Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe structured number head (SNH) terhadap motivasi belajar Matematika siswa ( Penelitian eksperimen di SLTPN 178 Jakarta)

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Setiap orang pada hakikatnya mempunyai hak untuk belajar dan mendidik pribadinya, karena manusia dapat menggunakan akal pemikirannya. Manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, karena pendidikan merupakan alat mencapai kemerdekaan dan untuk hidup yang lebih baik. Pada umumnya kita ketahui bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, oleh karena itu sangat penting dan hak setiap orang. Dengan pendidikan, manusia akan memperoleh ilmu pengetahuan dan dengan ilmu pengetahuan tersebut manusia dapat memperoleh kebahagiaan.

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan sangat bermanfaat dalam segala bentuk peradaban dan kegiatan manusia. Karena dengan pendidikan, akan tercipta manusia yang berbudi pekerti, memiliki keterampilan dan juga rasa tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya termasuk terhadap bangsa dan Negara. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1

Pendidikan sekolah merupakan pendidikan formal, dimana pendidikan sekolah merupakan pendidikan resmi. Dalam arti lain terikat oleh

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1995), h.10


(2)

peraturan tertentu yang harus diketahui dan dilaksanakan. Alisuf Sabri dalam bukunya menuliskan bahwa sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang sengaja didirikan oleh pemerintah atau masyarakat untuk mempersiapkan anggota masyarakat atau warga Negara yang sesuai dengan tujuan masyarakat dan Negara.2 Jadi, sekolah bertanggung jawab untuk mendidik dan mengajar anak didik sebagai calon masyarakat atau anggota masyarakat yang berkualitas yang memiliki bekal kemampuan pengetahuan dan sikap yang memadai yang diperlukan oleh masyarakat dan Negara.

Di sekolah terdapat serangkaian bidang studi yang harus dikuasai oleh siwa, salah satunya adalah matematika. Matematika memiliki ciri obyek abstrak dan pola pikir deduktif serta konsisten. Dengan matematika, siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif. Selain itu, mempelajari matematika juga membantu siswa dalam memahami bidang studi lain, seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi dan sebagainya. Matematika juga memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Pentingnya matematika ternyata tidak diimbangi dengan prestasi yang baik dalam mata pelajaran tersebut. Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit. Bahkan sampai sekarang ini pelajaran matematika merupakan pelajaran yang tidak disenangi juga ditakuti oleh sebagian besar siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Munasprianto dan Gelar Dwirahayu (2007), bahwa sebagian dari kita langsung teringat dengan deretan angka-angka, rumus-rumus, teorema-teorema, dan hukum-hukum yang entah apa aplikasinya. Dengan kata lain, matematika sering diasosiasikan dengan sesuatu yang susah, membosankan dan njelimet.3

Ada banyak hal yang bisa dijadikan sebagai alasan untuk menjelaskan kenapa dalam perkembangannya matematika menjadi bidang ilmu yang cukup ditakuti dan dibenci. Salah satunya adalah proses pembelajaran yang

2

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman ILmu Jaya, 1996), h. 74 3

Gelar dan Munas, dalam “Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar ”, (Jakarta : PIC, IISEP, UIN JKT, 2007), cet I, h. 1


(3)

selama ini dinilai kurang tepat dalam pembelajaran matematika. Ini semua tentu sangat memprihatinkan bagi guru matematika yang bertanggung jawab langsung terhadap hasil pengajarannya. Meskipun disadari bahwa kesalahan dan kekurangan yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa tidak hanya disebabkan oleh faktor guru.

Slameto dalam bukunya menuliskan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar di sekolah, yang secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa. Faktor internal meliputi faktor dari dalam diri siswa seperti : kemampuan siswa, bakat, minat, perhatian, motivasi, sikap, cara belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor dari luar diri siswa seperti: kemampuan guru, suasana belajar, fasilitas belajar, metode belajar, media pembelajaran yang digunakan, lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lain-lain.4

Diantara faktor internal siswa, motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa seperti yang diungkapkan Sardiman bahwa seseorang itu akan mendapat hasil yang diinginkan dalam belajar, bila dalam dirinya terdapat keinginan untuk belajar.5 Ini berarti bahwa motivasi memiliki pengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam memperoleh hasil yang optimal, sebaliknya rendahnya motivasi siswa dalam belajar akan rendah pula hasil belajar yang dicapai.

Dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar yang dapat menggerakkan mesin. Seperti yang dituliskan oleh Iskandar dalam bukunya, motivasi belajar adalah daya penggerak dari dalam individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman.6 Motivasi yang baik dan

4

Slameto, Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h.54

5

Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h.40

6

Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009), h. 181


(4)

memadai dapat mendorong siswa menjadi lebih aktif dalam belajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar di kelas.

Namun, menurut hasil observasi pada beberapa penelitian skripsi tentang motivasi belajar matematika menyebutkan motivasi belajar matematika siswa masih tergolong rendah. Diantaranya Asniah dalam skripsinya, menyebutkan bahwa motivasi belajar matematika siswa masih rendah.7 Selain itu, dari hasil wawancara langsung dengan salah satu guru matematika kelas VIII di SLTPN 178 Jakarta, Bapak Achmad Rojali, S. Pd, dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi belajar matematika siswa di beberapa kelas VIII di sekolah tersebut masih tergolong rendah.

Selama ini pembelajaran matematika disajikan merujuk kepada filosofi “teko dan cangkir”. Guru dengan berbekal ilmu dan pengalaman yang dimiliki berperan sebagai teko yang siap mengisi cangkir yang kosong. Padahal, dalam kenyataannya siswa bukanlah cangkir kosong yang siap diisi dengan cairan pengetahuan yang dimiliki para guru. Siswa-siswa datang ke sekolah juga berbekal cairan pengalaman dan persepsi yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari–hari. Sehingga pendekatan “teko dan cangkir” adalah pendekatan kuno yang sudah selayaknya dimuseumkan.8

Selama ini dalam pembelajaran matematika guru menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode ekspositori dan siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan lalu siswa disuruh mengerjakannya. Begitu pun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.

7

Asniah, “Meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dengan pemberian umpan balik (feed back)”, skripsi Sarjana UIN JKT, (Jakarta : Perpustakaan Utama UIN JKT, 2008), h. 4-5

8


(5)

Untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa, guru harus memilih dan menyajikan model pembelajaran yang lebih efektif. Salah satunya adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif yang kita gunakan merupakan hal baru bagi guru dan siswa karena memiliki perbedaaan-perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan model pembelajaran selama ini, di mana peranan guru sangat dominan. Yatim Riyanto dalam bukunya menuliskan, model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill.9

Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Anita Lie dalam bukunya bahwa kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Ada kekhawatiran bahwa pembelajaran kooperatif hanya akan mengakibatkan kekacauan di kelas dan peserta didik tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok. 10

Sebenarnya pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika guru benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran kooperatif. Agus Suprijono dalam bukunya menuliskan, banyak guru hanya membagi peserta didik dalam kelompok kemudian memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai hal yang dikerjakan.11 Akhirnya, siswa merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut karena mereka belum berpengalaman. Akibatnya kekacauan dan kegaduhanlah yang terjadi.

9

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), h.271

10

Anita lie, Cooperative Learning, (Jakarta : PT Grasindo, 2008), cet V, h. 28 11


(6)

Model pembelajaran kooperatif dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang banyak dialami para siswa. Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model belajar ini juga dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda.

Pentingnya hubungan antar teman sebaya di dalam ruang kelas tidaklah dapat dipandang remeh. Jika pembelajaran kooperatif dibentuk dalam kelas, pengaruh teman sebaya itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan positif dalam pembelajaran matematika. Para siswa menginginkan teman-teman dalam kelompoknya siap dan produktif di dalam kelas.

Seperti yang dijelaskan Erman Suherman dalam bukunya, dorongan teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah salah satu faktor penting dari pembelajaran kooperatif. Para siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya, dan menjadi penuh perhatian selama jam pelajaran. Model ini telah juga terbukti dapat meningkatkan berfikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.12

Pada penelitian ini penulis menggunakan pembelajaran kooperatif dengan tipe SNH (Structured Number Head) yang merupakan pengembangan dari pembelajaran NHT (Numbered heads Together) yang pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Model pembelajaran kooperatif tipe SNH dapat memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk memberikan pendapatnya, serta mengajarkan siswa untuk memutuskan sesuatu berdasarkan kesepakatan bersama. Selain itu sebagai salah satu karakteristik pembelajaran ini adalah siswa memiliki tugas pokok masing-masing sehingga siswa dilatih untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya itu dan siswa tidak

12

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:


(7)

perlu merasa iri dalam kelompok karena setiap anggota akan mendapat tugas yang sama. Dan diharapkan, model pembelajaran kooperatif tipe SNH dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.

Oleh karena itu, penulis mengangkat judul : ”Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe SNH (Structured Number Head)

Terhadap Motivasi Belajar Matematika Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Motivasi belajar matematika siswa masih tergolong rendah.

2. Model pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah masih bersifat konvensional dengan metode ekspositori.

3. Meskipun dilakukan pengelompokkan siswa dalam pembelajaran, namun karena kurangnya kontrol dari guru sehingga siswa merasa kurang mendapat bimbingan dalam belajar.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan serta untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan maka penulis membatasi pada:

1. Objek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII SLTPN 178 Jakarta.

2. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah tipe SNH (Structured Number Head).

3. Indikator motivasi yang diteliti yaitu tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal, serta adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.


(8)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Apakah motivasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) lebih tinggi daripada motivasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional metode ekspositori?

2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) berpengaruh terdapat motivasi belajar matematika siswa?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) berpengaruh terdapat motivasi belajar matematika siswa dan apakah motivasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran konvensional metode ekspositori.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

Untuk mengatasi kejenuhan dalam belajar matematika dan menumbuhkan motivasi belajar matematika.

2. Bagi guru

Memberikan alternatif dalam pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif dan lebih memahami kondisi siswa sehingga dengan demikian dapat memilih metode pembelajaran yang cocok bagi siswa.


(9)

Memberikan wacana baru tentang pembelajaran matematika yang diinginkan oleh para siswa.

4. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan bagi peneliti, sekaligus menambah pengalaman serta membantu memecahkan permasalahan pembelajaran matematika.


(10)

A.

Pembelajaran Matematika

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Belajar terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar seharusnya menyadari bahwa ia mempelajari sesuatu sehingga terjadi perubahan pada dirinya. “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”1

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Disamping itu, ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Sedangkan menurut Cronbach bahwa “belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan panca indra.”2 Dengan kata lain bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu.

Hilgard dan bower , Morgan, James O. Wittaker, Cronbach, Howard L. Kingsley, Gage, Chaplin, Hintzman, Wittig, T. Jersild, Henry E. Garret, Fontana, Good dan Brophy adalah beberapa ahli yang mendefinisikan belajar dengan menitikberatkan pada perubahan tingkah

1

Slameto, Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 2

2

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 5


(11)

laku sebagai akibat dari pengalaman atau latihan. Secara lebih spesifik, Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology mengemukakan: Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.3

Rasulullah SAW., menyatakan dalam salah satu haditsnya bahwa manusia harus belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat. Orang tua wajib membelajarkan anak-anaknya agar kelak dewasa ia mampu hidup mandiri dan mengembangkan dirinya, demikian juga sebuah sya’ir Islam dalam baitnya berbunyi: “belajar sewaktu kecil ibarat melukis di atas batu”.4

Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. “Belajar merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia, dan berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk merubah perilakunya.”5 Hasil dari kegiatan belajar adalah berupa perubahan perilaku yang relatif permanen pada diri orang yang belajar, perubahan tersebut diharapkan adalah perubahan perilaku positif.

Belajar adalah “kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.”6 Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada disekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Dalam proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Belajar

3

Ngalim purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), cet ke XXI, h. 84

4

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), h. 97

5

Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009), h. 102

6

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1995), h. 89


(12)

adalah “suatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi, proses berpikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.”7

2. Pengertian Matematika

Secara umum, istilah matematika sudah tak asing lagi bagi sebagian orang, sebab kegiatan-kegiatan yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan aplikasi dari konsep matematika. Istilah matematika diambil dari Bahasa Yunani yaitu mathematike. Kata tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata

mathematike juga berhubungan erat dengan kata yang serupa yaitu

mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).

Johnson dan Myklebust, Lerner, Kline adalah beberapa ahli yang menitikberatkan matematika sebagai bahasa simbolis. Secara lebih spesifik Johnson dan Myklebust mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.8 Secara etimologis kata matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.

Menurut Ruseffendi (dalam Erman, 2003), Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam kehidupannya yang kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis, sehingga sampai pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.9

Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir manusia. Matematika semula sebagai alat berfikir yang sederhana dari

7

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, …, h. 6 8

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), Cet. 2, h. 252

9

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI, 2003), h. 16


(13)

kelompok orang yang biasa untuk menghitung dan mengukur barang-barang milik seseorang kemudian berkembang menjadi alat pikiran yang ampuh dari para ilmuwan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang rumit dalam suatu bidang ilmu. Pada permulaannya cabang-cabang matematika yang ditemukan yaitu meliputi aritmatika atau berhitung, aljabar dan geometri, kemudian cabang matematika tersebut berkembang dan lahirlah cabang matematika baru yang lebih kompleks, antara lain kalkulus, statistika, aljabar (linear, abstrak, himpunan), geometri (sistem geometri, geometri linear), analisis vektor, dan lain-lain. Cabang matematika inilah yang kemudian dipelajari untuk diaplikasikan dalam kehidupan, seperti adanya penciptaan teknologi canggih untuk mempermudah kegiatan manusia.

Menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Selanjutnya, Paling mengemukakan bahwa,

Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia:suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.10

Mempelajari matematika juga membantu siswa dalam memahami bidang studi lain, seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi dan sebagainya. Seperti Kline (1973) yang dikutip oleh Erman Suherman dalam bukunya mengatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.11 Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika.

Menurut Cockroft (dalam Mulyono, 2003) ada 6 alasan mengapa matematika perlu untuk dipelajari, yaitu (1) selalu

10

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, …, h. 252 11


(14)

digunakan dalam segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.12

Begitu juga yang diungkapkan oleh Munaspriyanto dan Gelar Dwirahayu (2007), bahwa matematika menyajikan perhitungan-perhitungan yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita. Kehidupan tanpa angka atau tanpa matematika ibarat masakan tanpa garam. Banyak kejadian-kejadian yang tidak dapat terealisasi jika tidak ada angka. Misalnya tawar menawar dipasar tradisional tidak akan berlangsung jika tidak ada matematika. Bursa saham tidak akan pernah ada jika tidak ada matematika.13

Mata pelajaran matematika juga perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Kemahiran matematika dipandang sangat bermanfaat untuk mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran matematika diharapkan mampu menjadikan anak/siswa mahir matematika.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Matematika sebagai ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang dengan amat pesat, baik materi maupun kegunaannya, sehingga dalam perkembangannya atau pembelajarannya di sekolah kita harus memperhatikan

12

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, …, h. 253.

13

Gelar dan Munas, dalam “Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar ”, (Jakarta : PIC, IISEP, UIN JKT, 2007), h. 1-2


(15)

perkembangannya, baik di masa lalu, masa sekarang maupun kemungkinan-kemungkinannya di masa depan.14

Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Dari berbagai pengertian matematika di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu mengenai bilangan-bilangan yang diperoleh dengan bernalar, terorganisasikan dengan baik, yang dapat diterapkan di sekolah untuk mengembangkan cara berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.

3. Pembelajaran Matematika

Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat dua kegiatan yang sinergis, yakni guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar. sementara siswa belajar bagaimana seharusnya belajar melalui berbagai pengalaman belajar hingga terjadi perubahan dalam dirinya dari aspek kognitif, psikomotor, dan atau afektif. Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi inidividu anak sehingga pembelajaran benar-benar dapat merubah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik.

Upaya pengembangan sumber manusia yang harus dilakukan secara terus-menerus selama manusia hidup, disebut pembelajaran. Isi dan proses pembelajaran perlu terus dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan masyarakat. Implikasinya, ”jika masyarakat Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya

14


(16)

manusia yang memiliki kompetensi yang berstandar nasional, maka isi dan proses pembelajaran harus diarahkan pada pencapaian kompetensi tersebut.”15

Berdasarkan makna leksikal, pembelajaran berarti “proses, cara, perbuatan mempelajari. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif.”16 Sedangkan pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah “pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.” 17 Manusia harus mengkonstruksi pembelajaran itu dan membentuk makna melalui pengalaman nyata.

Penulis menyimpulkan bahwa belajar matematika bagi siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian tersebut. Para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dari sebuah objek. Matematika juga berfungsi sebagai ilmu atau pengetahuan yang perlu dikuasai oleh siswa karena matematika bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Begitu penting matematika dalam kehidupan sehingga setiap manusia berusaha untuk belajar matematika.

4. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan umum dari pembelajaran matematika adalah memberikan penekanan pada keterampilan pada penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehai-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lain. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan pendidikan

15

Marno dan M. Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008), cet ke-2, h. 161

16

Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 13 17


(17)

nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika, bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu: (a) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, (b) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. 18

Diungkapkan pula dalam GBPP Matematika tujuan khusus pembelajaran matematika di SLTP yaitu:

a. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.

b. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah.

c. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.

Sedangkan tujuan dari pembelajaran matematika untuk Sekolah Menengah Pertama yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:19

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

18

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer…, h. 58 19

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006), h. 346


(18)

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

5. Karakteristik Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat-sifat perkembangan intelektual siswa. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah. Seperti yang dijelaskan Erman Suherman dalam bukunya bahwa karakteristik pembelajaran matematika di sekolah yaitu sebagai berikut:20

a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).

Bahan kajian matematika dijarkan dimulai dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar.

b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.

Metode spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan.

c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.

Matematika adalah ilmu yang deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar.

20


(19)

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

Dalam pembelajaran matematika di sekolah, meskipun ditempuh pola induktif, tetapi tetap bahwa generalisasi suatu konsep haruslah bersifat deduktif. Kebenaran konsistensi tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari.

B.

Motivasi Belajar

1....Peng ertian motivasi belajar

Dalam kehidupan, sering didapatkan banyak manusia yang melakukan pekerjaan yang gigih dan banyak pula yang santai, bahkan tidak sedikit yang tidak berbuat apapun. Manusia berbeda-beda dalam melewati setiap detik kehidupan. Perbedaan perilaku manusia dalam menyikapi waktu tersebut merupakan gejala-gejala kejiwaan yang menarik perhatian. Dalam kajian psikologi, “sesuatu yang terdapat dibalik dilakukannya sebuah sikap atau perilaku manusia adalah sesuatu yang dikenal dengan istilah motivasi.”21

Istilah motivasi berasal dari bahasa latin movere yang bermakna bergerak, istilah ini bermakna mendorong, mengarahkan tingkah laku manusia. Motivasi dapat juga dikatakan “serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.”22

Motivasi tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan seseorang sebagai organisme yang hidup dalam melakukan suatu perbuatan. Setidaknya motivasi berhubungan dengan kebutuhan mempertahankan hidup.

21

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), cet ke-III, h. 177

22

Sardiman. A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), h.75


(20)

Motivasi adalah “sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kenyataan nyata dan merupakan muara dari sebuah tindakan.”23

Apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi, maka motif dan daya penggerak menjadi aktif. Motif yang telah menjadi aktif inilah yang disebut motivasi. Menurut M. Utsman Najati (dalam Abdul Rahman Shaleh, 2008), motivasi adalah “kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu.”24

Motivasi merupakan salah satu determinan penting dalam belajar. Motivasi berhubungan dengan arah perilaku, kekuatan respon (yakni usaha) setelah belajar siswa memilih mengikuti tindakan tertentu, dan kekuatan perilaku atau beberapa lama seseorang itu terus menerus berperilaku menurut cara tertentu.25

Menurut Mc.Donald (dalam Sardiman, 2008), motivasi adalah “perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya

feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.”26 Dari pengertian tersebut mengandung tiga elemen penting, yaitu: (a) motivasi mengawali terjadinya energy pada diri setiap individu manusia, (b) motivasi ditandai dengan munculnya rasa/feeling afeksi seseorang, dan (c) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. “Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku.” 27 Artinya, perilaku yang

23

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju, 2004), h. 65 24

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi…, h. 183 25

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran…, h. 80 26

Sardiman. A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, …, h. 73 27


(21)

termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.

Menurut Winkels (dalam Iskandar, 2009), “motivasi belajar merupakan motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan keseluruhan penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dalam mencapai satu tujuan.” 28 Motivasi belajar mempunyai peranan penting dalam memberi rangsangan, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan proses pembelajaran.

Motivasi belajar merupakan “daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan juga pengalaman.” 29 Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk untuk tercapai suatu tujuan.

Dari berbagai pengertian motivasi belajar di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa motivasi belajar adalah sesuatu dorongan yang menggerakkan dan mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar.

2....Mac am-macam motivasi belajar

Motivasi merupakan dorongan yang ada di dalam individu, tetapi munculnya motivasi yang kuat atau lemah, dapat ditimbulkan oleh rangkaian luar. Oleh karena itu, secara umum kita dapat membedakan motivasi menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Dalam kegiatan pembelajaran, motivasi intrinsik merupakan daya dorong siswa untuk terus belajar berdasarkan suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak yang berhubungan dengan aktivitas belajar. Sedangkan motivasi

28

Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru,…, h. 180 29


(22)

ekstrinsik dalam kegiatan pembelajaran adalah motivasi dari luar diri siswa, baik positif maupun negatif.30

Alisuf Sabri dalam bukunya menjelaskan bahwa “motivasi intrinsik ialah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau motivasi yang erat hubungannya dengan tujuan belajar”, sedangkan motivasi ekstrinsik ialah “motivasi yang datangnya dari luar diri individu, atau motivasi ini tidak ada kaitannya dengan tujuan belajar.”31 Contoh dari motivasi intrinsik yaitu ingin memahami suatu konsep, ingin memperoleh pengetahuan, dan ingin memperoleh kemampuan, sedangkan contoh dari motivasi ekstrinsik seperti belajar karena takut pada guru atau karena ingin lulus, ingin memperoleh nilai tinggi, dan sebagainya yang tidak berkaitan langsung dengan tujuan belajar yang dilaksanakan.

Perlu diketahui bahwa, “siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu.”32 Namun bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak baik dan tidak penting, dalam kegiatan belajar - mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar - mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.

Baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik, kedua-duanya dapat menjadi pendorong untuk belajar. “Berbagai penelitian menunjukkan bahwa motivasi intrinsik bersifat lebih lama dan lebih kuat dibanding motivasi ekstrinsik untuk mendorong minat belajar.”33 Namun demikian, motivasi ekstrinsik juga bisa sangat efektif karena minat tidak selalu bersifat intrinsik. Guru yang baik, nilai yang adil dan objektif,

30

Iskandar, Psikologi Pendidikan…, h. 188 31

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman ILmu Jaya, 1996), h. 85 32

Sardiman A. M, Interaksi …, h. 90 33


(23)

kesempatan belajar yang luas, suasana kelas yang hangat dan dinamis, merupakan sumber-sumber motivasi ekstrinsik yang efektif untuk meningkatkan minat dan perilaku belajar.

3....Indi kator motivasi belajar

Menurut Sardiman dalam bukunya, motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:34

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). c. Menunjukkan minat.

d. Lebih senang bekerja mandiri.

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Sedangkan menurut Iskandar dalam bukunya, indikator atau petunjuk yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut:35

a. Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil dalam belajar. b. Adanya keinginan, semangat dan kebutuhan dalam belajar. c. Memiliki harapan dan cita-cita masa depan.

d. Adanya pemberian penghargaan dalam proses belajar.

e. Adanya lingkungan yang kondusif untuk belajar dengan baik.

Begitu pula Agus Suprijono dalam bukunya menuliskan bahwa indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (2007), dapat diklasifikasikan sebagai berikut:36

34

Sardiman. A. M., Interaksi dan Motivasi …, h.83 35


(24)

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. d. Adanya penghargaan dalam belajar.

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik.

Dari ketiga teori di atas, indikator motivasi belajar yang peneliti gunakan untuk angket motivasi belajar pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas. b. Ulet menghadapi kesulitan.

c. Menunjukkan minat dalam belajar.

d. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. e. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

4....Fun gsi motivasi dalam belajar

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak itu sebenarnya dilatarbelakangi oleh sesuatu atau yang secara umum dinamakan motivasi. Motivasi inilah yang mendorong mereka untuk melakukan suatu kegiatan / pekerjaan. Begitu juga untuk belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Menurut Sardiman, berikut ini adalah fungsi motivasi dalam belajar: 37

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. c. Pendorong usaha dan pencapaian prestasi.

36

Agus Suprijono, Cooperative Learning, …, h. 163 37


(25)

Sedangkan M. Alisuf Sabri dalam bukunya yang berjudul

Psikologi Pendidikan menyebutkan fungsi motivasi belajar adalah sebagai berikut: 38

a....Pend orong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.

b...Pene

ntu arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

c...Pense

leksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi senantiasa selektif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.

5. Tujuan motivasi belajar

Motivasi merupakan penggerak bagi seseorang untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Secara umum dapat dikatakan bahwa “tujuan motivasi adalah menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemampuannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.”39

Sedangkan bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan keinginan untuk meningkatkan prestasi belajar siswanya. sebagai contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa yang maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Bagi seorang guru, “tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dalam kurikulum Sekolah”.40

Makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, makin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari

38

M. Alisuf Sabri, Psikologi…, h. 86 39

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, …, h.73 40


(26)

oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi.

6. Cara meningkatkan motivasi belajar

Didalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Mengingat begitu pentingnya motivasi bagi siswa dalam belajar, maka guru diharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa-siswanya. Menciptakan kondisi-kondisi tertentu dapat membangkitkan motivasi belajar. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, seperti yang terdapat dalam Sardiman, yaitu sebagai berikut:41 a. Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. b. Hadiah

Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.

c. Saingan / kompetensi

Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

d. Ego-involvement

Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.

e. Memberi ulangan

Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Tetapi yang harus diingat oleh guru adalah jangan terlalu sering karena bisa membosankan dan bersifat rutinitas.

41


(27)

f. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar.

g. Pujian

Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.

h. Hukuman

Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.

i. Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.

j. Minat

Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok.

k. Tujuan yang diakui

Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting.

Sedangkan Gage dan Berliner (dalam Slameto, 2003) menyarankan sejumlah cara meningkatkan motivasi siswa, tanpa harus melakukan reorganisasi kelas secara besar-besaran, diantaranya adalah sebagai berikut:42

a. Pergunakan pujian verbal

Penerimaan sosial yang mengikuti suatu tingkah laku yang diinginkan dapat menjadi alat yang cukup dapat dipercaya untuk mengubah prestasi dan tingkah laku akademis ke arah yang diinginkan.

42

Slameto, Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h.54


(28)

b. Pergunakan tes dalam nilai secara bijaksana

Kenyataan bahwa tes dan nilai dipakai sebagai dasar berbagai hadiah sosial, menyebabkan tes dan nilai dapat menjadi suatu kekuatan untuk memotivasi siswa.

c. Bangkitkan rasa ingin tahu siswa dan keinginannya untuk mengadakan eksplorasi

d. Untuk tetap mendapatkan perhatian, sekali-kali pengajar dapat melakukan hal-hal yang luar biasa.

e. Merangsang hasrat siswa dengan jalan memberikan pada siswa sedikit contoh hadiah yang akan diterimanya bila ia berusaha untuk belajar. f. Agar siswa lebih mudah memahami bahan pengajaran, pergunakan

materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh.

g. Terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa, agar siswa jadi lebih terlibat.

h. Minta siswa untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya. Hal ini menguatkan belajar yang lalu dan sekaligus menanamkan suatu pengharapan pada diri siswa bahwa apa yang sedang dipelajarinya sekarang juga berhubungan dengan pengajaran yang akan datang.

i. Pergunakan simulasi dan permainan

Kedua hal ini akan memotivasi siswa, meningkatkan interaksi, menyajikan gambaran yang jelas mengenai situasi kehidupan sebenarnya, dan melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar.

j. Pengajar perlu memahami dan mengawasi suasana sosial di lingkungan sekolah, karena hal ini besar pengaruhnya atas diri siswa.

Guru memiliki peranan strategis dalam menumbuhkan motivasi belajar peserta didiknya melalui berbagai aktivitas belajar yang didasarkan pada pengalaman dan kemampuan guru kepada siswa secara individual. Selain guru, orang tua juga sangat berperan aktif dalam menumbuhkan belajar siswa dirumahnya. Beberapa strategi motivasi


(29)

yang dapat dilakukan dalam pembelajaran, sebagaimana yang dituliskan oleh Iskandar (2009) dalam bukunya yaitu sebagai berikut:43

a. Memberikan penghargaan dengan menggunakan kata-kata.

b. Memberikan nilai ulangan sebagai pemacu siswa untuk belajar lebih giat. Dengan mengetahui hasil yang diperoleh dalam belajar maka siswa akan termotivasi untuk belajar lebih giat lagi.

c. Menumbuhkan dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri siswa. d. Mengadakan permainan dan menggunakan simulasi. Mengemas

pembelajaran dengan menciptakan suasana yang menarik sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan dapat melibatkan afektif dan psikomotorik siswa. Proses pembelajaran yang menarik akan memudahkan siswa memahami dan mengingat apa yang disampaikan.

e. Menumbuhkan persaingan dalam diri peserta didik.

f. Memberikan contoh yang positif, artinya dalam memberikan pekerjaan kepada siswa, guru tidak dibenarkan meninggalkan ruangan untuk melaksanakan pekerjaan lainnya.

g. Penampilan guru yang menarik, bersih, rapih dan sopan serta tidak berlebih-lebihan akan memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Termasuk juga kepribadian guru, guru yang masuk kelas dengan wajah tersenyum dan menyapa siswa dengan ramah akan membuat siswa merasa nyaman dan senang mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung.

C.

Model Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional

1....Mod el pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran merupakan “landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang

43


(30)

dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.” 44 Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007), model pembelajaran adalah “suatu perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain.”45 Setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Sejalan dengan pendekatan kontruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif. “Pada model pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa.”46 Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya.

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif adalah “model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik

44

Agus Suprijono, Cooperative…, h. 45-46 45

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 5

46

Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. ke-2, h. 5


(31)

(academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk

interpersonal skill.”47 Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. “Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.”48

Dalam matematika, “pembelajaran kooperatif akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika.”49 Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehinga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang banyak dialami para siswa.

Menurut Stahl (dalam Isjoni, 2009), “dengan melaksanakan model pembelajaran kooperatif, siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, dan bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir maupun keterampilan sosial.”50 Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.

Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Pentingnya hubungan antar teman sebaya di dalam ruang kelas tidaklah dapat dipandang remeh. “Dorongan teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah salah satu faktor penting dari pembelajaran kooperatif.

47

Yatim Riyanto, Paradigma Baru…, h. 271

48

Anita lie, Cooperative Learning, (Jakarta : PT Grasindo, 2008), cet VI, h. 29

49

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer…, h. 259

50


(32)

Para siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya, dan menjadi penuh perhatian selama jam pelajaran.”51

Terdapat tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan Slavin (dalam Isjoni, 2009), yaitu “penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.”52

a...Peng

hargaan Kelompok

Diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan.

b...Perta

nggungjawaban Individu

Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.

c....Kese mpatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Roger dan David Johnson (dalam Agus Suprijono, 2009), mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut:53

a...Positi

ve interdependence (saling ketergantungan positif)

51

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer…, h. 259 52

Isjoni, Cooperative Learning…, h. 23 53


(33)

Dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok, yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan, dan menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

b...Perso

nal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.

c...Face

to face promotive interaction (interaksi promotif)

Ciri-ciri interaksi promotif diantaranya adalah saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, serta saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

d....Inter personal skill (komunikasi antar anggota)

Untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

e....Grou p processing (pemrosesan kelompok)

Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial.


(34)

Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.54

Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase, yaitu sebagai berikut:55

Tabel 1

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase - fase Perilaku Guru

Fase 1 : Present goals and set

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik.

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.

Fase 2 : Present information

Menyajikan informasi.

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal.

Fase 3 : Organize students into learning teams

Mengorganisir peserta didik kedalam tim-tim belajar.

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

Fase 4 : Assist team work and study

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.

Fase 5 : Test on the materials

Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6 : Provide recognition

Memberikan pengakuan atau penghargaan.

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

54

Isjoni, Cooperative Learning…, h. 21 55


(35)

Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan. Menurut Cilibert-Macmilan (dalam Isjoni, 2009), keunggulannya dilihat dari aspek siswa, adalah “memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diproleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan kearah satu pandangan kelompok.”56

Salah satu dari faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah lingkungan. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran kooperatif harus memenuhi kriteria berikut ini:57

a...Mem

berikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi.

b...Meni

ngkatkan penghargaan peserta didik pada pembelajaran akademik dan mengubah norma-norma yang terkait dengan prestasi.

c....Mem persiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan berbagai keterampilan sosial melalui peran aktif peserta didik dalam kelompok- kelompok kecil.

d....Mem beri peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik dalam belajar dan terjadinya dialog interaktif.

e....Menc iptakan iklim sosio emosional yang positif.

f....Mem fasilitasi terjadinya learning to live together.

g....Menu mbuhkan produktivitas dalam kelompok.

56

Isjoni, Cooperative Learning…, h. 22-23 57


(36)

h....Meng ubah peran guru dari center stage performance menjadi koreografer kegiatan kelompok.

2....SNH

(Structured Number Head)

Model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) atau KBS (Kepala Bernomor Terstruktur) merupakan modifikasi dari tipe (NHT) Number Heads Together atau biasa disebut dengan Kepala Bernomor. Dengan tipe SNH ini, siswa bisa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan teman-teman kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) memudahkan pembagian tugas, sama halnya dengan tipe NHT, tipe ini juga bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik.

Sama seperti dengan tipe NHT, pembelajaran dengan tipe SNH diawali dengan penomoran. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe SNH, siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerja sama, setelah itu mereka berkumpul kembali dengan teman kelompoknya dan kembali berdiskusi. Lalu pada waktu yang ditentukan oleh guru, semua kelompok harus sudah siap untuk melakukan diskusi, guru akan memanggil siswa yang bertugas mempresentasikan secara bergiliran pada semua kelompok.

Untuk lebih jelasnya, Anita Lie dalam bukunya menuliskan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tipe SNH ini adalah sebagai berikut:58

a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

58


(37)

b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya: Siswa nomor satu bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. siswa nomor dua bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor tiga mencatat dan melaporkan hasil kelompok.

c. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa mengadakan kerja sama antar kelompok. Siswa bisa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka.

Sedangkan menurut Yatim Riyanto dalam bukunya, pembelajaran kooperatif tipe SNH adalah sebagai berikut:59

a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya terhadap tugas yang berangkai. Misalnya: Siswa nomor satu bertugas mencatat soal, siswa nomor dua mengerjakan soal, siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.

c. Jika perlu, guru bisa mengadakan kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.

d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain. e. Merumuskan kesimpulan.

Untuk efisiensi pembentukan kelompok dan penstrukturan tugas, teknik ini bisa dipakai dalam kelompok yang dibentuk permanen. Dengan kata lain, siswa disuruh mengingat kelompok dan nomornya

59


(38)

sepanjang semester. Supaya ada pemerataan tanggung jawab, penugasan berdasarkan nomor bisa diubah-ubah. Model pembelajaran kooperatif tipe SNH ini juga bisa dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok dengan cara yang efisien. Pada saat-saat tertentu, siswa bisa keluar dari kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain. Cara ini bisa digunakan untuk mengurangi kebosanan atau kejenuhan jika guru mengelompokkan siswa secara permanen.

Dalam penelitian ini, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tipe SNH yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Guru membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang.

b. Guru membagikan LKS yang memuat materi dan soal yang akan dipelajari kepada setiap kelompok.

c. Siswa melakukan diskusi kelompok sesuai dengan arahan yang diberikan oleh guru sebelumnya, yaitu:

i) Siswa no.1 menjelaskan maksud dari perintah dan petunjuk dalam LKS kepada teman-teman kelompoknya.

ii) Siswa no.2 mencari informasi yang berkaitan dengan perintah dalam LKS dan menjelaskan pada teman-teman kelompoknya. iii)Siswa no.3 menyelesaikan soal di LKS dan menjelaskan kepada

teman kelompoknya, terutama kepada teman yang akan mempresentasikan hasil kerja kelompok.

iv)Siswa no.4 mempresentasikan hasil kerja kelompok.

v) Tugas setiap anggota kelompok akan berubah dalam setiap kali pertemuan, misalnya pertemuan pertama siswa no.1 menjelaskan maksud dari perintah dan petunjuk dalam LKS kepada teman-teman kelompoknya, maka pada pertemuan kedua siswa no.1 mencari informasi yang berkaitan dengan perintah dalam LKS dan menjelaskan pada teman-teman kelompoknya. Begitu seterusnya berlaku bagi siswa nomor 2, 3, dan 4.


(39)

d. Guru berkeliling dan memantau pekerjaan siswa, memberi bimbingan seperlunya kepada siswa yang merasa kesulitan serta memberi arahan agar siswa selalu aktif mengemukakan pendapatnya, meskipun telah menyelesaikan tugas pokoknya.

e. Pada waktu yang telah ditentukan oleh guru, siswa mempresentasikan hasil kerjanya, sementara kelompok lain menanggapi kelompok penyaji.

f. Guru berperan sebagai moderator sekaligus fasilitator.

Sebagai perbandingan, berikut merupakan langkah-langkah pelaksanaan beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif, termasuk tipe SNH.

Tabel 2

Model-model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif

No

Tipe Langkah-langkah Pelaksanaan

1. Think Pare Share

1. Guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari empat orang.

2. Guru memberikan tugas kepada setiap kelompok dan setiap anggota mengerjakannya sendiri-sendiri dalam kelompoknya.

3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan kelompoknya untuk mendiskusikan tugasnya.

4. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa membagikan hasil kerjanya dengan rekan berempat lainnya.

2. Numbered Heads Together

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang.

2. Setiap anggota kelompok mendapat nomor. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan.

3. Setiap kelompok memutuskan jawaban yang benar.


(40)

untuk memberikan presentasi jawaban

3. 2 stay 2 stray

1. Siswa bekerja kelompok berempat seperti biasa.

2. Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan bertamu kepada kedua kelompok yang lain. Begitu juga dengan kelompok lain.

3. Dua orang yang tinggal bertugas membagi hasil kepada tamu mereka.

4. Tamu mohon diri untuk kembali kepada kelompoknya masing-masing untuk membagikan hasil kerja kepada rekan kelompok.

4. STAD 1. Siswa dikelompokkan dan setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang.

2. Anggota kelompok menggunakan perangkat pembelajaran lain untuk menuntaskan pembelajarannya dan saling bekerja sama dengan cara tutorial.

3. Setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis dan diberi skor perkembangan.

4. Skor perkembangan itu tidak mutlak siswa tetapi seberapa jauh skor itu melampaui skor rata-rata siswa yang lain.

5. Setiap minggu atau dua minggu diumumkan siswa yang mendapatkan skor tertinggi.

5. Jigsaw 1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang.

2. Guru membagi bahan pengajaran menjadi 4 bagian.

3. Mengadakan brain storming.

4. Siswa pertama dalam kelompok mendapat bahan pengajaran yang pertama. Begitu seterusnya.

5. Setiap siswa mengerjakannya masing-masing.

6. Setelah selesai siswa berbagi dan berdiskusi dengan teman sekelompok.


(41)

orang.

2. Setiap anggota kelompok diberi nomor 1, 2, 3, dan 4.

3. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor yang telah diberikan oleh guru.

4. Misal, siswa nomor satu bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang berhubungan dengan soal, siswa nomor dua bertugas menyelesaikan soal dan menjelaskan kepada teman kelompoknya serta siswa nomor tiga bertugas mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompoknya. Siswa nomor empat mempresentasikan hasil kerja kelompok.

3. Model Pembelajaran Konvensional Metode Ekspositori

Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang lazim digunakan oleh para guru di sekolah dimana ia mengajar. Beberapa metode yang biasa digunakan dalam pendekatan konvensional antara lain, metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, metode ekspositori, metode drill atau latihan, metode pemberian tugas, metode demonstrasi, metode permainan, dan lain-lain.

Trianto dalam bukunya bahwa perbedaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut: 60

Tabel 3

Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

60


(42)

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat pembelajaran kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.


(43)

Guru memperbaiki secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pendekatan konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

Metode ekspositori merupakan bentukan dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, karena dalam metode ini guru memegang peran yang dominan, namun tidak sedominan dalam metode ceramah. Dengan metode ekspositori guru tidak hanya berceramah melainkan juga memberikan latihan dan tugas, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Oleh karena itu, metode ekspositori ini dapat dikatakan sebagai gabungan dari metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode pemberian tugas.

Pada metode ini, guru menyajikan dalam bentuk yang dipersiapkan secara rapi, sistematis, dan lengkap, siswa tinggal menyimak dan mencernanya saja. Yatim Riyanto dalam bukunya menjelaskan, secara garis besar prosedur pembelajaran dengan metode ekspositori adalah sebagai berikut:61

a. Preparasi yaitu guru mempersiapkan bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi.

61


(44)

b. Apersepsi yaitu guru memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang akan diajarkan.

c. Presentasi yaitu guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyuruh sisa membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yang ditulisguru sendiri.

d. Resitasi yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau siswa disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi) tentang pokok-pokok permasalahan yang telah dipelajari.

D.

Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Ciswandi (2008) yang berjudul “Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Number Head) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”, menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif model SNH lebih tinggi daripada peningkatan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.62

Penelitian Muhammad Nur (2008) yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw Terhadap Motivasi Berprestasi Matematika Siswa Di MTs. Sa’adatul Mahabbah Pondok Cabe Udik Pamulang”, menunjukkan bahwa rata-rata motivasi berprestasi matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw lebih tinggi dari pada motivasi berprestasi matematika siswa yang menggunakan metode ekspositori.63

62

Ciswandi, “Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Number Head) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2008), h. 59

63

Muhammad Nur, “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw Terhadap Motivasi Berprestasi Matematika Siswa Di MTs. Sa’adatul Mahabbah Pondok Cabe Udik Pamulang”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2008), h. 50


(45)

Penelitian Novi Faizaty (2009) yang berjudul “Pengaruh Strategi Pembelajaran Generatif Terhadap Motivasi Belajar Matematika Siswa”, menunjukkan bahwa skor rata-rata motivasi belajar siswa yang belajar menggunakan strategi pembelajaran generatif lebih tinggi dari pada skor rata-rata motivasi belajar siswa yang belajar tidak menggunakan strategi pembelajaran generatif.64

E.

Kerangka Berpikir

Belajar merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan. Kehidupan manusia selalu diiringi dengan proses belajar, kapan dan dimana pun. Dengan proses belajar tersebut diharapkan terjadi perubahan-perubahan tingkah laku pada diri manusia. Di dalam proses pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah hasilnya terkadang tidak memuaskan yakni tidak sesuai seperti yang diharapkan khususnya pembelajaran matematika. Hal ini terjadi karena siswa merasa tidak senang, takut untuk belajar matematika, dan mereka menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit.

Sehubungan dengan hal ini ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran, baik itu yang berasal dari luar individu maupun dari dalam individu. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah motivasi. Motivasi perlu ditumbuhkembangkan didalam proses belajar karena rendahnya motivasi belajar siswa menyebabkan kurangnya keefektifan pembelajaran. Untuk itu guru sebagai fasilitator harus mampu membangkitkan motivasi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Keberhasilan dalam proses belajar mengajar salah satunya tergantung dari model pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Cara guru menciptakan suasana kelas akan berpengaruh terhadap reaksi yang ditampilkan oleh siswa dalam proses belajar. Oleh karena itu guru dituntut untuk dapat menggunakan

64

Novi Faizaty, “Pengaruh Strategi Pembelajaran Generatif Terhadap Motivasi Belajar Matematika Siswa”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2009), h. 58


(46)

metode-metode pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan mudah dan dapat berperan aktif. Dengan demikian diharapkan tujuan-tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif dalam belajar adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berorientasi pada kerja kelompok. Dalam matematika, pembelajaran kooperatif akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehinga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang banyak dialami para siswa.

Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Pentingnya hubungan antar teman sebaya di dalam ruang kelas tidaklah dapat dipandang remeh. Dorongan teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah salah satu faktor penting dari pembelajaran kooperatif. Para siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya, dan menjadi penuh perhatian selama jam pelajaran.

Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe SNH (Structured number head). Dalam kerja kelompok tipe SNH ini lebih ditekankan kepada pembagian tugas masing-masing anggota kelompok, setiap anggota memiliki tugas masing-masing. Sehingga dalam kelompok tersebut siswa benar-benar belajar dan bertanggung jawab terhadap tugas yang dipikulnya. Pembelajaran ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe SNH ini dianggap efektif, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih baik.

Karena SNH hanya salah satu variasi atau tipe pembelajaran kooperatif, maka semua prinsip dasar pembelajaran kooperatif melekat pada


(47)

tipe ini. Ini berarti dalam SNH ada saling ketergantungan positif antar siswa, ada tanggung jawab perseorangan, serta ada komunikasi antar anggota kelompok. Pelibatan siswa secara kolaborarif dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama ini memungkinkan SNH dapat meningkatkan motivasi belajar matematika.

F.

Hipotesis Penelitian

Dari kajian teori dan penyusunan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Motivasi belajar matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) lebih tinggi daripada motivasi belajar matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori.


(48)

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 178 Jakarta yang beralamat di Jl. Mawar No 6A Bintaro Pesanggrahan Jakarta Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009-2010, yaitu dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Mei. Secara rinci waktu pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 4

Waktu Penelitian

Tanggal Jenis Kegiatan

16 Desember 2009 Wawancara dengan guru matematika

13 April – 25 Mei 2010 Penelitian (mengajar di kelas)

30 April 2010 Uji coba instrumen angket di kelas lain

01 Juni 2010 Pemberian instrumen angket motivasi belajar pada kelas eksperimen dan kontrol

21 Juni 2010 Wawancara dengan sebagian siswa

B.

Populasi dan Sampel

Populasi target penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 178 Jakarta, mulai dari kelas VII sampai kelas IX. Sedangkan populasi terjangkau yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 178 Jakarta. Sedangkan sampel yang diambil dari populasi terjangkau yaitu dengan pengambilan dua kelas dari tujuh kelas yang ada. Dalam penelitian ini, kelas VIII.2 sebagai kelas eksperimen dan VIII.3 sebagai kelas kontrol.


(49)

C.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode Quasi Eksperimen (Eksperimen Semu). Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian berbentuk Posttest Only. Rancangan ini terdiri dari 2 kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan khusus yaitu model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head), sedangkan kelompok yang kedua diberi perlakuan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori. Berikut rancangan desain penelitian posttest only:1

Tabel 5

Rancangan Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

Eksperimen XE T1

Kontrol – T1

Keterangan :

XE = Perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head)

T1 = Diberikan angket yang sama pada kedua kelompok sesudah perlakuan.

D.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket motivasi belajar dalam bentuk skala Likert. Skala Likert ini dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden. Pernyataan yang diajukan dibagi kedalam dua kategori, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Indikator yang akan diukur melalui angket motivasi belajar dapat digambarkan sebagaimana terdapat dalam tabel berikut:

1

M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah (Bandung : CV Pustaka Setia,2001), h. 102


(1)

n waktu pembelajaran atau ja

tambahan atas presentasi dan jawaban dari kelompok lain, mungkin karena kurang berani atau kurang percaya diri atas pendapatnya.

Selain itu, banyaknya jumlah siswa membutuhka

m pelajaran yang tidak sedikit pula. Sedangkan waktu yang tersedia tidak banyak sehingga pembelajaran matematika kurang efisien bagi siswa, masih ada beberapa siswa yang tunjuk tangan ingin memberi sanggahan atau tambahan tapi tidak diberi kesempatan oleh guru mengingat waktu yang tidak banyak.


(2)

A.

Kesimpulan

Dari penelitian yang penulis laksanakan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:

1. Motivasi belajar matematika siswa yang dalam pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured

Number Head) lebih tinggi dari motivasi belajar matematika siswa yang

dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori. Hal ini terlihat dari perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t, yaitu thitung >t(0,05;77).

2. Model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head)

berpengaruh terhadap motivasi belajar matematika siswa. Hal ini dikarenakan motivasi belajar matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SNH

(Structured Number Head) lebih tinggi dari motivasi belajar matematika

siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori.

B.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Dalam kegiatan pembelajaran matematika, guru hendaknya mencoba

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured

Number Head) pada materi tertentu, sebab metode ini dapat memotivasi

siswa untuk belajar matematika.


(3)

2. Sebaiknya dalam pembagian kelompok, guru lebih memperhatikan kemampuan siswa sehingga kelompok yang terbentuk homogen dan merata antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai.

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat lebih baik dalam segi

instrumen penelitian, kerangka teoritis, metode penelitian dan lain-lain.

4. Sedini mungkin menjelaskan peran siswa dalam proses pembelajaran.

Bahwasanya siswa dituntut agar selalu aktif, kreatif dalam proses pembelajaran. Sedangkan guru hanya memberikan fasilitas dalam proses belajar tersebut.

5. Selalu memberikan arahan dan mengingatkan kepada siswa bahwa

matematika merupakan pelajaran yang sangat penting yang berguna bagi kehidupan.

6. Dengan jam pelajaran yang cukup singkat, diharapkan siswa dan guru

dapat menggunakan waktu seefektif mungkin.

7. Mengusahakan adanya bengkel matematika sebagai sarana penunjang

pembelajaran.

8. Pembelajaran dengan metode kooperatif model SNH dapat dijadikan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar,

Jakarta: PT Rineka Cipta. Cetakan ke-2

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetyo. 2005. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia.

AM, Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:

Rajagrafindo Persada.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Asniah. 2008. Meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dengan

pemberian umpan balik (feed back), Jakarta: Universitas Islam Negeri

Syarifhidayatullah.

Azhari, Akyas. 2004. Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Penerbit

Teraju.

Ciswandi. 2008. Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Number Head)

untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa, Jakarta: Universitas

Islam Negeri Syarifhidayatullah.

Dwirahayu, Gelar dan Munaspriyanto (eds.). 2007. Pendekatan Baru Dalam

Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Jakarta: PIC, IISEP, UIN

JKT.

Faizaty, Novi. 2009. Pengaruh Strategi Pembelajaran Generatif Terhadap

Motivasi Belajar Matematika Siswa, Jakarta: Universitas Islam Negeri

Syarifhidayatullah.

Isjoni. 2009. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar

Berkelompok, Bandung: Alfabeta. Cetakan ke-2

Iskandar. 2009. Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru, Jakarta: Gaung Persada Press.

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning, Jakarta: PT Grasindo.

Marno dan M. Idris. 2008. Strategi dan Metode Pengajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group. Cetakan ke-2.


(5)

Nur, Muhammad. 2008. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw Terhadap Motivasi Berprestasi Matematika Siswa Di MTs. Sa’adatul

Mahabbah Pondok Cabe Udik Pamulang, Jakarta: Universitas Islam

Negeri Syarifhidayatullah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2006. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Purwanto, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Cetakan ke-21.

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sabri, M. Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman ILmu Jaya.

Shaleh, Abdul Rahman. 2008. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif

Islam. Jakarta: Prenada Media Group. Cetakan ke-3.

Slameto. 1998. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : PT Bina Aksara

Subana, dan Sudrajat. 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia.

Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,

Bandung: UPI.

Sujana. 1996. Metode Statistik, Bandung: Tarsito.

Sukardjono. 2008. Hakikat dan Sejarah Matematika, Jakarta: Universitas

Terbuka.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Tim Penyusun. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan


(6)

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka.

Yamin, Martinis. 2004. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: