itu.
10
Berdasarkan hal tersebut, pengangkut yang memberikan jasanya tidaklah perlu mengusahakan alat pengangkutan. Pengangkut dengan adanya perjanjian
pengangkutan berkewajiban untuk dengan aman membawa orang atau barang ke tempat tujuan. Pengangkut juga mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran
atas jasa pengakutan orang atau barang. Umumnya dalam perjanjian pengangkutan pihak pengangkut bebas untuk
memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak dipakainya. Sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lainya, kedua belah pihak diberikan kebebasan
seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal mengenai pengangkutan yang akan diselenggarakan itu.
11
Bahwa untuk adanya suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan. Pembuatan perjanjian pengangkutan tidak
harus tertulis dapat dilakukan dengan lisan.
2.1.2 Perjanjian Pengangkutan Udara
UU Penerbangan tidak ada ketentuan yang mengatur perjanjian baik mengenai pengertiannya ataupun cara mengadakan perjanjian pengangkutan
udara. Perjanjian pengangkutan udara merujuk pada syarat sahnya perjanjian dengan adanya kata sepakat antara para pihak. Definisi Perjanjian Angkutan
Udara Menurut Pasal 1 angka 29 UU Penerbangan bahwa: Perjanjian Pengangkutan Udara adalah perjanjian antara pengangkut
dan pihak penumpang danatau kargo untuk mengangkut penumpang danatau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau
dalam bentuk imbalan jasa yang lain.
Perjanjian tersebut mengikat pihak pengangkut dan pihak terangkut. Perjanjian pengangkutan udara berupa seperti perjanjian biasa yang aturan-
aturannya dibuat oleh pihak pengangkut. Hal itu menimbulkan hubungan timbal balik antar pengangkut dengan penumpang. Pengangkut berkewajiban
mengangkut penumpang dengan pesawat udara dan mendapatkan imbalan atas jasa pengangkutan. Penumpang berkewajiban membayar imbalan atas jasa
pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut tersebut.
10
R.Subekti, 1995, “Aneka Perjanjian”, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm 69.
11
Ibid, Hlm 70.