Autism Care Center (Arsitektur Perilaku)
( ARSITEKTUR PERILAKU )
LAPORAN PERANCANGAN
TGA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR
SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010/2011
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknik Arsitektur
Oleh :
JESSICA 07 0406 034
DEPARTEM EN ARSITEKTUR
FAKULT AS TEKNIK
U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A
(2)
( ARSITEKTUR PERILAKU )
LAPORAN PERANCANGAN
TGA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR
SEMESTER A TAHUN AJARAN 2010/2011
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknik Arsitektur
Oleh :
JESSICA 07 0406 034
DEPARTEM EN ARSITEKTUR
FAKULT AS TEKNIK
U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A
(3)
( ARSITEKTUR PERILAKU )
Oleh :
JESSICA 07 0406 034
Medan, 22 Juni 2011
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Ketua Departemen Arsitektur
Ir. N. Vinky Rachman, MT.
NIP. 19660622019970201001
Hajar Suwantoro, ST., MT.
NIP. 197902032005011001
Achmad Delianur Nasution, ST., MT., IAI
(4)
Nama : Jessica
NIM : 07 0406 034
Judul Proyek Tugas Akhir : Autism Care Center
Tema : Arsitektur Perilaku
Rekapitulasi Nilai :
Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan :
No. Status
Waktu Pengumpulan
Laporan
Paraf Pembimbing I
Paraf Pembimbing II
Koordinator TGA-490
1. Lulus Langsung
2. Lulus Melengkapi
3. Perbaikan Tanpa
Sidang
4. Perbaikan Dengan
Sidang
5. Tidak Lulus
Medan, 22 Juni 2011
A B+ B C+ C D E
Ketua Departemen Arsitektur,
Ir. N. Vinky Rahman , MT NIP: 1966 0622 1997 02 1001
Koordinator TGA-490,
Ir. N. Vinky Rahman , MT NIP: 1966 0622 1997 02 1001
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini tersusun tepat pada waktunya. Laporan ini berisikan penjelasan mengenai proyek Tugas Akhir dari penulis yang
berjudul “Autism Care Center”. Pada tahapan ini terdapat latar belakang , deskripsi proyek , elaborasi tema , analisa dan konsep dari perancangan bangunan “Autism Care Center” ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan dan kelancaran selama proses
TA.
Bapak Hajar Suwantoro, ST., MT. selaku dosen pembimbing I atas kesabaran dan
perhatiannya dalam proses asistensi , masukan-saran serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat termotivasi dan bergerak lebih maju.
Bapak Achmad Delianur Nasution, ST., MT., IAI selaku dosen pembimbing II atas
kesabaran dan perhatiannya dalam proses asistensi , dan masukan yang diberikan kepada penulis , serta memotivasi penulis.
Ibu Ir. Basaria Talarosha, MT. selaku dosen penguji yang banyak memberikan
kritikan-kritikan dan masukan-masukan yang berguna dalam pengembangan rancangan proyek ini.
Kantor Bappeda, Dinas Sosial dan kantor-kantor pemerintah lainnya yang telah memberi
izin kepada penulis untuk mengambil data.
Yayasan Abdi Kasih dan Pusat Pelatihan Pelita Kasih yang telah begitu ramah,
menerima dan mengizinkan penulis untuk melakukan pengamatan dan survey lapangan.
Keluarga penulis, Nenek, Ayah, Ibu dan Kakak-kakak penulis yang banyak memberikan
semangat dan mendoakan penulis dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini .
CCB (Shelly, Claudia, dan Catherine) yang sudah saling berbagi suka duka, yang telah
menjadi tempat mencurahkan isi hati dan tempat saling bercanda-ria.(Kita pasti BISA!!!)
Teman – teman stambuk „07 dan teman seperjuangan TA (Hendra, Wilcen, Lany, Agus,
Julaiha, Yohana) ,serta teman-teman satu kelompok sidang.
Senior – senior „06 (Terutama Suwanti, Dian , Berlianto, Putrisia dkk ) yang selalu
ramah dalam menjawab segala pertanyaan dari penulis (Thanks banget!! Sukses selalu!).
Senior –senior ’05 dan ’04.
(6)
Kak Ayu (yang telah membantu dalam peminjaman dan fotokopi buku perpustakaan) dan Kak Dewi (yang telah membantu dalam peminjaman buku dari lab.kota).
Teman-teman semasa SMA (W-Hint- 2 IPA 8) yang selalu mendukung, terutama Elysa,
Welky, Felix, Bentan, Margaret, dkk (yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu).
Semua pihak yang terlibat baik langsung, maupun tidak langsung selama proses
pengerjaan proyek Tugas Akhir ini.
Penulis percaya laporan yang disusun tidaklah sempurna namun inilah hasil yang telah dirangkum untuk laporan penulis, berisi berbagai pembahasan yang diperlukan untuk rancangan bangunan yang akan dibuat .Semoga dengan adanya laporan ini dapat memberikan informasi dan gambaran yang cukup jelas mengenai proyek dan tema yang dipilih. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini berguna bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 22 Juni 2011
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR GAMBAR ...vi
DAFTAR TABEL ...ix
Bab I. Pendahuluan I.1. Latar Belakang ...1
I.2. Maksud dan Tujuan Proyek ...3
I.3. Perumusan Masalah ...3
I.4. Metode Pendekatan ...4
I.5. Pendekatan Prinsip……….. .4
I.6. Lingkup dan Batasan………5
I.7. Asumsi-asumsi ...5
I.8. Kerangka Berpikir ...6
I.9. Sistematika Penulisan Laporan ...7
Bab II. Deskripsi Proyek II.1. Terminologi Judul Proyek...8
II.2. Tinjauan Umum ...9
II.2.1. Teoritis Autisme ...9
II.2.1.1 Sejarah Singkat Autisme ...9
II.2.1.2 Klasifikasi Autisme ...10
II.2.1.3 Penyebab Autisme ...11
II.2.1.4 Tinjauan Perilaku Penyandang Autis ...12
II.2.1.5 Diagnostik Autis ...20
II.2.1.6 Terapi Untuk Autis ...27
II.3. Studi Kelayakan ...34
II.4. Lokasi Usulan Proyek ...36
II.4.1. Data Umum Lokasi Proyek ...36
(8)
II.4.3. Kriteria Desain Tapak ...38
II.4.4. Analisa Pemilihan Lokasi ...39
II.4.5. Lokasi Proyek ...42
II.4.6. Deskripsi Lokasi Sebagai Tapak Rancangan ...45
II.4.7. Deskripsi Lokasi Sebagai Tapak Rancangan ...45
II.4.7.1 Deskripsi Pengguna dan Kegiatan ...45
II.4.7.2 Skema Aktivitas Pemakai dan Struktur Organisasi ...55
II.4.7.3 Kebutuhan Ruang ...60
II.4.8. Studi Banding Fungsi Sejenis ...62
Bab III. Elaborasi Tema III.1. Latar Belakang Pemilihan Tema ...66
III.2. Pengertian Tema ...66
III.3. Kajian Arsitektur Perilaku ...68
III.4. Elaborasi Tema ...79
III.5. Studi Banding Tema Sejenis ...80
Bab IV. Analisis Perancangan IV.1. Analisa Tapak dan Lingkungan ...86
IV.1.1. Analisa Lokasi ...86
IV.1.2. Lokasi Tapak dalam Lingkungan Kawasan ...87
IV.1.4. Ukuran Tapak dan Batas-Batas ...87
IV.1.5. Eksisting Zoning dan Tata Guna Lahan ...88
IV.1.6. View ke dalam Tapak ...89
IV.1.7. View ke luar Tapak ...90
IV.1.8. Suasana View dari Berbagai Sisi ...91
IV.1.9. Garis Langit ...91
IV.1.10.Analisa Sirkulasi ...92
IV.1.11.Analisa Matahari ...93
IV.1.12.Analisa Angin ...93
IV.1.13.Analisa Kebisingan ...94
IV.1.14.Analisa Utilitas ...94
(9)
IV.2. Analisa Fungsional ...97 IV.2.1.Program Ruang ...97 IV.3. Kesimpulan Analisa ...103
Bab V. Konsep Perancangan
V.1. Konsep Perancangan……….105
V.2. Konsep Utilitas……….116
V.2.1. Konsep Sistem Elektrikal……… 116
V.2.2. Konsep Sistem Sanitasi………116
V.2.3. Konsep Sistem Pengkondisian Udara………..118
Bab VI. Gambar Perancangan
VI.1. Gambar Perancangan………...119
VI.2. Gambar Poster dan Maket...………....143
(10)
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir ...6
Gambar 2.1 Karakteristik Anak Autis ...20
Gambar 2.2 Lokasi Proyek ...36
Gambar 2.3 Peta Kota Medan dan WPP ………. 40
Gambar 2.4 Analisa Pemilihan Site ...42
Gambar 2.5 Peta alternatif 1 ...43
Gambar 2.6 Peta alternatif 2 ...43
Gambar 2.7 Peta alternatif 3 ...43
Gambar 2.8Struktur Organisasi ...59
Gambar 2.9Ruang terapi kelompok ...63
Gambar 2.10 Ruang terapi individu ...63
Gambar 2.11 Peralatan terapi individu ...63
Gambar 2.12 Ruang bermain ...63
Gambar 2.13 Taman bermain ...63
Gambar 2.14Data Kelas ...63
Gambar 2.15Profil, Misi dan Visi Sekolah ...63
Gambar 2.16 Hubungan integratif manusia dengan lingkungannya ...70
Gambar 2.17 Proses fundamental perilaku manusia ...71
Gambar 2.18 Hubungan antara budaya, perilaku, sistem aktivitas, dan sistem setting ...71
Gambar 3.1 Perilaku Autisme ...79
Gambar 3.2 Eksterior Bangunan Fawood Children Center ...80
Gambar 3.3 Eksterior Bangunan Fawood Children Center ...80
Gambar 3.4 Eksterior Bangunan Fawood Children Center ...80
Gambar 3.5 Interior Bangunan Fawood Children Center ...80
Gambar 3.6 Exterior TCC ...81
Gambar 4.1 Lokasi Tapak ...86
Gambar 4.2 Lokasi Tapak dalam Lingkungan Kawasan ...87
Gambar 4.3 Ukuran Tapak dan Batas-Batas ...87
Gambar 4.4 Tata Guna Lahan ...88
(11)
Gambar 4.6 Foto View ke dalam Tapak ...89
Gambar 4.7 View ke luar Tapak ...90
Gambar 4.8 Foto View ke luar Tapak ...90
Gambar 4.9 Suasana View ...91
Gambar 4.10 Garis Langit...91
Gambar 4.11 Analisa Sirkulasi ...92
Gambar 4.12 Foto Suasana Sirkulasi ...92
Gambar 4.13 Analisa Matahari ...93
Gambar 4.14 Analisa Angin ...93
Gambar 4.15 Analisa Kebisingan ...94
Gambar 4.16 Analisa Utilitas ...94
Gambar 4.17 Analisa Potensi Tapak ...95
Gambar 5.1 Sistem Elektrikal ...116
Gambar 5.2 Sistem Air Bersih ...117
Gambar 5.3 Sistem Air Limbah ...117
Gambar 5.4 Sistem Air Kotor ...117
Gambar 5.5 Sistem Air Kolam...117
Gambar 5.6 Sistem Air Hujan ...118
Gambar 5.7 Sistem Pengkondisian Udara ...118
Gambar 6.1 Site Plan ...119
Gambar 6.2 Ground Plan ...120
Gambar 6.3 Tampak Site dan Potongan Site ...121
Gambar 6.4 Denah dan Tampak Bangunan A ...122
Gambar 6.5 Tampak dan Potongan Bangunan A...123
Gambar 6.6 Potongan Bangunan A, Denah, Tampak dan Potongan Bangunan B, Denah Bangunan C ...124
Gambar 6.7 Denah, Tampak dan Potongan Bangunan C ...125
Gambar 6.8 Denah dan Tampak Bangunan D ...126
Gambar 6.9 Potongan Bangunan D, Denah, Tampak dan Potongan Bangunan F, Denah Bangunan G ...127
Gambar 6.10 Denah, Tampak dan Potongan Bangunan G-H ...128
Gambar 6.11Rencana Pondasi ...129
(12)
Gambar 6.14 Rencana Pembalokan ...132
Gambar 6.15 Rencana Pembalokan dan Rencana Atap ...133
Gambar 6.16 Rencana Atap dan Detail Atap ...134
Gambar 6.17 Detail Atap ...135
Gambar 6.18Detail ...136
Gambar 6.19 Trafe Tampak ...137
Gambar 6.20 Rencana Elektrikal ...138
Gambar 6.21 Rencana Elektrikal ...139
Gambar 6.22 Rencana Elektrikal dan Rencana Pengkondisian Udara ...140
Gambar 6.23 Rencana Plumbing ...141
Gambar 6.24 Rencana Plumbing ...142
Gambar 6.25 Tampak Depan Site ...143
Gambar 6.26 Suasana Eksterior Bangunan A ...143
Gambar 6.27 Suasana Eksterior Bangunan A ...143
Gambar 6.28 Suasana Eksterior Bangunan A ...144
Gambar 6.29 Suasana Eksterior Bangunan A ...144
Gambar 6.30 Suasana Eksterior Bangunan B ...144
Gambar 6.31 Suasana Eksterior Bangunan C&E ...145
Gambar 6.32 Suasana Eksterior Bangunan D ...145
Gambar 6.33 Suasana Eksterior Bangunan F ...145
Gambar 6.34 Suasana Eksterior Bangunan G-H...146
Gambar 6.35 Suasana Playground ...146
(13)
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 2.1 Klasifikasi Autisme...10
Tabel 2.2 Tinjauan Perilaku Penyandang Autis ...12
Tabel 2.3 Gejala Perilaku Autis ...14
Tabel 2.4 Perkembangan Imajinasi Anak ...16
Tabel 2.5 Perkembangan Interaksi Sosial Anak ...18
Tabel 2.6 Test Inteligensi Non Verbal ...22
Tabel 2.7 Perbandingan NIQ ...23
Tabel 2.8 Parameter Pengklasifikasi Tingkat Autis ...26
Tabel 2.9 Tahap Awal Kurikulum ABA ...29
Tabel 2.10 Tahap Menengah Kurikulum ABA ...30
Tabel 2.11 Tahap Lanjut Kurikulum ABA ...30
Tabel 2.12 Kurikulum Yayasan Autisma Indonesia ...32
Tabel 2.13 Jumlah Penduduk Kota Medan tahun 2000-2009 ...35
Tabel 2.14Jumlah Penduduk dengan Umur 0-14 Kota Medan Tahun 2009 ...35
Tabel 2.15 Perhitungan Potensi Jumlah Penyandang Autisme dari umur 0-14tahun ...36
Tabel 2.16 Kriteria Pemilihan Lokasi ...38
Tabel 2.17 Potensi Pengembangan Wilayah Kota Medan ...41
Tabel 2.18 Perbandingan Alternatif Site ...44
Tabel 2.19 Proses penerimaan input ...52
Tabel 2.20 Kelompok Gangguan Sensory Integration ...52
Tabel 2.21 Kelompok Kegiatan ...55
Tabel 2.22 Kebutuhan Ruang………..………..60
Tabel 3.1 Warna yang Disukai Orangtua dan Anak-anak ………... 73
Tabel 3.2 Asosiasi Negatif dan postif dalam warna ...74
Tabel 3.3 Perbandingan bentuk dasar bangunan...77
Tabel 3.4 Interpretasi Tema ...80
Tabel 3.5 Kesimpulan Studi Banding Tema Sejenis ...83
Tabel 4.1 Program Ruang ...97
Tabel 4.2 Kesimpulan Analisa ...103
(14)
Bab I
PENDAHULUAN
I.1. Latar BelakangAnak-anak adalah anugerah dan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang paling berharga. Anak yang sehat jasmani rohani merupakan idaman setiap keluarga dan setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir normal tanpa ada kekurangan apapun.
Terjadinya krisis ekonomi menyebabkan masyarakat mengalami penurunan daya beli makanan-makanan yang bergizi. Sehingga mengakibatkan bertambahnya angka kematian anak dengan berat badan dibawah normal, apabila tidak meninggal, maka anak tersebut lahir dengan ketidaksempurnaan, misalnya terlahir cacat fisik ataupun mental. Setiap dua menit, anak balita yang dibawah umur lima tahun meninggal di Indonesia. Stephen J. Woodhouse, Kepala Perwakilan Badan PBB untuk anak-anak (UNICEF) di Indonesia dan Malaysia mengatakan bahwa sekitar 5.000 dari 12.500 bayi yang lahir setiap hari di Indonesia berpotensi terlahir dengan Intelligence Quotient (IQ) yang sepuluh kali lebih rendah, atau
rentan ketahanan fisiknya.1
Satu dari lima anak dan remaja pada usia dibawah 18 tahun memiliki masalah kesehatan jiwa, dan 3-4 persen dari kelompok usia tersebut memiliki gangguan jiwa serius
yang memerlukan penanganan memadai dan professional2. Saat ini jumlah anak dan remaja
atau penduduk usia 18 tahun di Indonesia tidak kurang dari 90 juta jiwa. Itu artinya, 18 juta diantaranya rentan terhadap masalah kejiwaan. Dari jumlah itu, 3-4 persen atau sekira 700 ribu diantaranya adalah anak-anak dan remaja dengan gangguan kejiwaan yang cukup serius dan perlu penanganan profesional.
Tuhan menitipkan karunia-Nya yang tidak sempurna, yang mana adalah individu autistik. Ketidaksempurnaan perkembangan anak balita dibawah lima tahun sulit untuk dideteksi. Dengan perhatian dari orang tua kepada anak dan pengetahuan mengenai kriteria perkembangan anak yang baik, orang tua akan dapat mengetahui kelainan-kelainan yang dialami oleh si anak dengan cepat. Misalnya ada kelainan pada otak (McCandless, 2003). Perasaan orang tua menyambut kehadiran anak yang menyandang autisme dalam kehidupan
1 www.kompas.com 2
(15)
mereka biasanya pertama-tama adalah galau, tercabik antara penerimaan dan penolakan, antara rasa syukur dan marah, bahkan terkadang ada yang merasa malu dan memutuskan untuk mengurung ataupun memasung anaknya di dalam rumah.
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang diderita anak-anak tanpa memandang warna kulit, agama maupun suku. Jumlah anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme semakin bertambah. Contohnya, di Jepang dan Kanada, sejak tahun 1980, anak yang terkena gangguan perkembangan autis meningkat 40 persen. Menurut Autism Research Institute di San Diego, jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada tahun 2005 sudah menjadi 1:160 anak. Di California, pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis setiap hari. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisme. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, jumlah penderita autisme juga semakin meningkat. Pada tahun 2004 tercatat 475 ribu penderita dan sekarang diperkirakan setiap 1 dari 150 - 200 orang anak yang mengalami gangguan perkembangan autis (Menteri Kesehatan, 2008 dan Dr.Widodo, 2006). Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2.6
– 4 : 1. Akan tetapi, gejala yang ditunjukkan oleh anak perempuan lebih berat (Judarwanto,
2006).
Masyarakat Indonesia tidak dan belum cukup paham mengenai Autisme, menganggap
tidak ada perbedaan antara “sakit mental” dengan “mental terbelakang/cacat perkembangan
mental”. Akibatnya, banyak penyandang autisme dewasa yang hidup dalam lembaga
-lembaga kejiwaan yang salah akibat ketidakpahaman tersebut. Hal ini menyebabkan penyandang autisme tidak dapat sembuh dengan optimal, melainkan menambah masalah perilakunya.
Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistematis untuk member perawatan dan menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan terapi dan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan terapi dan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta
(16)
meminimalkan masalah perilaku dan masalah belajar(learning problem) terutama pada anak-anak autisme. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu wadah yang terencana bagi anak-anak-anak-anak penyandang autis. Sarana/wadah ini menyediakan terapi dan pendidikan bagi penyandang autis agar mereka dapat bersosialisasi, mandiri, konsentrasi dalam mengerjakan sesuatu, melakukan kontak mata dengan lawan bicara, tidur dengan teratur, mengejar ketinggalan dari anak-anak lain, dan mengurangi hiperaktif. Sarana/wadah ini juga diharapkan dapat memberi pengetahuan yang benar kepada masyarakat luas mengenai autisme.
I.2. Maksud dan Tujuan Proyek
Maksud dan tujuan dilaksanakannya studi kasus proyek ini adalah :
Menyediakan wadah untuk memberikan informasi mengenai gangguan perkembangan
autis kepada orang tua dari penyandang autis dan masyarakat sehingga dapat lebih mengenal dan memahami gangguan perkembangan autis.
Menyediakan fasilitas pendidikan bagi anak-anak penyandang autis, yang mengikuti
metoda ABA atau Lovaas agar dapat membantu perkembangan fisik dan jiwanya.
Menyediakan fasilitas-fasilitas untuk terapi.
Menciptakan ruang-ruang luar sebagai sarana pendukung yang sesuai.
Dengan adanya terapi dan pendidikan yang diberikan, penderita autis diharapkan
dapat kembali berinteraksi dengan masyarakat, penderita dapat kembali berfungsi sebagai elemen masyarakat.
I.3. Perumusan Masalah
Masalah perancangan yang timbul dalam kasus proyek ini adalah :
Bagaimana mewujudkan desain bangunan pada judul proyek ini sehingga sesuai
dengan peruntukkan fungsi bangunan dan kelayakan studi proyek sesuai dengan kebutuhan pada lokasi proyek.
Bagaimana menciptakan suatu sarana terapi dan pendidikan yang nyaman bagi
pemakainya untuk melakukan kegiatan terapi dan belajar-mengajar.
Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tema yang diambil untuk diterapkan dalam
desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan prinsip-prinsip estetika dalam teori arsitektur.
Bagaimana mewadahi beberapa kegiatan, tidak hanya terapi dan belajar pengetahuan
(17)
Bagaimana merancang bangunan yang nyaman dan aman mengingat bangunan yang akan dirancang nantinya berhubungan dengan anak-anak.
I.4. Metode Pendekatan
Pendekatan-pendekatan dalam penyelesaian masalah pada perancangan dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
Studi literatur
Dengan mempelajari permasalahan yang ada, pemecahan masalah dilakukan berdasarkan referensi-referensi yang dianggap relevan dan mendukung dalam proses perancangan.
Studi banding
Dengan melakukan pendekatan permasalahan dan fungsi bangunan dalam proyek sejenis maupun tema sejenis dalam judul proyek ini.
Survei lapangan
Dalam pemilihan lokasi dilakukan analisa potensi-potensi yang ada pada lingkungan sekitar.
Mendapatkan informasi dari instansi-instansi terkait untuk memperoleh data yang
dibutuhkan untuk mendukung kelayakan studi proyek, baik dengan instansi pemerintah maupun swasta.
I.5. Pendekatan Prinsip
Untuk dapat memecahkan masalah diatas, maka prinsip-prinsip arsitektural yang akan digunakan, antara lain :
Prinsip perancangan Austism Care Center berdasarkan spesialisasi dari bagian
kejiwaan anak.
Prinsip psikologi anak.
Data-data yang diperlukan tersebut diperoleh dengan :
Studi pustaka
Survei lapangan
(18)
I.6. Lingkup dan Batasan
Lingkup/batasan kasus proyek meliputi:
Perancangan Autism Care Center ini terdiri dari rehabilitasi anak autis, terapi dan
pendidikan bagi anak autis, tempat bermain anak-anak, klinik, pemberian informasi dan konseling mengenai gangguan perkembangan autis kepada masyarakat luas.
Lingkup pelayanan khususnya untuk daerah Sumatera Utara, namun tidak menutup
kemungkinan untuk penyandang autis dan pengunjung yang ingin mendapatkan informasi dari luar daerah.
Perencanaan dan perancangan Autism Care Center dengan menerapkan
konsep-konsep arsitektur perilaku yang menghubungkan perilaku dari pengguna bangunan dengan ruang-ruang dan fungsi bangunan yang akan dirancang.
Perancangan memperhatikan aspek fisik dan non fisik , seperti perancangan tapak ,
massa bangunan , estetika , pemakai , pengunjung , struktur , kebutuhan ruang , sirkulasi dalam dan luar , fungsi bangunan di sekitar bangunan, intensitas pembangunan di sekitarnya , dll.
I.7. Asumsi-Asumsi
Proyek pada judul ini bersifat fiktif, maka asumsi-asumsi yang diperlukan untuk mendukung proses perencanaan dan proses perancangan antara lain:
Diasumsikan kepemilikan oleh pihak swasta.
Diasumsikan bahwa harga tidak menjadi masalah.
Diasumsikan bahwa keberadaan sosial budaya masyarakat setempat tidak menjadi
suatu permasalahan yang dapat menghambat keberadaan dari proyek ini.
Kegiatan penyembuhan anak autis semakin meningkat dengan kerjasama antara
pemerintah, pusat rehabilitasi, dan instansi pendidikan.
Lokasi tapak diasumsikan berupa lahan kosong dan memenuhi persyaratan fungsi
bangunan sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan.
Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap anak autis semakin meningkat.
Pemerintah mendukung kegiatan terapi dan pendidikan yang dapat membantu proses
(19)
I.8. Kerangka Berpikir
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir Sumber : Analisis Pribadi
Perumusan Masalah
Bagaimana mewujudkan desain bangunan pada judul proyek ini sehingga sesuai dengan peruntukkan fungsi bangunan dan kelayakan studi proyek sesuai dengan kebutuhan pada lokasi proyek.
Bagaimana menciptakan suatu sarana terapi dan pendidikan yang nyaman bagi pemakainya untuk melakukan kegiatan terapi dan belajar-mengajar. Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tema yang diambil untuk diterapkan
dalam desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan prinsip-prinsip estetika dalam teori arsitektur.
Bagaimana mewadahi beberapa kegiatan, tidak hanya terapi dan belajar . pengetahuan umum, tetapi juga bermain untuk pengembangan kreativitas
anak.
Bagaimana merancang bangunan yang nyaman dan aman mengingat bangunan yang akan dirancang nantinya berhubungan dengan anak-anak.
Latar Belakang
- Jumlah Penyandang Autisme semakin bertambah. - Penyandang Autisme adalah 1 orang dari 150 orang.
- Salahnya pemahaman tentang “sakit mental” dengan “cacat perkembangan
mental” menyebabkan perawatan yang salah bagi penyandang Autisme.
- Medan masih kekurangan fasilitas-fasilitas terapi dan pendidikan untuk penyandang autisme.
Judul Perancangan
Autism Care Center
Tema Perancangan
Arsitektur Perilaku
Data Perencanaan
Data Tapak Studi Literatur Studi Banding Survei Lapangan Wawancara
Tujuan dan Manfaat
- Sebagai sarana/wadah yang member informasi mengenai gangguan perkembangan autisme.
- Sebagai fasilitas terapi dan pendidikan yang layak bagi penyandang autisme.
- Menyediakan fasilitas outdoor sebagai sarana pendukung. - Dengan fasilitas-fasilitas yang ada, diharapkan penyandang autisme
dapat kembali berfungsi sebagai elemen masyarakat.
Desain Perancangan Konsep Perancangan
Konsep ruang luar, ruang dalam, massa, tema, struktur, dan utilitas.
Umpan balik Analisa
Analisa Tapak (Analisa Fisik) View, sirkulasi, pencapaian, orientasi,
dll.
Analisa Fungsional (Analisa Nonfisik) Pengguna, alur kegiatan, dll
Programming Program ruang dalam dan ruang luar
(20)
I.9. Sistematika Penulisan Laporan
Secara garis besar, urutan pembahasan dalam penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan
Berisi kajian tentang latar belakang pembangunan Autism Care Center, maksud dan tujuan, masalah perancangan, pendekatan masalah perancangan, lingkup dan batasan, asumsi-asumsi, kerangka berpikir, dan sistematika penulisan laporan.
Bab 2 Deskripsi Proyek
Berisi tentang pembahasan mengenai terminologi judul, pemilihan lokasi, deskripsi kondisi eksisting, luas lahan, peraturan dan keistimewaan lahan, tinjauan fungsi dan studi banding arsitektur dengan fungsi sejenis.
Bab 3 Elaborasi Tema
Menjelaskan tentang pengertian tema yang diambil, interpretasi tema, keterkaitan tema dengan judul dan studi banding arsitektur dengan tema sejenis.
Bab 4 Analisa Perancangan
Menjelaskan tentang analisa kondisi tapak dan lingkungan, analisa fungsional, analisa teknologi, analisa dan penerapan tema, serta kesimpulan.
Bab 5 Konsep Perancangan
Menjelaskan konsep penerapan hasil analisis komprehensif yang digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah.
Bab 6 Perancangan Arsitektur
Menjelaskan tentang gambar hasil perancangan berupa foto maket maupun gambar kerja.
Daftar Pustaka
Berisi daftar pustaka yang digunakan sebagai literatur selama proses perencanaan dan perancangan kasus proyek.
(21)
Bab II
DESKRIPSI PROYEK
II.1. Terminologi Judul ProyekPengertian dari Autism Care Center adalah:
Autism berarti :
1. Autos atau self/diri, berasal dari kata Yunani.
2. Mental condition in which a person is unable to communicate or form
relationships with others1.
3. Gangguan kualitatif dalam komunikasi dan interaksi sosial2.
4. Awal dari gangguan perkembangan yang terjadi akibat interaksi antara
faktor-faktor genetic dan lingkungan (Monks, 1989).
5. Kesulitan dalam pemahaman bahasa dan interaksi sosial (Schreibman, 1988 dan
McLaughin, 2002).
6. Suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau gangguan pervasif,
dan bukan bentuk penyakit mental (Peeters, 2004).
7. Perilaku yang aneh, terlihat acuh dengan lingkungan dan cenderung menyendiri
seakan-akan hidup dalam dunia sendiri (Davidson, 2006).
8. Salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang ditandai dengan munculnya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya (Veskarisyanti, 2008).
Care berarti :
1. Perawatan, peduli3.
2. Memelihara, memperhatikan, mengawasi, mengamati dengan perhatian penuh4.
3. The process of caring for somebody/something and providing what they need for
their health or protection : medical/patient care5.
Center berarti : 1. Pusat6.
2. Place for a particular activity7.
1Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. Sixth Edition. Hal 69 2 DSM-IV
3 Google Translator
4 Kamus Lengkap Inggris-Indonesia-Inggris, Bandung, 1980, hal 22
5Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. Sixth Edition. Hal 176 6 Google Translator
(22)
3. A buiding or place for a particular purpose or activity8.
Jadi, pengertian dari Autism Care Center adalah tempat perawatan untuk gangguan perkembangan atau singkatnya pusat rehabilitasi anak autis.
II.2. Tinjauan Umum II.2.1. Teoritis Autisme
II.2.1.1. Sejarah Singkat Autisme
Istilah autisme infantil (early infantile autism) dipakai pertama kali oleh Dr.Leo
Kanner, seorang psikiater anak, pada tahun 1934. Ia menggambarkan dengan sangat rinci gejala-gejala dari 11 anak yang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Ia memperkirakan hal ini disebabkan oleh gangguan
metabolisme bawaan yang menimbulkan kegagalan untuk berinteraksi. Istilah “autisme”
sendiri dipinjamnya dari bidang schizophrenia, untuk menggambarkan perilaku pasien
schizophrenia yang menarik diri dari luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Kanner
menggambarkan bahwaa anak-anak tersebut juga hidup dalam dunianya sendiri, terpisah dari dunia luar.
Pada schizophrenia, autisme disebabkan oleh proses regresi karena penyakit jiwa,
sedangkan pada anak-anak dengan autisme infantil terdapat kegagalan perkembangan. Memang pemakaian istilah autisme seringkali menimbulkan kerancuan mengenai hubungan antara kedua kondisi tersebut. Pada tahun1970, diterbitkan majalah ilmiah professional internasional mengenai autisme, yang semula bernama The Journal of Autism and Childhood Schizophrenia, kemudian diubah menjadi Journal of Autism and Development Disorders. Majalah ini sangat penting dalam perkembangan pengetahuan mengenai autisme. Autisme bukanlah penyakit mental, melainkan gangguan perkembangan. Hal ini menentukan tujuan akhir perawatan, dimana pada penyakit mental, seseorang yang dulunya normal, kemudian sakit, dan dirawat agar normal kembali. Sedangkan pada autism, gangguan perkembangan ini bersifat permanen, penyandang autism dirawat agar dapat mempersiapkan diri si anak untuk menghadapi kehidupannya secara mandiri.
(23)
II.2.1.2. Klasifikasi Autisme
Beberapa kelompok besar spektrum autisme yang ada, dapat dilihat dari kategori utama dibawah ini:
Tabel 2.1 Klasifikasi Autisme NO. KELOMPOK BESAR
SPEKTRUM AUTISME
KETERANGAN
1. Kelainan Autis Dikategorikan sebagai ketidak mampuan dalam
bersosialisasi dan mempunyai minat dan aktifitas yang terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam kemampuan berbicara. Kecerdasannya berada pada tingkat normal atau diatas normal. Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai daya kebiasaan bermain, berperilaku, memiliki minat dan aktivitas yang unik (aneh).
2. PDD - NOS (Pervasive
Developmental Disorder Not Otherwise Specified)
Biasa disebut Autis yang tidak umum, dimana diagnosis PDD-NOS dapat dilakukan jika anak tidak memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV), akan tetapi terdapat ketidakmampuan pada beberapa
perilakunya.
Memiliki gejala gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi, interaksi maupun perilaku. Namun,
kualitas gangguannya lebih ringan, misalnya masih bisa kontak mata.
3. Kelainan Rett Ketidakmampuan yang semakin hari semakin parah
(progresif). Sampai saat ini diketahui hanya menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan keahlian yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik- khususnya gerakan tangan menjadi tidak terkendali dimulai pada umur 1 hingga 4 tahun.
Mulai mengalami kemunduran perkembangan sejak umur 6 bulan. Mengalami gangguan bahasa perseptif maupun ekspresif disertai kemunduran psikomotor yang hebat.
(24)
NO. KELOMPOK BESAR SPEKTRUM AUTISME
KETERANGAN
4. Kelainan Disintegrasi Masa
Kanak-kanak
Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 3 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik. Gejala biasanya muncul setelah umur 3tahun. Gejalanya adalah mendadak berhenti berbicara, menarik diri, ketrampilan yang berkurang, cuek, dan gerakan berulang.
5. Sindrom Asperger (SA) Lebih banyak diderita anak laki-laki. Mengalami
gangguan di bidang komunikasi, interaksi social, perilaku, namun tidak separah pada autisme.
Komunikasi biasanya satu arah, terobsesi pada suatu subjek, misalnya pesawat (yang biasanya dikuasai secara mendetail). Kebanyakan anak SA cerdas, berdaya ingat kuat, tidak memiliki masalah dalam pelajaran sekolah.
Sumber : www.jenis-autisme.htm , diakses Januari 2011
II.2.1.3. Penyebab Autisme
Beberapa penyebab timbulnya austism, antara lain9 :
1. Menurut teori Psikososial
Autism dianggap sebagai akibat dari hubungan orang tua dengan anak yang dingin dan tidak akrab atau sebaliknya, emosional, kaku, dan obsesif (Kanner dan Bruno Bettelhem).
2. Teori Biologis
a. Faktor genetik
Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
b. Pranatal, Natal, Post-Natal
Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
(25)
c. Neuro-Anatomi
Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
d. Struktur dan Biokimiawi
Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.
3. Keracunan logam berat
Terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara, dlsb.
4. Gangguan pencernaan, pendengaran, dan penglihatan.
Menurut data yang ada, 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.
II.2.1.4. Tinjauan Perilaku Penyandang Autis
Anak autistik menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini
(sering dapat diamati sehari-hari)
Tabel 2.2 Tinjauan Perilaku Penyandang Autis
KATEGORI PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS
Cara berkomunikasi 1. Terlambat berbicara.
2. Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun
nonverbal.
3. Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
4. Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan
sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya.
5. Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara
sama sekali.
6. Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
7. Banyak meniru atau membeo (echolalia).
8. Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
(26)
KATEGORI PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS
10. Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami
arti dan konteksnya.
11. Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak
tampak.
12. Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara
menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya.
Cara bergaul 1. Tidak ada kontak mata.
2. Menyembunyikan wajah.
3. Menghindar bertemu dengan orang lain.
4. Menundukkan kepala.
5. Membuang muka.
6. Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya.
7. Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
8. Kurang tanggap isyarat sosial.
9. Lebih suka menyendiri.
10. Tidak tertarik untuk bersama teman.
11. Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas
perbuatan sendiri.
Cara membawakan diri 1. Menarik diri.
2. Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng).
3. Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara .
4. Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
5. Lebih senang menyendiri.
6. Hidup dalam alam khayal (bengong).
7. Konsentrasi kosong.
8. Menggigit-gigit benda.
9. Menyakiti diri sendiri.
10. Sering tidak diduga-duga memukul teman.
11. Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan.
(27)
KATEGORI PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS
13. Bermasalah tidur/tertawa di malam hari.
14. Memukul-mukul benda (meja, kursi).
15. Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan
tangan, mengangguk-angguk dsb).
16. Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas.
Kepekaan sensori integratif
1. Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka
dipeluk.
2. Sensitif terhadap suara-suara tertentu
3. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
4. Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa
sakit.
Pola Bermain 1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2. Kurang/tidak kreatif dan imajinatif.
3. Tidak bermain sesuai fungsi mainan.
4. Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin, roda
sepeda, dan lain-lain.
5. Sering terpaku pada benda-benda tertentu.
Keadaan emosi anak 1. Sering marah tanpa alasan.
2. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum ) bila
keinginan tidak dipenuhi.
3. Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan.
4. Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.
Sumber :www.ditplb.or.id , diakses Januari 2011
Ada beberapa gejala perilaku yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia :
Tabel 2.3 Gejala Perilaku Autis
USIA PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS
(28)
USIA PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS
2. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik.
3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi.
4. Tidak "babbling".
5. Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu.
6. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan.
7. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal.
usia 6 - 12 bulan 1. Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis).
2. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik.
3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan.
4. Sulit bila digendong.
5. Tidak "babbling".
6. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan .
7. Tidak ditemukan senyum sosial.
8. Tidak ada kontak mata.
9. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal.
usia 12 - 24 bulan 1. Kaku bila digendong.
2. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da).
3. Tidak mengeluarkan kata.
4. Tidak tertarik pada boneka.
5. Memperhatikan tangannya sendiri.
6. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus.
7. Mungkin tidak dapat menerima makanan cair.
usia 2 - 3 tahun 1. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain. 2. Melihat orang sebagai "benda" .
3. Kontak mata terbatas.
4. Tertarik pada benda tertentu.
5. Kaku bila digendong.
(29)
USIA PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS
2. Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar).
3. Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah.
4. Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala).
Temperamen tantrum atau agresif .
Sumber: Watson L. dan Marcus L., Diagnosis and Assessment of Preschool Children. Dalam Schopler, E. dan Mesibov,G(eds) Diagnosis and Assessment in Autism, London, Plenum Press, 1988
Tabel 2.4 Perkembangan Imajinasi Anak USIA
DALAM BULAN
PERKEMBANGAN NORMAL PERKEMBANGAN DENGAN GEJALA AUTISME
6 Perilakunya tidak berbeda terhadap sebuah benda pada saat yang sama 8 Perilaku dibedakan berdasarkan
karakteristik benda. Menggunakan dua buah benda dalam kombinasi (tidak tepat digunakan secara sosial)
Pengulangan gerakan motorik mungkin mendominasi kegiatan sadar
12 Perilaku terhadap benda sesuai secara sosial (kegunaan benda). Dua benda atau lebih dihubungkan secara tepat.
Agak penasaran/eksplorasi terhadap lingkungan.
Penggunaan mainan yang tidak biasa seperti memutar, menjentik dan membariskan benda.
18 Sering berperilaku simbolik (pura-pura minum, berbicara di telepon, dan lain-lain).
24 Sering menerapkan permainan pura-pura dengan boneka, mainan binatang
(misalnya memberi makan boneka). Perilaku pura-pura tidak terbatas pada kegiatan sehari-hari (misalnya pura-pura menyetrika). Rangkaian perilaku pura-pura berkembang (memberi makan boneka, menimbang dan
(30)
USIA DALAM
BULAN
PERKEMBANGAN NORMAL PERKEMBANGAN DENGAN GEJALA AUTISME
Berpura-pura main tembak-tembakan dengan benda yang ada.
26 Permainan simbolik yang sudah direncanakan lebih
dahulu-memberitahukan maksudnya dan mencari benda yang dibutuhkan untuk itu.
Mencari benda pengganti (misalnya menggunakan kotak sebagai pengganti mobil).
Benda diperlakukan alat yang dapat melakukan kegiatan bebas (misalnya: boneka dibuat agar dapat mengangkat gelas sendiri)
Terus menerus menjilati benda-benda. Tidak ada permainan simbolik.
Terus menerus melakukan gerak repetitif seperti mematung, memutar, berjingkat, dan lain-lain.
Kekaguman visual terhadap benda - menatap cahaya lampu, dan lain-lain. Menunjukkan banyak kekuatan yang berhubungan dengan manipulasi visual/motorik, misalnya puzzle.
48 Permainan sosiodramatis-pura-pura bermain dengan dua anak atau lebih. Menggunakan pantomim untuk mewakili benda yang diperlukan (misalnya pura-pura menuangkan air karena tidak ada teko).
Kehidupan nyata dan khayal dapat membantu peranan untuk waktu yang lama.
Penggunaan fungsional terhadap benda-benda. Beberapa aksi langsung terhadap boneka atau orang lain; kebanyakan melibatkan anak-anak sebagai alat perantara.
Permainan simbolik, jika ada, terbatas dan sederhana serta diulang-ulang.
Selama permainan, keterampilan yang lebih sulit berkembang, tetap
membutuhkan banyak waktu dibanding kegiatan lebih mudah.
Beberapa di antaranya tidak
mengkombinasikan alat permainan dalam bermain.
60 Bahasa berperan penting dalam
menciptakan tema, menegosiasikan peran dan bermian drama.
Tidak dapat berpantomim. Tidak bermain sosiodrama.
Sumber: Watson L. dan Marcus L., Diagnosis and Assessment of Preschool Children. Dalam Schopler, E. dan Mesibov,G(eds) Diagnosis and Assessment in Autism, London, Plenum Press, 1988
(31)
Tabel 2.5 Perkembangan Interaksi Sosial Anak USIA
DALAM BULAN
INTERAKSI SOSIAL
ANAK NORMAL ANAK PENYANDANG AUTIS
2 Menggerakkan kepala dan mata untuk mencari arah suara. Senyuman sosial.
6 Perilaku meraih sebagai wujud keinginan untuk digendong.
Mengulangi tindakan yang dilakukan orang dewasa(meniru).
Kurang aktif dan kurang menuntut. Sebagian cepat marah.
Lebih sedikit kontak mata. Tidak ada respon secara sosial. 8 Membedakan orangtua dari orang
lain.
Permainan “member dan menerima”. Melambaikan tangan sebagai tanda
perpisahan.
Menangis/merangkak, mengejar ketika ibu keluar ruangan.
Sulit reda ketika marah.
Sekitar sepertiga di antaranya sangat menarik diri dan mungkin secara aktif menolak interaksi.
Sekitar seperti di antaranya menerima perhatian tapi sangat sedikit memulai interaksi.
12 Anak sering memulai permainan. Kontak visual meningkat selama
bermain.
Sosiabilitas seringkali menurun ketika anak mulai belajar berjalan, merangkak.
Tidak ada kesulitan pemisahan. 18 Mulai bermain dengan teman sebaya.
24 Masa bermain dengan teman sebaya singkat.
Permainan dengan teman sebaya lebih banyak melibatkan gerakan kasar (mis: kejar-kejaran).
Biasanya membedakan orang tua dari orang lain, tapi sangat sedikit afeksi yang diekspresikan.
Mungkin memeluk dan mencium. sebagai gerakan tubuh yang otomatis ketika diminta .
Tidak acuh terhadap orang dewasa selain orang tua.
Mungkin mengembangkan ketakutan yang besar lebih suka menyendiri.
(32)
USIA DALAM
BULAN
INTERAKSI SOSIAL
ANAK NORMAL ANAK PENYANDANG AUTIS
36 Belajar mengenai giliran dan berbagi dengan temannya.
Pertengkaran di antara teman sebaya sering terjadi.
Senang membantu orangtua mengerjakan pekerjaan rumah. Senang berlagak untuk membuat
orang lain tertawa.
Tidak bisa menerima anak-anak yang lain.
Sensitivitas yang berlebihan. Tidak bisa memahami makna
hukuman.
48 Tawar-menawar peran dengan teman sebaya dalam permainan social-dramatik.
Memiliki teman bermain favorit.
Tidak dapat memahami aturan dalam permainan dengan teman sebaya.
60 Lebih berorientasi pada teman sebaya daripada orang dewasa. Sangat berminat menjalin
persahabatan.
Bertengkar dan saling mengejek sering terjadi dengan teman sebaya.
Lebih berorientasi kepada orang dewasa daripada teman sebaya. Sering menjadi lebih bisa bergaul,
tapi interaksi tetap aneh dan satu sisi.
Sumber: Watson L. dan Marcus L., Diagnosis and Assessment of Preschool Children. Dalam Schopler, E. dan Mesibov,G(eds) Diagnosis and Assessment in Autism, London, Plenum Press, 1988
(33)
II.2.1.5. Diagnostik Autis
Autisme adalah gangguan perkembangan, oleh karena itu diagnosis ditegakkan dari gejala klinis yang tampak, yang menunjukkan adanya penyimpangan dari perkembangan normal yang sesuai umurnya.
International Classification of Diseases (ICD) 1993 maupun Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV) 1994, merumuskan kriteria diagnosis untuk autisme infantil adalah :
1. Harus ada 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).
i. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2
dari gejala dibawah ini :
a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat
Gambar 2.1 Karakteristik Anak Autis
(34)
b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
c. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
ii. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu dari
gejala-gejala dibawah ini :
a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi. c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d. Cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru.
iii. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan
kegiatan. Minimal harus ada satu dari gejala-gejala dibawah ini :
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan.
b. Terpaku pada kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya. c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.
2. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang
interaksi sosial, bicara dan berbahasa dan cara bermain yang monoton, kurang variatif.
3. Bukan disebabkan oleh sindroma Rett, Asperger atau gangguan disintegratif masa
kanak.
Gangguan Perkembangan Autistik ini dapat diketahui juga dengan melakukan tes Intelegensi yang diukur dengan alat bantu psikotes dengan hasil akhir satuan yang populer disebut IQ (Inteligence Quotient). Tes yang secara komprehensif mengukur IQ anak dan
umumnya digunakan di Indonesia adalah10 :
i. Wechsler Inteligence Scale for Childern (WISC).
ii. Wechsler Preschool & Primary Scales of Inteligence (WPPSI).
(35)
Komposisi IQ terdiri dari beberapa aspek yang dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu11 :
i. IQ Verbal
ii. IQ Non Verbal
Inteligensi non verbal dibedakan atas 2 strata kemampuan, yaitu12 :
i. Low Order Skills
Keterampilan yang berhubungan dengan proses menginterpretasi, mengorganisir dan memanipulasi ciri-ciri non simbolik dan konkrit dari stimulus (seperti misalnya ukuran, warna, bentuk, tekstur).
ii. High Order Skills
Lebih bersifat pemecahan masalah, penalaran, bersifat abstrak.
Kemampuan yang dapat diukur dengan Test Inteligensi Non Verbal, antara lain :
Tabel 2.6 Test Inteligensi Non Verbal
KATEGORI TEST YANG DILAKUKAN
Discrimination Diukur dengan meminta anak menetapkan gambar / kata yang
berbeda, misalnya mana yang berbeda gajah – kuda – monyet –
truk.
Generalisasi Menemukan kata yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu
dengan stimulus, misalnya : mana yang serupa dengan pohon : mobil
– manusia – berjalan.
Motor behavior Berkaitan dengan gerakan, baik motorik halus atau motorik kasar,
misalnya : manipulasi blok, copy design.
Berpikir induksi Menemukan aturan / pola pada stimulus, misalnya mengapa benda
tertentu dapat ditarik magnet?
Comprehension Pemahaman yang melibatkan kaidah umum.
Sequencing Kemampuan melihat hubungan yang progresif dari serangkaian
stimulus.
Detail recognition Kemampuan melihat detail stimulus, biasanya dengan melihat atau
membuat gambar.
(36)
KATEGORI TEST YANG DILAKUKAN
Analogi Berkaitan dengan diskriminasi, generalisasi, pengetahuan umum dan
kosakata.
Abstract Reasoning Kemampuan memecahkan masalah yang menuntut kemampuan
induksi dan abstraksi.
Memory Kemampuan mengingat / daya ingat.
Pattern Completing Mengidentifikasi bagian yang hilang dari gambar, pola, matriks.
General Information Kemampuan dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan faktual.
Vocabulary Arti dari kata.
Sumber : Examiner’s manual CTONI (Comprehensive Test of Non Verbal Intellegense), Donald D. Hammil, Nils A Pearson dan J. Lee Wiederholt, 1997, Pro-ed, Incl, Texas.
Hasil akhir dari NIQ digolongkan sebagai berikut :
131 – 165 Sangat superior
121 – 130 Superior
111 – 120 Di atas rata-rata
90 – 110 Rata-rata
80 – 89 Di bawah rata-rata
70 – 79 Rendah
35 – 69 Sangat rendah
Tabel 2.7 Perbandingan NIQ
NIQ tinggi berarti individu memiliki
kemampuan yang baik dalam : NIQ rendah berarti kesulitan dalam :
Melihat hubungan perceptual, logis dan
abstrak
Penalaran tanpa kata-kata
Memecahkan teka-teki mental yang
melibatkan elemen progresif
Membentuk asosiasi yang berarti antar
obyek dan antar disain geometris.
Menangani informasi non verbal
Menerima data visual
Mengorganisir materi-materi yang
melibatkan ruang / spasial.
Memahami aspek abstrak dari
simbol-simbol visual.
Sumber : Examiner’s manual CTONI (Comprehensive Test of Non Verbal Intellegense), Donald D. Hammil, Nils A Pearson dan J. Lee Wiederholt, 1997, Pro-ed, Incl, Texas.
(37)
Selain itu, dapat juga dilakukan Pendeteksian Dini, dengan melakukan pengamatan gejala-gejala awal atau dengan melakukan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers ). Autisma memang agak sulit di diagnosis pada usia bayi. Tetapi amatlah penting untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit ini sejak dini karena penanganan yang lebih cepat akan memberikan hasil yang lebih baik. Beberapa pakar kesehatanpun meyakini bahwa merupakan hal yang utama bahwa semakin besar kemungkinan kemajuan dan perbaikan apabila kelainan pada anak ditemukan pada usia yang semakin muda.
M-CHAT merupakan daftar (check list) yang terdiri dari 23 pertanyaan yang digunakan untuk memberikan tanda-tanda dini anak-anak autisme. M-CHAT dikembangkan di Amerika dari CHAT yang ditemukan dan digunakan di Inggris. Autisme merupakan gangguan perkembangan yang sangat sulit untuk dideteksi pada usia Balita. Namun anak-anak balita yang dapat dideteksi dini memiliki peluang lebih besar untuk membaik jika intervensi dini diperkenalkan sebelum usia 5 tahun.
Pertanyaan dibawah ini (Contoh M-CHAT) sebaiknya dijawab sesuai dengan kecenderungan
yang dilakukan anak sehari-hari13.
1. Apakah anak anda menyukai diayun, ditimang ? (Y/T)
2. Apakah anak anda memiliki rasa tertarik pada anak-anak lain ? (Y/T)
3. Apakah anak anda menyukai memanjat, misalnya tangga ? (Y/T)
4. Apakah anak anda menyukai permainan ciluk ba ? (Y/T)
5. Apakah anak anda pernah bermain "sandiwara", misalnya : Pura-pura bicara di telpon ?
Menjadi tokoh tertentu ? Bicara pada boneka ? (Y/T)
6. Apakah anak anda pernah menggunakan telunjuk untuk meminta sesuatu ? (Y/T)
7. Apakah anak anda pernah menggunakan telunjuk menunjukkan rasa tertariknya pada
sesuatu ? (Y/T)
8. Dapatkah anak anda bermain dengan mainan kecil (mobil-mobilan/balok) dengan
sewajarnya tanpa hanya memasukkannya ke dalam mulut, kutak kutik atau menjatuhkannya saja ? (Y/T)
9. Apakah anak anda pernah membawa obyek/benda dan diperlihatkan pada anda ? (Y/T)
10. Apakah anak anda melihat pada mata anda lebih dari 1 atau 2 detik ? (Y/T)
11. Apakah anak anda sangat sensitif terhadap bunyi ? (Y/T)
(38)
12. Apakah anak anda tersenyum pada wajah anda atau senyuman anda ? (Y/T)
13. Apakah anak anda meniru anda ? (Misalnya bila anda membuat raut wajah tertentu, anak
anda menirunya ?) (Y/T)
14. Apakah anak anda memberi reaksi bila namanya dipanggil ? (Y/T)
15. Bila anda menunjuk pada sebuah mainan di sisi lain ruangan, apakah anak anda melihat
pada mainan tersebut ? (Y/T)
16. Apakah anak anda dapat berjalan ? (Y/T)
17. Apakah anak anda juga melihat pada benda yang anda lihat ? (Y/T)
18. Apakah anak anda membuat gerakan-gerakan jari yang tidak wajar di sekitar wajahnya?
(Y/T)
19. Apakah anak anda mencoba mencari perhatian anda untuk kegiatan yang sedang
dilakukannya ? (Y/T)
20. Apakah anda pernah berpikir bahwa anak anda tuli ? (Y/T)
21. Apakah anak anda mengerti apa yang dikatakan orang lain ? (Y/T)
22. Apakah anak anda terkadang menatap dengan tatapan kosong atau mondar-mandir tanpa
tujuan ? (Y/T)
23. Apakah anak anda melihat pada wajah anda untuk melihat reaksi anda ketika ia
dihadapkan pada situasi yang asing atau tidak ia mengerti ? (Y/T)
KETERANGAN
Seorang anak berpeluang menyandang autis jika :
3 atau lebih dari pertanyaan M-CHAT dijawab TIDAK
minimal 2 dari pertanyaan yang dicetak tebal dijawab TIDAK
Klasifikasi autisme sedang dan berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa
autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS).
Skala ini menilai derajat kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan respon visual, pendengaran, pengecap, penciuman dan sentuhan. Selain itu,
Childhood Autism Rating Scale juga menilai derajat kemampuan anak dalam perilaku
takut/gelisah melakukan komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas, konsistensi respon
(39)
Parameter yang dapat membantu mengklasifikasikan tingkat autism berat atau ringan.
Tabel 2.8 Parameter Pengklasifikasi Tingkat Autis
NO EVALUASI A B C
Akademis
1 Berhitung 1-10, 1-20 baik dengan atau tanpa papan, irama dan dan ketukan
wajar, maju dan mundur
2 Mampu mengidentifikasi dan menulis angka
3 Mengenal semua bentuk dengan cepat
4 Mengenal warna dengan cepat
5 Mampu mengenal semua bentuk huruf dengan cepat
6 Mampu mendeskripsikan suatu topik tunggal / sederhana
7 Mampu menggambarkan sederhana
8 Mampu mengingat 2-3 digit, membedakan benda yang sejenis
9 Mampu memilih obyek dan gambar yang hampir sama
10 Mampu mengenal simbol-simbol sederhana
11 Bahasa yang dia pakai dapat kita mengerti atau sebaliknya
12 Mampu membedakan arak kiri, kanan, atas, dan bawah
13 Memberikan jumlah yang kita minta antara 1-9
Ketrampilan sosial dan tingkah laku
1 Prilaku kontrol diri dalam lingkungan
2 Kontak mata
3 Perhatian dan Konsentrasi
4 Kemampuan Mendengarkan
5 Diam dan Menunggu
6 Berbagi giliran dengan teman
7 Berkunjung ( Visiting)
8 Mengirim Pesan sederhana
9 Menjawab Pertanyaan sederhana yang berhubungan dengan identitas
dirinya
10 Merespon perintah sederhana yang familiar dan sering digunakan dalam
aktivitas sehari- hari
Ketrampilan sosial dan tingkah laku
(40)
NO EVALUASI A B C
Keterampilan Berkomunikasi
1 Kemampuan dasar berinisiatif
2 Mampu mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan dasar anak
3 Menyatakan ya atau tidak yang berhubungan dengan pribadi anak
4 Kemampuan memilih
Pelaksanaan Aktivitas sehari-hari
1 Toilet raining
2 Makan dengan sendok dan garpu
3 Mampu memakai celana, jaket, baju, sepatu tanpa bantuan
4 Mengancingkan baju
5 Merawat dan memperhatikan barang sendiri
6 Mandi dan menggosok gigi
Sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/makalah151-penanganan-masalah-belajar-anak-autisme-melalui-pendidikan-integrasi.htm, diakses Januari 2011.
Keterangan:
A: Mampu / Mandiri/ excellent B: di arahkan/ dibantu minimal C: di bantu penuh
Jika anak Autis menguasai ketrampilan antara :
A = 25 < 34 Termasuk anak yang ringan (mild)/High Function.
A = 15 < 24 Termasuk anak yang sedang/sedang (Severed).
A Kurang dari 15 Termasuk anak yang berat (Low Function).
II.2.1.6. Terapi Untuk Autis
Applied Behaviour Analysis (ABA) adalah tatalaksana yang bertujuan untuk melatih
perilaku (behavior) anak autis. Pendekatannya didasarkan atas riset yang dibuat oleh B.F
Skinner, seorang psikolog. Skinner, secara ilmiah mendemonstrasikan bahwa consequences
(konsekuensi atau akibat) memiliki pengaruh yang kuat dan dapat diperkirakan (predictable)
terhadap perilaku. Skinner menyebut proses tersebut sebagai operant-conditioning. Sebuah
consequences atau event (kejadian) yang memperkuat perilaku disebut reinforcer (penguat
(41)
pelukan, ciuman, pujian atau aktivitas yang disukai. Pada operant conditioning, jika perilaku
diikuti oleh reinforcer terjadi probibilitas (peningkatan kemungkinan) bahwa perilaku yang
sama akan terulang lagi pada keadaan yang sama. Jika perilaku tidak diikuti oleh reinforcer
(penguat atau imbalan), maka perilaku akan menurun atau tidak terjadi lagi.
Pemulihan dari autisme adalah mungkin jika tatalaksana dimulai dari usia dini. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Ivar O. Lovaas (1987) dari University of California (UCLA),
dengan menggunakan metode modifikasi perilaku 40 jam seminggu selama 2 tahun, dari 19
anak autistik berumur di bawah 4 tahun, 9 anak (47%) mencapai “fungsi kognitif normal”.
Pada uji dengan semua standar pengukuran IQ, hasilnya normal. Saat ini anak-anak tersebut sudah remaja berusia belasan, kesembilan anak tersebut tampak normal, tidak dapat dibedakan dengan teman sebayanya, baik dari sudut keterampilan sosial maupun keterampilan akademik. Pada sampel penelitiannya tersebut, Lovaas juga menemukan bahwa semakin muda usia anak-anak dimulainya tatalaksana perilaku secara intensif, maka hasil yang diperoleh semakin baik.
Dari penelitiannya Lovaas mendapatkan suatu konsensus bahwa variabel yang merupakan hal penting dalam menunjang optimalisasi hasil ialah intervensi dini, keterlibatan orang tua, fokus masyarakat, dan intensitas tatalaksana. Selain itu Lovaas juga menyatakan bahwa anak autistik perlu mendapat sebanyak mungkin tatalaksana jika ingin mengejar
ketertinggalannya (catching up to “normal” or “average” children), yaitu belajar sepanjang
waktu “meleknya” (during all their waking hours). Pada penelitian berikutnya Lovaas mendapatkan hasil 19 anak di kelompok tatalaksana 40 jam seminggu selama 2 tahun atau lebih menunjukkan peningkatan IQ yang besar, sedangkan mereka yang mendapat 10 jam atau kurang tidak menunjukkan perbaikan. Hal yang sama juga diperoleh oleh peneliti lain yang mana anak yg mendapat pelatihan sebanyak 20 jam juga memperoleh peningkatan IQ namun tidak sebaik anak yng mendapat pelatihan sebanyak 40 jam.
Kesimpulan yang didapat adalah, pelatihan selama 10 jam, tidak membuahkan hasil, sedangkan 20 jam hanya mendapatkan hasil sedikit, tidak maksimal, yang terbaik adalah 40 jam, dimana perbaikan yang dihasilkan sangat besar.
Sampai saat ini belum ada metode lain yang sangat terstruktur dan mudah diukur hasilnya sebagaimana dengan metode ini. Selain untuk penyandang autis, metode ABA ini
(42)
anak normal. Prinsip dasar metode ABA merupakn cara pendekatan dan penyampaian materi kepda anak yang harus dilakukan seperti berikut ini :
1. Kehangatan (dengan kasih saying yang tulus untuk menjaga kontak mata yang lama
dan konsisten).
2. Tegas (tidak dapat tawar-menawar dengan si anak).
3. Tanpa kekerasan dan Tanpa marah/jengkel.
4. Prompt (bantuan, arahan) secara tegas tapi lembut.
5. Apresiasi anak dengan imbalan yang efektif, sebagai motivasi agar selalu
bersemangat.
Adapun jenis-jenis terapi tersebut adalah :
1. Terapi Perilaku
2. Terapi Wicara
3. Terapi Okupasi
4. Terapi Diet
5. Terapi Biomedik
6. Hidroterapi
7. Terapi Bermain
8. Terapi Pendidikan
Berikut adalah gambaran secara umum tahapan terapi yang berdasarkan kurikulum
ABA, yang diambil dari dokumen elektronic (e-paper) yang terdapat di website Asosiasi
Autisme Amerika (Autism Society of America) www.autism-society.org. Kurikulum ini
adalah basis terapi autis secara umum yang mana terapi metode Lovaas adalah
pengembangan (sub-set) dari terapi ini.
A.Tahap Awal (Beginner)
Tabel 2.9 Tahap Awal Kurikulum ABA
NO. KATEGORI PELAJARAN
1. Attending Skill sits independently, eye contact.
2. Imitation Skill gross, fine, and oral motor skills.
(43)
NO. KATEGORI PELAJARAN
4. Expressive Language Skill imitates Sounds, labeling, yes/no, greeting, answer
simple question.
5. Pre-Academic Skill matching, complete activities independently, counting
and identifies shapes, colors and letter.
6. Self-help Skill get undressed independently, eats independently, toilet
training.
Sumber : www.autism-society.org , diakses Januari 2011 B.Tahap Menengah (Intermediate)
Tabel 2.10 Tahap Menengah Kurikulum ABA
NO. KATEGORI PELAJARAN
1. Attending Skill sustains eye contact, responds to name.
2. Imitation Skill imitates sequences, copies simple drawing, pairs action
with sound.
3. Receptive Language Skill two-step instructions, identifies attributes, pretends,
identifies categories, pronouns, propositions, emotions, gender.
4. Expressive Language Skill two and three word phrases, requests desired items,
labels according to function, simple sentences,
reciprocates information, ask “wh-“ questions.
5. Pre-Academic Skill matches by category, gives specifies quantity of items,
uppercase/lowercase letters, more/less, simple worksheets, copies letter and numbers, writes name, cuts with scissors, colors within a boundary.
6. Self-help Skill gets dressed independently, puts on shoes, puts on coat,
self-initiates toileting.
Sumber : www.autism-society.org , diakses Januari 2011 C.Tahap Lanjut (Advanced)
Tabel 2.11 Tahap Lanjut Kurikulum ABA
NO. KATEGORI PELAJARAN
1. Attending Skill maintains eye contact during conversation, and group
(44)
NO. KATEGORI PELAJARAN
2. Imitation Skill complex sequencing, peer play, verbal responses to
peers.
3. Receptive Language Skill three-step instructions, same/different, identifies what
doesn’t belong, plural/singular, understands “ask…” versus “tell…”
4. Expressive Language Skill utilizes “I don’t know”, retell story, recall past events,
ask for clarification, advanced possesive pronouns, verb tense, asserts knowledge.
5. Abstract Language predict outcomes, takes another’s perspective, provides
explanations.
6. Academic Skill completes patterns, reading, names letter sounds,
consonants, spelling, states word meaning, simple synonyms, ordinal numbers, identifies rhyming words, writes simple words from memory, add single-digit number.
7. Social Skill follows directions from peers, answers questions from
peers, responds to play-initiation statements, initiates play statements to peers, offers and accepts peer assistance.
8. School Readiness wait turns, demonstrates new responses through
observation, follow group instruction, sing nursery rhymes, answer when called on, raises hand, story-time, show and tell.
9. Pre-Academic Skill matches by category, gives specifies quantity of items,
uppercase/lowercase letters, more/less, simple worksheets, copies letter and numbers, writes name, cuts with scissors, colors within a boundary.
10. Self-help Skill brushes teeth, zippers, buttons, snaps.
Sumber : www.autism-society.org , diakses Januari 2011
Sedangkan kurikulum yang di gunakan oleh Yayasan Autisma Indonesia adalah sebagai berikut :
(45)
Tabel 2.12 Kurikulum Yayasan Autisma Indonesia
NO. KATEGORI PELAJARAN
A. Kemampuan Mengikuti
Tugas/Pelajaran
1. Duduk mandiri di kursi 2. Kontak mata saat dipanggil
3. Kontak mata ketika diberi perintah, : “Lihat (ke) sini” 4. Berespons terhadap arahan : “Tangan ke bawah”
B. Kemampuan Imitasi
(Meniru)
1. Imitasi gerakan motorik kasar
2. Imitasi tindakan (aksi) terhadap benda
3. Imitasi gerakan motorik halus
4. Imitasi gerakan motorik mulut
C. Kemampuan Bahasa
Reseptif
1. Mengikuti perintah sederhana (satu-tahap) 2. Identifikasi bagian-bagian tubuh
3. Identifikasi benda-benda 4. Identifikasi gambar-gambar
5. Identifikasi orang-orang dekat (familier) / anggauta ketuarga
6. Mengikuti perintah kata kerja
7. Identifikasi kata-kata kerja pada gambar 8. Identifikasi bend a-benda di tingkungan 9. Menunjuk gambar-gambar dalam buku 10. Identifikasi benda-benda menurut fungsinya 11. Identifikasi kepemilikan
12. Identifikasi suara-suara di lingkungan
D. Kemampuan Bahasa
Ekspresif
1. Menunjuk sesuatu yang diingini sebagai respons
“Mau apa?”
2. Menunjuk secara spontan benda-benda yang diingini 3. Imitasi suara dan kata
4. Menyebutkan (melabel) benda-benda 5. Menyebutkan (melabel) gambar-gambar
(46)
NO. KATEGORI PELAJARAN
6. Mengatakan (secara verbal) benda-benda yang diinginkan
7. Meryatakan atau dengan isyarat dan tidak untuk sesuatu yang disukai (diingini) dan yang tidak disukai (tidak diingini)
8. Menyebutkan (melabel) orang-orang dekat.(familier) 9. Membuat pilihan
10. Saling menyapa
11. Menjawab pertanyaan-pertanyaan sosial
12. Menyebutkan (melabel) kata kerja di gambar,orang lain, dan diri sendini
13. Menyebutkan (melabel) benda sesuai fungsinya 14. Menyebutkan (melabel) kepemilikan
E. Kemampuan Pre-Akademik 1. Mencocokkan
a. Benda benda yang identik b. Gambar-gambar yang identik c. Benda dengan gambar
d. Warna, bentuk, huruf, angka e. Benda-benda yang non-Identik
f. Asosiasi (hubungan) antara berbagai benda 2. Menyelesaikan aktivitas sederhana secara mandiri 3. ldentifikasi warna-warna
4. ldentifikasi berbagai bentuk 5. ldentifikasi huruf-huruf 6. ldentifikasi angka-angka
7. Menyebut (menghafal) angka 1 sampai 10 8. Menghitung benda-benda
F. Kemampuan bantu diri 1. Minum dan gelas
(47)
NO. KATEGORI PELAJARAN
3. Melepas sepatu 4. Melepas kaos kaki 5. Melepas celana 6. Melepas baju
7. Menggunakan serbet tissue
8. Toilet-training untuk buang air kecil
Sumber : Sapurto, W. Adi, skripsi untuk mencapai derjat sarjana S1, Rancangan Komunikasi Visual dalam Terapi Multimedia Interaktif untuk Anak Autis, FSRD. Unv. Tarumanagara : Jakarta. 2002
II.3. Studi Kelayakan
Dengan bertambahnya penduduk setiap tahun, semakin meningkat pula jumlah penderita autis di Indonesia. Sementara jumlah pusat rehabilitasi yang ada tidak dapat menampung semua anak penyandang autis.
Tabel 2.13 Jumlah Penduduk Kota Medan tahun 2000-2009
Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah
Jiwa Jiwa
2000 945 847 958 426 1 904 273
2001 960 477 966 043 1 926 520
2002 979 106 984 776 1 963 882
2003 990 216 1 003 386 1 993 602
2004 995 968 1 010 174 2 006 142
2005 1 012 040 1 024 145 2 036 185
2006 1 027 607 1 039 681 2 067 288
2007 1 034 696 1 048 460 2 083 156
2008 1 039 707 1 062 938 2 102 645
2009 1 049 457 1 071 596 2 121 053
Sumber : BPS Kota Medan
Tabel 2.14 Jumlah Penduduk dengan Umur 0-14 Kota Medan Tahun 2009 Kecamatan Jumlah (jiwa)
Medan Belawan 25 675
(48)
Kecamatan Jumlah (jiwa)
Medan Labuhan 28 976
Medan Deli 39 787
Medan Timur 30 255
Medan Perjuangan 27 817
Medan Tembung 37 661
Medan Area 29 027
Medan Denai 37 173
Medan Amplas 30 593
Medan Johor 54 628
Medan Baru 11 761
Medan Kota 22 399
Medan Maimun 15 377
Medan Polonia 14 194
Medan Barat 21 025
Medan Helvetia 38 624
Medan Petisah 16 760
Medan Sunggal 29 406
Medan Selayang 22 772
Medan Tuntungan 18 718
Jumlah 586 247
Sumber : BPS Kota Medan
Tabel 2.15 Perhitungan Potensi Jumlah Penyandang Autisme dari umur 0-14tahun
Diketahui perbandingan anak autis dengan anak normal = 1 : 150-200 orang (Menkes,2008 & dr. Widodo, 2006).
Maka diambil rata-ratanya = 150 + 200 = 175 2
Jadi, perbandingannya adalah 1 : 175 orang
Diketahui : Perbandingan = 1:175 orang
(49)
II.4. Lokasi Usulan Proyek
II.4.1. Data Umum Lokasi Proyek
Lokasi proyek berada di Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Letak geografis Kota Medan adalah sebagai berikut :
1. Nama kota : Medan
2. Luas : 26 510 hektar (3,6% dari Sumatera Utara)
3. Letak : 2º 27’ - 2º 47’ LU dan 98º 35’ - 98º 44’ BT
4. Ketinggian : 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut
5. Batas-batas : - Utara : Kab.Deli Serdang
- Timur : Kab.Deli Serdang - Selatan : Kab.Deli Serdang - Barat : Kab.Deli Serdang
6. Iklim : Tropis
7. Suhu : 23ºC – 24,1ºC (min) hingga 30,6ºC – 33,1ºC (max)
8. Kelembaban udara : rata-rata 78 – 82%
9. Kecepatan angin : rata-rata 0,42 m/sec
Gambar 2.2 Lokasi Proyek Sumber : Peta Medan 2010
Potensi Jumlah anak penyandang Autis = Jumlah anak (umur 0-14 thn) x Perbandingan = 586 247 x 1 = 3 349,982 orang
175
≈ 3 350 orang (jumlah penderita tiap tahun meningkat)
(50)
II.4.2. Kriteria Pemilihan Lokasi Proyek
Untuk mendirikan suatu museum yang baik, sebaiknya diawali dengan kegiatan studi kelayakan. Bila hasil studi kelayakan tersebut ternyata layak untuk mendirikan suatu pusat rehabilitasi, maka perlu diperhatikan persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sebagai bahan perencanaan pembangunan tersebut:
1. Lokasi harus strategis.
Strategis di sini bukan harus berada di pusat kota atau daerah kota yang ramai, melainkan lokasi yang mudah dijangkau oleh umum dengan transportasi apapun dan pejalan kaki.
2. Lokasi harus sehat yang berarti:
i. Lokasi tidak terletak pada daerah perindustrian yang banyak menimbulkan polusi
udara.
ii. Lokasi tidak berada daerah yang bertanah rawa atau berlumpur atau tanah yang
berpasir, dan elemen-elemen iklim yang berpengaruh pada lokasi yaitu terkait kelembaban udara, kelembaban udara harus mencapai kenetralan antara 55-65%.
Tabel 2.16 Kriteria Pemilihan Lokasi
No Kriteria Pemilihan Lokasi Keterangan
1 Tinjauan terhadap arsitektur kota Lokasi yang dipilih dekat dengan bagian pusat
kota dengan pertimbangan efisiensi dan berskala kota.
2 Pencapaian Lokasi harus dapat dicapai dari berbagai arah dan
dengan segala alternatif (kendaraan umum, pribadi, pejalan kaki)
3 Area pelayanan Lokasi memiliki area pelayanan ±1 km dari
berbagai fasilitas seperti bank, pusat perbelanjaan , area perdagangan , pasar, kantor, dll
4 Sarana dan Prasarana Tersedia sarana dan prasarana seperti jalan raya ,
rambu lalu lintas , dll dan jaringan utilitas seperti jaringan PLN , PDAM , Telkom , Riol Kota , dll
5 Persyaratan lain Lokasi harus memiliki tingkat privasi yang tinggi
(51)
No Kriteria Pemilihan Lokasi Keterangan
Lokasi harus jelas kepemilikannya, terkait dengan pembebasan lahan, potensi dan peraturan yang berlaku.
Sumber : Olahan Pribadi
II.4.3. Kriteria Desain Tapak
Menurut Brian Hall dalam The Manual of Planning, masalah penyelesaian tapak harus mengikuti kriteria-kriteria tapak utama, yaitu:
1. Keamanan
i. Fisik dinding yang tidak dapat dimasuki dengan mudah, setiap bukaan untuk
entrance, pencahayaan atau ventilasi, harus terkontrol.
ii. Pintu keluar masuk dibatasi dan dijaga, termasuk untuk pengelola.
iii. Tersedia pintu keluar darurat.
iv. Alarm yang dihubungkan dengan pos sekuriti bangunan.
v. Perlindungan terhadap bahaya kebakaran.
2. Lingkungan
i. Lingkungan aman dan tertata baik.
a.Konservasi
o Sebaiknya tidak berada pada daerah dengan tingkat polusi tinggi, karena
akan membuat biaya operasinal dan maintance menjadi mahal untuk pengkondisian dan penyaringan udara.
b.Ruang Ekspansi (perluasan)
o Lahan cukup luas untuk pengembangan secara horizontal.
o Taman untuk ekspansi pada masa yang akan datang.
c.Loading Area
o Tersedia ruang untuk troly/mobil barang (misalnya 15 m), dan cukup untuk
manuver kendaraan tersebut.
d.Ruang Luar
o Courtyard sebagai titik awal tempat istirahat bagi pengunjung.
(52)
i. Kemudahan pencapaian oleh kendaraan pribadi atau angkutan umum dan tersedia juga jalur pejalan kaki.
2. Parkir
i. Tersedia parkir untuk pengunjung, pengelola dan servis.
ii. Mudahnya mengenal entrance, jalan keluar, tersedia parkir beratap,kanopi.
3. Kemudahan Dilihat (visibility)
i. Sebaiknya tapak berada dekat simpang/sudut jalan utama (daripada di
tengah-tengah blok bangunan), agar dapat menjadi issue untuk menarik donor dan dana masyarakat.
ii. Dapat menimbulkan image, memberi image, memberi impresi besar/agung.
a. Ketentuan Khusus
o Tanda penunjuk arah jelas terlihat.
o Tersedia parkir khusus untuk penyandang cacat, yaitu dekat dengan
pintu utama.
o Jalan ke bangunan dengan memakai ramp.
o Penataan titik penurunan antara tapak dengan jalan.
II.4.4. Analisa Pemilihan Lokasi
Kota Medan sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat industri, pusat distribusi,
pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi, pusat akomodasi jasa kepariwisataan, dan
pusat perdagangan regional dan internasional, maka dalam pelaksanaannya studi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Medan menetapkan adanya satuan-satuan Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP), dimana tujuan dari WPP ini adalah mengoptimalkan pembangunan di setiap sektor atau wilayah. WPP Kotamadya Medan dibagi menjadi lima wilayah (gambar dan tabel), yaitu :
(53)
Tabel 2.17 Potensi Pengembangan Wilayah Kota Medan WPP Cakupan Kecamatan Pusat Pengembangan Peruntukan Lahan Program Pembangunan
A M. Belawan
M. Marelan M. Labuhan BELAWAN Pelabuhan, Industri, Permukiman, Rekreasi, Maritim
Jalan baru, jaringan air minum, septic tank, sarana pendidikan dan permukiman.
B M. Deli TJ. MULIA Perkantoran,
Perdagangan, Rekreasi Indoor, Permukiman
Jalan baru, jaringan air minum,
pembuangan sampah, sarana pendidikan.
C M. Timur
M. Perjuangan M. Tembung AKSARA Permukiman, Perdagangan, Rekreasi Sambungan air minum, septic tank, jalan baru, rumah Gambar 2.3 Peta Kota Medan dan WPP
Sumber : RUTRK Medan WPP D CBD,
pusat pemerintahan, perumahan,
perkantoran, hutan
kota ,dan pusat
pendidikan WPP E Perumahan, perdagangan, pendidikan, kesehatan,
konservasi, lapangan golf dan hutan kota.
WPP A
Merupakan Kawasan Pelabuhan, industri, pemukiman, rekreasi, maritim, pendidikan.
WPP B Merupakan kawasan perkantoran , perdagangan, rekreasi indoor, pemukiman, pendidikan.
WPP C Merupakan kawasan
pemukiman,pendidikan,re kreasi,
(54)
WPP Cakupan Kecamatan Pusat Pengembangan Peruntukan Lahan Program Pembangunan M. Denai M. Amplas pendidikan dan kesehatan. D M. Johor
M. Baru M. Kota M. Maimoon M Polonia
INTI KOTA CBD, Pusat
Pemerintahan, Hutan Kota, Pusat Pendidikan, Perkantoran, Rekreasi Indoor, Permukiman Perumahan permanen, pembuangan sampah, sarana pendidikan.
E M. Barat
M. Helvetia M. Petisah M. Sunggal M. Selayang M. Tuntungan
SEI SEKAMBING Permukiman, Perkantoran, Perdagangan, Konservasi, Rekreasi, Lapangan Golf, Hutan Kota Sambungan air minum, septic tank, jalan baru, rumah permanen, sarana pendidikan dan kesehatan.
Sumber : RUTRK Medan
Berdasarkan tinjauan WPP Kota Medan , maka wilayah yang cocok untuk proyek bangunan ini adalah di WPP E , dimana terdapat pengembangan terhadap pusat kota dan terdapat kawasan kesehatan.
(55)
Gambar 2.4 Analisa Pemilihan Site Sumber : Analisis Pribadi II.4.5. Lokasi Proyek
Lokasi Autism Care Center sebagai sarana kesehatan lebih baik berada di daerah dekat dengan fasilitas kesehatan lainnya (Rumah Sakit), dimana Autism Care Center berfungsi
3
8
4
5
7 1
2 6
Site 3
Site 2
Site 1
Angka 1-8 : Potensi jumlah anak penyandang autism umur 0-14 tahun
(56)
untuk memberikan informasi tentang Gangguan Perkembangan Autisme kepada masyarakat. Adapun lokasi alternatif Autism Care Center adalah :
A. Alternatif 1
Lokasi berada di Jalan Letjen Jamin Ginting dengan luas lahan ± 1,2 Ha terletak di Kecamatan Medan Tuntungan. Berdekatan dengan RSU Mitra Persada , Yayasan Perguruan Kristen Sion, Apotik.
B. Alternatif 2
Lokasi berada di Jalan Gaperta dengan luas lahan ± 1,6 Ha terletak di Kecamatan Medan Helvetia. Berdekatan dengan Kolam Renang Kartika, SPBU Pertamina
C. Alternatif 3
Lokasi berada di Jalan Tengku Amir Hamzah dengan luas lahan ± 2,5Ha terletak di Kecamatan Medan Helvetia. Berdekatan dengan Griya Dome, SPBU Pertamina, Restoran Griya Ben, Rumah Sakit Sari Mutiara, Mesjid.
Gambar 2.5 Peta alternatif 1
Sumber : Peta Medan 2010
Gambar 2.6 Peta alternatif 2
Sumber : Peta Medan 2010
Gambar 2.7 Peta alternatif 3
(1)
AUTISM CARE CENTER ARSITEKTUR PERILAKU
144
Gambar 6.26. Poster (2) Sumber : Data Pribadi
(2)
145
Gambar 6.27. Poster (3) Sumber : Data Pribadi
(3)
AUTISM CARE CENTER ARSITEKTUR PERILAKU
146
Gambar 6.28. Poster (4) Sumber : Data Pribadi
(4)
147
Gambar 6.29 Maket (1) Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.30 Maket (2) Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.31 Maket (3) Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.32 Maket (4) Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.33 Maket (5) Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.34 Maket (6) Sumber : Data Pribadi
(5)
AUTISM CARE CENTER ARSITEKTUR PERILAKU
148
Gambar 6.35 Maket (7) Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.37 Maket (9) Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.36 Maket (8) Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.38 Maket (10) Sumber : Data Pribadi
(6)
x
JESSICA 070406034
DAFTAR PUSTAKA
www.kompas.com ; keyword: autis www.who.or.id
www.google.com
www.autis.info/index.ph
www.ditplb.or.id
www.wikipedia.com
Assocoation, American Psychiatric, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fourth Edition, Text Revision, DSM-IV-TR. American Psychiatric Association, Washington DC.
Badan Pusat Statistik Medan,2006,Medan Dalam Angka
Clovis Heisath,1995,Arsitektur dari Segi Perilaku, AIA, Intermatra
Darmaprawira W.A.,Sulasmi,2002, Warna,Teori dan Kreativitas Penggunaannya Edisi
Kedua, Bandung : Penerbit ITB
Marcella Laurens, Joyce,2004,Arsitektur dan Perilaku Manusia, Penerbit Gramedia
Neufert, Ernst dan Sunarto Tjahjadi, 1997, Data Arsitek, Jilid 1 Edisi 33, Jakarta :
Erlangga
Neufert, Ernst dan Sjamsu Amril, 1995, Data Arsitek, Jilid 2 Edisi Kedua, Jakarta:
Erlangga
Robins D., Fein, D., Barton M. & Green J ,2001, The Modified Checklist for Autism in
Toddlers, Journal of Autism and Developmental Disorders
Setiawan, Haryadi B.; (1996)Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, PPLH UGM, Jogjakarta
Schopler, E. dan Mesibov,G(eds) ,1988,Diagnosis and Assessment in Autism, London