Perjanjian Pengangkutan Udara Perjanjian Pengangkutan
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan Fault Liability atau Liability Based On Fault.
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan fault liability atau liability based on fault adalah prinsip yang cukup umum berlaku hukum
pidana dan perdata. Di dalam KUHPerdata, Khususnya Pasal 1365, 1366, 1367. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung
jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.Pasal 1365 KUHPerdata, yang lazim dikenal dengan perbuata melawan hukum,
mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu: a Adanya perbuatan;
b Adanya unsur kesalahan; c Adanya kerugian yang diderita;
d Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. 2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab Presumption Of Liability
Principle. Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
presumption of liability principle, sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.
19
Teori ini pembalikan beban pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah sampai yang
bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Pembuktian kesalahan tersebut ada pada pihak pengangkut yang digugat. Penumpang berarti tidak dapat
sewenang-wenang mengajukan gugatan.. 3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Strict Liability.
Prinsip Tanggung jawab Mutlak strict liability sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolute absolute liability. Meskipun demikian
adapula para ahli yang membedakan keduanya. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan
kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskannya tanggung jawab misalnya force
19
Shidarta, 2006, “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”, Gramedia Widiasarana
Indonesia, Hlm 75.
majeur. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa adanya kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.
20
Berdasarkan hal tesebut ada perbedaan antara keduanya adalah ada atau tidak adanya antara yang
bertanggung jawab dan kesalahannya. Strict liability hubungan itu ada, sedangkan absolute liability hubungan itu tidak selalu ada.
2.3.3 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan
Konsumen memiliki
tujuan untuk
melindungi kepentingan penumpang yang sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen disebut sebagai
konsumen, dan disatu sisi acuan bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya dibidang usaha. Berlakukannya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen ini diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap masyarakat khususnya kepada konsumen sebagai pemakai akhir dari barang atau jasa yang
ditawarkan oleh para pelaku usaha yang menginginkan keuntungan yang lebih tanpa memperhatikan hak-hak yang sejatinya dimiliki oleh konsumen. Meskipun
undang-undang ini disebut sebagai Undang-Undang Perlindungan Konsumen, namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian
teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional banyak ditentukan oleh para pelaku usaha.
21
Pelaku usaha dengan adanya tanggung jawab akan lebih berhati-hati dalam menghasilkan produk atau jasa. Penumpang akan mendapatkan
perlindungan hukum berupa ganti kerugian atas perbuatan pelaku usaha tersebut. Tanggung jawab pelaku usaha tertuang dalam pasal 19 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindugan Konsumen selanjutnya disebut sebagai UUPK. Menjelaskan bahwa pelaku usaha wajib bertanggung
jawab dengan memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan kerugian yang dialami konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan
20
Ibid, Hlm 78.
21
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, “Hukum Perlindungan Konsumen”, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, Hlm 1.