menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah aktiva yang semakin tinggi pula. Perusahaan yang ukurannya relatif besar akan cenderung
menggunakan dana eksternal yang semakin besar. Hal ini disebabkan kebutuhan dana juga semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
perusahaan. Selain pendanaan internal, alternatif selanjutnya adalah pendanaan eksternal. Hal ini sejalan dengan teori
pecking order
yang menyatakan bahwa, jika penggunaan dana internal tidak mencukupi, maka
digunakan alternatif kedua yaitu menggunakan hutang.
2.1.6 Struktur Aset
Struktur aset merupakan faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan struktur modal. Semakin besar struktur aset maka semakin besar
hutang pada struktur modalnya, hal ini menunjukkan bahwa semain banyak jumlah aktiva tetap yang bisa digunakan sebagai jaminan hutang oleh
perusahaan. Sedangkan, semakin kecil struktur aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka semakin kecil pula kemampuan perusahaan tersebut agar
dapat menjamin hutang jangka panjang. Menurut Riyanto 1997 struktur aset mencerminkan dua komponen
aset secara garis besar dalam komposisinya, yaitu aset lancar dan aset tetap. Aset lancar adalah uang kas dan aktiva lain-lain yang dapat direalisasikan
menjadi uang kas atau dijual atau dikonsumsi dalam suatu periode akuntansi yang normal. Sedangkan aset tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu yang digunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
operasi perusahaan, tidak dimasutkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa. Kebanyakan perusahaan industri di
mana sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap
fixed asset
akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri sedangkan modal asing sifatnya adalah sebagai
pelengkap. Struktur aset adalah penentuan berapa besar alokasi untuk masing-
masing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap Riyanto, 1997. Titman dan Wessels 1988 menyatakan bahwa struktur aset
menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat dijadikan jaminan
collateral value of assets
. Secara umum, perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan
yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang. Struktur aset diukur dengan aset tetap per total aset Titman dan Wessel,1988.
2.1.7 Kepemilikan Manajerial
Menurut Wahidahwati 2002, Kepemilikan manajerial merupakan pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan perusahaan Direktur dan Kominsaris. Kepemilikan manajerial diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki manajer.
Dalam sebuah perusahaan terdapat dua pelaku yang memiliki hubungan terhadap perusahaan yaitu pemilik peusahaan atau pemegang saham dan agen
atau pengelola perusahaan. Adanya kerjasama antara manajemen perusahaan
Universitas Sumatera Utara
dengan pihak lain yang meliputi
shareholder
maupun
stakeholder
dalam membuat keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan modal yang
dimiliki akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam kenyataannya penyatuan kepentingan kedua pihak tesebut sering kali menimbulkan masalah. Adanya
masalah diantara manajer dan pemegang saham disebut konflik agensi
agency conflict
. Dalam konsep
theory of the firm
Jansen Meckling, 1976, mengatakan adanya konflik agensi tersebut akan menyebabkan tidak
tercapainya tujuan keuangan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memaksimumkan kekayaan pemegang saham.
Jensen Meckling 1976, menyatakan bahwa penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham adalah perbedaan dalam pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh
diinvestasikan. Dalam aktivitas pencarian dana, manajemen menginginkan untuk mencari sumber pendanaan dengan biaya sekecil mungkin sehingga
mampu meningkatkan laba perusahaan. Dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan dana yang diperoleh, manajer cenderung memilih untuk
menginvestasikan dananya pada proyek dengan risiko rendah, tetapi investor cenderung untuk memilih proyek dengan risiko tinggi karena risiko yang
tinggi mencerminkan
return
yang akan diperoleh juga tinggi. Konflik keagenan
agency conflict
bisa terjadi karena adanya
Asymetric information
antara pemilik dan manajer, yaitu ketika salah satu pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh pihak lain, informasi ini
Universitas Sumatera Utara
sangat dibutuhkan terutama pada pasar modal dengan efisiensi kuat. Berbagai cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi lebih dibanding
investor, akibatnya investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan tidak mau membeli saham perusahaan sehingga harga saham perusahaan
menjadi turun. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham
shareholder
dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut.
Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan memunculkan biaya yang disebut
agency cost
. Biaya keagenan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi kinerja manajemen menjadi
beban bagi perusahaan sehingga akan mengurangi laba yang dihasilkan yang berakibat pada penurunan nilai perusahaan. Oleh karena itu, dengan berbagai
strategi perusahaan terlebih dahulu harus meminimalkan konflik agensi
agency
conflict agar dapat meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang
menyebabkan berkurangnya konflik agensi
agency conflict
antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap bahwa kepemilikan
keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur Anderson Reeb,2002. Anderson Reeb 2002, menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas
justru diuntungkan dari adanya kepemilikan keluarga. Hasil penelitian Arifin 2005, menunjukkan bahwa perusahaan publik
di jakarta yang dikendalikan keluarga atau negara maupun institusi keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan yang
Universitas Sumatera Utara
dikendalikan oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya, perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga, masalah agensinya lebih kecil
karena berkurangnya konflik antara
principal
dan
agent
. Jika kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga
yang tinggi pengelolaan laba yang oportunis dapat dibatasi. Pengendalian yang lebih efisien dalam kepemilikan keluarga tersebut besar kemungkinan
tidak berlaku di perusahaan konglomerasi seperti yang banyak terdapat di Indonesia. Untuk perusahaan konglomerasi, biasanya sebagian besar
kekayaan pemilik tidak berada di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai perusahaan. Jika hanya sedikit kekayaan pemilik yang berada di perusahaan
yang
go public
, maka walaupun perusahaan
go public
tersebut dikendalikan keluarga, tetapi pengelolaan laba yang oportunistik mungkin justru tinggi.
Kemungkinannya karena perusahaan yang
go public
tersebut hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk digunakan
oleh kelompok perusahaan di Indonesia.
2.1.8 Teori Agensi