kemungkinan kompromi-kompromi itu memang dapat dicapai tanpa mengorbankan prinsip-prinsip yang diyakininya.
12
Yang dituju oleh Islam ialah agar agama hidup dalam kehidupan tiap-tiap orang, hingga meresap dalam kehidupan masyarakat, ketatanegaraan, pemerintah
dan perundang-undangan. Tapi adalah ajaran Islam juga, bahwa dalam soal-soal keduniawian, orang diberi kemerdekaan mengemukakan pendirian dan suaranya
dalam musyawarah bersama
1.1.2. Selintas Pemikiran Politik Mohammad Natsir
Agama, menurut menurut Natsir harus dijadikan pondasi dalam mendirikan suatu negara. Agama, bukanlah semata-mata suatu sistem peribadatan antara
makhluk dengan Tuhan Yang Maha Esa. Islam itu adalah lebih dari sebuah sistem peribadatan. Ia adalah satu kebudayaanperadaban yang lengkap dan sempurna.
13
, seperti dalam firman Allah SWT.: “Dan hendaklah urusan mereka diputuslan dengan musyawarah”.
14
12
Anwar Harjono, et. al., Op.cit., hal.,. 1.
13
Anwar Harjono, et. al., Op.cit., hal., 139.
14
QS. Asy-syura 26: 38.
Natsir memang mencoba menjawab kesulitan-kesulitan yang dihadapi masyarakat Islam, dengan dasar pemikiran, bahwa ajaran Islam sangat dinamis
untuk diterapkan pada setiap waktu dan zaman. Dari sudut ini, ia jauh melampaui pemikiran Maududi atupun Ibu Khaldun yang melihat sistem pemerintahan Nabi
Muhammad SAW dan khalifah yang empat, sebagai satu-satunya alternatif sistem pemerintahan negara Islam.
Universitas Sumatera Utara
Kedinamisan pemikiran-pemikirannya itu dituangkan dalam beberapa periode. Setidaknya ada tiga periode pemikiran yang menjadi pokok utama
pemikiran Natsir. Yaitu periode 1930-1940, periode pasca kemerdekaan, dan periode konstituante.
15
Maka di dalam menyusun suatu UUD bagi negara, dan untuk mencapai hasil yang memuaskan, perlulah bertolak dari pokok pikiran yang pasti, yakni
UUD bagi negara Indonesia harus menempatkan negara dalam hubungan yang seerat-eratnya dengan masyarakat yang hidup di negeri ini. Tegasnya, UUD
negara itu haruslah berurat dan berakar dalam kalbu, yakni berurat berakar dalam akal pikiran, alam perasaan dan alam kepercayaan serta falsafah hidup dari rakyat
dalam negeri ini. Dasar negara yang tidak memenuhi syarat yang demikian itu, tentulah menempatkan negara terombang-ambing, labil dan tidak duduk di atas
sendi-sendi yang pokok. Berbicara tentang negara, Natsir berpendapat bahwa negara adalah suatu
‘institution’ yang mempunyai hak, tugas dan tujuan yang khusus. Institution adalah suatu badan, organisasi yang mempunyai tujuan khusus dan dilengkapi
oleh alat-alat material dan peraturan-peraturan tersendiri serta diakui oleh umum. Negara harus mempunyai akar yang langsung tertanam dalam masyarakat.
Karena itu, dasar pun harus sesuatu faham yang hidup, yang dijalankan sehari- hari, yang terang dan dapat dimengerti dalam menyusun hidup sehari-hari, yang
terang dan dapat dimengerti dalam menyusun hidup sehari-hari rakyat perorangan maupun kolektif.
16
15
Mohammad Natsir d, Op.cit.., hal., 13-14.
16
Mohammad Natsir, Agama dan Negara dalam Perspektif Islam, Jakarta: Media Dakwah, 2001c, hal., 198, 200.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah