Peran Guru Dalam Membina Akhlak di Sekolah

22 c. Pengabdian rela berkorban untuk mencapai tujuan 30

2. Shalat

a. Pengertian dan Hakikat Shalat Dalam kitab Kifayatul Akhyar menjelaskan shalat menurut bahasa adalah doa, berkata Allah taala “wa shalli „alaihim” artinya aku mendoakan mereka, menurut Syara yaitu segala perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam beserta syarat-syaratnya. 31 Kemudian dalam kitab fathul Muin menjelaskan shalat menurut bahasa adalah doa dan menurut syara adalah perkataan dan perbuatan yang khusus diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dan kesemuanya dinamakan dengan shalat. 32 Menurut Moh. Rifa‟I dalam bukunya fiqh islam lengkap menjelaskan “shalat berarti doa, sedangkan menurut syara‟ berarti menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah karena taqwa hambanya kepada tuhannya, mengagungkan kebesaran-Nya dengan khusyu dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut cara-cara dan syarat- syarat yang telah ditentukan”. 33 Berdasarkan dari beberapa definisi shalat di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa shalat menurut bahasa adalah doa sedangkan menurut istilah ialah segala perbuatan dan perkataan yang ditujukan kepada Sang Khalik dengan penuh keikhlasan dan ketundukan hati, diawali dengan takbiratul ihram, dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu. Ada dua hakikat bagi shalat yaitu hakikat lahir dan hakikat batin. Adapun hakikat lahir itu ialah berdiri, membaca, ruku, sujud, dll. Sedangkan hakikat batin ialah khusyu‟, hadir hati, ketulus ikhlasan yang sempurna, memahami bacaannya, dll. hakikat shalat lahir dilakukan oleh bagian badan dan anggota, sedangkan hakikat shalat batin dilakukan oleh hati dan merupakan rahasia kebatinannya yang menjadi perhatian Allah pada setiap hamba-Nya. 34 30 ibid, h.128 31 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Husain, Kifayatul Akhyar, Indonesia: Maktabah darul Ihyal Kutub, t.t., h. 82 32 Zainuddin Bin Abdul Aziz, Fathul Muin. Indonesia: Maktabah darul Ihyal Kutub, t. t, h. 3 33 Mo h. Rifa‟I, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra, 1978, h. 79 34 Abdullah Haddad, Nasehat Agama dan Wasiat Iman, Bandung: Gema Risalah Press, 1993, Cet.ke-3, h. 124 23 3. Shalat Berjamaah a. Keutamaan Shalat Berjamaah Dalam Hadis yang diriwayatkan : ه س َ أ : ه ض ب - س ه ص - : ، ج ش سب ِ اص ضفأ ج اص Dari Ibnu „umar r.a. bahwasanya Rasulullah Saw. Bersabda : “shalat jama‟ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”. Riwayat Bukhari dan Muslim. بأ - ه ض - ه س : ، - س ه ص - : ب ف تاص فَ ضت ج ف جَ اص ش س خ س ف َاإ ج ا ، جس إ خ َث ، ء ض سحأف أَض ت إ َأ ك ، ض إف ، طخ ب تَطح ، ج ب ت ف َاإ طخ ط ، اَص َص ِ ص َ َ : ت ، ح ، َاص ف ِصت ئا زت ظ ، اَص اص ف ز ا ، ح َ َ ، . Dari Abu Hur airah r.a berkata, Rasulullah Saw. Bersabda: “Shalat seseorang dengan berjama‟ah itu dilipatkan dua puluh tujuh kali atas shalat yang dikerjakan di rumah atau di pasar. Karena yang demikian itu apabila seseorang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan khusus untuk shalat maka setiap ia melangkahkan kaki, diangkatlah satu derajat dan dihapuslah satu dosa. Dan bila ia melakukan shalat maka malaikat selalu memohonkan rahmat kepadanya selama ia berada di tempat yang untuk shalat itu, selama ia tidak b erhadas, dimana malaikat berdo‟a: Allahumma Shalli „alaihi, Allahummarhamhu, dan ia selalu dianggap mengerjakan shalat selama ia menantikan shalat”. Riwayat Bukhari dan Muslim. 35 b. Hikmah Mendirikan Shalat Berjama‟ah Dalam kehidupan masyarakat, shalat berjamaah memberi faedah yang tidak sedikit, dengan berbagai suku, bahasa, daerah usia yang berbeda mereka 35 Drs. Muslich Shabir,Terjemah Riyadlus Shalihin, Jakarta: C.V Toha Putra Semarang,1981 M, Bab Tentang Keutamaan Shalat Jamaah. Jilid II. h.112