Akhlaq al-Karimah Landasan Teori

12 dalam tataran akhlaq. 6 Ketika telah berhasil tercipta suatu pandangan objektif dan langsung akan esensi sesuatu, maka perilaku dan perbuatan seseorang telah menjadi bagian dari akhlaq. 7 Jika perbuatan seseorang telah menjadi bagian dari akhlaq, hal itu meerupakan pertandaa bahwa dia telah melalui jalan-jalan yang harus ditempuh menuju kesempurnaan manusia. 14 b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlaq Faktor-faktor yang dapat mengubah atau mempengaruhi pembentukan akhlaq seseorang khususnya dan umumnya pada pendidikan, menurut tiga aliran yang sudah sangat populer sebagai berikut: 15 1 Aliran Nativisme, menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya berupa kecendrungan, bakat, akal dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecendrungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik. 2 Aliran Empirisme, menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruh pada diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan social, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Aliran ini lebih cendrung kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. 3 Aliran Konvergensi, aliran ini berpendapat bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. 16 c. Sumber-Sumber Ajaran Akhlaq Sumber ajaran Akhlaq ialah Al- qu‟ran dan hadits. Tingkah laku Nabi Muhammad merupakan contoh suri tauladan bagi umat manusia semua. Ini ditegaskan oleh Allah dalam Al- qur‟an: 14 Mahmud Al-Mishri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, Jakarta : Pena Pundi Askara, 2009, cet. I 15 Ibid h. 13. 16 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1991, cet. I, h. 113 13                   “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah .” Q.S. Al-Ahzab33: 21. Dalam hadits, „Aisyah ra. Diriwayatkan oleh Imam muslim. Dari „Aisyah ra. Berkata: sesungguhnya Akhlak Rasulullah itu adalah Al-Qur‟an. HR. Muslim. Hadis Rasulullah meliputi perkataan dan tingkah laku beliau, merupakan sumber akhlak yang kedua setelah al- qur‟an. Segala ucapan beliau senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah. Allah berfirman:            Artinya : Dan tiadalah yang diucapkannya itu Al- Qur‟an menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. QS. An-najm 53: 3-4 Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar selalu mengikuti jejak Rasulullah dan tunduk kepada yang dibawa oleh beliau. Allah berfirman :                                          Artinya: Apa saja harta rampasan fai-i yang diberikan Allah kepada RasulNya dari harta benda yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan 14 Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. Dalam hadits : ز ز ث ح : ص ب س بأ ث ح ه ح ص بأ ح ب اج ب ح ح ب ت ء ت ب : . ص ه س : بأ ح خ ا ح ص Dari Abdullah menceritakan Abi Sa‟id bin Manshur berkata : menceritakan Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin „Ijlan dari Qo‟qo bin Hakim dari Abi Shalih dari Abi Hurairoh berkata Rasulullah Saw bersabda : Sesungguhnya aku Muhammad hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak. H.R. Ahmad 17 d. Karakteristik Akhlaq al-Karimah Karakteristik Akhlaq al-Karimah ialah suatu karakter yang harus dimiliki oleh seorang muslim dengan berdasarkan al- Qur‟an dan Hadis dalam dalam berbagai bidang ilmu, kebudayaan, pendidikan, social, ekonomi, kesehatan, politik, pekerjaan, disiplin ilmu dan berbagai macam ilmu khusus. 18 Istilah “karakteristik ajaran akhlaq al-karimah” terdiri dari dua kata, karakteristik dan akhlaq al-karimah. dalam kamus bahasa Indonesia, diartikan sebagai sesuatu yang mampu mempunyai karakter atau sifatnya yang khas. 19 Akhlaq al-karimah diartikan perilaku manusia yang mulia, sesuai fitrahnya seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad ฀, yang berpedoman pada kitab suci al- Qur‟an yang diturunkan di dunia ini melalui wahyu Allah Swt. 20 Karakteristik ajara akhlaq al-karimah mengandung pesan pesan sebagai berikut. 17 Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II, Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah h. 504 18 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al- Qur‟an, Jakarta: Amzah, 2007, h. 113 19 Badudu dan Zain, kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, h.617 20 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, h.444 15 1 Pesan menuruti peintah Allah Swt dan menyerahkan diri kepada-Nya. Orang islam yang memiliki akhlaq al-karimah ialah orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan mengikuti segala ajaran yang telah Allah secara kaffah. 2 Pesan agar manusia hidup sejahtera, tidak tercela, tidak cacat, selamat, tentram dan bahagia. Ini berarti bahwa setiap muslim wajib mengusahakan dirinya dan keluarganya hidup sejahtera, tentram, selamat dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat tentang tuntunan ajaran Robbul‟Alamin. 3 Pesan agar manusia mengakui adanya Allah, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah sebagai penyelamat hidupnya. Pesan ini berarti bahwa setiap orang islam harus mengaku dengan sadar adanya Allah Swt, kemudian ia menyerahkan diri pada kekuasaan-Nya dengan menurut segala titah dan firman-nya sehingga ia selamat dunia akhirat. 4 Pesan agar manusia hidup secara damai dan sejahtera. Artinya bahwa akhlaq al-karimah mengajarkan kepada manusia hidup kepada kedamaian dan perdamaian. Orang yang berakhlaq al-karimah ialah orang yang menganut ajaran perdamaian dan mencerminkan jiwa perdamaian dalam segala tingkah laku dan perbuatan. 21 Karakteristik ajaran akhlaq al-karimah tidak suatu karakter yamg harus dimiliki oleh setiap muslim dengan berpedoman kepada al- Qur‟an dan Hadis dalam berbagai bidang ilmu. Secara sederhana, karakteristik ajaran akhlaq al- karimah dapat diartikan sebagai sutu cirri yang khusus dalam kehidupan tingkahlaku manusia diberbagai bidang muammalah kemanusiaan, ekonomi, social, politik, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, lingkungan, dan disiplin ilmu lainnya. 22 e. Ukuran Akhlaq Ukuran berarti alat ukur atau standardisasi menyeluruh di seluruh dunia. Ukuran akhlak oleh sebagian ahli diletakkan sebagai alat penimang perbuatan 21 Taufiq H. Idris, Kebudayaan Mengenal Islam, Surabaya: Bina Ilmu,1983, h. 24 22 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al- Qur‟a ,… h. 113-115 16 baik-buruk pada factor yang ada dalam diri manusia yang masyhur dengan istilah al-Qanun adz-dzatiy, dalam istilah asing disebut. alat penimbang perbuatan ialah factor yang datang dari luar diri manusia al-qanun al- kharijiy, dalam istilah asing disebut hiretonomous, baik yang bersifat „urf atau undang-undang hasil produk pikiran manusia dan kehendak dari Tuhan agama. Manshur Ali Rajab mengatakan bahwa „urf tidak dapat dipergunakan sebagai alat pengukur akhlak. „Aisyah ketika diajukan pertanyaan pada beliau tentang akhlak Rasulullah adalah Al- qur‟an. Bagi umat Islam, Al-qur‟an dan hadits adalah menjadi alat pengukur akhlak. Dalam masalah ini ahlu sunnah wal jama‟ah berpendapat, menurut mereka baik itu apa yang dikatakan baik oleh agama. Buruk itu apa yang ditentukan buruk oleh agama. Akal pikiran tidaklah kuasa menjelaskan bagaimana bentuk akhlak baik dan akhlak buruk dan tidak kuasa member ukuran yang pas bagaimana akhlak baik dan akhlak buruk. f. Tujuan Akhlak Tujuan ialah sesuatu yang dikehendaki, baik individu maupun kelompok. Tujuan akhlak yang dimaksud ialah melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, yang dikenal dengan istilah Al-Ghayah, dalam bahasa Inggris disebut the high goal, dalam bahasa Indonesia lazim disebut dengan ketinggian akhlak. Al-Ghazali menyebutkan bahwa ketinggian akhlak merupakan kebaikan tertinggi. Kebaikan-kebaikan dalam kehidupan semuanya bersumber pada empat macam: 1 Kebaikan jiwa, yaitu pokok-pokok keutamaan yang sudah berulang kali disebutkan, yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, berani, adil. 2 Kebaikan dan keutamaan badan. Ada empat macam yakni, sehat, kuat, tampan, dan usia panjang. 3 Kebaikan eksternal al-kharijiyah, seluruhnya ada empat macam juga, yaitu harta, keluarga, pangkat, dan nama baik kehormatan. 17 4 Kebaikan bimbingan taufik-hidayah, juga ada empat macam, yaitu petunjuk Allah, bimbingan Allah, pelurusan, dan penguatannya. Jadi, tujuan akhlak diharapkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi pelakunya sesuai Al- qur‟an dan hadits. Ketinggian akhlak terletak pada hati yang sejahtera qalbun salim dan pada ketentraman hati rahatul qalbi. g. Pokok-pokok Ilmu Akhlak Pokok pembahsan ilmu akhlak ialah tingkah laku manusia untuk menetapkan nilainya, baik atau buruk. J.H. Muirehead menybutkan bahwa pokok pembahasan subject matter ilmu akhlak ialah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia. Al-Ghazali mengatakan bahwa pokok-pokok pembahasan ilmu akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu perseorangan maupun kelompok maasyarakat. Dilihat dari seluruh aspek kehidupan manusia, maka perbuatan manusia dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu 1 Perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja. 2 Perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tidak disengaja. h. Bentuk-bentuk Akhlak Karimah 1 Bersifat sabar Kesabaran dapat dibagi menjadi empat kategori ini. a Sabar menanggung beratnya melaksanakan kewajiban. b Sabar menanggung musibah atau cobaan. c Sabar menahan penganiayaan dari orang. d Sabar menanggung kemisikinan dan kepapaan. 2 Bersifat Benar Istiqamah Betapa akhlak karimah menimbulkan ketenangan batin, yang dari situ dapat melahirkan kebenaran. Rasulullah telah memberikan contoh betapa beraninya berjuang karena beliau berjalan di atas prinsip-prinsip kebenaran. 3 Memelihara Amanah Betapa pentingnya sifat dan sikap amanah ini dipertahankan sebagai 18 akhlak karimah dalam masyarakat, jika sifat dan sikap itu hilang dari tatanan social umat islam, maka kehancuranlah yang bakal terjadi bagi umat islam. 4 Bersifat Adil Adil berhubungan dengan perseorangan, adil berhubungan dengan kemasyarakatan dan adil berhubungan dengan pemerintah. Adil perseorangan ialah tindakan member hak kepada yang mempunyai hak. 5 Bersifat Kasih Sayang Islam menghendaki agar sifat kasih saying dan sifat belas kasih dikembangkan secara wajar, kasih sayang mulai dari dalam keluarga sampai kasih sayang yang lebih luas dalam bentuk kemanusiaan, malahan lebih luas lagi kasih sayang kepada hewan-hewan sekalipun. 6 Bersifat Hemat Hemat al-iqtishad ialah menggunakan segala sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu dan tenaga menurut keperluan, mengambil jalan tengah, tidak kurang atau tidak berlebihan. 7 Bersifat Berani Sifat berani termasuk dalam Fadhilah akhlakul karimah . Syaja‟ah berani bukanlah semata-mat berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya. Orang yang dapat menguasai jiwanya pada masa kritis ketika bahaya diambang pintu, itulah orang yang berani. 23 Rasulullah Saw. Bersabda, “ bukanlah yangdinamakan pemberani, orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu ialah orang yang sanggup menguasai hawa nafsunya ”. HR. Ahmad. 8 Bersifat Kuat Al-Quwwah termasuk dalam rangkaian fadhillah akhlak karimah. kekuatan pribadi manusia dapat dibagi menjadi tiga bagian: a Kuat fisik, kuat jasmaniah yang meliputi anggota tubuh; b Kuat jiwa, bersemangat, inovatif, dan inisiatif 23 Yang di kutip dari buku Burhanudin Salam, Etika Individual, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hlm. 184. Dalam buku M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al- Qur‟an, …, h. 45 19 c Kuat akal, pikiran,cerdas, dan cepat mengambil keputusan yang tepat. Kekuatan ini hendaknya dibina dan diikhtiarkan supaya bertambah dalam diri, dapat dipergunakan meningkatkan amal perbuatan. Tambahan kekuatan itu dapat diperoleh selain dengan usaha fitrah atau jalan yang wajar, jug memohon kepada Allah. 9 Bersifat Malu Al-Haya‟ Sebagai rangkaian dari sifat al- haya‟ ialah malu terhadap Allah dan malu kepada diri sendiri di kala melanggar peraturan-peraturan Allah. Perasaan ini dapat menjadi bimbingan kepada jalan keselamatan dan mencegah dari perbuatan nista. 10 Memelihara kesucian Diri Al-Ifafah Al-Ifafah memelihara kesucian diri termasuk dalam rangkaian fadhilah akhlakul karimah yang dituntut dalam ajaran islam. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan setiap waktu. 11 Menepati Janji Janji ialah ketepatan yang dibuat dan disepakati oleh seseorang untuk orang lain atau dirinya sendiri untuk dilaksanakan sesuai dengan ketetapannya. Biarpun janji yang dibuat sendiri tetapi tidak lepas darinya, melainkan mesti ditepati dan ditunaikan. 24 Setiap muslim wajib pula mempelajari segala macam bidang. Sebagaimana dermawan, kikir, penakut, sembarangan, sombong, sopan dan santun, membendung diri dari dosa, melampaui batas, terlalu irit dan sebagainya; karena sombong, kikir, penakut dan melampaui batas itu hukumnya haram dilakukan, padahal tidak akan dapat menyingkiri kalau tanpa terlebih dahulu mengetahuinya, dan juga harus tahu penolaknya. Karena itulah, siapa saja wajib mempelajarinya. 25 i. Manfaat Akhlaqul Karimah Besar harapan seseorang yang mempelajari dasar-dasar ilmu akhlak akan 24 Moh Rifa‟I, Akhlak seorang Muslim, Semarang; Wicaksana, 1992. Halm. 116 25 Aliy As‟ad, Terjemah Ta‟limul Muta‟alim, Yogyakarta: Menara kudus, 1978, hal. 7 20 menjadi orang yang baik budi pekertinya. Ia menjadi anggota masyarakat yang berarti dan berjasa. Ilmu akhlak tidak memberi jaminan seseorang menjadi baik dan berbudi luhur. Namun mempelajari akhlak dapat membuka mata hati seseorang untuk mengetahui yang baik dan buruk. Begitu pula memberi pengertian apa faedahnya jika berbuat baik dan apa pula bahayanya jika berbuat jahat.

5. Peran Guru Dalam Membina Akhlak di Sekolah

Sekolah yang ideal adalah sekolah yang berupaya mengembangkan secara berimbang kecerdasan berakhlak baik dan kecerdasan intelektual IQ. Sekolah dapat membentuk akhlak baik siswa melalui banyak aktifitas dan pengarahan yang mendidik siswa dengan nilai-nilai luhur, seperti mengajar siswa agar menjadi orang yang penyayang dan lembut. Kelembutan adalah sifat manusia yang usianya sama dengan usia manusia itu sendiri. Hal baru yang berkaitan dengan kelembutan ini adalah bahwa ia bisa dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, pendidikan dan pelatihan. Seorang guru wajar menuntut siswanya agar berperilaku terpuji dan bermain bersama teman-temannya dengan cara yang benar. Perilaku terpuji ini dapat diajarkan dengan cara disinergikan dalam kurikulum pendidikan. Metode ini ditujukan untuk mengajarkan pada siswa bagaimana cara mengenali perasaan mereka sendiri, perasan dan emosi orang lain, dan berusaha menjaga emosi ini. Adapun peran guru dalam membentuk akhlak siswa adalah sebagai berikut: a. Membantu siswa mempelajari bahasa yang baik dan kalimat yang digunakan untuk mengekspresikannya. b. Melatih siswa untuk mengenali mana yang harus dilakukan dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dilakukan. c. Guru berusaha mengetahui faktor-faktoryang menyebabkan perilaku buruk yang muncul pada siswa, dan jangan mencela siswa karena perbuatan yang dilakukan dengan emosi sendiri. d. Guru berusaha mengenali kebutuhan perilaku siswa yang harus diberikan arahan, jangan sampai memenuhi kebutuhan tersebut dengan melampiaskan 21 emosi pada siswa, atau jangan mengutamakan kebutuhan dirinya di atas kebutuhan siswa. 26

6. Kegiatan di Sekolah Dalam Membentuk Akhlak Siswa

A. Disiplin Shalat 1.Disiplin Dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer, disiplin adalah kepatuhan kepada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan 27 . Menurut Alex S. Nitisento kedisiplinan diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak. 28 . Menurut Prayudi Atmosudirjo yang dikutip dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia abad 21 karya darsono dan tjatjuk menjelaskan disiplin ialah bentuk ketaatan dan pengendalian diri yang rasional dan sadar, tidak emosional dan tanpa pamrih. Bejo siswanto menerangkan disiplin ialah sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. 29 Dari berbagai pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa disiplin adalah suatu sikap atau perilaku yang menaati, patuh dan menghargai peraturan- peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak serta berusaha sungguh- sungguh dan mempunyai kewajiban untuk menjalankannya. Ketaatan dan kepatuhan tersebut harus dilandasi oleh kesadaran yang tinggi akan tanggung jawab yang diberikannya. Disiplin memiliki faktor yang menentukan besar atau kecilnya sikap disiplin seseorang. Faktor tersebut antara lain: a. Kemampuan untuk melaksanakan tanggung jawab b.Kesiapan menerima sanksi jika terjadi pelanggaran 26 Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, h. 128 27 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus bahasa Indonesia kontemporer, Jakarta:Modern English Press, 2002, Cet. Ke- 3, h. 359 28 Alex S. Nitisento, manajemen personalia, tt. p. :Ghalia Indonesia, t.t, h. 199 29 Darsono P dan Tjatjuk Siswandoko, Manajemen Sumber Daya Manusia abad 21, Jakarta: Nusantara consulting, 2011, h.128 22 c. Pengabdian rela berkorban untuk mencapai tujuan 30

2. Shalat

a. Pengertian dan Hakikat Shalat Dalam kitab Kifayatul Akhyar menjelaskan shalat menurut bahasa adalah doa, berkata Allah taala “wa shalli „alaihim” artinya aku mendoakan mereka, menurut Syara yaitu segala perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam beserta syarat-syaratnya. 31 Kemudian dalam kitab fathul Muin menjelaskan shalat menurut bahasa adalah doa dan menurut syara adalah perkataan dan perbuatan yang khusus diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dan kesemuanya dinamakan dengan shalat. 32 Menurut Moh. Rifa‟I dalam bukunya fiqh islam lengkap menjelaskan “shalat berarti doa, sedangkan menurut syara‟ berarti menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah karena taqwa hambanya kepada tuhannya, mengagungkan kebesaran-Nya dengan khusyu dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut cara-cara dan syarat- syarat yang telah ditentukan”. 33 Berdasarkan dari beberapa definisi shalat di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa shalat menurut bahasa adalah doa sedangkan menurut istilah ialah segala perbuatan dan perkataan yang ditujukan kepada Sang Khalik dengan penuh keikhlasan dan ketundukan hati, diawali dengan takbiratul ihram, dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu. Ada dua hakikat bagi shalat yaitu hakikat lahir dan hakikat batin. Adapun hakikat lahir itu ialah berdiri, membaca, ruku, sujud, dll. Sedangkan hakikat batin ialah khusyu‟, hadir hati, ketulus ikhlasan yang sempurna, memahami bacaannya, dll. hakikat shalat lahir dilakukan oleh bagian badan dan anggota, sedangkan hakikat shalat batin dilakukan oleh hati dan merupakan rahasia kebatinannya yang menjadi perhatian Allah pada setiap hamba-Nya. 34 30 ibid, h.128 31 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Husain, Kifayatul Akhyar, Indonesia: Maktabah darul Ihyal Kutub, t.t., h. 82 32 Zainuddin Bin Abdul Aziz, Fathul Muin. Indonesia: Maktabah darul Ihyal Kutub, t. t, h. 3 33 Mo h. Rifa‟I, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra, 1978, h. 79 34 Abdullah Haddad, Nasehat Agama dan Wasiat Iman, Bandung: Gema Risalah Press, 1993, Cet.ke-3, h. 124