashara 91

8 Ricky 100

9 M. Satrio Budi 94

10 M. Raihan 82

11 Reynaldi Setiasa 88

12 Asri Lestari 88

13 Shiva Shavira 88

14 Amalia Mabrina 61

15 Syifa Shafina 88

16 Reza Ariq 88

17 Andhika 94

18 M. Oktariawan Fauzan 100

19 Adam Muftie 67

20 Arini Safitri 100

21 M. Fithratu Rahman 100

22 M. Rachmadi 94

23 Ahya R.K 94

24 Alya Nur Ibrahim 100

25 Dhiyaa Nada Shafa 82

26 M. Aya Addina Makarim 91

27 Famadhika Aby Pratama 94

28 Raka Permana 88

29 Amyra Rizqia 94

30 Nisryna Nabyla 94

31 Shofi Syahira 100


Dokumen yang terkait

Implementasi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif Dan Menyenangkan (Paikem) Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

0 11 78

Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah (Pbl) Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (Fiqih) Di Man Tarumajaya

2 28 137

IMPLEMENTASI METODE KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

0 6 183

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi zakat pada mata pelajaran pendidikan agama islam (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Sulthan Bogor Tahun Ajaran 2015/2016)

1 10 154

PENYUSUNAN DESAIN PEMBELAJARAN BERMUATAN KARAKTER PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI Penyusunan Desain Pembelajaran Bermuatan Karakter Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar Inklusi Dengan ABK Tunarungu.

0 1 18

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLĀM DI SEKOLAH ALAM.

9 37 39

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA.

2 15 47

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM MORAL ISLAM PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA.

1 2 101

STRATEGI PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 0 30

Kata kunci: pluralisme agama, sekolah, Pendidikan Islam kurikulum 2013 Pendahuluan - View of Pluralisme Agama Di Sekolah; Studi Implementasi Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Pendidikan Islam Di Sekolah Menegah

0 0 17