selama ini dinilai kurang tepat dalam pembelajaran matematika. Ini semua tentu sangat memprihatinkan bagi guru matematika yang bertanggung jawab
langsung terhadap hasil pengajarannya. Meskipun disadari bahwa kesalahan dan kekurangan yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa tidak
hanya disebabkan oleh faktor guru. Slameto dalam bukunya menuliskan bahwa terdapat dua faktor yang
dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar di sekolah, yang secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa.
Faktor internal meliputi faktor dari dalam diri siswa seperti : kemampuan siswa, bakat, minat, perhatian, motivasi, sikap, cara belajar, dan lain-lain.
Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor dari luar diri siswa seperti: kemampuan guru, suasana belajar, fasilitas belajar, metode belajar, media
pembelajaran yang digunakan, lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lain-lain.
4
Diantara faktor internal siswa, motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa seperti yang diungkapkan Sardiman
bahwa seseorang itu akan mendapat hasil yang diinginkan dalam belajar, bila dalam dirinya terdapat keinginan untuk belajar.
5
Ini berarti bahwa motivasi memiliki pengaruh terhadap keberhasilan siswa
dalam
memperoleh hasil yang optimal, sebaliknya rendahnya motivasi siswa dalam belajar akan rendah pula
hasil belajar yang dicapai. Dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan
sebagai bahan bakar yang dapat menggerakkan mesin. Seperti yang dituliskan oleh Iskandar dalam bukunya, motivasi belajar adalah daya penggerak dari
dalam individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman.
6
Motivasi yang baik dan
4
Slameto, Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta,
2003, h.54
5
Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2007, h.40
6
Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru, Jakarta : Gaung Persada Press,
2009, h. 181
memadai dapat mendorong siswa menjadi lebih aktif dalam belajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar di kelas.
Namun, menurut hasil observasi pada beberapa penelitian skripsi tentang motivasi belajar matematika menyebutkan motivasi belajar
matematika siswa masih tergolong rendah. Diantaranya Asniah dalam skripsinya, menyebutkan bahwa motivasi belajar matematika siswa masih
rendah.
7
Selain itu, dari hasil wawancara langsung dengan salah satu guru matematika kelas VIII di SLTPN 178 Jakarta, Bapak Achmad Rojali, S. Pd,
dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi belajar matematika siswa di beberapa kelas VIII di sekolah tersebut masih tergolong rendah.
Selama ini pembelajaran matematika disajikan merujuk kepada filosofi “teko dan cangkir”. Guru dengan berbekal ilmu dan pengalaman yang
dimiliki berperan sebagai teko yang siap mengisi cangkir yang kosong. Padahal, dalam kenyataannya siswa bukanlah cangkir kosong yang siap diisi
dengan cairan pengetahuan yang dimiliki para guru. Siswa-siswa datang ke sekolah juga berbekal cairan pengalaman dan persepsi yang mereka peroleh
dalam kehidupan sehari–hari. Sehingga pendekatan “teko dan cangkir” adalah pendekatan kuno yang sudah selayaknya dimuseumkan.
8
Selama ini dalam pembelajaran matematika guru menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional yang dimaksud
adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas
dengan metode ekspositori dan siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal
dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan lalu siswa disuruh mengerjakannya. Begitu pun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat
sangat kurang sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.
7
Asniah, “Meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dengan pemberian umpan balik
feed back”, skripsi Sarjana UIN JKT, Jakarta : Perpustakaan Utama UIN JKT, 2008, h. 4-5
8
Gelar dan Munas,…, h. 2
Untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa, guru harus memilih dan menyajikan model pembelajaran yang lebih efektif. Salah
satunya adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif yang kita gunakan merupakan hal baru bagi guru dan siswa karena
memiliki perbedaaan-perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan model pembelajaran selama ini, di mana peranan guru sangat dominan. Yatim
Riyanto dalam bukunya menuliskan, model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan
akademik academic skill, sekaligus keterampilan sosial social skill termasuk interpersonal skill.
9
Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat
gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Anita Lie dalam bukunya bahwa kebanyakan pengajar enggan
menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Ada kekhawatiran bahwa pembelajaran kooperatif hanya akan mengakibatkan
kekacauan di kelas dan peserta didik tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok.
10
Sebenarnya pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika guru benar-benar menerapkan prosedur model
pembelajaran kooperatif. Agus Suprijono dalam bukunya menuliskan, banyak guru hanya membagi peserta didik dalam kelompok kemudian memberi tugas
untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai hal yang dikerjakan.
11
Akhirnya, siswa merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut karena mereka belum berpengalaman.
Akibatnya kekacauan dan kegaduhanlah yang terjadi.
9
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2009, h.271