masalah-masalah sosial masyarakat termasuk masalah pendidikan pada lemabag dan madrasah. Secara pribadi keterlibatan di Persis tentu menjadi sebuah proses
pematangan Natsir secara intelektualitas, keterlibatannya disini menjadikan dia menjadi seorang yang kritis dan aktif dalam berbagai kegiatan keislaman
sedangkan keaktifan di JIB telah memberikan kematangan secara keorganisasian dan politik.
2.3. Masa Membangun Islam Bersama Masyumi.
Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi berdiri pada tanggal 17 November 1945 melalui Kongres Nasional Umat Islam di Yogyakarata yang
diketuai Sukiman, dulunya orang-orang didalamnya aktif di Majelis Islam A’la Indonesia. Natsir termasuk pelopor terbentuknya Masyumi, bahkan dia juga
menjabat sebagai staf ketua sampai Masyumi dibubarkan pada masa pemerintahan Soekarno. Keterlibatan Natsir di partai Masyumi inilah yang mengantarkannya
sebagai politisi sekaligus seoarang negarawan, setelah Natsir dipercaya menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP, sementara pada masa
pemerintahan Sutan Sjahrir dia diangkat sebagai Menteri Penerangan. Masyumi ini berbeda dengan Masyumi yang pernah dibentuk oleh
Pemerintahan Jepang pada akhir tahun 1943, Masyumi bentukan Jepang ini hanya terbuka bagi perserikatan-perserikatan yang telah diberi status hukum oleh
pemerintahan militer. Kiai dan ulama yang telah mendapat persetujuan dari pemeritahan bisa menjadi anggota, diperparah lagi mereka dibawah kontrol
pemerintahan Jepang. Dengan demikian Masyumi bentukan Jepang tentu saja bertujuan untuk memuluskan kepentingan Jepang, sementara Masyumi yang
Universitas Sumatera Utara
dibentuk pasca kemerdekaan adalah organisasi politik yang berdiri tanpa campur tangan luar dan menadapat sambutan baik dari oraganisai Pergerakan Islam
Nasional maupun sosial keagamaan.
10
Masyumi dalam perjalanan programnya ternyata memiliki persoalan internal, karena pada Juli 1947 salah satu organisasi pendukungnya yaitu PSII
keluar dan meninggalkan Masyumi untuk kembali menjadi partai politik independent. Alasan kenapa memilih untuk keluar dari Masyumi juga tidak
dijelaskan secara terperinci, kondisi perpecahan ini juga diperparah dengan keluarnya NU mengikuti PSII pada tahun 1952. NU merupakan organisasi
Dalam Masyumi terdiri dari beberapa oraganisai Islam antara lain: Muhammadiyah, Persis, Nahdhatul Ulama, Pergerakan Tarbiyah Islamiyah dan
Partai Sarekat Islam Indonesia PSII. Natsir terlibat di Masyumi dari awal berdirinya dan tahun 1949 sampai tahun 1958 dia terpilih sebagai orang nomor
satu di partai Masyumi. Komitmen Natsir yang kuat terhadap Islam dan berbagai kegiatan organisasi yang menjadikan Islam sebagai komitmen dalam perjuangan,
hal inilah yang juga membuat Natsir berada di Masyumi. Perjalanan melakukan perubahan sesuai dengan cita-cita bersama didalam
Masyumi ternyata tidak semulus dalam pemikiran para penggagasnya. Cita-cita bersama dalam membangun bangsa Indonesia yang adil, makmur, sejahtera,
tersendat di perjalanan perjuangan. Persoalan-persoalan yang timbul bukan persoalan yang datang dari luar layaknya Masyumi buatan Jepang dimana
diintervensi oleh pemerintah Jepang akan tetapi persoalan timbul dari internal Masyumi sendiri.
10
Thohir Luth, Op.cit., hal., 41.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat terbesar pendukung Masyumi, keluarnya NU diduga karena pemimpin keagamaan sebagian besar anggota NU di Masyumi diturunkan kedudukannya
hanya sebagai penasehat sedangkan pengurus besarnya dipegang ormas-ormas lain. Penyebab lainnya adalah perebutan jabatan Menteri Agama Kabinet
Wilotopo pada tahun 1952 dimana Fakih Usman Muhammadiyah dipilih sebagai Menteri Agama bukan Wahid Hasyim yang diharapkan para pemuka NU.
11
Keberhasilan Natsir dalam mewacanakan mosi integral ternyata masih menyimpan cita-cita yang lebih besar yaitu bagaimana menjadikan Islam sebagai
Sikap yang diambil PSII untuk keluar dari Masyumi tidak membawa dampak besar
sebab massa PSII memang tidak cukup besar, berbeda dengan keluarnya NU dampaknya sangat terasa sebab NU merupakan massa pendukung terbesar
Masyumi. Natsir selaku pimpinan Masyumi saat itu tentu mengalami perpecahan
dengan mitranya yang merintis Masyumi dari awal berdirinya. Kelihaian Natsir diuji disaat itu sebagai seorang pemimipin untuk mengakomodir dan
menyelesaian perbedaan yang bisa berakhir dengan perpecahan. Mosi integral yang diajukan Natsir dalam menyelamatkan Republik
Indonesia dengan jalan konstitusi menjadikan debut politik amat cemerlang baginya. Dalam mengajukan gagasan mosi integral ini Natsir tentu melakukan
perjuangan yang cukup menguras tenaga, lihat bagaimana dia harus melakukan pendekatan terhadap oragnisasi politik dan organisasi masyarakat . PKI sebagai
organisasi barisan kiripun tidak luput untuk didekati, pertemuaan Natsir dengan Sakirman yang mewakili PKI misalnya tetap berjalan dengan baik.
11
B.J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia, Jakarta: Grafitti Press, 1985, hal., 49.
Universitas Sumatera Utara
landasan atau dasar negara , perjuangan in dilakukannya bersama Masyumi. Dalam pidatonya yang berjudul “Islam Sebagai Dasar Negara” Natsir mengatakan
bahwa untuk dasar negara, Indonesia hanya mempunyai dua pilihan yaitu sekulerisme la diniyah atau paham keagamaan dini. Sedangkan Pancasila
menurut pendapatnya adalah la diniyah sebab itu Pancasila sekuler karena tidak mengakui wahyu sebagai sumber, bisa dikatakan Pancasila adalah hasil
penggalian dari masyarakat. Sesuai dengan argumentasi yang dikemukakan oleh Natsir, mengajak
masyarakat untuk melihat bahwa Islam sebagai agama anutan mayoritas masyarakat Indonesia. Tentu dengan posisi mayoritas anutan masyarakat
menjadikan Islam memiliki akar yang kuat dalam masyarakat Indonesia, sebab itu menjadikan alasan yang kuat menjadikan Islam sebagai dasar negara.
Argumentasi lain mengapa partai-partai Islam memperjuangkan Islam sebagai dasar negara, menurut Natsir karena ajaran Islam mempunyai sifat-sifat yang
sempurna bagi kehidupan negara dan masyarakat juga menjamin keragaman hidup antara berbagai golongan dalam negara dengan penuh toleransi.
12
12
Thohir Luth, Op.cit., hal., 49.
Keyakinan yang ditanamkan Natsir dalam dirinya bahwa Islam sajalah yang membuat kemajuan bangsa Indonesia menuju kehidupan sosial masyarakat
yang damai, adil dan sejahtera. Perjuangan mengaplikasan Islam sebagai dasar negara tidak semudah perjuangan mosi internal, persoalan dasar negara harus
Islam, Pancasila atau lainnya mengalami perdebatan panjang di konstituantae sejak November 1956 sampai dengan Juni 1959 akhir dari perdebatan ini tanggal
2 Juni 1959 tan adanya satu keputusan.
Universitas Sumatera Utara
Pihak pemerintah membaca situasi ini sebagai suatu kemacetan konstitusi yang serius, maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno dengan sokongan
penuh pihak militer mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 1945 dan sekaligus membubarkan Majelis Konstituante yang dipilih rakyat. Situasi tersebut
tentu menjadikan suatu guncangan tersendiri bagi umat Islam baik secara politis maupun secara psikologis.
13
13
Ibid, hal., 51.
Dekrit yang dikeluarkan Soekarno membuat dia menggenggan pimpinan yang memilki kekuasaan secara politis, dimana kekuasaan tersebut tanpa tapal
batas dan sejak itulah setiap usulan mengganti dasar negara dengan Islam selalu dilemahkan. Soekarno menggunakan kesempatan pada posisi pemegang tampuk
kekuasaan teringgi untuk meminimalisir wacana menghidupkan ideologi Islam. Pada tanggal 31 Desember 1959 Soekarno menetepkan kebijakan Penetapan
Presiden Penpres No. 7 1959 yang mengatur kehidupan dan pembubaran partai, selanjutnya dikeluarkan pula Keputusan Presiden Kepres No. 200 1960 yang
secara resmi memerintahkan pembubaran Masyumi dan PSI yang diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1960
Pembubaran Masyumi tidak lepas dari keterlibatan para pimpinan dan anggotanya dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia PRRI di
Sumatera Barat. PRRI dibentuk sebagai bagian proses pembentukan kabinet Djuanda yang tidak konstitusional serta terlalu tolerannya pemerintah pusat
terhadap komunis, memfokuskan pembangunan hanya kedaerah Jawa tanpa memperhatikan daerah diluar Jawa.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Penguatan Islam Melalui Da’wah.