Profil PT. Lion Air

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugiankonsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan; e. Hak-hakyang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya. Terkait dengan penyeimbang hak konsumen, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Pasal 7 UUPK yang menyatakan bahwa: Kewajiban pelaku usaha adalah : a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barangdanatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidakdiskriminatif; d. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkanberdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku; e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barangdanatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuatdanatau yang diperdagangkan; f. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibatpenggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan; g. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasayang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Setelah mencermati baik-baik yang terdapat dalam pasal 7 UUPK yang mengenai kewajiban konsumen. Bahwa kewajiban-kewajiban tersebut merupakan konsekuensi dari hak konsumen. Bertujuan untuk menciptakan tanggung jawab bagi pelaku usaha. Tanggung jawab akan memaksimalkan pelayanan terhadap konsumen sehingga pelaku usaha tidak semena-mena memberikan pelayanan terhadap konsumen. Kemajuan dalam bidang tranportasi dengan adanya pengangkutan udara dapat mempercepat dalam berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pelaksanaan dalam pengangkutan udara tidak lepas dari hambatan-hambatan, misalnya keterlambatan keberangkatan yang telah disepakati antara penumpang dengan pelaku usaha. Keterlambatan keberangkatan akan menimbulkan kerugian bagi penumpang. Kerugian adalah resiko yang harus diterima bagi penumpang yang menggunakan jasa pengangkutan udara. Penyelenggaraan dalam kegiatan pengangkutan udara, pihak pengangkut berkewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang. Secara hukum kegiatan penumpang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan terhadap penumpangdiatur dalam Pasal 141 sampai dengan Pasal 149 UU Penerbangan mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang danatau pengirim kargo. Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur mengenai besaran ganti rugi yang diakibatkan atas kesalahan atau kelalaian pihak pengangkut. Perlindungan seperti ini pada dasarnya dibutuhkan oleh pengguna jasa angkutan, dalam rangka meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, serta kemandirian pengguna jasa angkutan itu sendiri untuk melindungi dirinya, serta mengembangkan sikap dan perilaku usaha yang bertanggung jawab atas sedikit kesalahan yang sebenarnya tidak diinginkan untuk terjadi oleh siapapun. Salah satu tujuan diselenggarakannya penerbangan adalah mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, dan nyaman, dari tujuan tersebut terlihat dengan jelas bahwa sangat bertentangan dengan adanya peristiwa pembatalan serta keterlambatan jadwal penerbangan yang mencerminkan kurang disiplinnya pihak dari pelaku usaha transportasi. Kesalahan atau kelalaian sebenarnya suatu hal yang tidak diinginkan dalam penyelenggaraan pengangkutan. Pengangkutan udara atau penerbangan bertujuan mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang aman, tertib dan nyaman. Adanya peristiwa keterlambatan penerbangan sangat bertentangan dengan tujuan penerbangan tersebut. Keterlambatan penerbangan mencerminkan kurang disiplinnya pihak pelaku usaha yang menyelenggarakan penerbangan. Pesawat udara yang sedang dioperasikan harus menyesuaikan dengan jadwal penerbangan yang telah ditetapkan secara tepat sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh penumpang, hal ini penting mengingat jaminan bagi kepuasan penumpang serta citra perusahaan penerbangan sehingga kelangsungan perusahaan penerbangan dapat terus dijaga. Agar terlaksananya operasi penerbangan yang tepat pada waktunya, kedisplinan dan koordinasi diperlukan bagi bagian produksioperasi dengan bagian pemeliharaan pesawat, bagian pemasaran dan bagian-bagian yang lainnya. 34 Keterlambatan penerbangan merupakan hal yang tidak sesuai dalam pelayanan yang diberikan pelaku usaha penerbangan. Pasal 146 UU Penebangan menyatakan bahwa: Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional. Penggunaan jasa pengangkutan udara dengan adanya pembelian tiket secara tidak langsung menimbulkan suatu perjanjian. Perjanjian tersebut menimbulkan hubungan perdata antara konsumen dan pelaku usaha. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa: suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Berdasarkan dasar hukum perjanjian pengangkutan lainnya diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata: bahwa setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian apa saja, baik perjanjian itu sudah diatur dalam Undang-Undang maupun belum diatur dalam Undang-Undang. Mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Pembelian tiket guna penyelenggaraan penerbangan sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian. Objek yang dalam perjanjian tersebut penyelenggaraan pengangkutan udara sesuai jadwal yang telah disepakati dalam transaksi pembelian tiket antara pelaku usaha dengan konsumen.Keterlambatan keberangkatan penerbangan merupakan ketidaksesuaian dengan objek yang telah diperjanjikan. 34 M.N. Nasution, 2010, “ Manajemen Transportasi”, Ghalia Indonesia, Bogor, Hlm 297.